Anda di halaman 1dari 12

MAKALA

H AGAMA
ISLAM
ISTIQAMAH
RIRIT FAUZIYAH
ISHMIH NURUL ROUDHOH
U.

KELAS/KELOMPO
K : C4/ I (SATU)

A. Pentingnya Iman Kepada Tuhan


Seorang muslim yang paripurna adalah yang nalar dan hatinya bersinar,
pandangan akal dan hatinya tajam, akal pikir dan nuraninya berpadu dalam
berinteraksi dengan Allah dan dengan sesama manusia, sehingga sulit diterka
mana yang lebih dahulu berperan kejujuran jiwanya atau kebenaran akalnya.
Sifat kesempurnaan ini merupakan karakter Islam, yaitu agama yang
membangun kemurnian akidah atas dasar kejernihan akal dan membentuk pola
pikir teologis yang menyerupai bidang-bidang ilmu eksakta, karena dalam segi
akidah, Islam hanya menerima hal-hal yang menurut ukuran akal sehat dapat
diterima sebagai ajaran akidah yang benar dan lurus.
Pilar akal dan rasionalitas dalam akidah Islam tecermin dalam aturan
muamalat dan dalam memberikan solusi serta terapi bagi persoalan yang
dihadapi. Selain itu Islam adalah agama ibadah. Ajaran tentang ibadah
didasarkan atas kesucian hati yang dipenuhi dengan keikhlasan, cinta, serta
dibersihkan dari dorongan hawa nafsu, egoisme, dan sikap ingin menang
sendiri. Agama seseorang tidak sempurna, jika kehangatan spiritualitas yang
dimiliki tidak disertai dengan pengalaman ilmiah dan ketajaman nalar.
Pentingnya akal bagi iman ibarat pentingnya mata bagi orang yang sedang
berjalan.
B. Filsafat Ketuhanan dalam Islam
Perkataan ilah, yang diterjemahkan Tuhan, dalam Al-Quran dipakai
untuk menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia,
misalnya dalam QS 45 (Al-Jatsiiyah): 23, yaitu:
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya
sebagai Tuhannya.?
Dalam QS 28 (Al-Qashash):38, perkataan ilah dipakai oleh Firaun untuk
dirinya sendiri:
Dan Firaun berkata: Wahai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan
bagimu selain aku.
Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat,
berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut:
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh
manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai
oleh-Nya.
Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut:
Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepadaNya, merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya,
kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa, dan
bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan

dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan


terpaut cinta kepadanya (M.Imaduddin, 1989:56)
Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat la ilaaha illa Allah. Susunan
kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu tidak ada Tuhan, kemudian
baru diikuti dengan penegasan melainkan Allah. Hal itu berarti bahwa
seorang muslim harus membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih
dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah.
C. Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan
1) Pemikiran Barat
Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori evolusionisme
adalah sebagai berikut:
a. Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui
adanya kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula
sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda
mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan
ada pula yang berpengaruh negatif
b. Animisme
Masyarakat primitif pun mempercayai adanya peran roh dalam
hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh.
Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif
sekalipun bendanya telah mati.
c. Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan
kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan.
Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut dewa.
d. Henoteisme
Kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme
(Tuhan Tingkat Nasional).
e. Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme.
Dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa
dan bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat
Ketuhanan terbagi dalam tiga paham, yaitu: deisme, panteisme, dan
teisme.
2) Pemikiran Umat Islam
a. Mutazilah yang merupakan kaum rasionalis di kalangan muslim, serta
menekankan pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajaran dan
keimanan dalam Islam. Mutazilah lahir sebagai pecahan dari kelompok
Qadariah, sedang Qadariah adalah pecahan dari Khawarij.

