Anda di halaman 1dari 48

TUGAS AKHIR MATA KULIAH

PERENCANAAN DAN EVALUASI PKM


Oleh:
Kelompok (2)

D-2013

Devi Eka Meirinda

25010113140249

Della Zulfa Rifda

25010113140250

Indira Krisma Rusady

25010113140251

Falentine Lidya Telussa

25010113140252

Rini Oktaviani Handayani

25010113140253

Astrid Ayu Utami

25010113130254

Dhia Ghoniyyah

25010113130255

Achmad Rizki Azhari

25010113140258

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015

DIAGNOSIS SOSIAL
A. Diagnosis Sosial Kota Semarang
a. Gambaran Umum Kota Semarang
1. Letak
Kota Semarang terletak antara garis 650 - 710 Lintang Selatan dan
garis 10935 -11050 Bujur Timur. Dibatasi sebelah Barat dengan
Kabupaten Kendal, sebelah Timur dengan Kabupaten Demak, sebelah
Selatan dengan Kabupaten Semarang, dan sebelah Utara dibatasi oleh
Laut Jawa dengan panjang garis pantai meliputi 13,6 Km. Ketinggian
Kota Semarang terletak antara 0,75 sampai dengan 348,00 di atas garis
pantai. (Dinas Kesehatan Kota Semrang, 2013).
2. Luas Wilayah
Dengan luas wilayah sebesar 373,67 km2, dan merupakan 1,15% dari
total luas daratan Provinsi Jawa Tengah. Kota Semarang terbagi dalam
16 kecamatan dan 177 kelurahan. Dari 16 kecamatan yang ada,
kecamatan Mijen (57,55 km2) dan Kecamatan Gunungpati (54,11 km2),
dimana

sebagian

besar

wilayahnya

berupa

persawahan

dan

perkebunan. Sedangkan kecamatan dengan luas terkecil adalah


Semarang Selatan (5,93 km2) dan kecamatan Semarang Tengah (6,14
km2), sebagian besar wilayahnya berupa pusat perekonomian dan
bisnis Kota Semarang, seperti bangunan toko/mall, pasar, perkantoran
dan sebagainya. (Dinas Kesehatan Kota Semrang, 2013).
b. Gambaran Keadaan Sosial Kota Semarang
1. Pertumbuhan Penduduk
Jumlah penduduk Kota Semarang menurut Buku Estimasi Penduduk
Menurut Umur Tunggal yang dikeluarkan oleh Pusat Data & Informasi
Kemenkes RI dalam Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2013,
sampai dengan akhir Desember tahun 2013 sebesar : 1.575.068 jiwa,
terdiri dari 773.764 jiwa penduduk laki-laki dan 801.304 jiwa
penduduk perempuan. Dengan jumlah sebesar itu Kota Semarang
masih termasuk dalam 5 besar Kabupaten/Kota yang mempunyai
jumlah penduduk terbesar di Jawa Tengah. (Dinas Kesehatan Kota
Semrang, 2013).
Tabel 1. : Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Tahun 2004 - 2013

Sumber : BPS dalam Profil Kesehatan Kota Semrang 2013


2. Kepadatan dan Persebaran Penduduk
Penyebaran penduduk yang tidak merata perlu mendapat perhatian
karena berkaitan dengan daya dukung lingkungan yang tidak
seimbang. Secara geografis wilayah Kota Semarang terbagi menjadi
dua yaitu daerah dataran rendah (Kota Bawah ) dan daerah perbukitan
(Kota Atas). Kota Bawah merupakan pusat kegiatan pemerintahan,
perdagangan dan industri, sedangkan Kota Atas lebih banyak
dimanfaatkan untuk perkebunan, persawahan, dan hutan. Sedangkan
ciri masyarakat Kota Semarang terbagi dua yaitu masyarakat dengan
karakteristik perkotaan dan masyarakat dengan karakteristik pedesaan.
Sebagai salah satu kota metropolitan, Semarang boleh dikatakan
belum terlalu padat. Pada tahun 2012 kepadatan penduduknya sebesar
4.358 jiwa per km2.
3. Tingkat Pendidikan Penduduk
Tabel 2. Data Tingkat Pendidikan Penduduk Kota Semarang
Tahun 2013
Tingkat Pendidikan

Jumlah Penduduk (Jiwa)

Tidak sekolah
94,617
Belum tamat SD
162,897
Tidak tamat SD
131,987
Tamat SD
330,797
Tamat SMTP
293,419
Tamat SMTA
305,304
Tamat Akademi/Diploma III
62,887
Tamat Universitas
64,320
Sumber : BPS - Kota Semarang Dalam Angka 2014
Dari data tabel 2. dapat disimpulkan penduduk kota Semarang
Tahun 2013 terbanyak dengan tingkat pendidikan tamat Sekolah Dasar
(SD).
4. Kemiskinan
Tabel 3. Jumlah Penduduk Miskin di Kota Semarang Tahun 2013
Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa)
2013
26,518
2012
26,518
2011
437,027
2010
85,947
Sumber : BPS - Kota Semarang Dalam Angka 2014
Jumlah penduduk miskin kota semarang dari tahun 2012-2013
tidak mengalami perubahan, walaupun terjadi penurunan jumlah
penduduk miskin tahun 2011-2012.
5. Tingkat Pengangguran Penduduk
Tabel. 4 Jumlah Pengangguran Penduduk Kota Semarang Tahun
2010-2013
Tahun

Jumlah Pengangguran (Jiwa)

2013

226.546

2012

71.273

2011

85.769

2010

87.583

Sumber : Dinas Tenaga Kerja & Transmigrasi Kota Semarang dalam


katalog BPS Kota Semarang Dalam Angka 2014

Terjadi peningkatan jumlah pengangguran di Kota Semarang dari


tahun 2012 ke tahun 2013.
6. Mata Pencaharian Penduduk
Tabel 5. Mata Pencaharian Penduduk Kota Semarang Tahun 2013
(Jiwa)
Petani

Buruh

Sendiri

Tani

Nelayan

Pengusah

Buruh

Buruh

Industri Banguna
n

26,940

18,534

2,657

53,160

176,635

Pedagan

Angkuta

PNS

& Pensiunan

Lainnya

TNI/Polr

82,766

i
86,175

25,553

94,748

39,723

81,702

Sumber : BPS - Kota Semarang Dalam Angka 2014


Mata pencaharian penduduk Kota Semarang terbanyak yaitu sebagai
buruh industri.
Prioritas Masalah Sosial
No

Masalah

Laju

Kemudahan

Tingkat

Total Nilai

Memperbaiki

Keseriusan

Masalah

Masalah

pertumbuhan
penduduk
2

Kepadatan
penduduk

Tingkat
pendidikan
penduduk yang
rendah

Tingkat
Kemiskinan

Penduduk
5

Meningkatnya

Tingkat
Pengangguran
6

Mata
Pencaharian
Penduduk

B. Alasan Prioritas Masalah


Tingkat Kemiskinan Penduduk
Alasan penulis memilih Kemiskinan Penduduk dikarenakan masalah
social tersebut dapat berdampak terhadap masalah social dibawah ini
jika tidak cepat ditangani (Y.E. Prasetya, 2011) :
Pengangguran
Merupakan dampak dari kemiskinan, berhubung pendidikan dan
keterampilan merupakan hal yang sulit diraih masyarakat, maka
masyarakat sulit untuk berkembang dan mencari pekerjaan yang
layak untuk memenuhi kebutuhan. Dikarenakan sulit untuk
bekerja, maka tidak adanya pendapatan membuat pemenuhan
kebutuhan sulit, kekurangan nutrisi dan kesehatan, dan tak dapat
memenuhi kebutuhan penting lainnya. Misalnya saja harga beras
yang semakin meningkat, orang yang pengangguran sulit untuk
membeli

beras,

maka

mereka

makan

seadanya.

Seorang

pengangguran yang tak dapat memberikan makan kepada anaknya


akan menjadi dampak yang buruk bagi masa depan sehingga akan

mendapat kesulitan untuk waktu yang lama.


Kriminalitas
Merupakan dampak lain dari kemiskinan. Kesulitan mencari
nafkah mengakibatkan orang lupa diri sehingga mencari jalan cepat
tanpa memedulikan halal atau haramnya uang sebagai alat tukar
guna

memenuhi

kebutuhan.

