Anda di halaman 1dari 8

PROSES BERPIKIR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA


DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT
(Penelitian dilakukan di MTs Negeri Dolopo Tahun Ajaran 2011/2012)

Titin Masfingatin
Pendidikan Matematika, Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret
Surakarta, 57126, Indonesia
ti2n_masfingatin@yahoo.co.id

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan proses berpikir siswa kelas 8 SMP yang memiliki
tinggi, sedang , dan tingkat AQ yang rendah dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan aturan Polya
itu . Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif . Subyek penelitian adalah siswa kelas 8 MTs
Negeri Dolopo yang terdiri dari tiga mahasiswa saja. Kriteria pemilihan subjek didasarkan pada tingkat AQ
siswa (yaitu tinggi, sedang , dan rendah AQ ) dan kelancaran komunikasi ( lisan dan tulisan ) . Pengumpulan
data dilakukan melalui teknik wawancara berbasis tugas yaitu uji pemecahan masalah tentang pesawat bentuk .
Analisis data dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari teknik wawancara berbasis tugas . Maka metode
triangulasi dilakukan untuk mendapatkan data penelitian yang valid . Hasil penelitian yang menggambarkan
proses berpikir siswa berdasarkan tingkat mereka Adversity Quotient ( AQ ) adalah sebagai berikut : The high-
AQ mahasiswa menggunakan proses asimilasi berpikir dalam masalah pemahaman . The high- AQ mahasiswa
menggunakan asimilasi dan proses berpikir akomodasi dalam membuat rencana pemecahan masalah . Dalam
melaksanakan rencana pemecahan masalah dan memeriksa hasil dari pemecahan masalah , siswa high- AQ
digunakan asimilasi proses berpikir . Media - AQ mahasiswa menggunakan asimilasi dan proses berpikir
akomodasi di masalah pemahaman . Dalam membuat dan melaksanakan rencana pemecahan masalah , siswa
menengah - AQ digunakan asimilasi proses berpikir . Dalam mengecek kembali hasil pemecahan masalah ,
siswa menengah - AQ digunakan asimilasi dan proses berpikir akomodasi . Sementara siswa rendah - AQ tidak
lengkap dalam masalah pemahaman karena siswa memiliki ketidaksempurnaan proses asimilasi berpikir .
Mahasiswa juga tidak lengkap dalam membuat rencana pemecahan masalah karena siswa memiliki
ketidaksempurnaan asimilasi dan proses berpikir akomodasi . dalam melaksanakan rencana pemecahan masalah
dan mengecek kembali hasil pemecahan siswa rendah AQ tidak melakukan keduanya asimilasi dan akomodasi
masalah .

Kata kunci : Proses Berpikir , Adversity Quotient ( AQ ) , Matematika Soal , Problem

PENDAHULUAN experiences. In this regard it is essential for


Matematika merupakan salah satu ilmu the students to be prepared for future or near
yang mendasari perkembangan ilmu future challenges by facing real life, or real
pengetahuan dan teknologi. Selain itu like, problems in their learning environment,
matematika juga memainkan peran penting di and finding appropriate solution of these
sejumlah bidang ilmu lain, seperti fisika, problems”. Manusia menghadapi
teknik dan statistik (Reynolds dan Muijs permasalahan-permasalahan dari beberapa
2008). Melalui matematika seseorang dimensi dalam kehidupan mereka dan mereka
mengasah kemampuan berpikir secara logis, mencoba untuk menyelesaikan permasalahan
analitis, sistematis, kritis dan kreatif. Berbagai tersebut berdasarkan pengetahuan dan
kemampuan berpikir tersebut penting dimiliki pengalaman mereka sebelumnya. Dalam hal
seseorang sebagai bekal untuk menjalani ini, merupakan hal yang penting bagi para
kehidupan. Oleh karena itu, penguasaan siswa untuk mempersiapkan masa depan atau
matematika sejak dini sangat mutlak tantangan-tantangan masa depan dengan
diperlukan. menghadapi kenyataan hidup, atau sesuatu
Ali (2010) menyatakan bahwa: “Human yang nyata, seperti permasalahan dalam
beings face a multiple dimensional problems lingkungan belajar mereka. Oleh sebab itu
in their lives and they try to solve these siswa dibiasakan untuk memecahkan masalah
problems in a particular way in the light of dalam pembelajaran di sekolah salah satunya
their previously gained knowledge and melalui aktivitas pemecahan masalah.