b. Qodariah yang berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam


berkehendak dan berbuat.
c. Jabariah yang merupakan pecahan dari Murjiah berteori bahwa
manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat.
Semua tingkah laku manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan.
d. Asyariyah dan Maturidiyah yang pendapatnya berada di antara Qadariah
dan Jabariah
Semua aliran itu mewarnai kehidupan pemikiran ketuhanan dalam kalangan
umat islam periode masa lalu. Pada prinsipnya aliran-aliran tersebut di atas tidak
bertentangan dengan ajaran dasar Islam. Oleh karena itu umat Islam yang memilih
aliran mana saja diantara aliran-aliran tersebut sebagai teologi mana yang
dianutnya, tidak menyebabkan ia keluar dari islam. Menghadapi situasi dan
perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini, umat Islam perlu mengadakan
koreksi ilmu berlandaskan al-Quran dan Sunnah Rasul, tanpa dipengaruhi oleh
kepentingan politik tertentu. Di antara aliran tersebut yang nampaknya lebih dapat
menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan meningkatkan etos kerja adalah
aliran Mutazilah dan Qadariah.
Tuhan Menurut Agama-agama Wahyu
Pengkajian manusia tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas pengamatan
dan pengalaman serta pemikiran manusia, tidak akan pernah benar. Sebab
Tuhan merupakan sesuatu yang ghaib, sehingga informasi tentang Tuhan yang
hanya berasal dari manusia biarpun dinyatakan sebagai hasil renungan maupun
pemikiran rasional, tidak akan benar.
Informasi tentang asal-usul kepercayaan terhadap Tuhan antara lain tertera
dalam:
a. QS 21 (Al-Anbiya): 92, Sesungguhnya agama yang diturunkan Allah
adalah satu, yaitu agama Tauhid. Oleh karena itu seharusnya manusia
menganut satu agama, tetapi mereka telah berpecah belah. Mereka akan
kembali kepada Allah dan Allah akan menghakimi mereka.
b. QS 5 (Al-Maidah):72, Al-Masih berkata: Hai Bani Israil sembahlah Allah
Tuhaku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan
(sesuatu dengan) Allah, maka pasti mengharamkan kepadanya syurga, dan
tempat mereka adalah neraka.
c. QS 112 (Al-Ikhlas): 1-4, Katakanlah, Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah
adalah Tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak
dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan
Dia.
Dari ungkapan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa Tuhan adalah
Allah.Merupakan suatu pendapat yang keliru, jika nama Allah diterjemahkan
dengan kata Tuhan, karena dianggap sebagai isim musytaq.

Tuhan yang haq dalam konsep al-Quran adalah Allah. Hal ini
dinyatakan antara lain dalam surat Ali Imran ayat 62, surat Shad 35 dan 65, surat
Muhammad ayat 19. Dalam al-quran diberitahukan pula bahwa ajaran tentang
Tuhan yang diberikan kepada Nabi sebelum Muhammad adalah Tuhan Allah juga.
Perhatikan antara lain surat Hud ayat 84 dan surat al-Maidah ayat 72. Tuhan Allah
adalah esa sebagaimana dinyatakan dalam surat al-Ankabut ayat 46, Thaha ayat
98, dan Shad ayat 4.
Dengan mengemukakan alasan-alasan tersebut di atas, maka menurut
informasi al-Quran, sebutan yang benar bagi Tuhan yang benar-benar Tuhan
adalah sebutan Allah, dan kemahaesaan Allah tidak melalui teori evolusi
melainkan melalui wahyu yang datang dari Allah. Hal ini berarti konsep tauhid
telah ada sejak datangnya Rasul Adam di muka bumi. Esa menurut al-Quran
adalah esa yang sebenar-benarnya esa, yang tidak berasal dari bagian-bagiandan
tidak pula dapat dibagi menjadi bagian-bagian.
Keesaan Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau
disejajarkan dengan yang lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat
syahadat La ilaaha illa Allah harus menempatkan Allah sebagai prioritas utama
dalam setiap tindakan dan ucapannya.
Konsepsi kalimat La ilaaha illa Allah yang bersumber dari al-quran
memberi petunjuk bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari
Tuhan yang lain selain Allah dan hal itu akan kelihatan dalam sikap dan praktik
menjalani kehidupan.
Pembuktian Wujud Tuhan
Metode Pembuktian Ilmiah
Tantangan zaman modern terhadap agama terletak dalam masalah
metode pembuktian. Metode ini mengenal hakikat melalui percobaan dan
pengamatan, sedang akidah agama berhubungan dengan alam di luar indera,
yang tidak mungkin dilakukan percobaan (agama didasarkan pada analogi
dan induksi). Hal inilah yang menyebabkan menurut metode ini agama
batal, sebab agama tidak mempunyai landasan ilmiah.
Sebenarnya sebagian ilmu modern juga batal, sebab juga tidak
mempunyai landasan ilmiah. Metode baru tidak mengingkari wujud sesuatu,
walaupun belum diuji secara empiris. Di samping itu metode ini juga tidak
menolak analogi antara sesuatu yang tidak terlihat dengan sesuatu yang
telah diamati secara empiris. Hal ini disebut dengan analogi ilmiah dan
dianggap sama dengan percobaan empiris.
Suatu percobaan dipandang sebagai kenyataan ilmiah, tidak hanya
karena percobaan itu dapat diamati secara langsung. Demikian pula suatu
analogi tidak dapat dianggap salah, hanya karena dia analogi. Kemungkinan
benar dan salah dari keduanya berada pada tingkat yang sama.