Misalnya

saja

perampokan,

penodongan, pencurian, penipuan, pembegalan, penjambretan dan


masih banyak lagi contoh kriminalitas yang bersumber dari
kemiskinan. Mereka melakukan itu semua karena kondisi yang

sulit mencari penghasilan untuk keberlangsungan hidup dan lupa


akan nilai-nilai yang berhubungan dengan Tuhan. Di era global dan
materialisme seperti sekarang ini tak heran jika kriminalitas terjadi

dimanapun.
Putusnya sekolah dan kesempatan pendidikan
Sudah pasti masalah ini merupakan dampak kemiskinan. Mahalnya
biaya pendidikan menyebabkan rakyat miskin putus sekolah karena
tak lagi mampu membiayai sekolah. Putus sekolah dan hilangnya
kesempatan pendidikan akan menjadi penghambat rakyat miskin
dalam menambah keterampilan, menjangkau cita-cita dan mimpi
mereka. Ini menyebabkan kemiskinan yang dalam karena
hilangnya kesempatan untuk bersaing dengan global dan hilangnya
kesempatan mendapatkan pekerjaan yang layak.

DIAGNOSIS EPIDEMIOLOGI
Diagnosis yaitu proses menentukan hakekat daripada kelainan atau
ketidakmampuan dengan ujian dan melalui ujian tersebut dilakukan suatu
penelitian yang hati-hati terhadap fakta-fakta untuk menentukan masalahnya.
Sedangkan epidemiologi dalam arti umum yaitu studi tentang seberapa sering
suatu penyakit terjadi pada kelompok orang yang berbeda dan mengapa bisa
terjadi masalah penyakit tersebut. Jadi pengertian diagnosis epidemiologi adalah
penelusuran masalah-masalah kesehatan yang dapat menjadi penyebab dari
diagnosa sosial yang telah di prioritaskan (Cahyo dkk, 2015).
Tujuan Diagnosis Epidemiologi:
1. Mengidentifikasi siapa atau kelompok mana yang terkena masalah kesehatan.
2. Untuk mengetahui pula bagaimana pengaruh atau akibat dari masalah
kesehatan tersebut.
3. Untuk mengetahui, memahami dan menentukan faktor- faktor kesehatan yang
berpengaruh terhadap kualitas hidup masyarakat.
Berikut ini adalah faktor-faktor masalah non kesehatan dan masalah kesehatan
yang dapat mempengaruhi kemiskinan di wilayah Kota Semarang:
1. Faktor-faktor masalah non-kesehatan

a. Pengangguran
b. Kriminalitas
c. Putus sekolah dan kesempatan pendidikan

2. Faktor-faktor masalah kesehatan


a. ISPA

Jumlah penderita pneumonia < 1 tahun pada tahun 2011 ini mengalami
kenaikan 152 kasus dari 1.448 menjadi 1.600 tetapi jumlah penderita
pneumonia 1-4 th dan Pneumonia Berat < 1 th pada tahun 2011 menurun
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Jumlah penderita pneumonia

umur 1-4 tahun sebanyak 2.900 balita, penderita pneumonia berat umur <
1 tahun sebanyak 15 balita dan jumlah pneumonia berat umur 1-4 tahun
sebanyak 12 balita.
IR pneumonia dan pneumonia berat pada tahun 2011 sebesar 304 per
10.000 balita menurun dibanding tahun 2010. Penurunan IR pneumonia
berarti jumlah penderita pneumonia dan pneumonia berat yang
ditemukan semakin menurun, hal ini dipengaruhi oleh peran serta aktif
masyarakat untuk mau membawa balitanya berobat ke Puskesmas dan
juga peran serta aktif petugas Puskesmas serta kader kesehatan di
masyarakat dalam rangka menemukan penderita pneumonia balita di
masyarakat.

b. Kusta
Kusta di Kota Semarang terdapat secara menyebar hampir di 16
Kecamatan. Distribusi berdasarkan Kecamatan adalah sebagaimana
terdapat dalam peta berikut:

Bila digambarkan berdasarkan distribusi Kecamatan kasus kusta adalah


sebagai peta di atas, dari 16 Kecamatan di Kota Semarang ada 14
Kecamatan yang terdapat kasus kusta, 2 Kecamatan yang tidak ada
kasus kusta sejak tahun 2007 hingga tahun 2011 adalah Kecamatan:
Mijen dan Tugu. Kecamatan dengan jumlah kasus antara 12-20:
Gayamsari (16 kss), Pedurungan (15 kss), Semarang Barat (16 kss),
Semarang Tengah (14 kss), Semarang Utara (20 kss). Kecamatan dengan
jumlah kasus 9 11 : Banyumanik (10 kss), Genuk (11 kss). Kecamatan
dengan jumlah kasus 6 8 : Candisari (7 kss), Semarang Selatan (7 kss),
Tembalang (8 kss). Daftar kasus tersebut di atas adalah berdasarkan
laporan dari 37 Puskesmas (100 %) dan 1 (20 % ) rumah sakit di
Kota Semarang.
Gambaran kasus ini hanya sebagian dari kasus kusta Kota Semarang
secara keseluruhan dikarenakan belum semua rumah sakit melaksanakan
pengobatan kusta dengan menggunakan MDT.
Berdasarkan laporan Puskesmas pada tahun 2011, kasus kusta di Kota
Semarang terdistribusi di 17 Puskesmas, dengan perincian sebagai

berikut: Ngesrep (7 kasus), Pegandan (5 kasus), Bangetayu (4 kasus),


Poncol (3 kasus), Lebdosari (3 kasus), Gayamsari (3 kasus), Bandarharjo
(3 kasus), Lamper Tengah (2 kasus), Rowosari (2 kasus), Tlogosari
Wetan (2 kasus), Bululor (1 kasus), Gunungpati (1 kasus), Kagok (1
kasus), Manyaran (1 kasus), Miroto (1 kasus), Pandanaran (1 kasus),
Tlogosari Kulon (1 kasus).

c. Diare
Penderita diare di Kota Semarang pada tahun 2011 sebanyak 48.051
penderita dengan angka kesakitan sebesar 32 per 1.000 penduduk,
dimana terdapat peningkatan kasus dari tahun 2010 yaitu 34.593
penderita (IR: 24 per 1.000 penduduk). Angka kesakitan diare: 21/1000
penduduk, Balita dengan diare yang ditangani: 100% dan Angka
kematian diare : < 1/10.000 penduduk.

Dari peta diatas dapat kita ketahui bahwa dari 37 Puskesmas di Kota
Semarang yang IR nya sesuai dan melebihi target (target IR 21/1000
penduduk) ada 13 puskesmas yaitu puskesmas Mangkang (35),
Ngemplaksimongan (33), Gunungpati (30), Genuk (28), Karanganyar

(28), BandarHarjo (27), Lamper tengah (27), Karang malang (26),


Ngesrep (25), Bugangan (23), Banget ayu (23), Manyaran (22) dan
Halmahera(21), Puskesmas yang IR diarenya < 21 per 1.000 penduduk
(kurang dari target) ada 24 Puskesmas yaitu puskesmas Padangsari,
Mijen, Miroto, Kedungmundu, Karangayu, Pudakpayung, Rowosari,
Krobokan,

Purwoyoso,

Kagok,

Sekaran,

Pegandan,

Pandanaran,

Tlogosari wetan, Srondol, Gayamsari, Karangdoro, Poncol, Tambak aji,


Candi lama, Bulu lor, Tlogosari kulon, Ngalian dan Lebdosari.
Berdasarkan angka insiden rate diare diatas, daerah Mangkang
merupakan daerah dengan IR tertinggi dengan total 35 yang
melebihi target yaitu 21/1000 penduduk.
Angka kematian (CFR) dihitung berdasarkan jumlah penderita yang
meninggal akibat penyakit diare yang berobat di Rumah Sakit sebesar
0,07% (32/73748) dan berdasarkan data yang masuk dapat diketahui dari
tahun 20052010 tidak ada laporan mengenai penderita diare yang
meninggal di Puskesmas, berarti penderita diare yang berobat ke
Puskesmas dan yang ditolong kader tidak ada yang meninggal.

Jumlah penderita diare yang berkunjung sarana pelayanan kesehatan


sebanyak 48.051 orang, hal ini mengalami kenaikan dibandingkan tahun
2010. Hal ini mungkin disebabkan karena kesadaran masyarakat untuk
berperilaku hidup bersih dan sehat sudah meningkat, sehingga
masyarakat merasa apabila ada keluhan diare langsung dengan

kesadaran sendiri berobat ke Puskesmas. Dengan IR (Incidence Rate)


sebesar 32 per 1.000 penduduk. hal ini berarti terjadi kenaikan
dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar 24 per 1.000
penduduk.

Dari ketiga masalah kesehatan tersebut maka langkah selanjutnya adalah


penentuan prioritas dengan menggunakan variabel-variabel berdasarkan buku
Perencanaan & Evaluasi Promosi Kesehatan Masyarakat (Cahyo dkk, 2015).
Ada 6 hal yang harus diperhatikan:
1. Variabel 1
Masalah mana yang paling memberikan dampak terbesar untuk angka
kematian, kesakitan, kecacatan, rehabilitasi, dan pengobatan?
Skala terendah jika memiliki dampak terkecil, sedangkan skala terbesar
jika memiliki dampak terbesar.
2. Variabel 2
Populasi spesifik mana yang terkena dampaknya?
Skala terendah jika hanya sebagian kecil dari populasi terkena dampak,
sedangkan skala tertinggi jika sebagian besar populasi terkena dampak.
3. Variabel 3
Masalah mana yang paling mudah diintervensi?
Skala terendah jika masalah mudah diintervensi, sedangkan skala
tertinggi jika masalah susah diintervensi.
4. Variabel 4
Masalah mana yang tidak menjadi perhatian dari petugas kesehatan?

