Oleh :
Supervisor :
Diajukan :
Learning Objective :
1. Mempunyai kemampuan melakukan pemeriksaan psikiatri
2. Mampu menegakkan diagnosis dan merencanakan tindakan terapeutik secara komprehensif
3. Mempertahankan sikap terhadap teori yang berhubungan dengan diagnosis pemeriksaan
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. HW
Umur
: 28 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Pendidikan
Pekerjaan
: Tidak bekerja
Agama
: Islam
Suku/bangsa
: Jawa/Indonesia
: Sosrowijayan, Jogjakarta
Kurang lebih lima tahun yang lalu pasien pernah menjalani rehabilitasi di Rumah
Sakit Palembang, tetapi tidak rutin. Obat yang diperoleh adalah: Meprosetil, Neriphros,
Haloperidol, dan Triheksifenidil.
Kurang lebih sejak dua tahun yang lalu pasien merantau ke Jogja. Tinggal di kamar
kost di daerah dekat lokalisasi prostitusi. Pasien bekerja sebagai tukang pijat laki-laki
dan masih rutin menggunakan napza. Zat yang palin sering digunakan adalah shabu dan
alkohol.
Kurang lebih satu setengah tahun yang lalu (Februari 2012) pasien mengalami
perubahan perilaku, berupa sulit tidur, marah tanpa sebab yang jelas, bicara melantur,
kadang-kadang tertawa sendiri, mendengar suara-suara mengancam, dan curiga pada
orang lain. Setelah satu minggu terdapat gejala tersebut, pasien dibawa ke Rumah Sakit
Dr. Sardjito. Pasien opname selama satu minggu, pulang paksa dengan alasan orang
tuanya jauh. Selanjutnya, pasien kontrol tidak rutin di poliklinik psikiatri. Kurang lebih
dua bulan setelah opname, pasien gejala-gejala tersebut sudah tidak didapatkan. Namun
pasien kadang-kadang masih mengkonsumsi napza.
Sejak kurang lebih delapan bulan yang lalu (November 2012), pasien mengeluh
sulit tidur, gelisah, nyeri tengkuk, sedih, putus asa dan merasa bersalah. Pasien merasa
dirinya sangat hina. Pasien selalu berpikir bahwa dosa-dosa yang dilakukan tidak dapat
diampuni terutama penganiayaan yang dilakukan pada masa lalu. Pasien juga sedih jika
teringat kegagalan rumah tangganya. Pasien sering merasa cemburu jika melihat
pacarnya melayani laki-laki lain, kadang sampai marah-marah. Seringkali kemarahan
dilampiaskan dengan minum alkohol atau memakai shabu. Sehingga hal itu menambah
rasa sedih yang dirasakan. Beberapa kali pasien datang berobat ke poliklinik psikiatri
RSUP Dr. Sardjito tetapi belum membaik, bahkan dorongan untuk memakai napza
(alkohol atau shabu) semakin meningkat. Dalam sebulan terakhir, hampir tiap hari
pasien mengkonsumsi shabu dan alkohol, sehingga pasien kontrol kembali ke poliklinik
psikiatri.
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat Psikiatrik:
Tanggal 1 6 Maret 2012 : opname di Bangsal
Pasien mulai masuk sekolah pada usia enam tahun, dan berhenti pada usia 17
tahun (kelas 2 STM) karena nakal. Sejak Sekolah Dasar (SD), pasien berpindahpindah sekolah karena mengikuti orang tuanya. Berdasarkan keterangan ibunya,
pasien seringkali mendapat perlakuan buruk orang-orang di lingkungannya yang
baru. Pasien juga pernah mengeluh mempunyai guru yang sangat galak, dan sering
memukul kepala pasien.
Ayah pasien termasuk orang tua yang sangat melindungi pasien (protektif),
sering menasehati anak-anaknya dengan aturan-aturan yang detail.
4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja
Prestasi dalam olah raga cukup baik, terutama olah raga basket dan tenis meja.
Sejak masuk SMP pasien tinggal di kost karena sekolah jauh dari rumah orang tua.