Keberadaan Alam Membuktikan Adanya Tuhan


Adanya alam serta organisasinya yang menakjubkan dan rahasianya
yang pelik, tidak boleh tidak memberikan penjelasan bahwa ada sesuatu
kekuatan yang telah menciptakannya, suatu Akal yang tidak ada batasnya.
Setiap manusia normal percaya bahwa dirinya ada dan percaya pula
bahwa alam ini ada. Dengan dasar itu dan dengan kepercayaan inilah
dijalani setiap bentuk kegiatan ilmiah dan kehidupan.
Jika percaya tentang eksistensi alam, maka secara logika harus
percaya tentang adanya Pencipta Alam. Pernyataan yang mengatakan:
<<Percaya adanya makhluk, tetapi menolak adanya Khaliq>> adalah suatu
pernyataan yang tidak benar. Belum pernah diketahui adanya sesuatu yang
berasal dari tidak ada tanpa diciptakan. Segala sesuatu bagaimanapun
ukurannya, pasti ada penyebabnya. Oleh karena itu bagaimana akan
percaya bahwa alam semesta yang demikian luasnya, ada dengan
sendirinya tanpa pencipta?
Pembuktian Adanya Tuhan dengan Pendekatan Fisika
Bertitik tolak dari kenyataan bahwa proses kerja kimia dan fisika di
alam terus berlangsung, serta kehidupan tetap berjalan. Hal itu
membuktikan secara pasti bahwa alam bukan bersifat azali. Seandainya
alam ini azali, maka sejak dulu alam sudah kehilangan energinya, sesuai
dengan hukum tersebut dan tidak akan ada lagi kehidupan di alam ini. Oleh
karena itu pasti ada yang menciptakan alam yaitu Tuhan.
Pembuktian Adanya Tuhan dengan Pendekatan Astronomi
Logika manusia dengan memperhatikan sistem yang luar biasa dan
organisasi yang teliti, akan berkesimpulan bahwa mustahil semuanya ini
terjadi dengan sendirinya, bahkan akan menyimpulkan bahwa di balik
semuanya itu ada kekuatan maha besar yang membuat dan mengendalikan
sistem yang luar biasa tersebut, kekuatan maha besar tersebut adalah Tuhan.
Metode pembuktian adanya Tuhan melalui pemahaman dan
penghayatan keserasian alam tersebut oleh Ibnu Rusyd diberi istilah dalil
ikhtira. Di samping itu Ibnu Rusyd juga menggunakan metode lain yaitu
dalil inayah. Dalil inayah adalah metode pembuktian adanya Tuhan
melalui pemahaman dan penghayatan manfaat alam bagi kehidupan manusia
(Zakiah Daradjat, 1996:78-80).