Skala terendah jika masalah sudah menjadi perhatian petugas kesehatan,


sedangkan skala tertinggi jika masalah belum menjadi perhatian petugas
kesehatan.
5. Variabel 5
Masalah mana, yang bila diintervensi memiliki dampak positif pada
status kesehatan, peningkatan ekonomi, dan keuntungan lainnya?
Skala terendah jika masalah tidak memiliki dampak positif pada status
kesehatan, peningkatan ekonomi, dan keuntungan lainnya, sedangkan
skala tertinggi jika masalah memiliki dampak positif pada status
kesehatan, peningkatan ekonomi, dan keuntungan lainnya
6. Variabel 6
Adakah dari antara masalah tersebut yang menjadi prioritas dari
pemerintah regional maupun nasional?
Skala terendah jika masalah sudah menjadi prioritas dari pemerintah
regional maupun nasional, sedangkan skala tertinggi jika masalah belum
menjadi prioritas dari pemerintah regional maupun nasional.

Skala terendah : 1

Skala tertinggi : 10
Tot
al

Variabel yang dipertimbangkan dan nilai

Masal

nila

ah

Pering
kat

i
Variab

Variab

Variab

Variab

Variab

Variab

ISPA

el 1
7

el 2
7

el 3
6

el 4
8

el 5
6

el 6
7

40

Kusta

36

Diare

45

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka masalah kesehatan yang menjadi


prioritas di Kota Semarang adalah Diare.

A. Penyakit diare
1. Definisi
Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai
bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga
kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair)
dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga macam sindroma
diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten. Sedangkan
menurut menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan
tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang
melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar
biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari.
2. Penyebab Diare
Diare bukanlah penyakit yang datang dengan sendirinya. Biasanya
ada yang menjadi pemicu terjadinya diare. Secara umum, berikut ini
beberapa penyebab diare, yaitu:
a. Infeksi oleh bakteri, virus atau parasit.
b. Alergi terhadap makanan atau obat tertentu.
c. Infeksi oleh bakteri atau virus yang menyertai penyakit lain seperti:
Campak, Infeksi telinga, Infeksi tenggorokan, Malaria, dll.
d. Pemanis buatan
3. Gejala Diare
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4
kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai:
a. Muntah

f. badan lesu

b. Perut kram

g. panas

c. Sakit perut

h. tidak nafsu makan

d. Demam

i. darah dan lender dalam kotoran

e. Kembung

4. Diagnosis Diare
-

Secara sistematik dan cermat perlu ditanyakan riwayat penyakit,


latar belakang dan lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat
sebelumnya, pemeriksaan fisik, pemeriksaan mikrobiologi (Stephen
et al., 2008).

Anamnesis yang baik : bentuk feces (watery diarrhea atau disentri


diare), makanan dan

minuman

24

jam

terakhir

yang

dimakan/minum oleh karena keracunan makanan atau pencemaran


sumber

air,

dimana

tempat

tinggal

penderita

asrama,

penampungan jompo/ pengungsi, dan lain-lain. Wisatawan asing


yang dicurigai kemungkinan kolera, E.colli, Amoebiasis, Giardiasis,
pola kehidupan seksual (Stephen et al., 2008)
B. Prioritas masalah epidemiologi berdasarkan 6 variabel
1. Dampaknya diare
Dehidrasi
Ada tiga derajat dehidrasi, yaitu:

Pada kasus dehidrasi berat yang menyebabkan penderita tidak sadarkan


diri, sehingga banyak penderitanya yang melakukan absentisme
khususnya pada kelompok anak sekolah dan pekerja

2. Kelompok yang mempunyai risiko


1. Anak usia sekolah
2. Balita
3. Orang dewasa

Grafik Penderita Diare Menurut Kelompok Umur

Sumber : Seksi P2ML Bidang P2P


Jumlah penderita diare dari tahun 2008-2013 yang terus mengalami naik turun.
Pada tahun 2011 tercatat kasus paling tinggi yang berjumlah 48.051 jiwa. Ini
mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari 2010 yaitu 13.560 jiwa. Namun,
dari tahun 2011 ke tahun 2013 selalu mengalami penurunan dari tahun 2011 ke

2012 menurun sejumlah 5.702 sedangkan dari tahun 2012 ke 2013 menurun lagi
sejumlah 4.348 jiwa. Pada tahun 2013 kasus diare menurut kelompok umur
banyak ditemukan pada kelompok umur >5 tahun yaitu sejumlah 23.712 kasus (61
%) dan terendah pada kelompok umur < 1 tahun yang sejumlah 4.462 kasus (11.5
%). Hal ini disebabkan oleh perilaku kelompok umur tersebut.

Grafik Kasus Diare Kota Semarang

Sumber: Seksi P2ML Bidang P2P


Pada grafik di atas diketahui bahwa jenis kelamin mempengaruhi
kerentanan terhadap penyakit diare. Data di atas kasus diare di kota Semarang
pada tahun 2013 memperlihatkan jenis kelamin perempuan lebih banyak
dibandingkan jenis kelamin laki-laki. Pada jenis kelamin perempuan terdapat
sejumlah 20.204 jiwa (53%) sedangkan pada laki-laki sejumlah 17.797 jiwa
(47%).
3. Dampak diare terhadap mortalitas
Diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab
kematian dan kesakitan pada anak, terutama anak usia dibawah 5 tahun.
Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal setiap tahun dan sebagian besar

terjadi di negara berkembang. Angka kematian bayi dan balita karena


diare berdasarkan survey antara lain.
a. SKRT 2011, angka kematian bayi sebesar 9%, angka kematian balita
sebesar 13%.
b. Studi Mortalitas 2005, angka kematian bayi sebesar 9,1%, angka
kematian balita sebesar 15,3%.
c. Riskesdas 2007, angka kematian bayi sebesar 42%, angka kematian
balita sebesar 25,2%.

4. Cara untuk mengatasi masalah penyakit diare berdasarkan pendekatan


preventif dan kuratif
a. Preventif
Preventif (pencegahan) adalah mencegah jangan sampai terkena
penyakit atau menjaga orang yang sehat agar tetap sehat, Misalnya
yang paling sederhana melakukan cuci tangan sebelum makan dan
sesudah buang air besar akan mencegah terjadinya penyakit diare.
Menjaga kebersihan tangan dapat dilakukan dengan tiga cara dengan

menggunakan sabun biasa dengan air mengalir, sabun antiseptik


dengan air mengalir, dan tairan pencuci tangan dengan dasar alkohol,
Untuk saat ini, di saat orang menuntut kepraktisan, ada alternatif
cara yang dipakai yaitu produk antiseptik pencuci tangan dalam
kemasan kecil dan dapat dibawa kemana pun, seperti Handy Clean.
Produk ini umumnya mengandung alkohol yang mudah menguap dan
pemakaiannya cukup dioleskan merata pada tangan dan cepat kering
dalam hitungan detik.
Diare dapat dicegah dengan cara menjaga kebersihan diri dan
lingkungan. Adapun cara pencegehan diare dapat dilakukan dengan
cara:
1. Mencuci tangan pakai sabun dengan benar pada lima waktu
penting yaitu:
a. Sebelum makan
b. Setelah buang air besar
c. Sebelum memegang bayi
d. Setelah menceboki anak
e. Sebelum menyiapkan makanan;
2. Meminum air minum sehat, atau air yang telah diolah, antara lain dengan cara
merebus, pemanasan dengan sinar matahari atau proses klorinasi;
3. Pengelolaan sampah yang baik supaya makanan tidak tercemar serangga (lalat,
kecoa, kutu, lipas, dan lain-lain);
4. Membuang air besar dan air kecil pada tempatnya, sebaiknya menggunakan
jamban dengan tangki septik.
b. Kuratif
Cara tepat untuk mengatasi diare amat diperlukan karena dapat
mencegah dehidrasi dan mengurangi frekuensi diare, seperti salah
satunya dengan cairan rehidrasi dan obat antidiare. Bahan aktif yang
baik digunakan untuk obat antidiare antara lain attapulgiite dan pectin,
misalnya seperti yang dikandung oleh Entrostop.

