I. PENDAHULUAN
Tetanus merupakan salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan
imunisasi. Penyakit ini ditandai oleh kekakuan otot dan spasme yang diakibatkan
oleh pelepasan neurotoksin (tetanospasmin) oleh Clostridium tetani. Tetanus
dapat terjadi pada orang yang belum diimunisasi, orang yang diimunisasi
sebagian, atau telah diimunisasi lengkap tetapi tidak memperoleh imunitas yang
cukup karena tidak melakukan booster secara berkala.1
Tetanus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di seluruh
dunia. Diperkirakan angka kejadian pertahunnya sekitar satu juta kasus dengan
tingkat mortalitas yang berkisar dari 6% hingga 60%. Selama 30 tahun terakhir,
hanya terdapat sembilan penelitian RCT (randomized controlled trials) mengenai
pencegahan dan tata laksana tetanus. Pada tahun 2000, hanya 18.833 kasus
tetanus yang dilaporkan ke WHO. Sekitar 76 negara, termasuk didalamnya
negara yang berisiko tinggi, tidak memiliki data serta seringkali tidak memiliki
informasi yang lengkap. Hasil survei menyatakan bahwa hanya sekitar 3%
tetanus neonatorum yang dilaporkan. Berdasarkan data dari WHO, penelitian
yang dilakukan oleh Stanfield dan Galazka, dan data dari Vietnam diperkirakan
insidens tetanus di seluruh dunia adalah sekitar 700.000 1.000.000 kasus per
tahun. 1
Selama 20 tahun terakhir, insidens tetanus telah menurun seiring dengan
peningkatan cakupan imunisasi. Namun demikian, hampir semua negara tidak
memiliki kebijakan bagi orang yang telah divaksinasi yang lahir sebelum
program imunisasi diberlakukan ataupun penyediaan booster yang diperlukan
untuk perlindungan jangka lama, serta pada orang-orang yang lupa melakukan
jadwal imunisasi saat infrastruktur pelayanan kesehatan rusak misalnya akibat
perang dan kerusuhan. Akibatnya anak yang lebih besar serta orang dewasa
menjadi lebih berisiko mengalami tetanus. Meskipun demikian, di negara dengan
program imunisasi yang sudah baik sekalipun, orang tua masih rentan, karena
vaksinasi primer yang tidak lengkap ataupun karena kadar antibodinya yang
telah menurun seiring berjalannya waktu.1
II.DEFINISI
Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya
tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein
yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Terdapat beberapa bentuk
klinis tetanus termasuk di dalamnya tetanus neonatorum, tetanus generalisata dan
gangguan neurologis lokal.2,
Masa inkubasi adalah interval antara waktu terjadi luka dan gejala awal
tetanus. Period of onset adalah interval antara gejala awal dengan kejang
pertama, sedangkan periode gejala klinis adalah waktu dari gejala awal sampai
gejala kejang/kekakuan terakhir meliputi period of onset, progresifitas penyakit
dan kesembuhan sampai remisi kejang.3
Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dengan gejala pertama)
rata-rata 7-10 hari dengan rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara gejala
pertama dengan spasme pertama) bervariasi antara 1-7 hari. Inkubasi dan onset
yang lebih pendek berkaitan dengan tingkat keparahan penyakit yang lebih
berat.2 Hal ini secara langsung berhubungan dengan jarak dari tempat masuknya
kuman C. tetani (tempat luka) ke Susunan Saraf Pusat (SSP); secara umum
semakin besar jarak antara tempat luka dengan SSP, masa inkubasi akan semakin
lama. Semakin pendek masa inkubasi, akan semakin tinggi kemungkinan
terjadinya kematian.1
III.