1
Herman Hudojo (2005) menyatakan problem), menyusun rencana pemecahan
bahwa pemecahan masalah merupakan hal masalah (make a plan), melaksanakan rencana
yang essensial dalam pembelajaran pemecahan (carry out a plan), memeriksa
matematika. Hal ini dikarenakan melalui kembali hasil pemecahan (look back at the
pembelajaran pemecahan masalah: (1) siswa completed solution). Dengan menggunakan
dapat terampil menyeleksi informasi yang langkah-langkah pemecahan masalah oleh
relevan, kemudian menganalisisnya dan Polya diharapkan siswa dapat lebih runtut dan
akhirnya meneliti kembali hasilnya, (2) terstruktur dalam memecahkan masalah
keputusan intelektual akan timbul dari dalam- matematika.
merupakan hadiah intrinsik bagi siswa, (3) Melalui pembelajaran pemecahan
potensi intelektual siswa meningkat, dan (4) masalah, siswa dimungkinkan memperoleh
siswa belajar bagaimana melakukan penemuan pengalaman menggunakan pengetahuan serta
dengan melalui proses melakukan penemuan. ketrampilan yang telah dimiliki untuk
Dengan demikian sangat beralasan kiranya diterapkan pada pemecahan masalah yang
apabila dalam pembelajaran matematika di bersifat tidak rutin. Siswa dapat berlatih dan
sekolah lebih difokuskan pada aktivitas mengintegrasikan konsep-konsep dan
pemecahan masalah. keterampilan yang telah dipelajari. Siswa akan
Masalah dalam pelajaran matematika mampu mengambil keputusan sebab siswa
biasanya diinterpretasikan dalam soal mempunyai keterampilan tentang bagaimana
matematika. Suatu soal matematika disebut mengumpulkan informasi yang relevan,
masalah bagi seorang siswa, jika: (1) menganalisis informasi dan menyadari betapa
pertanyaan yang dihadapkan dapat dimengerti perlunya meneliti kembali hasil yang telah
oleh siswa, namun pertanyaan itu harus diperolehnya.
merupakan tantangan baginya untuk Dalam memecahkan masalah matematika
menjawabnya, dan (2) pertanyaan tersebut terjadilah proses berpikir dalam benak siswa
tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin sehingga dapat menemukan jawaban masalah
yang telah diketahui siswa (Herman Hudojo matematika. Herman Hudojo (2005)
2005). Suatu soal akan menjadi masalah hanya menyatakan bahwa dengan pemecahan
jika soal itu menunjukkan adanya suatu masalah siswa akan berlatih memproses data
tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh atau informasi. Pemrosesan data atau
suatu prosedur rutin yang sudah diketahui oleh informasi inilah yang disebut berpikir.
siswa. Oleh sebab itu, dapat terjadi suatu soal Sementara itu Yulaelawati (2004) dalam
merupakan masalah bagi seorang siswa akan Muhtarom (2012) mengatakan bahwa salah
tetapi menjadi soal biasa bagi siswa yang lain, satu peran guru dalam pembelajaran
karena siswa tersebut sudah mengetahui matematika adalah membantu siswa
prosedur untuk menyelesaikannya atau sudah mengungkapkan bagaimana proses yang
mendapatkan pemecahan masalahnya. Begitu berjalan dalam pikirannya ketika memecahkan
juga sesuatu menjadi masalah pada suatu saat, masalah, misalnya dengan cara meminta siswa
tetapi pada saat yang lain sudah bukan menceritakan langkah yang ada dalam
masalah lagi karena siswa tersebut sudah pikirannya. Hal ini diperlukan untuk
menemukan penyelesaiannya berdasarkan mengetahui kesalahan berpikir yang terjadi
pengetahuan yang telah dipelajari sebelumnya. dan merapikan jaringan pengetahuan siswa.
Dengan demikian masalah sangat bergantung Menurut Tatag Yuli Eko Siswono (2007)
kepada individu dan waktu tertentu. dalam Abdul Aziz Saefudin (2011) proses
Dalam memecahkan suatu masalah berpikir adalah suatu proses yang dimulai
matematika, dapat terjadi setiap siswa akan dengan menerima data, mengolah dan
menjumpai masalah. Meskipun pemecahan menyimpannya dalam ingatan serta
masalah membutuhkan pemikiran tingkat selanjutnya mengambil kembali dari ingatan
tinggi, akan tetapi kemampuan pemecahan saat dibutuhkan untuk pengolahan selanjutnya.
masalah sebenarnya dapat dilatihkan. Ide Dalam proses berpikir terjadi pengolahan
mengenai pemecahan masalah salah satunya antara informasi yang masuk dengan skema
dikemukakan oleh Polya. Polya (1973) dalam (struktur kognitif) yang ada di dalam otak
Ruseffendi (1988) mengembangkan empat manusia. Pengalaman atau informasi baru
langkah pemecahan masalah yaitu memahami yang masuk akan diolah dengan adaptasi
masalah atau persoalan (understand the melalui proses asimilasi atau akomodasi.