Untuk membantu meringankan diare, diberikan obat seperti


difenoksilat, codein, paregorik (opium tinctur) atau loperamide.
Kadang-kadang, bulking agents yang digunakan pada konstipasi
menahun (psillium atau metilselulosa) bisa membantu meringankan
diare Untuk membantu mengeraskan tinja bisa diberikan kaolin, pektin
dan attapulgit aktif. Bila diarenya berat sampai menyebabkan
dehidrasi, maka penderita perlu dirawat di rumah sakit dan diberikan
cairan pengganti dan garam melalui infus. Selama tidak muntah dan
tidak mual, bisa diberikan larutan yang mengandung air, gula dan
garam.
5. Masalah yang belum pernah disentuh atau terlupakan untuk diintervensi.
Dari data yang kami dapatkan mengenai prioritas masalah , masalah
yang belum pernah disentuh atau terlupakan untuk diintervensi dengan
scoring paling rendah no 3 yaitu kusta. Kusta adalah penyakit menular
yang

disebabkan

oleh

infeksi

bakteri

Mycobacterium

leprae.

Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat menyebabkan kusta menjadi


progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota
gerak dan mata.
Diagnosis kusta dapat ditegakkan dengan adanya kondisi sebagai
berikut:
a. Kelainan pada kulit (bercak) putih atau kemerahan disertai mati rasa,
b. Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf berupa mati
rasa dan kelemahan/kelumpuhan otot,
c. Adanya kuman tahan asam di dalam kerokan jaringan kulit (BTA
Positif)
Indonesia masih menjadi salah satu negara penyumbang kasus
penyakit kusta terbesar ketiga di dunia. Tingginya kasus kusta karena
adanya stigma dan diskriminasi terhadap orang yang pernah mengalami
kusta. Hal ini menyulitkan menjangkau penderita kusta untuk pengobatan.
Oleh karena itu untuk menekan lonjakan penyebaran kusta di Semarang

Utara, masyarakat dihimbau untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan


salah satunya dengan membersihkan diri sendiri secara teratur. Dan
apabila mengalami gejala-gejala penyakit kulit segera memeriksakan diri
ke dokter atau puskesmas terdekat.
6. Masalah yang bila diintervensi dengan tepat akan mempunyai daya ungkit
yang tinggi dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat dan juga
untuk ekonomi.
-

Masalah sanitasi lingkungan


Mengintervensi masalah sanitasi lingkungan dengan melakukan
perbaikan sanitasi lingkungan seperti perbaikan jamban, penyediaan
air bersih, serta pembuatan polder atau rumah pompa total di Kota
Semarang yang saat ini ada sekitar 40 titik masih dimaksimalkan.
Misalnya, Polder Tawang, Polder Kalibanger, Polder Sugiyono, dan
Polder Mberok.

Masalah Perilaku
Mengintervensi masalah perilaku dengan menerapkan perilaku hidup
bersih dan sehat pada masyarakat Semarang Utara. Misalnya
melakukan kegiatan cuci tangan setelah melakukan aktivitas seharihari.

Masalah Pelayanan kesehatan


Mengintervensi masalah pelayanan kesehatan dengan memperbaiki
dan meningkatkan sarana, prasarana dan petugas pelayanan kesehatan
di Semarang Utara

7. Adanya dukungan dana


Dalam kasus diare ini adanya dukungan dana untuk menangani kasus
banjir Rob untuk menanggulangi kasus diare. Total anggaran yang
didapatkan sebesar Rp 84 miliar terdiri atas dari Pemerintah Kota

Semarang dan Provinsi serta Pusat.

Japan International Corporation

Agency (JICA) juga membantu memberikan dana sebesar Rp 250 miliar.

C. Identifikasi data
1. Penderita diare menurut umur, jenis kelamin dan waktu kejadian
d. Menurut umur
Kasus terbanyak terjadi pada golongan umur >5 tahun
e. Menurut jenis kelamin
Kasus terbanyak terjadi pada penduduk perempuan (53%)
f. Menurut waktu kejadian
Kasus terbanyak terjadi pada bulan Januari sebanyak 4552 kasus.
2. Bagaimana cara mereka terkena gejala dan terjadi mortatilitas
Diare bisa menyebabkan gejala dan mortalitas melalui infeksi. Jalur
masuk utama infeksi tersebut melalui feses manusia atau binatang,
makanan, air dan kontak langsung dengan manusia. Jalur masuk melalui
air bisa disebut water borne disease, yakni penyakit yang ditularkan
langsung melalui air, dimana air tersebut mengandung kuman patogen dan
terminum oleh manusia maka dapat menimbulkan penyakit. Water-borne
diseases merupakan penyakit yang ditularkan ke manusia akibat adanya
cemaran baik berupa mikroorganisme ataupun zat pada air. Kontaminasi
pada manusia dapat melalui kegiatan minum, mandi, mencuci, proses
menyiapkan

makanan,

ataupun

memakan

makanan

yang

telah

terkontaminasi saat proses penyiapan makanan.


Tidak hanya melalui air minum dan makanan, water-borne disease
juga dapat terjadi akibat kontaminasi di kolam renang. Water-borne
disease diakibatkan oleh mikroorganisme berupa bakteri, protozoa, dan
cacing. Bakteri

penyebab water atau foodborn disease antara lain:

Chlostridium botulinum, Campylobacter jejuni, Vibrio cholerae, Vibrio


parahaemolyticusEscherichia coli, Shigella dysenteriae, Salmonella typhi.

Untuk bakteri dan protozoa umumnya menyebabkan sakit akibat


masuknya organisme tersebut dapat merusak jaringan ataupun sistem
sirkulasi pada saluran pencernaan. Hal inilah yang menyebabkan
pencernaan tidak bekerja optimal sehingga menyebabkan diare bagi
penderita. Kondisi yang lebih parah dapat menyebabkan kerusakan pada
saluran pencernaan sehingga menyebabkan luka saluran cerna yang
berakibat pada diare beradarah. Diare yang cukup sering dapat berbahaya
bagi manusia diakibatkan kekurangan cairan pada tubuh, dan kehilangan
cairan parah dapat menyebabkan keseimbangan asam basa tubuh tidak
seimbang yang berujung pada kerusakan sistem organ.
Water washed mechanism jenis penyakit water washed mechanism
yang berkaitan dengan kebersihan individu dan umum.
1.

Infeksi melalui alat pencernaan


Salah satu penyakit infeksi saluran pencernaan adalah diare,
penularannya bersifat fecal-oral. Penyakit diare dapat ditularkan
melalui beberapa jalur, diantaranya melalui air (water borne) dan
melalui alat-alat dapur yang dicuci dengan air (water washed).
Berjangkitnya penyakit ini erat kaitannya dengan ketersediaan air
untuk makan, minum, memasak, dan kebersihan alat-alat makan.
2. Penyakit Bawaan Makanan
Penyakit bawaan makanan (foodborne disease), biasanya
bersifat toksik maupun infeksius, disebabkan oleh agens penyakit
yang masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan yang
terkontaminasi. Penyakit bawaan makanan mencakup lingkup
penyakit yang etiloginya bersifat kimiawi maupun biologis, termasuk
penyakit diare, sekaligus beberapa penyakit parasit.
Diare merupakan salah satu gejala utama dari penyakit yang
disebabkan oleh pangan, dan tidak jarang dapat membawa kematian
terutama pada anak-anak balita. Mikroba penyebab diare sangat
beragam, mulai dari bakteri, virus, protozoa dan juga cacing. Jalur
masuknya kontaminasi masuknya mikroba-mikroba tersebut ke dalam
tubuh manusia biasanya melalui fekal-oral, yaitu kontaminasi

mikroba yang disebabkan oleh konsumsi makanan atau minuman


yang mengandung mikroba tersebut.
Patogen yang sudah dikenal sebagai penyakit diare meliputi
bakteri E. coli, infeksi karena strain patogenik E. coli merupakan
penyebab terumum penyakit diare di Negara berkembang.
Mikroorganisme ini menyebabkan sampai 25% kasus penyakit
diare pada bayi dan anak-anak, dan secara khusus dikaitkan dengan
pemberian makanan tambahan. Kontaminasi E. coli dan patogen lain
dari tinja yang sering terjadi pada makanan. Akibatnya, setiap patogen
yang penularannya diketahui terjadi melalui jalur fekal-oral (mis.,
rotavirus) dapat ditularkan melalui makanan. Peranan makanan dalam
menularkan patogen melalui jalur fekal-oral yaitu dengan cara tinja
jari tangan lalat lingkungan

tanah air makanan

penjamu baru.
Sejumlah besar penelitian memperlihatkan bahwa pada
beberapa populasi penduduk , makanan tambahan yang beredar sangat
terkontaminasi, dan bahwa tingkat kontaminasi akan meningkatkan
dalam musim panas, dan bahwa makanan tambahan untuk anak kerap
kali justru lebih terkontaminasi daripada makanan untuk orang
dewasa.
3. Pembuangan Tinja

3. Cara perbaikan/ solusi yang paling memungkinkan


Cara perbaikan atau solusi untuk kasu diare di semarang utara adalah
melaksanakan Strategi pengendalian penyakit diare yang dilaksanakan

pemerintah.