Pasien mulai merokok dan minum alkohol sejak duduk di kelas 2 SMP karena ikutikutan teman-temannya. Pasien juga mengenal seks sejak usia SMP, dan melakukan
seks bebas sejak usia SMA.
5. Riwayat Masa Dewasa
a. Riwayat pendidikan
Pasien menamatkan Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD) di kampung
dekat rumah orang tua. Pasien berpindah-pindah sekolah karena mengikuti orang tua.
Setelah lulus, pasien melanjutkan ke SMP, di kota yang cukup jauh dari rumah
orang tua. Prestasi sekolah cukup. Sejak SMP pasien tinggal di rumah kost.
Setelah lulus SMP, pasien melanjutkan ke Sekolah Teknologi Menengah (STM).
Pasien hanya menyelesaikan sampai kelas 2, karena nakal sehingga pasien tidak
mau melanjutkan sekolah. Pasien sering tidak membayarkan uang Sumbangan
Pembangunan Pendidikan (SPP), sehingga pasien sering bermasalah dengan orang
tua dan gurunya.
b. Riwayat Pekerjaan
Sesudah berhenti sekolah pasien membantu orang tua sebagai penyadap karet.
Tetapi pasien tidak puas dengan pekerjaannya tersebut. Sehingga, pada tahun 2004,
pasien merantau ke Jakarta. Pasien tinggal di kampung preman. Pasien
dimanfaatkan sebagai informan polisi untuk penyalahgunaan narkoba. Pasien
mendapatkan penghasilan dari pekerjaan tersebut. Pasien juga bekerja sebagai
pekerja seks komersial.
Pada tahun 2011 pasien merantau ke Jogjakarta. Pasien mulai mencoba untuk
berdagang asesoris di Malioboro, namun tidak sampai satu tahun, barang dagangan
dijual karena pasien sakit akibat kebiasaannya memakai napza.
c. Riwayat Perkawinan
Pasien menikah pada saat usia 23 tahun, dengan wanita yang dikenalnya di
diskotik. Istri mempunyai seorang anak sebelum menikah dengan pasien.
Sejak kurang lebih 3 tahun yang lalu, pasien berpisah dengan istrinya, tetapi
belum resmi bercerai sampai saat ini. Istri pasien bekerja ke luar negeri dan menjalin
hubungan dengan laki-laki lain.
Saat ini pasien menjalin hubungan dengan wanita yang berprofesi sebagai
pekerja seks komersial (PSK). Mereka tinggal bersama di rumah kost di daerah
lokalisasi prostitusi di Jogjakarta.
d. Riwayat Agama
Pasien dibesarkan dalam keluarga beragama Islam. Pendidikan agama diperoleh
dari orang tua dan di sekolahnya. Nilai-nilai agama ditanamkan cukup kuat oleh
orang tuanya. Namun pasien tidak taat menjalankan aktivitas keagamaan.
e. Riwayat Psikoseksual
Pada saat pasien berusia lima tahun, pasien pernah melakukan hubungan
seksual dengan teman perempuan sebayanya, saat sedang bermain di rumah pasien.
Pasien tidak tahu maksud dari perilakunya tersebut.
Pada saat berusia sekitar 14 tahun, pasien mengaku pernah menonton orang
sedang melakukan hubungan seksual, dan sejak saat itu sering melakukan onani.
Pada saat duduk di kelas 2 SMA, pasien melakukan hubungan seksual pertama
kalinya dengan wanita yang jauh lebih tua. Pasien dikenalkan dengan wanita tersebut
oleh temannya. Sejak saat itu pasien sering melakukan hubungan seks bebas.
Pasien menikah saat berusia 23 tahun. Pasien mengenal istrinya di diskotik.
Sebelum menikah, pasien pernah merasa sangat menyesal dengan perilaku seks
bebas yang dilakukan. Pasien menyakiti alat kelaminnya dengan cara mengoleskan
balsem. Hal itu dilakukan sebanyak dua kali.