2
Asimilasi adalah proses kognitif yang mengulang kembali pemecahan dengan
terjadi ketika seseorang mengintegrasikan melihat kelemahan dari solusi yang didapatkan
persepsi, konsep, atau pengalaman baru ke (seperti langkah-langkah dan perhitungan yang
dalam skema yang sudah ada dalam tidak benar), menggunakan pengetahuan lain
pikirannya. Jika pengalaman baru tersebut dan menggabungkannya sehingga mampu
tidak sesuai dengan skema maka akan terjadi mengerjakan kembali soal dengan cara yang
akomodasi. Akomodasi dapat terjadi melalui berbeda. Dalam memecahkan masalah, siswa
dua hal, yaitu: (1) membentuk skema baru kelas VIII SMP melakukan proses berpikir
yang dapat cocok dengan rangsangan yang melalui asimilasi dan akomodasi dalam
benar, atau (2) memodifikasi skema yang ada benaknya sehingga sampai pada jawaban.
sehingga cocok dengan rangsangan itu Pada umumnya siswa mengalami
(Suparno 2001). kesulitan dalam belajar juga memecahkan
Mengetahui proses berpikir siswa dalam persoalan matematika. Oleh karena masing-
memecahkan suatu masalah matematika masing siswa merupakan pribadi yang unik,
sebenarnya sangat penting bagi guru. Guru maka kemampuan siswa dalam menghadapi
dapat melacak letak dan jenis kesalahan yang kesulitan tersebut tentunya juga akan berbeda
dilakukan oleh siswa dalam proses pemecahan antara satu dengan yang lainnya. Dari sinilah
masalah apabila mengetahui proses berpikir Adversity Quotient (AQ) dianggap memiliki
siswa. Kesalahan yang dilakukan oleh siswa peran dalam proses berpikir siswa pada
dapat dijadikan sumber informasi belajar dan pembelajaran matematika.
pemahaman bagi siswa. Selain itu guru dapat Menurut Stoltz (2000) Adversity Quotient
merancang pembelajaran yang sesuai dengan (AQ) adalah kecerdasan untuk mengatasi
proses berpikir siswa. kesulitan. Stoltz mengelompokkan orang
Siswa kelas VIII telah mendapatkan dalam 3 kategori AQ, yaitu: climber (AQ
materi Bangun Datar. Banyak permasalahan tinggi), camper (AQ sedang), dan quitter (AQ
matematika yang berkaitan dengan bangun rendah). Climbers merupakan kelompok orang
datar. Bangun datar yang dimaksud yang memilih untuk terus bertahan untuk
diantaranya adalah persegi, persegi panjang, berjuang menghadapi berbagai macam hal
segitiga, trapesium, layang-layang, jajar yang akan terus menerjang, baik itu dapat
genjang dan lingkaran. Dalam memecahkan berupa masalah, tantangan, hambatan, serta
permasalahan matematika, khususnya yang hal-hal lain yang terus dapat setiap harinya.
berkaitan dengan bangun datar dapat Campers merupakan kelompok orang yang
digunakan langkah-langkah pemecahan sudah memiliki kemauan untuk berusaha
masalah yang salah satunya dikemukakan oleh menghadapai masalah dan tantangan yang ada
Polya. Seseorang dikatakan memahami namun mereka berhenti karena merasa sudah
masalah jika orang tersebut mampu tidak mampu lagi, sedangkan Quitters
mengidentifikasi hal apa yang diketahui dan merupakan kelompok orang yang kurang
hal apa yang ditanyakan, selain itu apakah hal memiliki kemauan untuk menerima tantangan
yang diketahui tersebut sudah cukup untuk dalam hidupnya. Pada akhirnya dapat
menjawab hal yang ditanyakan. Selanjutnya dikaitkan tingkat AQ akan menentukan proses
untuk dapat menyusun rencana pemecahan, berpikir siswa dalam memecahkan masalah
seseorang harus mencari hubungan antara hal- matematika.
hal yang diketahui dengan hal yang Setelah menyadari adanya perbedaan
ditanyakan, menentukan materi prasyarat lain kondisi pada masing-masing siswa, maka guru
yang dapat digunakan untuk memecahkan dapat memberikan metode mengajar terbaik
masalah, menggunakan semua informasi yang untuk masing-masing tipe siswa berdasarkan
ada pada soal, menyusun sebuah rencana tingkat AQ-nya. Pemberian metode mengajar
pemecahan dengan mencoba untuk yang sesuai bagi siswa bertujuan agar segala
memikirkan masalah-masalah yang mirip. sesuatu dalam proses pembelajaran dapat
Untuk dapat melaksanakan rencana berjalan dengan lancar. Dengan demikian
pemecahan yang telah disusun, seseorang materi dapat tersampaikan dengan baik
perlu memeriksa setiap langkah secara cermat sehingga siswa dapat mengikuti proses belajar
dan melihat dengan jelas bahwa setiap langkah mengajar dengan baik pula. Hal ini dapat
adalah benar. Sedangkan untuk memeriksa memungkinkan adanya pencapaian hasil
kembali jawaban dapat dilakukan dengan belajar yang optimal.