Strategi pengendalian penyakit diare yang dilaksanakan

pemerintah adalah Melaksanakan tatalaksana penderita diare yang standar


di sarana kesehatan melalui lima langkah tuntaskan diare ( LINTAS
Diare).
f. Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari
rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila
tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur,
air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang
baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa
mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita
diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa
minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat
pertolongan cairan melalui infus.
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
Diare tanpa dehidrasi
Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :
-

Umur < 1 tahun

: 1/4 1/2 gelas setiap kali anak

mencret
-

Umur 1 4 tahun

: 1/2 1 gelas setiap kali anak

mencret
-

Umur diatas 5 Tahun

: 1 1 1/2 gelas setiap kali anak

mencret
Diare dehidrasi Ringan/Sedang
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan
selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa
dehidrasi.
Diare dehidrasi berat
Pada penderita dengan dehidrasi berat:

Diberikan Ringer Laktat 100 ml yang terbagi dalam beberapa


waktu

Setiap 1-2 jam pasien diperiksa ulang, jika hidrasi tidak


membaik tetesan dipercepat. Setelah 6 jam (bayi) atau tiga jam
(pasien lebih tua) pasien kembali di periksa

g. Berikan Obat Zinc


Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam
tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide
Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan
mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam
epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan
fungsi selama kejadian diare.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama
dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar,
mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian
diare pada 3 bulan berikutnya.(Black, 2003). Penelitian di Indonesia
menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap diare
sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa Zinc
mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 % (Hidayat 1998 dan
Soenarto 2007). Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi
Zinc segera saat anak mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
-

Umur < 6 bulan : tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari

Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.

Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah


berhenti.

Cara pemberian tablet Zinc :


Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI,
sesudah larut berikan pada anak diare.

h. Pemberian ASI / Makanan


Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan
gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh
serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum
Asi harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula
juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak uis 6 bulan atau lebih
termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan
makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan
lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra
diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.
i.

Pemberian Antibiotika Hanya Atas Indikasi


Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya
kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika
hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah (sebagian besar
karena shigellosis), suspek kolera.
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak
yang menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti
muntah tidak di anjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak
mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan
sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa
berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare
disebabkan oleh parasit (amuba, giardia).

j. Pemberian Nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus
diberi nasehat tentang :

1.

Cara memberikan cairan dan obat di rumah

2.

Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :


-

Diare lebih sering

Muntah berulang

Sangat haus

Makan/minum sedikit

Timbul demam

Tinja berdarah

Tidak membaik dalam 3 hari.

DIAGNOSA PERILAKU

A. Prioritas dan penyebab masalah


Health problem dari diagnosis epidemiologi ada 3 yaitu:
1. Diare
2. ISPA
3. Kusta
Prioritas utama yang akan dilakukan diagnosis berikutnya yaitu diare. Faktor
penyebab diare antara lain:
1. Alergi terhadap makanan atau obat tertentu.
2. Jarang mencuci tangan menggunakan sabun
3. Mengkonsumsi air mentah
4. Infeksi oleh bakteri atau virus yang menyertai penyakit lain seperti:
Campak, Infeksi telinga, Infeksi tenggorokan, Malaria, dll.
5. Pemanis buatan
6. Tidak memberikan ASI & MP-ASI penuh 6 bulan

Kategori faktor penyebab diare adalah sebagai berikut :


1. Penyebab Perilaku

Jarang

mencuci

tangan

menggunakan sabun, mengkonsumsi air mentah, tidak memberikan


ASI & MP ASI penuh 6 bulan.
2. Penyebab Non Perilaku

: Alergi terhadap makanan ataupun

obat tertentu, Infeksi oleh bakteri atau virus yang menyertai


penyakit lain, Pemanis buatan.
Faktor yang didiagnosis adalah faktor perilaku yaitu :
1. Jarang mencuci tangan menggunakan sabun
Perilaku mencuci tangan adalah kegiatan yang dilakukan seseorang dalam
membersihkan bagian telapak, punggung tangan dan jari agar bersih dari
kotoran dan membunuh kuman penyebab penyakit yang merugikan
kesehatan manusia serta membuat tangan menjadi harum baunya.
(Nadesul, 2006).
Dalam praktik keseharian, anak melakukan cuci tangan dalam satu hari
menurut informasi responden, bahwa anak tidak selalu mencuci tangan
dengan sendirinya. Bagi ibu sebagai ibu rumah tangga akan sedapat
mungkin mengingatkan dan memberikan contoh secara terus menerus
membiasakan diri untuk cuci tangan kepada anak. Bagi ibu yang bekerja
seperti di sector swasta anak tinggal dirumah baik bersama anggota
keluarga lain yang setiap saat berusaha memberikan pengertian agar anak
tetap melakukan cuci tangan. Adanya pendidikan kepada anak mengenai
kebiasaan mencuci tangan menjadikan kegiatan tersebut menjadi suatu
kewajiban bagi anak. Anak yang terdidik dan terlatih dengan akan
sendirinya belajar untuk mencuci tangan meskipun dalam pelaksanaannya
tidak selalu dilakukan dengan benar. Namun kebiasaan mencuci tangan
pada anak tersebut memperlihatkan adanya hubungan positif artinya anak
yang mau melakukan cuci tangan dengan baik lebih tidak terkena diare
dibandingkan anak yang kurang dalam melakukan kegiatan cuci tangan.
2. Mengkonsumsi air mentah

Menurut pemberitaan Network Health Channel, di dalam air mentah


banyak terkandung bakteri, virus, serta parasit, yang dapat membahayakan
tubuh manusia. Mengkonsumsi air mentah akan sangat mudah terjangkit
radang usus akut, tifus, diare dan infeksi parasitis.
Konsumsi air mentah dapat meningkatkan resiko terjangkit diare.
Contohnya kasus wabah diare di NTT tahun 2005. NTT merupakan daerah
dengan tingkat penderita diare tertinggi karena perilaku hidup bersih
masyarakat yang memprihatinkan. Mereka suka mengkonsumsi air mentah
dibanding air yang dimasak.
3. Tidak memberikan ASI & MP-ASI penuh 6 bulan
Sesuai hasil survey angka kesakitan diare oleh DEPKES(2000)
menunjukkan kelompok umur 5-14 bulan merupakan kelompok tertinggi
penderita diare. Hal ini banyak dikaitkan dengan system imunologik
intestinal dan kemampuan cadangan regenerasi sel epitel usus, selain
fungsi organ lain yang masih terbatas pada bayi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Soegeng Soegijanto, 2009
menyebutkan bahwa faktor perilaku yang dapat menyebabkan diare adalah
tidak memberikan ASI dan MP-ASI secara penuh sampai umur 6 bulan,
penggunaan susu botol yang tidak steril, menyimpan pada suhu kamar (2025oC), menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan
sesudah buang air besar dan tidak membuang tinja dengan benar.
Menurut penelitian Aswita, 2006 menyebutkan bahwa resiko
terjadinya diare pada bayi yang tidak mendapatkan ASI penuh sampai
umur 6 bulan mencapai 30 kali lipat lebih sering daripada bayi yang
mendapatkan ASI penuh sampai umur 6 bulan.
Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang tidak bersih
juga dapat menyebabkan diare terutama pada bayi yang rentan dan daya
tahan tubuh masih lemah. Menurut penelitian Aswita, 2006 menyebutkan
bahwa masih banyak Ibu yang tidak membersihkan botol susu tersebut
karena beranggapan bahwa botol susu tersebut hanya digunakan untuk
membuat susu, padahal botol yang tidak dicuci dapat menyebabkan kuman
berkembang biak dan hal ini dapat beresiko tinggi terhadap kejadian diare.

B. Tingkatan perilaku dalam terminologi kepentingan


Penting
-

Dasar untuk mereting perilaku

Pemberian ASI dan MP-ASI - Kelompok sangat kuat, Kejadian


penuh 6 bulan

tinggi

Kurang Penting

Dasar untuk mereting perilaku

Mengkonsumsi Air mentah

Jarang

mencuci

Kelompok kecil, Kejadian jarang

tangan

menggunakan sabun

C. Tingkatan perilaku dalam terminologi perubahan.


Langkah berikutnya dalam diagnosis perilaku adalah me-rating
perilaku dalam aspek kemampuan untuk berubah. Bagaimana perubahan itu
dinyatakan sebagai perilaku yang dipilih. Sebuah tingkah laku mungkin
merupakan hal yang sangat penting dalam masalah kesehatan. Faktor yang
sangat mengakar dan berpengaruh adalah masalah waktu.
Lagi, terdapat pedoman yang dapat membantu seorang perencana
memastikan kemungkinan untuk berubah. Kemampuan perubahan yang tinggi
dapat terjadi ketika perilaku :
1) Masih berada dalam tahapan pengembangan atau hanya sesuatu yang telah
terjadi
2) Hanya bagian luar terikat terhadap budaya atau gaya hidup yang ada
sebelumnya
3) Kemampuan berubah ketika mereka
a. telah lama terbentuk
b. telah lama menjadi dasar dari budaya atau gaya hidup
c. telah berubah pada masa yang telah lalu
Pedoman ini memberikan sebuah akibat yang intervensi awalnya
berpengaruh pada perubahan dan perkembangan dari subjek, dan yang
terbesar adalah kemungkinan kemungkinan untuk berubah.