D. Keimanan dan Ketakwaan


Pengertian Iman
Iman yang berarti percaya menunjuk sikap batin yang terletak dalam hati.
Akibatnya, orang yang percaya kepada Allah dan selainnya seperti yang ada

dalam rukun iman, walaupun dalam sikap kesehariannya tidak mencerminkan


ketaatan dan kepatuhan (taqwa) kepada yang telah dipercayainya, masih disebut
orang yang beriman. Hal itu disebabkan karena adanya keyakinan mereka bahwa
yang tahu tentang urusan hati manusia adalah Allah dan dengan membaca dua
kalimah syahadat telah menjadi Islam.
Dalam hadits diriwayatkan Ibnu Majah Atthabrani, iman didefinisikan
dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan
amal perbuatan (Al-Immaanu aqdun bil qalbi waigraarun billisaani waamalun bil
arkaan). Dengan demikian, iman merupakan kesatuan atau keselarasan antara hati,
ucapan, dan laku perbuatan, serta dapat juga dikatakan sebagai pandangan dan
sikap hidup atau gaya hidup.
Istilah iman dalam al-Quran selalu dirangkaikan dengan kata lain yang
memberikan corak dan warna tentang sesuatu yang diimani, seperti dalam surat
an-Nisa':51 yang dikaitkan dengan jibti (kebatinan/idealisme) dan thaghut
(realita/naturalisme). Sedangkan dalam surat al-Ankabut: 52 dikaitkan dengan
kata bathil, yaitu walladziina aamanuu bil baathili. Bhatil berarti tidak benar
menurut Allah. Dalam surat lain iman dirangkaikan dengan kata kaafir atau
dengan kata Allah. Sementara dalam al-Baqarah: 4, iman dirangkaikan dengan
kata ajaran yang diturunkan Allah (yuminuuna bimaa unzila ilaika wamaa unzila
min qablika).
Kata iman yang tidak dirangkaikan dengan kata lain dalam al-Quran,
mengandung arti positif. Dengan demikian, kata iman yang tidak dikaitkan
dengan kata Allah atau dengan ajarannya, dikatakan sebagai iman haq.
Sedangkan yang dikaitkan dengan selainnya, disebut iman bathil.
Wujud Iman
Akidah Islam dalam al-Quran disebut iman. Iman bukan hanya berarti
percaya, melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk berbuat.
Oleh karena itu lapangan iman sangat luas, bahkan mencakup segala sesuatu yang
dilakukan seorang muslim yang disebut amal saleh.
Akidah Islam adalah bagian yang paling pokok dalam agama Islam. Ia
merupakan keyakinan yang menjadi dasar dari segala sesuatu tindakan atau amal.
Seseorang dipandang sebagai muslim atau bukan muslim tergantung pada
akidahnya. Apabila ia berakidah Islam, maka segala sesuatu yang dilakukannya
akan bernilai sebagai amaliah seorang muslim atau amal saleh. Apabila tidak
beraqidah, maka segala amalnya tidak memiliki arti apa-apa, kendatipun
perbuatan yang dilakukan bernilai dalam pendengaran manusia.
Akidah Islam atau iman mengikat seorang muslim, sehingga ia terikat
dengan segala aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu menjadi