3
Siswa sekolah menengah pertama atau melaksanakan pemecahan masalah dan
sederajat tentu mempunyai tingkat AQ yang memeriksa kembali hasil pemecahan masalah.
berbeda-beda. Begitu juga siswa di MTs Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Negeri Dolopo. Hal ini berdasarkan observasi oleh Zhou Huijuan (2009) yang berjudul “The
awal yang telah dilakukan di MTs Negeri Adversity Quotient and Academic
Dolopo, khususnya pada kelas VIII tahun Performance Among College Students At St.
ajaran 2011/2012. Hasil observasi ini Joseph College, Quezon City” menyatakan
menunjukkan bahwa siswa digolongkan “there is a significant relationship between
menjadi tiga berdasarkan tingkat kecerdasan adversity quotient of the respondents as
adversitasnya, yaitu siswa dengan AQ rendah, measured by the major instrument ARP
AQ sedang dan AQ tinggi. Selain itu juga Version 8.1 of the study and their academic
dilakukan observasi mengenai pemecahan performance as reflected in their GPA during
masalah matematika. Hal ini bertujuan untuk the first semester of the school year 2008-
mengetahui kemampuan siswa dalam 2009”. Hasil penelitian tersebut menyatakan
memecahkan masalah matematika. Hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan
observasi mengenai pemecahan masalah ini antara Adversity Quotient (AQ) dengan
mengindikasikan bahwa siswa sudah prestasi akademik mahasiswa St. Joseph
mempunyai kemampuan untuk memecahkan Quezon City tahun pelajaran 2008-2009.
masalah. Berkaitan dengan hasil pra-survey dan hasil
Siswa melakukan serangkaian proses penelitian Zhou Huijuan tersebut, peneliti
berpikir dalam memecahkan masalah bermaksud ingin mengetahui lebih jauh kaitan
matematika. Dalam proses berpikir tersebut antara tingkat AQ dengan proses berpikir
seringkali siswa menghadapi kesulitan. siswa kelas VIII SMP dalam memecahkan
Apabila dikaitkan dengan tingkat kecerdasan masalah matematika.
adversitas yang dimiliki siswa, dimungkinkan
bahwa siswa dengan tingkat AQ berbeda METODE PENELITIAN
tentunya juga akan berbeda dalam proses
berpikirnya. Hal ini dikarenakan kecerdasan Bentuk penelitian ini adalah penelitian
adversitas yang dimiliki seorang siswa kualitatif eksploratif. Penelitian ini berusaha
menunjukkan kemampuan siswa tersebut mengungkapkan secara mendalam proses
dalam menghadapi kesulitan yang dihadapi. berpikir siswa SMP dalam memecahkan
Untuk mengetahui lebih jauh mengenai kaitan masalah matematika berdasarkan tingkat AQ
antara tingkat AQ dengan proses berpikir siswa, yaitu siswa dengan AQ rendah, AQ
(asimilasi dan akomodasi) siswa dalam sedang dan AQ tinggi. Sedangkan dalam
memecahkan masalah matematika ini, maka memecahkan masalah mengacu pada langkah-
peneliti melakukan pra-survey kepada siswa langkah pemecahan masalah model Polya.
kelas VIII MTs Negeri Dolopo tahun pelajaran Dalam penelitian ini data yang diperoleh
2011/2012. berupa catatan hasil pekerjaan siswa dalam
Sebagai subjek penelitian dalam pra- memecahkan masalah matematika berdasarkan
survey ini, peneliti memilih tiga orang yang langkah Polya secara tertulis dan hasil
masing-masing mewakili tiga tingkat AQ yang transkrip wawancara peneliti dengan subjek
ada, yaitu satu orang dari tingkat AQ tinggi, penelitian setelah subjek penelitian
satu orang dari AQ sedang dan satu orang dari mengerjakan masalah matematika. Penelitian
AQ rendah. Kriteria pemilihan subjek dalam ini termasuk jenis penelitian deskriptif, karena
pra-survey ini adalah siswa kelas VIII SMP peneliti melakukan analisis hanya sampai pada
yang telah mendapatkan materi bangun datar. taraf deskripsi.
Setelah subjek penelitian ditentukan, Penentuan subjek dalam penelitian
selanjutnya diberikan tes pemecahan masalah menggunakan teknik pemilihan sampel
bangun datar. Hasil tes pra-survey bertujuan (purposive sample). Subjek dalam
menunjukkan dari masing-masing subjek penelitian ini siswa kelas VIII MTs Negeri
(masing-masing tingkat AQ) mempunyai Dolopo Madiun pada semester genap tahun
proses berpikir yang berbeda. Proses berpikir pelajaran 2011/2012. Pemilihan subjek
ini dapat diamati ketika siswa memahami penelitian ini didasarkan pada beberapa
masalah, merencanakan pemecahan masalah, pertimbangan, yaitu: (1) siswa kelas VIII yang
telah mempelajari materi bangun datar, (2)