D. Memilih target perilaku


Dengan mendapatkan nilai-nilai diatas maka dapat dipilih fokus
perubahan perilakunya.
Dibawah ini merupakan matriks perilaku kesehatan:
Dapat Berubah

Penting
Kurang Penting
- Pemberian ASI penuh 6
- Mengkonsumsi
bulan dan MP-ASI

Sulit Berubah

Jarang mencuci tangan

mentah
-

Tidak ada program

menggunakan sabun
Berdasarkan matriks diatas, dapat diketahui bahwa prioritas perubahan
perilaku adalah pemberian ASI dan MP-ASI secara penuh selama 6 bulan.
Who

= Ibu-ibu yang memiliki balita.

What

= Peningkatan pengetahuan dan kesadaran ibu dalam pemberian


ASI secara penuh selama 6 bulan dan MP-ASI yang sesuai
dengan pedoman gizi seimbang.

Where

= Kelurahan Mangkang

When

= Awal bulan Januari 2016

How much

= 70% ibu-ibu yang memiliki balita sudah meningkatkan


pengetahuan dan kesadaran dalam pemberian ASI secara
penuh selama 6 bulan dan MP-ASI yang sesuai dengan
pedoman gizi seimbang.

Objective goal:
Pada awal bulan Januari 2016 sebanyak 70% ibu-ibu yang memiliki balita di
wilayah Kelurahan Mangkang telah meningkatkan pengetahuan dan kesadarannya
dalam pemberian ASI dan MP-ASI secara penuh selama 6 bulan dan sesuai
dengan pedoman gizi seimbang.

Air

DIAGNOSA PENDIDIKAN
Diagnosa pendidikan adalah penelurusan masaalah yang menjadi
penyebab terjadinya masalah prilaku yang sudah diprioritaskan. (Kusyogo dkk,
2013)
Ada tiga kelompok masalah yang dapat menyebabkan masyarakat mudah
terkena suatu penyakit, yaitu ada faktor predisposisi (predisposing factor), faktor
pemungkin (enabling factor), dan juga faktor penguat (reinforcing factor). Dari
diagnosa perilak yang sudah dilakukan maka didapatlah masalh perilaku yang
menjadi prioritas adalah pemberian ASI 6 bulan penuh dan MP-ASI.
ASI merupakan makanan pertama, utama, dan terbaik bagi bayi, yang bersifat
alamiah. ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan bayi. Terkait itu, ada suatu hal yang perlu di
sayangkan, yakni rendahnya pemahaman ibu, keluarga, dan masyarakat mengenai
pentingnya ASI bayi. Akibatnya, program pemberian ASI ekslusif tidak berlansung
secara optimal (Prakoso, 2002).

1. Faktor Predisposisi (predisposing factor)


a. Usia ibu terlalu tua
Umur adalah lama hidup atau ada (sejak dilahirkan). Proses
degenerasi payudara mengenai ukuran dan kelenjar alveoli
mengalami regresi yang dimulai pada usia 30 tahun. Sehingga
dengan proses tersebut payudara cenderung kurang menghasilkan air
susu. Makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan

mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu,


bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti
ketika berumur belasan tahun. Ibu yang umurnya lebih muda lebih
banyak memproduksi ASI dibandingkan dengan ibu- ibu yang sudah
tua. (Prakoso, 2002)
b. Pendidikan ibu rendah
Berdasarkan GBHN, pendidikan adalah usaha sadar untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan diluar
sekolah yang berlangsung seumur hidup. Sedangkan tingkat
pendidikan adalah jenjang sekolah formal yang ditamatkan oleh
seseorang. Sementara menurut Notoaatmodjo (2003), pendidikan
adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang
lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka
melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Tingkat
pendidikan seseorang akan membantu orang tersebut untuk lebih
mudah menangkap dan memahami suatu informasi. Mereka yang
berpendidikan

tinggi

akan

berbeda

dengan

mereka

yang

berpendidikan rendah. Tingkat pendidikan seorang ibu yang rendah


memungkinkan ia lambat dalam mengadopsi pengetahuan baru
khususnya hal-hal yang berhubungan dengan ASI Eksklusif.
c. Paritas
Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin
yang mampu hidup di luar rahim. Semakin banyak anak yang
dilahirkan

akan

mempengaruhi

produkvitias

ASI

karena

berhubungan dengan status kesehatan ibu dan kelelahan. Pikiran,


perasaan dan sensasi seorang ibu sangat mempengaruhi peningkatan
atau penghambat pengeluaran oksitosin yang sangat berperan dalam
pengeluaran ASI (Roesli, 2005)
d. Ibu bekerja

Bekerja selalu dijadikan alasan tidak memberikan ASI


Eksklusif pada bayi karena ibu meninggalkan rumah sehingga waktu
pemberian ASI pun berkurang. Akan tetapi seharusnya seorang ibu
yang bekerja tetap memberia ASI secara eksklusif kepada bayinya
dengan pengetahuan yang benar tentang menyusui, perlengkapan
memerah ASI, dan dukungan lingkungan kerja (Soetjiningsih, 2004).
e. Kepercayaan ibu
Menurut Notoatmodjo (2003) kepercayaan adalah komponen
kognitif dari faktor sosio-psikologis. Kepercayaan dapat bersifat
rasional

dan

irasional.

Kepercayaan

yang

rasional

apabila

kepercayaan orang terhadap sesuatu tersebut masuk akal. Sebaliknya


seorang mempunyai kepercayaan irasional bila ia mempercayakan
air yang diberi mantera oleh dukun dapat menyembuhkan penyakit.
Kepercayaan

dibentuk

oleh

pengetahuan,

kebutuhan

dan

kepentingan. Hal ini dimaksudkan bahwa orang percaya kepada


sesuatu karena ia mempunyai pengetahuan tentang hal itu.

2. Faktor Pemungkin (enabling factor)


a. Kurangnya penyuluhan
Yang dimaksud dengan penyuluhan kesehatan adalah suatu
pemberian informasi melalui media komunikasi, informasi dan
edukasi (Depkes, 2005) dalam meningkatkan penggunaan ASI,
masalah utama dan prinsipil adalah bahwa ibu-ibu membutuhkan
bantuan dan informasi yang mendukung sehingga menambah
keyakinan bahwa mereka akan dapat menyusui bayinya dengan
sukses (Soetjiningsih, 2004).
b. Kurangnya fasilitas kesehatan yang mendukung pemberian ASI
Eksklusif dan MPASI

Faktor penentu untuk inisiasi menyusui dini adalah dari


penolong persalinan itu sendiri atau petugas kesehatan. Jika petugas
kesehatan tidak mau melakukan, maka proses inisiasi dini tidak akan
berjalan. Selain itu, kemungkinan tata laksana rumah sakit atau
tempat bersalin tidak mendukung keberhasilan menyusui karena
prosedur yang harus dilakukan, seperti memandikan bayi, atau
pembuatan identitas bayi, dan lain-lain. (Solihah, dkk. 2010) Banyak
petugas tidak melakukan hal tersebut karena butuh waktu dan
tempat. Pemerintah harus mencari solusi agar setiap proses
persalinan, inisiasi menyusu dini dapat dilakukan.
c. Tidak tersedianya ruangan laktasi di tempat kerja
Berdasarkan ketersediaan ruang untuk menyusui di tempat
kerja, menunjukkan bahwa tidak ada satu fasilitas kerja pun yang
menyediakan ruang untuk bayi. Ketersediaan ruang menyusui di
tempat-tempat umum seperti kantor, mall, dan lainnya akan sangat
mendukung di si ibu untuk memberikan ASI Eksklusif kepada bayi.
3. Faktor Penguat (reinforcing factor)
a. Kurangnya dukungan dari pelayanan kesehatan
Bila kebijakan di Puskesmas mendukung program ASI
Eksklusif maka ASI Eksklusif selama 6 bulan lebih mudah
dilaksanakan. Akan tetapi apabila belum ada kebijakan, walaupun
pengetahuan dan sikap tenaga kesehatan sudah baik terhadap praktek
pemberian ASI Eksklusif, bila tidak ada kebijakan yang mendukung
akan tetap mengalami hambatan.
b. Kurangnya dukungan keluarga
Dukungan keluarga merupakan faktor pendukung yang pada
prinsipnya adalah suatu kegiatan baik bersifat emosional maupun
psikologis yang diberikan kepada ibu menyusui dalam memberikan
ASI. Seorang ibu yang tidak pernah mendapatkan nasehat atau

penyuluhan tentang ASI dari keluarganya dapat mempengaruhi


sikapnya ketika ia harus menyusui sendiri bayinya (Lubis, 2000).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Asmijati (2007)
menyebutkan ibu yang mendapat dukungan keluarga memiliki
kemungkinan memberikan ASI Eksklusif 6,533 kali lebih besar
dibanding dengan ibu yang tidak mendapat dukungan keluarga.
Penelitian lain juga mengatakan bahwa ibu yang tidak mendapat
dukungan

keluarga

akan

meningkatkan

resiko

untuk

tidak

memberikan ASI Eksklusif (Mardiyanti, 2007).