Pasien mengatakan bahwa semua wanita yang dicintai lebih tua dari pasien.
f. Riwayat Aktivitas Sosial
Pasien lebih banyak menghabiskan waktunya bersama teman-teman sebayanya
sejak lulus SD. Hingga saat ini pasien masih melakukan aktivitas sosial di kompleks
prostitusi. Tidak mempunyai pekerjaan tetap. Pasien hanya tinggal di kamar kost
teman wanitanya. Jarang bersosialisasi dengan penghuni kost yang lain.
g. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien
sejak
usia
14
tahun
melakukan
pelanggaran
hukum
berupa
penyalahgunaan napza. Pasien juga pernah melakukan penganiayaan pada saat dalam
kondisi mabuk. Namun ketika menyerahkan diri ke kepolisian, pasien dibebaskan.
Pasien belum pernah berurusan dengan pihak berwajib berkaitan dengan pelanggaran
hukum yang dilakukan.
h. Riwayat Penggunaan Waktu Luang
Sebelum sakit pasien banyak menghabiskan waktu luang dengan teman-teman
di tempat hiburan. Saat ini pasien hanya tiduran sambil menonton televisi di kamar
kost tidak ada kegiatan. Kadang-kadang pasien membantu temannya berjualan di
Malioboro.
i. Riwayat Situasi Kehidupan Sekarang
Kunjungan Rumah (tanggal 6 Juni 2013):
Saat ini pasien tinggal bersama teman wanitanya di kamar kost yang terletak di
kompleks lokalisasi prostitusi di Jogjakarta. Satu rumah terdiri dari 25 kamar kost.
Penghuni kost rata-rata pekerja seks komersial dan karyawan tempat hiburan malam
di sekitarnya. Harga sewa kamar kost sebesar Rp. 350.000, 00/bulan. Biaya hidup
sehari-hari ditanggung oleh teman wanitanya, dengan bekerja sebagai pekerja seks
komersial. Penghasilan sehari-hari kurang lebih Rp. 200.000,00.
Kamar kost
Kamar kost
Kamar kost
R. tamu
Tempat tinggal
pasien
Kamar kost
j. Riwayat Keluarga
Silsilah keluarga
1
0
8
9
Keterangan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Kakek
Nenek
Ayah
Ibu
Paman/bibi pasien
Saudara kandung pasien
7. Istri pasien
8. Pasangan
9. Anak tiri pasien
P. Pasien
: Meninggal
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Jarak usia dengan kakaknya
sekitar lima tahun. Kakak pasien perempuan, saat ini sudah menikah dan mempunyai
satu orang anak. Ayah pasien sudah meninggal 5 bulan yang lalu karena sakit. Ibu
pasien saat ini tinggal di Jambi bersama paman pasien. Rumah di Palembang dijual
setelah ayah pasien meninggal.
Keadaan sosial ekonomi keluarga pasien tergolong cukup mampu. Orang tua
bekerja sebagai petani transmigran. Hidup berpindah-pindah sejak pasien masih
kecil.
k. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya
Pasien menganggap dirinya seorang yang tidak dapat mengendalikan nafsu
untuk berbuat maksiat. Pasien merasa hina. Sejak kecil pasien menganggap dirinya
anak nakal. Pasien merasa dirinya banyak menghadapi permasalahan dalam
hidupnya, dan tidak tahu bagaimana cara menyelesaikannya. Pasien menggunakan
: tidak ditemukan
Ilusi
: tidak ditemukan
b.
c.
3. Daya ingat
a. Daya ingat jangka segera: baik, pasien dapat menyebutkan nama tiga benda
dengan benar (meja, kursi, pulpen)
b. Daya ingat jangka pendek: baik, pasien ingat menu sarapan pagi.
c. Daya ingat jangka menengah: baik, pasien ingat kejadian yang dialaminya.
d. Daya ingat jangka panjang: baik, pasien dapat mengingat pengalaman pada masa
kecil.