4
mampu berkomunikasi dengan baik, dan (3) dengan AQ rendah tidak lengkap dalam
memenuhi kriteria tingkat AQ, yaitu AQ memahami masalah karena
tinggi, AQ sedang dan AQ rendah. Untuk ketidaksempurnaan proses berpikir asimilasi
mendapatkan data penelitian, siswa diminta yang dilakukan.
untuk menulis dan menyampaikan apa yang Pada tahap merencanakan pemecahan
dipikirkan ketika memecahkan masalah masalah subjek ber-AQ tinggi dan sedang
matematika, kemudian diwawancarai. Data mampu menyebutkan materi/pengetahuan lain
yang diperoleh pada saat wawancara direkam yang dapat digunakan untuk memecahkan
dengan menggunakan handycam. Untuk masalah dengan benar, mampu membuat
mengetahui proses berpikir siswa berdasarkan kaitan antara sifat-sifat persegi, menggunakan
tingkat Adversity Quotient siswa dalam konsep garis dan sudut, mampu mengaitkan
menyelesaikan masalah matematika, maka konsep jumlah sudut dalam segitiga dan dapat
dapat dilakukan langkah-langkah sebagai mengaitkan sifat segitiga sehingga dapat
berikut, yaitu (1) Siswa diberi tugas untuk menentukan panjang salah satu sisi segitiga
menyelesaikan masalah matematika, (2) yang ditanyakan. Setelah panjang alas
Peneliti mengemukakan pertanyaan hanya jika segitiga dapat ditemukan, subjek harus
diperlukan untuk mengklarifikasi apa yang memodifikasi pengetahuan yang dimilikinya
sedang dipikirkan siswa, dan (3) Peneliti untuk mendapatkan luas segitiga yang
mengadakan wawancara berkaitan dengan ditanyakan.
jawaban pemecahan masalah yang telah Untuk mendapatkan luas segitiga yang
dikerjakan oleh subjek penelitian. ditanyakan ssiswa ber-AQ tinggi
Analisis dilakukan secara mendalam pada menggabungkan pengetahuan yang
siswa tentang pemecahan masalah matematika dimilikinya mengenai luas segitiga, luas
setelah siswa dikategorikan berdasarkan persegi dan luas persegi panjang sehingga
tingkat AQ-nya. Proses analisis data dimulai mampu menyusun langkah-langkah
dengan menelaah seluruh data yang tersedia pemecahan masalah. Sedangkan siswa ber-AQ
dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, sedang mengaitkan informasi yang ada pada
pengamatan yang sudah dituliskan dalam soal untuk menentukan panjang alas segitiga
catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen yang ditanyakan, karena siswa ber-AQ sedang
resmi, gambar, foto dan sebagainya (Moleong telah dapat mengidentifikasi tinggi segitiga
2012). Analisis data dilakukan terbatas pada pada saat memahami masalah. Selanjutnya
apa yang dikerjakan siswa (baik lisan maupun siswa ber-AQ sedang membuat rencana
tulisan). Proses analisis data, baik data tertulis pemecahan masalah. Siswa ber-AQ rendah
maupun data hasil wawancara menggunakan dalam membuat rencana pemecahan masalah
model Miles dan Huberman (1992). Hasil tidak lengkap dalam menyebutkan materi lain
analisis data tertulis dan data wawancara yang digunakan untuk memecahkan masalah,
dibandingkan atau dilakukan triangulasi tidak dapat membuat kaitan antara hal yang
metode untuk mendapatkan data yang valid. diketahui dengan hal yang ditanyakan,
HASIL PENELITIAN sehingga tidak mampu membuat kaitan untuk
mendapatkan panjang salah satu sisi segitiga
Berdasarkan hasil triangulasi dari kedua yang ditanyakan dengan benar. Akan tetapi
metode ini (lihat hasil penelitian) dapat siswa ber-AQ rendah dapat membuat rencana
disimpulkan bahwa subjek dengan AQ tinggi untuk pemecahan masalah.
menggunakan proses berpikir asimilasi dalam Dalam kaitan ini, maka siswa ber-AQ
memahami masalah. Subjek dengan AQ tinggi dan sedang melakukan proses berpikir
sedang menggunakan proses berpikir asimilasi asimilasi dan akomodasi. Sedangkan siswa
dan akomodasi. Proses berpikir asimilasi dapat ber-AQ rendah dalam membuat rencana
diidentifikasi ketika subjek ber-AQ sedang pemecahan masalah mengalami
mampu menyebutkan hal yang diketahui ketidaksempurnaan proses berpikir asimilasi
secara langsung dalam soal. Sedangkan proses dan akomodasi.
berpikir akomodasi dapat diidentifikasi ketika Dalam melaksanakan perencanaan
subjek ber-AQ sedang dapat menentukan pemecahan masalah, siswa dengan AQ tinggi
tinggi segitiga AFH dengan memperpanjang dan sedang menggunakan rencana pemecahan
sisi GF dan sisi AD sehingga berpotongan di masalah yang telah disusun sehingga mampu
sebuah titik (titik O). Sedangkan subjek mendapatkan jawaban dengan lancar dan