c. Kurangnya dukungan petugas kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2003), prilaku terbentuk karena faktor
pendorong yang terwujud dalam sikap dan prilaku petugas
kesehatan, atau petugas yang lain yang merupakan referensi dari
perilaku masyarakat. Sebagai seorang yang dipercayai ibu-ibu dalam
mengatasi masalah bayi, tenaga kesehatan hendaknya memberikan
nasehat kepada seorang ibu permulaan menyusui agar dapat
mengukuhkan kepercayaan dirinya atas kesanggupan menyusui dan
bersikap mendukung penilaian bahwa menyusui adalah suatu fungsi
alamiah yang sempurna.

Dari ketiga faktor diatas maka faktor yang menjadi prioritas adalah faktor
predisposisi (predisposing factor).
More Important

Less Important

More Changeable -Pendidikan ibu rendah

Less Changeable

- Usia ibu terlalu tua

Paritas

Objective goal
Who

= Ibu-ibu yang memiliki balita.

Ibu bekerja

What

= Peningkatan pengetahuan dan kesadaran ibu dalam pemberian


ASI secara penuh selama 6 bulan dan MP-ASI yang sesuai
dengan pedoman gizi seimbang.

Where

= Kelurahan Mangkang

When

= Akhir bulan November 2015

How much

= 70% ibu-ibu yang memiliki balita sudah meningkatkan


pengetahuan dan kesadaran dalam pemberian ASI secara
penuh selama 6 bulan dan MP-ASI yang sesuai dengan
pedoman gizi seimbang.

Jadi objective goalnya adalah Pada akhir bulan November 2016 sebanyak 70%
ibu-ibu yang memiliki balita di

wilayah Kelurahan Mangkang telah

meningkatkan pengetahuan dan kesadarannya dalam pemberian ASI dan MP-ASI


secara penuh selama 6 bulan dan sesuai dengan pedoman gizi seimbang.

STRATEGI DAN METODE PENDIDIKAN


Penetapan metode dan strategi pendidikan ialah tahap dimana metodametoda yang akan digunakan dipilih. Perubahan perilaku adalah tujuan akhir dari
pendidikan kesehatan yang dapat dicapai dengan beberapa jalan. Salah satunya
dengan proses belajar mengajar. Dalam proses belajar mengajar materi pendidikan
pada sasaran, selain pendidik, alat dan metode pendidikan turut erperan penting.
Bagaimanapun pandainya pendidik dalam merubah tingkah laku, tidak terlepas
dari metode dan alat bantu pendidikan yang digunakan. (Kusyogo dkk, 2015)
Dari

diagnosa

pendidikan

didapatkan

bahwa

faktor

predisposisi

merupakan prioritas utama dalam kelompok masalah, maka dari faktor tersebut
dapat dijabarkan beberapa strategi dan metode pendidikan pada faktor
predisposisi, yaitu:
A Metode komunikasi ceramah-tanya jawab
Metode ceramah adalah salah satu cara mengajar untuk menyampaikan
penuturan keterangan/ informasi tentang persoalan secara lisan pada
sekelompok pendengar dan dapat menggunkan alat-alat bantu seperti: gambar,
potret, benda barang tiruan. (Kusyogo dkk, 2015)
Metode ceramah digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan pada
kelompok ibu di wilayah Kelurahan Mangkang dalam pemberian ASI eksklusif
dan MP-ASI secara penuh dan sesuai dengan pedoman gizi seimbang. Metode
ini dapat dilaksanakan di gedung Balai Kota Semarang dengan sasaran
kelompok ibu rumah tangga yang memiliki balita. Pembicara bisa berasal dari

petugas puskesmas Bagian Kesehatan Ibu dan Anak, dokter, petugas Bidang
Kesehatan Keluarga (Seksi Kesehatan Ibu dan Bayi) dari dinas kesehatan, dan
mahasiswa.
Materi dalam ceramah tanya jawab meliputi:
1. Pengertian ASI ekslusif dan MP ASI
2. Manfaat ASI dan pemberian MP ASI bagi bayi dan ibu
3. Jenis-jenis ASI
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI
5. Kerugian susu formula dan tidak memberikan MP ASI pada balita
Setelah penjabaran dari pemateri akan diberikan tanya jawab seputar ASI
ekslusif dan MP ASI, dengan begitu akan terjalin komunikasi yang aktif antara
peserta dan pembicara. Selama proses ceramah peserta dapat diberikan alat
bantu berupa leaflet sesuai topik, sehingga dengan metode ini diharapkan
mampu meningkatkan pemahaman ibu tentang pentingnya ASI ekslusif dan
MP ASI.
a

Keunggulan metode ini:


1 Penceramah dapat menguasai arah pembicaraan dalam kelompok dan
perhatiannya tidak terpecah
2 Metode ini dapat diterapkan pada kelompok besar seperti kelompok
IRT di wilayah semarang
3 Pembicara dapat menjelaskan dengan menonjolkan bagian-bagian
materi yang penting
4 Metode ini murah dan mudah dilakukan
5 Metode

ini

dapat

merangsang

kreativitas

dan

ketrampilan

mengemukakan pendapat peserta karena sifatnya ceramah-tanya jawab


b

Kelemahan:
1 Penceramah sulit mengetahui sejauh mana peserta mengerti dan paham
isi pembicaraan
2 Dapat menimbulkan konsep yang berbeda-beda dari yang dimaksud
penceramah
3 Hanya melibatkan indra pendengar

B Metode komunikasi dengan teknik siaran terprogram


Siaran terprogram merupakan penyampaian informasi secara terprogram
melalui siaran radio dan televisi kepada sasaran luas yang bertujuan mengubah
sikap, pengetahuan, dan tindakan masyarakat. Terprogram mempunyai
pengertian bahwa informai tersebut disiarkan di media elektronik dengan
waktu dan materi yang sudah dipersiapkan. (Kusyogo dkk, 2015)
Dalam metode ini dapat dilakukan melalui media elektronik radio lokal di
wilayah Semarang dengan pemilihan waktu dan materi yang tepat. Bentuk
materi dapat berupa sandiwara atau cerita yang diperankan oleh pelakon.
Dalam cerita tersebut dapat digambarkan seorang ibu yang tidak memiliki
pengetahuan mengenai pentingnya ASI eksklusif dan MP ASI karena latar
belakang berbagai macam (kurangnya pengetahuan, kesibukan ibu dalam
bekerja, persepsi ibu). Akibatnya dampak buruk terjadi pada anaknya, maka
dari kejadian tersebut akan disisipkan pesan kesehatan. Pemilihan waktu yang
paling tepat adalah di pagi hari dengan durasi 30-45 menit, dimana banyak ibu
dengan profesi wanita karir maupun ibu rumah tangga yang beraktivitas sambil
mendengarkan radio. Pendengar biasanya tidak menyadari bahwa mereka telah
mendapatkan pendidikan seklaigus hiburan, tetapi mereka telah menerima
pesen kesehatan tersebut dam cenderung akan diingat.
a. Keunggulan:
1. Mencakup asaran luas
2. Metode ini secara efektif dapat menambah pengetahuan umum
3. Dapat diulang atau diputar berulang karena sifatnya yang relatif dapat
dinikmati dalam semua kondisi
4. Metode penyampaian yang ringan dan pesan yang terkandung akan
mudah diingat
b. Kelemahan:
1. Saat ini tidak semua masyarakat yang aktif mendengarkan media
elektronik radio
2. Perlu perencanaan matang sehingga perlu tanaga ahli, dana yang besar
serta waktu persiapan panjang

3. Dapat menimbulkan kejenuhan bila pesan yang disampaikan dirasa


kurang menarik bagi pendengar
Dari metode dan strategi yang dijabarkan diatas yang merupakan prioritas
pertama adalah metode komunikasi dengan ceramah tanya jawab. Karena sifatnya
yang interaktif antara narasumber dengan peeserta sehingga diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif dan MP ASI secara
signifikan