seorang muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur
dalam ajaran Islam. Seluruh hidupnya didasarkan pada ajaran Islam.
Proses Terbentuknya Iman
Jangan diharapkan anak berperilaku baik, apabila orang tuanya selalu
melakukan perbuatan yang tercela.
Dalam hal ini Nabi SAW bersabda, Setiap anak, lahir membawa fitrah.
Orang tuanya yang berperan menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi,
Nasrani, atau Majusi.
Pada dasarnya, proses pembentukan iman juga demikian. Diawali dengan
proses perkenalan, kemudian meningkat menjadi senang atau benci. Mengenal
ajaran Allah adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah. Jika
seseorang tidak mengenal ajaran Allah, maka orang tersebut tidak mungkin
beriman kepada Allah.
Dalam keadaan tertentu, sifat, arah, dan intensitas tingkah laku dapat
dipengaruhi melalui campur tangan secara langsung, yakni dalam bentuk
intervensi terhadap interaksi yang terjadi. Dalam hal ini dijelaskan beberap prinsip
dengan mengemukakan implikasi metodologinya, yaitu:
1. Prinsip pembinaan berkesinambungan
Proses pembentukan iman adalah suatu proses yang penting, terus menerus,
dan tidak berkesudahan. Belajar adalah suatu proses yang memungkinkan
orang semakin lama semakin mampu bersikap selektif. Implikasinya ialah
diperlukan motivasi sejak kecil dan berlangsung seumur hidup. Oleh karena
itu penting mengarahkan proses motivasi agar membuat tingkah laku lebih
terarah dan selektif menghadapi nilai-nilai hidup yang patut diterima atau
yang seharusnya ditolak.
2. Prinsip internalisasi dan individuasi
Suatu nilai hidup antara lain iman dapat lebih mantap terjelma dalam bentuk
tingkah laku tertentu, apabila anak didik diberi kesempatan untuk
menghayatinya melalui suatu peristiwa internalisasi (yakni usaha menerima
nilai sebagai bagian dari sikap mentalnya) dan individuasi (yakni
menempatkan nilai serasi dengan sifat kepribadiannya). Melalui pengalaman
penghayatan pribadi, ia bergerak menuju satu penjelmaan dan perwujudan
nilai dalam diri manusia secara lebih wajar dan amaliah, dibandingkan
bilamana nilai itu langsung diperkenalkan dalam bentuk utuh, yakni
bilamana nilai tersebut langsung ditanamkan kepada anak didik sebagai suatu
produk akhir semata-mata. Prinsip ini menekankan pentingnya mempelajari
iman sebagai proses (internalisasi dan individuasi).
3. Prinsip sosialisasi

Implikasi metodologinya ialah bahwa usaha pembentukan tingkah laku


mewujudkan nilai iman hendaknya tidak diukur keberhasilannya terbatas
pada tingkat individual (yaitu hanya dengan memperhatikan kemampuan
seseorang dalam kedudukannya sebagai individu), tetapi perlu mengutamakan
penilaian dalam kaitan kehidupan interaksi sosial (proses sosialisasi) orang
tersebut. Pada tingkat akhir harus terjadi proses sosialisasi tingkah laku,
sebagai kelengkapan proses individuasi, karena nilai iman yang diwujudkan
ke dalam tingkah laku selalu mempunyai dimensi sosial.
4. Prinsip konsistensi dan koherensi
Nilai iman lebih mudah tumbuh terakselerasi, apabila sejak semula ditangani
secara konsisten, yaitu secara tetap dan konsekuen, serta secara koheren, yaitu
tanpa mengandung pertentangan antara nilai yang satu dengan nilai lainnya.
Implikasi metodologinya adalah bahwa usaha yang dikembangkan untuk
mempercepat tumbuhnya tingkah laku yang mewujudkan nilai iman
hendaknya selalu konsisten dan koheren.
5. Prinsip integrasi
Implikasi metodologinya ialah agar nilai iman hendaknya dapat dipelajari
seseorang tidak sebagai ilmu dan keterampilan tingkah laku yang terpisahpisah, tetapi melalui pendekatan yang integratif, dalam kaitan problematik
kehidupan yang nyata.
Tanda-tanda Orang Beriman
Al-Quran menjelaskan tanda-tanda orang yang beriman sebagai berikut:
1.
Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu
Allah tidak lepas dari syaraf memorinya, serta jika dibacakan ayat al-Quran,
maka bergejolak hatinya untuk segera melaksanakannya (al-Anfal: 2). Dia
akan memahami ayat yang tidak dia pahami.
2.
Senantiasa tawakal, yaitu bekerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah,
diiringi dengan doa, yaitu harapan untuk tetap hidup dengan ajaran Allah
menurut Sunnah Rasul (Ali Imran: 120, al-Maidah: 12, al-Anfal: 2, atTaubah: 52, Ibrahim: 11, Mujadalah: 10, dan at-Taghabun:13).
3.
Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga pelaksanaannya (alAnfal: 3 dan al-Muminun: 2, 7). Bagaimanapun sibuknya, kalau sudah masuk
waktu shalat, dia segera shalat untuk membina kualitas imannya.
4.
Menafkahkan rezki yang diterimanya (al-Anfal: 3 dan al-Mukminun:4).
Hal ini dilakukan sebagai suatu kesadaran bahwa harta yang dinafkahkan di
jalan Allah merupakan upaya pemerataan ekonomi, agar tidak terjadi
ketimpangan antara yang kaya dengan yang miskin.