5
benar. Dalam kaitan ini siswa dengan AQ melalui titik sudut di depan garis yang
tinggi dan sedang menggunakan proses diperpanjang tersebut sehingga berpotongan di
berpikir asimilasi. Sedangkan siswa dengan sebuah titik (3) siswa mampu mencari luas
AQ rendah dalam melaksanakan rencana segitiga dengan menggunakan luas bangun
pemecahan masalah tidak melakukan proses gabungan dikurangi dengan luas bangun yang
berpikir asimilasi maupun akomodasi. tidak digunakan. Hal ini didukung oleh
Selanjutnya pada tahap pemeriksaan pendapat Shahnaz Qayumi (2001) dalam
kembali hasil pemecahan, siswa ber-AQ tinggi Muhtarom (2012) bahwa accomodation,
melakukan proses berpikir asimilasi dengan changing existing information to include new
cara melakukan pengecekan terhadap rumus, information. Akomodasi mengubah informasi
proses perhitungan dan hasil akhir yang yang sudah ada ke dalam informasi baru.
dilakukan saat pemecahan masalah. Siswa
dengan AQ sedang melakukan proses berpikir SIMPULAN DAN SARAN
asimilasi dan akomodasi. Sedangkan dalam
memeriksa kembali hasil pemecahan siswa Penelitian ini menghasilkan deskripsi
dengan AQ rendah tidak memeriksa kembali proses berpikir siswa dalam memecahkan
hasil pekerjaannya atau tidak melakukan masalah matematika berdasarkan tingkat
proses berpikir asimilasi atau akomodasi. kecerdasan adversitas (AQ)-nya sebagai
Hasil penelitian ini didukung oleh berikut: siswa dengan tingkat AQ tinggi dalam
pendapat Paul Suparno (2001) yang memahami masalah menggunakan proses
menyatakan bahwa asimilasi merupakan berpikir asimilasi, dalam menyusun rencana
proses kognitif yang dengannya seseorang pemecahan masalah menggunakan proses
mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun berpikir asimilasi dan akomodasi. Dalam
pengalaman baru kedalam skema atau pola melaksanakan rencana pemecahan masalah
yang sudah ada dalam pikirannya. Sedangkan dan memeriksa hasil pemecahan masalah
Gage, Berliner (1984) menjelaskan konsep siswa dengan AQ tinggi menggunakan proses
assimilation is the process of changing what is berpikir asimilasi. Siswa dengan AQ sedang
perceived so that it fits presents cognitive dalam memahami masalah menggunakan
structures. Asimilasi adalah suatu proses proses berpikir asimilasi dan akomodasi.
perubahan terhadap apa yang diketahui Dalam menyusun rencana dan melaksanakan
sehingga perubahan tersebut sesuai dengan rencana pemecahan masalah siswa dengan AQ
struktur kognitif. Dalam melakukan asimilasi sedang menggunakan proses berpikir
seseorang tidak perlu mengubah skema yang asimilasi. Dalam memeriksa kembali hasil
sudah ada, karena struktur masalah telah pemecahan masalah siswa dengan AQ sedang
sesuai dengan skema yang telah tersedia. menggunakan proses berpikir asimilasi dan
Akomodasi terjadi jika seseorang tidak akomodasi. Sedangkan siswa ber-AQ rendah
dapat mengasimilasikan pengalaman baru tidak lengkap dalam memahami masalah
yang diperoleh dengan skema yang sudah ada. karena mengalami ketidaksempurnaan proses
Hal ini terjadi karena pengalaman baru itu berpikir asimilasi. Siswa tidak lengkap dalam
sama sekali tidak cocok dengan skema yang membuat rencana pemecahan masalah
telah ada (Paul Suparno, 2001). Lebih lanjut dikarenakan ketidaksempurnaan proses
dijelaskan bahwa dalam melakukan akomodasi berpikir asimilasi dan akomodasi.
seseorang dapat (1) membentuk skema baru Ketidaksempurnaan proses asimilasi dan
yang cocok dengan rangsangan baru, (2) akomodasi dalam membuat rencana
memodifikasi skema yang ada sehingga cocok pemecahan masalah mengakibatkan siswa
dengan rangsangan itu. tidak dapat menjawab dengan benar. Artinya
Dalam penelitian ini proses akomodasi dalam melaksanakan rencana pemecahan
terjadi ketika (1) siswa mampu mengaitkan masalah siswa ber-AQ rendah tidak
beberapa pengetahuan mengenai sifat-sifat melakukan asimilasi maupun akomodasi.
sudut, sifat-sifat persegi, hubungan garis Begitu juga dalam memeriksa kembali hasil
dengan sudut, (2) siswa mampu menentukan pemecahan masalah, siswa dengan AQ rendah
tinggi segitiga dengan memodifikasi skema tidak melakukan asimilasi maupun akomodasi.
yang telah ada mengenai definisi tinggi Hasil penelitian tersebut memberi implikasi
segitiga dengan membuat perpanjangan sisi sebagai berikut:
salah satu segitiga dengan sebuah garis yang