DIAGNOSIS ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN

Untuk menstabilitaskan kasus diare yang naik turun maka dibutuhkan


suatu program untuk meningkatkan pendidikan kesehatan masyarakat khususnya
kepada ibu-ibu yang memiliki balita. Program ini bertujuan dalam menggunakan
organisasi yang berlingkup luas sehingga dapat ditetapkan tahapan penetapan
intervensi.
Program yang akan dijalankan yaitu mengutamakan Penambahan
Pelayanan Posyandu di wilayah Mangkang. Program ini dipusatkan pada daerah
Mangkah untuk menambahkan pelayanan pendidikan dan penyuluhan Posyandu
khususnya pada posyandu purnama dan posyandu mandiri. Suatu program
membutuhkan penjadwalan yaitu salah satu aspek yang penting dalam
perencanaan, oleh karena itu alat yang bermanfaat bagi penetapan waktu yang
diperlukan untuk suatu program adalah PERT (Program Evaluation and Review
Technique).
Berikut
adalah
Pemerintah,
Dinkes

diagram PERT
tujuanPemberian
akhir untuk
satu tahun ke
Pusatdengan
penyuluhan,
Pendidikan

depan yaitu dapat menurunkan/menstabilitaskan kasus diare yang ada di Kota


Semarang.
Penambahan Pelayanan Posyandu

Kasus Diare Menurun

Akses mudah, Sosialisasi Pelayanan

Tiga Bulan

Tiga Bulan

Tiga Bulan

Tiga Bulan

Pertama
Kedua
Permintaan kepada Setelah

Ketiga
Pusat pelayanan

Terakhir
Semua

Pemerintah dan

Penambahan

pada posyandu

perencanaan

Dinkes untuk

Pelayanan

yang bekerja di

sesuai dengan

meningkatkan

Posyandu

bidang preventif

jadwal dan untuk

Posyandu

tercapai, maka

seperti penyuluhan tiga bulan terakhir

khusunya di setiap

sistem harus

agar setiap pasien

kasus diare dapat

wilayah di

dibuat untuk

yang datang

menurun sedikit

Mangkang

menjalankan

diharapkan tidak

demi sedikit.

Kebutuhan Dana

posyandu yaitu

sakit kembali,

dan Personel untuk dari mengatur

akses menuju

tiap posyandu

budgeting, hingga

posyandu pun

sangat dibutuhkan,

training personel

harus mudah dan

oleh karena itu

agar pelayanan

sosialisasi

pola pengaturan

posyandu selalu

program yang ada

harus tepat. Agar

baik.

pada posyandu

program dapat

harus selalu

berjalan.

digencarkan.

Kegiatan ini dilakukan dimulai pada Bulan November yaitu pada akhir
bulan sampai satu tahun yang akan datang, Program ini pun akan ditambahkan di

seluruh posyandu purnama maupun mandiri yang berada di wilayah Mangkang


agar target pencapaian program dapat terlaksana penuh paling tidak lebih dari
70% kepada sasaran yang spesifik yaitu Ibu-ibu yang memiliki balita.
Metode-metode yang di berikan pada program untuk menambah
pendidikan pun masih di dominasi dengan komunikasi ceramah tanya-jawab,
karena metode ini masih dianggap metode yang paling efektif. Selain itu pada
sarana posyandu seperti media elektronik yang ada pada posyandu ditayangkan
beberapa informasi pendidikan khususnya tentang ASI Eksklusif dan MP ASI
untuk pendidikan yang ringan dan secara tidak langsung mudah diingat.
Tahapan Diagnosis Administratif
1. Within Program Analysis (Analisis didalam Program) : Program
Penambahan

Pelayanan

Posyandu

pada

bidang

Pendidikan

dan

Penyuluhan harus mempertimbangkan berapa dana yang dibutuhkan untuk


membuat suatu Posyandu, lalu kemampuan SDM yang menangani dapat
terlatih sehingga pelayanan yang didapat masyarakat dari posyandu baik.
Oleh karena itu biaya yang dikeluarkan dengan dana yang diberikan harus
sesuai.
2. Within Organizational Analysis (Analisis didalam Organisasi) : Kerja sama
lintas program dibutuhkan khusus untuk menurunkan kasus diare, kerja
sama antara posyandu dan pelayanan untuk ibu dan anak.
3. Inter Organizational Analysis (Analisis antar Organisasi) : Untuk
memudahkan masyarakat datang ke posyandu maka diperlukan kerja sama
lintas sektor bersama PU (Pekerjaan Umum) dan daerah setempat, yaitu
berupa akses yang mudah dapat berupa kendaraan umum ataupun jalanan
yang bagus untuk mencapai posyandu, selain itu kerja sama antar
puskesmas pun dapat dijalankan untuk mensosialisasikan program yang
ada pada posyandu.
Diagnosa Kebijakan
Suatu Program dibuat harus didasari dengan kebijakan-kebijakan agar
program itu terlaksana secara runtut dan ada aturan-aturan dalam program,
dalam menilai kebijakan, regulasi, dan organisasi maka dibutuhkan Issue of

Loyalty yaitu sejumlah SDM yang telah dibentuk untuk melayani masyarakat
harus setia terhadap apa yang telah membentuknya dan dapat mengembangkan
diri dan bukan hanya dipengaruhi oleh gaji yang tinggi. Consistency,
Flexibility, dan Administrative suatu rencana yang konsisten harus diperkuat
dengan kebijakan yang berlaku dan tujuan organisasi, namun kebijakan
tersebut tahu seberapa fleksibel untuk memperkuat rencana tersebut, karena
suatu masalah dan kesempatan tidak pernah diketahui kapan akan dihadapi
oleh sebuah organisasi, bentuk fleksibilitas yang paling umum adalah
administator atau profesional yang memegang jabatan tertentu. Selain itu
suatu kebijakan pun harus dapat menilai kekuatan politik.
Pada proses diagnosa administrasi suatu program harus dievaluasi, maka tiga
tingkat evaluasinya yaitu :
1. Evaluasi Proses : Suatu evaluasi proses dirumuskan dengan penilai aktivitas
program yang berlangsung, program penambahan pelayanan posyandu dinilai
apakah perencanaan telah berlangsung sesuai jadwal, dan apakah peranan
lintas sektor, lintas program, maupun lintas organisasi dapat terlibat. Lalu
bagaimana dengan program penambahan yang mengajak kegiatan preventif
apakan pendidikan kesehatan dapat ditingkatkan atau tidak.
2. Evaluasi Impak : Suatu Objective Goal pada diagnosa perilaku dan
diagnosa pendidikan menargetkan bahwa perilaku pemberian ASI penuh 6
bulan dan MP-ASI merupakan perilaku yang penting dan mudah dirubah
sehingga pendidikan untuk ibu yang memiliki anak balita perlu ditingkatkan.
Impak dalam penambahan pelayanan posyandu yaitu kegiatan pemberian
pendidikan kesehatan dengan penyuluhan dapat mempengaruhi perilaku dan
pendidikan. Evaluasi ini dilakukan sesuai dengan jangka waktu program yaitu
satu tahun kedepan.
3. Evaluasi Out Come : Diare merupakan kasus yang sering di Kota Semarang,
dengan beberapa program yang berjalan untuk menurunkan kasus diare maka
kita dapat bisa melihat apakah dalam setahun keberhasilan program dapat
menurunkan kasus diare, jika tidak maka kita dapat memperoleh indikator-

indikator yang membuat kegagalan suatu program sehingga di kemudian hari


program yang gagal tidak terulang kembali.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Kota Semarang. 2014. Kota Semarang Dalam Angka 2014.
Cahyo, Kusyogo dkk. 2015. Perencanaan & Evaluasi Promosi Kesehatan
Masyarakat. Semarang: Bagian PKIP FKM Undip
Depkes RI. 2011. Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare pada Balita. Jakarta:
Depkes RI.
Depkes RI. 2011. Pengendalian Diare di Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
Dinas Kesehatan Kota Semarang. 2011. Profil Kesehatan Kota Semarang 2011.
Dinas Kesehatan Kota Semarang. 2013. Profil Kesehatan Kota Semarang 2013.
Listiyorini, Warni. 2012. Hubungan Antara Kebiasaan Mencuci Tangan dengan
Kejadian Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Pajang Surakarta. Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses pada 16
Juni 2015. http://eprints.ums.ac.id/22549/10/12/_Naskah_Publikasi.pdf
Prasetya,

Y.E..

2011.

Kemiskinan

Indonesia

dan

Penyelesaiannya.

http://research.amikom.ac.id/index.php/sti/article/download/6705/4846..
Diakses pada 15 Juni 2015.

Anda mungkin juga menyukai