EPIDEMIOLOGI
Tetanus terjadi secara sporadik dan hampir selalu menimpa individu non
imun, individu dengan imunitas parsial dan individu dengan imunitas penuh
yang kemudian gagal mempertahankan imunitas secara adekuat dengan
demikian, beban penyakit ini lebih besar karena pelaporan tidak lengkap.4
ETIOLOGI
Clostridium tetani adalah basillus anaerobik bakteri Gram positif anaerob
yang ditemukan di tanah dan kotoran binatang. Berbentuk batang dan
memproduksi spora, memberikan gambaran klasik seperti stik drum, meski tidak
selalu terlihat. C.tetani merupakan bakteri yang motile karena memiliki flagella,
dimana menurut antigen flagella nya, dibagi menjadi 11 strain. Namun ke
sebelas strain tersebut memproduksi neurotoksin yang sama. Spora yang
diproduksi oleh bakteri ini tahan terhadap banyak agen desinfektan baik agen
fisik maupun agen kimia. Spora, C.tetani dapat bertahan dari air mendidih
selama beberapa menit (meski dengan autoclave pada suhu 121 0C selama 15-20
menit).5
Gambar 1. Clostridium tetani, dengan bentukan khas drum stik pada bagian
bakteri yang berbentuk bulat tersebut spora dari C.tetani dibentuk. (dengan pembesaran
mikroskop 3000x).5
Spora atau bakteri masuk ke dalam tubuh melalui luka terbuka. Ketika
menempati tempat yang cocok (anaerob) bakteri akan berkemang dan
melepaskan toksin tetanus. Dengan konsentrasi sangat rendah, toksin ini dapat
mengakibatkan penyakit tetanus (dosis letal minimum adalah 2,5 ng/kg). 5 Sel
yang terinfeksi oleh bakteri dengan mudah dapat diinaktivasi dan bersifat sensitif
terhadap beberapa antibiotik (mentronidazol, penisilin dan lainnya). Bakteri ini
jarang dikultur, karena diagnosanya berdasarkan klinis.2
V. PATOGENESIS
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif
anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah
inokulasi bentuk spora ke dalam tubuh yang mengalami cedera atau luka (masa
inkubasi). Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang manifestasi
klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas
ganggren, dipteri, botulisme). Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa
luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal,
tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang
dangkal dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari
tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada
pembedahan dan pemotongan tali pusat yang tidak steril5.
Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi sel
vegetatif bila dalam lingkungan yang anaerob, dengan tekanan oksigen jaringan
yang rendah. Selanjutnya, toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh
bagian tubuh melalui peredaran darah dan sistem limpa. Toksin tersebut akan
beraktivitas pada tempat-tempat tertentu seperti pusat sistem saraf termasuk otak.
Gejala klinis timbul sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion spinal dan
neuromuscular junction serta saraf autonom. Toksin dari tempat luka menyebar
ke motor endplate dan setelah masuk lewat ganglioside dijalarkan secara
intraaxonal ke dalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu anterior sumsum tulang
belakang. Akhirnya menyebar ke Sistem Saraf Pusat (SSP). Gejala klinis yang
ditimbulakan dari eksotoksin terhadap susunan saraf tepi dan pusat tersebut
adalah dengan memblok pelepasan dari neurotransmiter sehingga terjadi
kontraksi otot yang tidak terkontrol atau eksitasi terus menerus dan spasme.
Neuron ini menjadi tidak mampu untuk melepaskan neurotransmitter. Neuron,
yang
melepaskan
Gamma
Aminobutyric
Acid
(GABA)
dan
glisin,
kegagalan
mekanisme
inhibisi
yang
normal,
yang
sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling
sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap afferen tidak hanya
menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi agonis
dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas4.
Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu6:
a. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu
silindrik dibawa kekornu anterior susunan syaraf pusat
b. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi
darah arteri kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat.
Akibat dari tetanus adalah rigid paralysis (kehilangan kemampuan untuk
bergerak) pada voluntary muscles (otot yang geraknya dapat dikontrol), sering
disebut lockjaw karena biasanya pertama kali muncul pada otot rahang dan wajah.
Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan pernafasan dan rasio kematian
sangatlah tinggi5.
VI.
MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3-12 hari, namun dapat singkat 1-2
hari dan kadang lebih satu bulan; makin pendek masa inkubasi makin buruk
prognosis. Terdapat hubungan antara jarak tempat masuk kuman Clostridium
tetani dengan susunan saraf pusat, dengan interval antara terjadinya luka dengan
permulaan penyakit; makin jauh tempat invasi, masa inkubasi makin panjang5.
Tetanus tak segera dapat terdeteksi karena masa inkubasi penyakit ini
berlangsung hingga 21 hari setelah masuknya kuman tetanus ke dalam tubuh.