4. Konsentrasi: cukup
Pasien dapat melakukan pengurangan angka 7 yang dimulai dari 100-7 sampai
pengurangan sebanyak 5 kali dengan baik, tetapi membutuhkan waktu agak lama.
5. Perhatian: baik
Pasien dapat mengeja kata dunia dari belakang dengan baik.
6. Kemampuan membaca dan menulis: baik
Pasien dapat membaca dan memahami kalimat, serta menuliskan kalimat dengan
benar.
7. Kemampuan visuospasial: baik
a. Pasien bisa menggambar jam dengan lengkap dan benar
10
dapat
memahami
dan
kadang
menggunakan
metafora
dalam
pembicaraannya
9. Kapasitas intelegensia: baik
Pasien memiliki pengetahuan sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
10. Bakat kreatif: bakat kreatif pasien adalah olah raga
11. Kemampuan menolong diri sendiri: baik
Di luar aktivitas yang membutuhkan kekuatan fisik, pasien dapat merawat
dirinya sendiri
G. Kemampuan mengendalikan impuls:
Selama wawancara, tidak ditemukan adanya gangguan pengendalian impuls
H. Daya nilai dan tilikan
1.
2.
3.
4.
Tilikan : derajat 5
Pasien menyadari bahwa dirinya sakit dan sebab mengetahui penyebabnya.
11
Abdomen: soufel, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal.
Ekstremitas : akral hangat, kulit kering, edema -/B. Status Neurologik (3 Juni 2013)
Glasgow coma scale: E4 V5 M6
Pupil bulat isokor, gerakan bola mata baik, diameter 3mm
Refleks cahaya + / +
Saraf kranialis: tanda peningkatan tekanan intrakranial (-)
Kaku kuduk dan tanda rangsang meningeal tidak didapatkan
Motorik (kaki kiri dan tangan kanan-kiri):
Tidak ada kelumpuhan
Tonus motorik normal, koordinasi baik
Refleks fisiologis normal
Sensorik (kaki kiri dan tangan kanan-kiri) dalam batas normal
C. Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium:
Lab rutin dan kimia darah dalam batas normal
3 Juni 2013
Wbc 10,7
RBC 4,94
HGB 14,90
HCT 45,00
MCV 91,10
MCH 32,20
MCHC 35,40
RDW 11,90
PLT 274
MPV 8,50
Nilai normal
4,10-11,0
4,50-5,90
13,50-17,50
41,00-53,00
80,00-100,00
26,00-34,00
31,00-36,00
11,60-14,80
150-440
6,80-10,0
3 Juni 2013
SGOT 25,19
SGPT 40,55
BUN 7,194
Creatinin 0,75
GDS 88,40
Na 140
K 4,144
HbSAg 0,515 (Non
reactive)
Nilai normal
11,00-33,00
11,00-50,00
8,00-23,00
0,70-1,20
70,00-140,00
136,00-145,00
3,50-5,10
Non Reactive
12
a. Tes Grafis:
Berdasarkan pemeriksaan grafis pada tanggal 6 Juni 2013, didapatkan
kondisi psikologis dimana pasien kurang dapat mengendalikan diri, kurang matur,
cenderung impulsif, mudah marah dan perilakunya seringkali tidak dapat
diperhitungkan maksud dan tujuannya. Terdapat pula ekspresi ketergantungan,
selalu menuntut, dan bertindak seperti parasit, serta kecenderungan paranoid.
Daya tahan yang kurang, mudah kecewa dan gembira dengan hasil yang dicapai.
Ekspresi perasaan bersalah cukup jelas pada pasien. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh aktivitas otoerotik, riwayat traumatik yang dialami, konflikkonflik yang banyak belum terselesaikan, serta kekecewaan yang dialami.
Ekspresi body narsisitic pada pasien menunjukkan kecenderungan adanya sexual
maladjusment, emosionalitas egosentrik dan infantil. Hal ini sesuai dengan
kepribadian skizoid dan introvert, dimana pasien kurang mendapatkan kepuasan
benar-benar dalam hubungan sosial dan lebih memilih fantasi.