6
1. Adversity Quotient (AQ) mempengaruhi mengabaikan hal-hal yang tidak
proses berpikir siswa dalam memecahkan relevan dengan permasalahan
masalah matematika, sehingga dalam - dalam perencanaan pemecahan
pembelajaran AQ siswa perlu diperhatikan. masalah hendaknya memberikan
2. Proses berpikir siswa dalam memecahkan scaffolding kepada siswa agar
masalah matematika berbeda-beda menurut siswa dapat menyusun perencanaan
tingkat AQ-nya, sehingga dalam pemecahan masalah.
pembelajaran pemecahan masalah perlu - memberi reward bagi siswa ketika
ditekankan pada pendekatan secara mampu menyelesaikan masalah
individual berdasarkan tingkat AQ siswa. agar siswa lebih bersemangat
Berdasarkan simpulan dari hasil dalam pemecahan masalah.
penelitian ini, maka saran dapat disampaikan
adalah sebagai berikut:
1. Guru hendaknya memperhatikan tingkat DAFTAR PUSTAKA
AQ siswa dalam pelaksanaan
pembelajaran matematika di sekolah Abdul Aziz Saefudin. 2011. Analisis Proses
mengingat dari hasil penelitian ini bahwa Berpikir Siswa Kelas V Sekolah
siswa dengan tingkat AQ berbeda proses Dasar yang telah
berpikirnya juga berbeda. Mengimplementasikan Pendekatan
2. Siswa hendaknya dikelompokkan Matematika Realistik Indonesia
berdasarkan tingkat AQ-nya dalam
(PMRI) dalam pemecahan Masalah
pembelajaran matematika.
Matematika Materi Pokok
a. Bagi kelompok siswa dengan tingkat
AQ tinggi, sebaiknya dalam proses Bilangan Cacah. Tesis. Surakarta:
pembelajaran guru membantu para Program Pasca Sarjana Universitas
siswa untuk dapat menghimpun Sebelas Maret Surakarta.
pengalaman-pengalaman belajar yang Ali, Riasat. et al. 2010. Effect of Using
relevan dan membawa siswa ke situasi Problem Solving Method in
yang mendorong untuk memecahkan Teaching Mathematics on the
masalah. Achievement of Mathematics
b. Bagi kelompok siswa dengan tingkat Students. Asian Social Science.
AQ sedang, sebaiknya guru Volume 6, Nomor 2 Halaman 67-
matematika memberikan soal-soal 72
pemecahan masalah yang dapat Baharuddin dan Esa Nurwahyuni. 2010.
membangkitkan semangat siswa untuk Proses Belajar dan Pembelajaran.
memecahkannya. Misalkan dengan Bandung: Remaja Rosdakarya.
memberikan soal berupa teka-teki. Callejo, María Luz & Vila, Antoni. 2009.
c. Bagi kelompok siswa dengan tingkat Approach to mathematical problem
AQ rendah, sebaiknya guru solving and students’belief
matematika: systems: two case studies. Journal
- melakukan kegiatan apersepsi di of Education Studies in
awal pembelajaran dengan tujuan Mathematics. Volume: 72,
agar siswa dapat mengingat materi
Halaman: 111–126.
sebelumnya (proses berpikir
Carson, Jamin. 2007. A Problem with a
asimilasi)
Problem Solving: Teaching
- dalam mengajarkan pemecahan
masalah menekankan pada Thinking without Teaching
pemahaman siswa terhadap Knowledge. The Mathematics
masalah yang diberikan. Hal ini Educator. Volume 17, Nomor 2,
dapat dilakukan dengan meminta Halaman 7-14.
siswa untuk: (1) membaca soal Gage, N.L & Berliner, David. 1984.
secara berulang-ulang, (2) Educational Psychology Third
mengidentifikasi hal yang diketahui Edition. Boston: Houghton Mifflin
dan yang ditanyakan, dan (3) Company.