Pada masa inkubasi inilah baru timbul gejala awalnya. Gejala penyakit tetanus
bisa dibagi dalam tiga tahap, yaitu7 :
a. Tahap awal
Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh
merupakan gejala awal penyakit ini. Satu hari kemudian baru terjadi kekakuan
Manifestasi Klinis
Trismus ringan sampai sedang; spastisitas umum tanpa
spasme atau gangguan pernapasan;tanpa disfagia atau
II : Sedang
disfagia ringan
Trismus sedang; rigiditas dengan spasme ringan sampai
sedang dalam waktu singkat; laju napas>30x/menit;
III : Berat
disfagia ringan
Trismus berat; spastisitas umum; spasmenya lama; laju
napas>40x/menit; laju nadi > 120x/menit, apneic spell,
disfagia berat
IV : Sangat berat (derajat III +
gangguan
sistem
otonom
termasuk
VII.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang khas untuk tetanus.1
Pemeriksaan biakan pada luka perlu dilakukan pada kasus tersangka tetanus.
Namun demikian, kuman C. tetani dapat ditemukan di luka orang yang tidak
mengalami tetanus, dan seringkali tidak dapat dikultur pada pasien tetanus.
Biakan kuman memerlukan prosedur khusus untuk kuman anaerobik. Selain
mahal, hasil biakan yang positif tanpa gejala klinis tidak mempunyai arti.
Hanya sekitar 30% kasus C. tetani yang ditemukan pada luka dan dapat
VIII.
10
IU/kgBB/hari
secara
intravena,
terbagi
2-4
dosis.
KOMPLIKASI
Aspirasi dan pneumonia hingga apneu
Luka pada mulut dan lidah, hematom intramuskuler atau rhabdomiolisis
11
ulserasi dekubitus
Aritmia jantung, tekanan darah dan suhu yang tidak stabil1
X. DIAGNOSIS BANDING1
Kejang karena hipokalsemia
Reaksi distonia
Rabies
Meningitis
Abses retrofaringeal, abses gigi, sulbluksasi mandibula
Sindrom hiperventilasi/ reaksi histeri
Epilepsi/ kejang tonik klonik umum1
XI.
PROGNOSIS
Perjalanan penyakit tetanus yang cepat, menandakan prognosa yang jelek.
Selain itu umur dan tanda-tanda vital juga menunjukkan prognosis dari penyakit
tetanus.5
Tabel 2. Faktor-faktor prognosis yang menunjukkan perburukan penyakit
tetanus 5
Tetanus Dewasa
Umur lebih dari 70 tahun
Neonatal Tetanus
Kejadian umur
yang
lebih
muda,
kelahiran premature
Periode inkubasi < 7 hari
Inkubasi < dari 6 hari
Waktu saat gejala awal muncul Keterlambatan Penanganan di rumah
sampai penanganan di rumah sakit sakit
Adanya luka bakar, luka bekas Higiene yang buruk, saat proses kelahiran
operasi yang kotor
Onset periode <48 jam
Frekuensi
Tekanan darah sistolik > 140 mm
Hg
Spasme yang berat
Temperatur > 38,50C
12
XII.
PENCEGAHAN
Tetanus dicengah dengan penangan luka yang baik dan imunisasi.
Rekomendasi WHO tentang imunisasi tetanus adalah 3 dosis awal saat infan,
booster pertama saat umur 4-7 serta 12-15 tahun dan booster terakhit saat
dewasa. Di Amerika, CDC merekomendasikan booster tambahan saat umut 1416 bulan disertai booster tiap 10 tahun. Pada orang dewasa yang menerima
imunisasi
saat
masih
anak-anak,
namun
tidak
mendapat
booster,
dan
Human Tetanus
Immunoglobuline
(HTIG) dan
antibiotik.
13
toxoid tetanus, perawatan luka yang segera dan penggunaan alat tindakan yang
steril.
14
DAFTAR PUSTAKA
1
2013;
[cited:
May
2015]
[available
from:
URL:http://www.researchgate.net/]
6
Jones HR. Tetanus. Netters Neurology. 2012. [online reading: May 2015]
[available from: URL:http://www.netterimage.com]
Ismanoe G. Tetanus. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI. Jilid
I. Penerbit Interna publishing; 2014. h. 639-642
[cited:
May
2015]
[available
from
URL:http://www.pn.bmj.com/content/2/3/130.full.pdf]
10 Widiyono. Penyakit Tropis epidemiology, penularan, pencegahan dan
pemberantasan. Edisi I. Jakarta : Erlangga.2008.hal: 56-9
11 Abrutyn E. Tetanus. Dalam: Buku Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit.
Edisi 13. Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran. EGC; 2013. h. 711-13
15
16