Pasien menganggap peran ibu sangat besar bagi dirinya, namun terdapat
indikasi kurangnya penerimaan terhadap pasien. Pasien merasa kurang dapat
diterima oleh keluarga, sehingga pasien cenderung mencari perhatian lebih besar
kepada keadaan di luar keluarga. Pasien menggambarkan sosok ayah yang
otoriter, menguasai, galak, dan kurang memberikan kesempatan pada pasien.
b. Woodworths Questioner:
Ein. Emot
Psychotics Obsession
Schizophrenia tendens
Paranoid tendens
Depressi hypocondrics
Impulse epil
Instabilitas emosi
Antisosial tendens
Nilai
467
312
300
240
260
222
364
208
Nilai
21
16
2
Beberapa bulan
terakhir pasien hanya mengkonsumsi alkohol dan shabu. Berhenti sekolah pada kelas 2
STM. Tidak puas bekerja menjadi penyadap karet, kemudian merantau dan aktif
menggunakan napza dan menjadi pekerja seks komersial. Pernah menjalani rehabilitasi di
Rumah Sakit Palembang, tetapi tidak rutin (obat yang diberikan: Meprosetil, Neriphros,
Haloperidol, dan Triheksifenidil). Satu tahun yang lalu didapatkan gejala-gejala depresi
dan psikotik, membaik setelah dirawat di bagian jiwa RSUP Dr. Sardjito selama satu
minggu.
Sejak kurang lebih delapan bulan yang lalu, terdapat keluhan insomia, keluhan
fisik, dan gejala-gejala depresi, cenderung paraniod dan impulsif. Pasien menggunakan
alkohol dan shabu untuk mengatasi keluhannya. Pasien mulai berobat ke poliklinik
psikiatri RSUP Dr. Sardjito pada bulan Mei 2012 tetapi kadang tidak rutin. Satu bulan
terakhir keluhan semakin memberat, dorongan untuk menggunakan napza semakin besar.
Pasien dilahirkan kurang bulan, dengan berat lahir kurang (1800 gr). Orang tua
protektif dan detail. Sejak kecil pasien sering mendapat perlakuan kasar dari lingkungan.
Sering berpindah-pindah tempat tinggal. Pergaulan bebas dilakukan sejak usia SMP.
Berhenti sekolah pada STM kelas 2.
Pada pemeriksaan psikiatri pada tanggal 3 Juni 2013 didapatkan: seorang laki-laki,
sesuai usia, postur tubuh atletis, tampak kurang bersemangat. Afek menyempit, serasi,
mood disforik. Bicara dengan volume suara pelan. Isi pikiran tentang kesedihan,
penyesalan, rasa berdosa, rendah diri, putus asa dan preokupasi terhadap napza. Insight
baik. Pemeriksaan psikologis didapatkan kondisi depresif dan kecenderungan kepribadian
14
campuran skizoid, introvert, dependen serta kepribadian emosional tidak stabil tipe
impulsif. Status psikiatri lain, status internistik dan neurologis dalam batas normal.
VI. DIAGNOSIS BANDING
1. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan yang merugikan akibat zat
stimulansia lain termasuk kafein (F15.1) dan adanya keterlibatan alkohol (Y91)
2. Gangguan mental dan perilaku akibat sindroma ketergantungan zat stimulansia lain
termasuk kafein (F15.2) dan adanya keterlibatan alkohol (Y91)
3. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat multipel dan penggunaan zat
psikoaktif lainnya (F19) yang disertai gejala komorbid depresi dengan gejala
somatisasi.
VII. FORMULASI DIAGNOSTIK (Menurut PPDGJ-III)
Pada pasien ini ditemukan gejala perilaku dan psikologis yang secara klinis cukup
bermakna dan menimbulkan penderitaan (distress) serta hendaya (dissability) dalam
kehidupan sehari-hari, fungsi pekerjaan dan psikososial sehingga dapat disimpulkan bahwa
pasien ini mengalami suatu gangguan jiwa.
Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, anamnesis dan berbagai pemeriksaan
fisik dan piskiatris yang dilakukan, tidak didapatkan gangguan medis umum yang secara
fisiologis dapat menimbulkan disfungsi otak serta mengakibatkan gangguan jiwa yang
diderita saat ini, sehingga Gangguan Mental Organik dapat disingkirkan.
Pada pemeriksaan terhadap pasien ini tidak didapatkan adanya gejala-gejala
distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar disertai dengan afek yang tidak wajar, yang
dapat mempengaruhi pikiran dan perilaku bizare, sehingga diagnosis Skizofrenia dapat
disingkirkan.
Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, didapatkan penyalahgunaan bermacammacam napza, namun beberapa bulan terakhir pasien hanya menggunakan shabu dan
alkohol. Pada pasien ini didapatkan keinginan yang cukup kuat untuk menggunakan
alkohol dan napza psikoaktif lainnya, dan terbukti dalam satu bulan terakhir, pasien
menggunakan kembali. Pasien mengaku kesulitan dalam mengendalikan perilaku
menggunakan napza dan usaha untuk menghentikan, meskipun pasien menyadari adanya
akibat yang merugikan kesehatannya. Pasien ini sejak delapan bulan yang lalu mengalami
gangguan suasana perasaan. Gejala yang ditunjukkan pada pasien ini adalah rasa rendah
15
diri, sulit tidur, nyeri tengkuk, sedih, putus asa dan merasa bersalah, mood disforik,
hipoaktivitas, dan penarikan diri dari lingkungan. Sindroma depresi yang didapatkan pada
pasien ini dapat sebagai akibat yang merugikan dari penggunaan yang berat atau hendaya
fungsi kognitif akibat penggunaan napza, sehingga diagnosis Gangguan Mental dan
Perilaku Penggunaan yang Merugikan akibat Penggunaan Zat Stimulansia lain
(F15.1) dapat ditegakkan. Meskipun pada beberapa kasus, perubahan suasana perasaan
mungkin juga terselubung oleh kebiasaan konsumsi alkohol dan psikoaktif lainnya.
Sehingga komorbiditas Episode Depresif (F32) pada pasien ini belum dapat
disingkirkan. Penggunaan alkohol pada pasien ini hanya merupakan keterlibatan sekunder
dari perilaku penggunaan zat psikoaktif primer, sehingga diagnosis sekunder Keterlibatan
Penggunaan Alkohol (Y91) dapat disertakan pada pasien ini.
Pada pasien tidak ditemukan gangguan persepsi, gangguan proses berpikir dan
hendaya berat dalam menilai realita, sehingga pasien tidak dalam kondisi psikotik.
Menurut keterangan orang tuanya, sejak kanak-kanak pasien cenderung tertutup
tetapi impulsif. Pasien dikatakan sebagai anak yang kurang taat kepada orang tua. Pasien
juga sering menghadapi masalah dengan orang-orang di sekitarnya. Perlakuan buruk
orang-orang di lingkungannya sulit diklarifikasi apakah merupakan reaksi dari perilaku
pasien yang cenderung impulsif atau merupakan pemicu utama terjadinya masalah
kejiwaan yang terdapat pada pasien. Berdasarkan hasil pemeriksaan psikologis juga
didapatkan ciri kepribadian yang bercampur antara kepribadian skizoid, dependen, dan
kecenderungan emosional tidak stabil tipe impulsif. Kecenderungan kepribadian tersebut
sangat mungkin mendasari terjadinya hendaya pada saat ini, sehingga Gangguan
Kepribadian Campuran dan Lainnya (F61) merupakan diagnosis axis II yang belum
dapat disingkirkan.
Pada pasien ini tidak didapatkan keluhan-keluhan fisik maupun medis umum,
sehingga diagnosis axis III tidak didapatkan kelainan.
Faktor-faktor psikososial yang dihadapi pasien saat ini adalah tingkat sosial
ekonomi yang kurang, pasien tidak mempunyai keterampilan dan pekerjaan, sehingga
pasien menggantungkan diri kepada teman wanitanya yang bekerja sebagai PSK.