5.

Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan


(al-Mukminun: 3,5). Perkataan yang bermanfaat atau yang baik adalah yang
berstandar ilmu Allah, yaitu al-Quran menurut Sunnah Rasulullah.
6.
Memelihara amanah dan menepati janji (al-Mukminun: 6). Seorang
mumin tidak akan berkhianat dan dia akan selalu memegang amanah dan
menepati janji.
7.
Berjihad di jalan Allah dan suka menolong (al-Anfal:74). Berjihad di jalan
Allah adalah bersungguh-sungguh dalam menegakkan ajaran Allah, baik
dengan harta benda yang dimiliki maupun dengan nyawa.
8.
Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin (an-Nur: 62). Sikap
seperti itu merupakan salah satu sikap hidup seorang mukmin, orang yang
berpandangan dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasul.
Akidah Islam sebagai keyakinan membentuk perilaku bahkan
mempengaruhi kehidupan seorang muslim. Abu Ala Maudadi menyebutkan
tanda orang beriman sebagai berikut:
1.
Menjauhkan diri dari pandangan yang sempit dan picik.
2.
Mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu harga diri
3.
Mempunyai sifat rendah hati dan khidmat
4.
Senantiasa jujur dan adil
5.
Tidak bersifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap persoalan
dan situasi
6.
Mempunyai pendirian teguh, kesabaran, ketabahan, dan optimisme.
7.
Mempunyai sifat ksatria, semangat dan berani, tidak gentar menghadapi
resiko, bahkan tidak takut kepada maut.
8.
Mempunyai sikap hidup damai dan ridha.
9.
Patuh, taat, dan disiplin menjalankan peraturan Ilahi.
Korelasi Keimanan dan Ketakwaan
Keimanan pada keesaan Allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi
menjadi dua, yaitu tauhid teoritis dan tauhid praktis.
Tauhid teoritis adalah tauhid yang membahas tentang keesaan Zat,
keesaan Sifat, dan keesaaan Perbuatan Tuhan. Pembahasan keesaan Zat, Sifat, dan
Perbuatan Tuhan berkaitan dengan kepercayaan, pengetahuan, persepsi, dan
pemikiran atau konsep tentang Tuhan. Konsekuensi logis tauhid teoritis adalah
pengakuan yang ikhlas bahwa Allah adalah satu-satunya Wujud Mutlak, yang
menjadi sumber semua wujud.
Tauhid praktis yang disebut juga tauhid ibadah, berhubungan dengan
amal ibadah manusia. Tauhid praktis merupakan terapan dari tauhid teoritis.
Kalimat Laa ilaaha illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah) lebih menekankan