7
Henningsen, Marjorie & Stein, Mary Kay. Moleong, Lexy. 2012. Metodologi
1997. Mathematical Task and Penelitian Kualitatif Edisi Revisi.
Student Cognition: Classroom Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Based Factor that Support and Muhibbin Syah. 2010. Psikologi Pendidikan
Inhibit High-Level Mathematical dengan Pendekatan Baru. Bandung:
Thinking and Reasoning. Journal Remaja Rosdakarya.
of Research in Mathematics Muhtarom. 2012. Proses Berpikir Siswa
Education. Volume 28, Number 5, Kelas IX Sekolah Menengah
Halaman 524-549. Pertama dalam Memecahkan
Herman Hudojo. 2005. Pengembangan Masalah Matematika. Tesis tidak
Kurikulum dan Pembelajaran dipublikasikan. Surakarta: Program
Matematika. Malang: Universitas Pasca Sarjana Universitas Sebelas
Negeri Malang. Maret Surakarta.
Huijuan Zhou. 2009. The Adversity Quotient Paul Suparno. 2001. Teori Perkembangan
and Academic Performance Among Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta:
College Students at St. Joseph’s Kanisius.
College Quezon City. An Reynolds & Muijs. 2008. Effective Teaching
Undergraduate Thesis. The Faculty : Teori dan Aplikasi. Terjemahan
of The Departments of Arts and oleh Heli dan Mulyantini.
Sciences St. Joseph College Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Quezon City. Ruseffendi. 1988. Pengantar kepada
Mahardi Saputro. 2011. Analisis Membantu Guru Mengembangkan
Kemampuan Pemecahan Masalah Kompetensinya Dalam
Matematika Berdasarkan Langkah Mengajarkan Matematika Untuk
Polya ditinjau dari Gaya Kognitif Meningkatkan CBSA. Bandung:
Siswa. Tesis. Surakarta: Program Tarsito.
Pasca Sarjana Universitas Sebelas Stoltz, Paul G. 2000. Adversity Quotient :
Maret Surakarta. Mengubah Hambatan menjadi
Peluang. Jakarta: Grasindo.

Anda mungkin juga menyukai