pengertian tauhid praktis (tauhid ibadah). Tauhid ibadah adalah ketaatan hanya
kepada Allah. Dengan kata lain, tidak ada yang disembah selain Allah, atau yang
berhak disembah hanyalah Allah semata dan menjadikan-Nya tempat tumpuan
hati dan tujuan segala gerak dan langkah.
Dalam pandangan Islam, yang dimaksud dengan tauhid yang sempurna
adalah tauhid yang tercermin dalam ibadah dan dalam perbuatan praktis
kehidupan manusia sehari-hari. Dengan kata lain, harus ada kesatuan dan
keharmonisan tauhid teoritis dan tauhid praktis dalam diri dan dalam kehidupan
sehari-hari secara murni dan konsekuen.
Dalam menegakkan tauhid, seseorang harus menyatukan iman dan amal,
konsep dan pelaksanaan, fikiran dan perbuatan, serta teks dan konteks. Dengan
demikian bertauhid adalah mengesakan Tuhan dalam pengertian yakin dan
percaya kepada Allah melalui pikiran, membenarkan dalam hati, mengucapkan
dengan lisan, dan mengamalkan dengan perbuatan. Oleh karena itu seseorang baru
dinyatakan beriman dan bertakwa, apabila sudah mengucapkan kalimat tauhid
dalam syahadat asyhadu allaa ilaaha illa Alah, (Aku bersaksi bahwa tidak ada
Tuhan selain Allah), kemudian diikuti dengan mengamalkan semua perintah Allah
dan meninggalkan segala larangan-Nya.
Problematika, Tantangan, dan Resiko dalam Kehidupan Modern
Di antara problematika dalam kehidupan modern adalah masalah sosialbudaya yang sudah established, sehingga sulit sekali memperbaikinya.
Berbicara tentang masalah sosial budaya berarti berbicara tentang masalah alam
pikiran dan realitas hidup masyarakat. Alam pikiran bangsa Indonesia adalah
majemuk (pluralistik), sehingga pergaulan hidupnya selalu dipenuhi oleh konflik
baik sesama orang Islam maupun orang Islam dengan non-Islam.
Pada millenium ketiga, bangsa Indonesia dideskripsikan sebagai
masyarakat yang antara satu dengan lainnya saling bermusuhan. Hal itu
digambarkan oleh Ali Imran: 103, sebagai kehidupan yang terlibat dalam wujud
saling bermusuhan (idz kuntum adaaan), yaitu suatu wujud kehidupan yang
berada pada ancaman kehancuran.
Adopsi modernisme (werternisme), kendatipun tidak secara total, yang dilakukan
bangsa Indonesia selama ini, telah menempatkan bangsa Indonesia menjadi
bangsa yang semi naturalis. Di sisi lain, diadopsinya idealisme juga telah
menjadikan bangsa Indonesia menjadi pengkhayal. Adanya tarik menarik antara
kekuatan idealisme dan naturalisme menjadikan bangsa Indonesia bersikap tidak
menentu. Oleh karena itu, kehidupannya selalu terombang-ambing oleh isme-isme
tersebut.
Secara ekonomi bangsa Indonesia semakin tambah terpuruk. Hal ini karena
diadopsinya sistem kapitalisme dan melahirkan korupsi besar-besaran. Sedangkan

di bidang politik, selalu muncul konflik di antara partai dan semakin jauhnya
anggota parlemen dengan nilai-nilai qurani, karena pragmatis dan oportunis.
Di bidang sosial banyak muncul masalah. Berbagai tindakan kriminal sering
terjadi dan pelanggaran terhadap norma-norma bisa dilakukan oleh anggota
masyarakat.Persoalan itu muncul, karena wawasan ilmunya salah, sedang ilmu
merupakan roh yang menggerakkan dan mewarnai budaya. Hal itu menjadi
tantangan yang amat berat dan dapat menimbulkan tekanan kejiwaan, karena
kalau masuk dalam kehidupan seperti itu, maka akan melahirkan risiko yang
besar.
Untuk membebaskan bangsa Indonesia dari berbagai persoalan di atas, perlu
diadakan revolusi pandangan. Dalam kaitan ini, iman dan taqwa yang dapat
berperan menyelesaikan problema dan tantangan kehidupan modern
tersebut.
Peran Iman dan Takwa dalam Menjawa Problema dan Tantangan
Kehidupan Modern
Berikut ini beberapa pokok manfaat dan pengaruh iman pada kehidupan manusia:
1. Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda
2. Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut
3. Iman menanamkan sikap self help dalam kehidupan .
4. Iman memberikan katentraman jiwa.
5. Iman mewujudkan kehidupan yang baik.
6. Iman melahirkan sifat ikhlas dan konsekuen.
7. Iman mencegah penyakit.

Anda mungkin juga menyukai