Lingkungan di lokasi prostitusi dan dekat dengan komunitas penyalahguna napza, serta
sebagai perantauan, dukungan keluarga sulit diperoleh. Hubungan rumah tangga yang
tidak harmonis dan kematian ayahnya beberapa bulan yang lalu juga perlu dicatat sebagai
diagnosis axis IV.
16
Pada aksis V, GAF (Global Assesment of Functioning) Scale pada saat ini dinilai
51-60 karena pasien menunjukkan gejala sedang dan disabilitas sedang dalam social
functioning, yang juga merupakan skor tertinggi 1 tahun terakhir.
VIII. FORMULASI PSIKODINAMIK
Formulasi psikodinamika melibatkan banyak elemen (bio-psiko-sosial) yang harus
disusun secara sistematik dan terintegrasi agar dapat menghasilkan analisis dan interpretasi
secara dinamis agar dapat menjelaskan manifestasi gambaran klinis pasien. Psikopatologi
gangguan jiwa terjadi apabila ada faktor predisposisi dan ada faktor presipitasi yang
dialami oleh seseorang. Faktor predisposisi
pasien dilahirkan dalam usia kehamilan kurang bulan dan berat lahir kurang, dengan usia
ibu saat melahirkan pasien 20 tahun (usia pernikahan ibu 17 tahun), dan kondisi kesehatan
ayah yang mengidap penyakit komplikasi sejak sebelum menikah. Hal tersebut
dimungkinkan menyebabkan ketidakseimbangan neurotransmitter pada pasien. Hal ini
merupakan faktor predisposisi bawaan yang memungkinkan timbulnya gangguan jiwa di
kemudian hari.
Menurut teori perkembangan psikoseksual (Sigmund Freud), pola asuh orang tua
yang cenderung protektif dan menerapkan aturan-aturan yang sangat detail sejak pasien
kecil, merupakan trauma psikis yang terepresi dan menyebabkan adanya fiksasi awal. Jejak
17
pengalaman traumatik itu menetap di alam tidak sadar dalam bentuk memori yang
terepresi. Memori ini baru memberikan efek pada saat pasien mengalami kejadian
traumatik yang identik dengan pengalaman traumatik masa kanak, yaitu ketika pasien
disukai oleh gurunya. Pada titik ini, kekuatan yg menahan represi berkurang, sehingga
pasien mengalami kondisi yang oleh Freud disebut kembalinya sang represi.
Pemahaman psikodinamika tentang depresi, menurut Freud dibagi menjadi 4 teori, yaitu:
1) Gangguan hubungan ibu-anak pada usia 10-18 bulan pertama; 2) Kehilangan suatu
objek yang dicintai; 3) Introyeksi dari objek yang hilang tersebut; 4) Marah pada diri
sendiri sebagai campuran rasa cinta dan benci akibat kehilangan objek yang dicintai.
Adapun mekanisme pertahanan diri yang digunakan oleh pasien sangat mungkin
didasari oleh proses perkembangan pembelajaran yang dialami pasien sejak masih dalam
kandungan dan adanya fiksasi pada fase awal kehidupan. Mekanisme pertahanan diri yang
digunakan pasien dalam menghadapi konflik bawah sadarnya adalah dengan cara
merepresi konflik. Hal ini mengakibatkan munculnya manifestasi gangguan jiwa ketika
ego strength pasien tidak kuat menahan represi yang dilakukan.
Berdasarkan analisis psikodinamika di atas, pada pasien ini perlu dilakukan
psikoterapi cognitive behaviour therapy (CBT), yang merupakan pengembangan prinsip
learning theory di dalam praktik klinis.
IX. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
( Menurut PPDGJ III ) :
AXIS I
:
- Gangguan Mental dan Perilaku Penggunaan yang Merugikan akibat
Penggunaan Zat Stimulansia lain (F15.1) disertai
- Keterlibatan Penggunaan Alkohol (Y91)
AXIS II
AXIS III
AXIS IV
:
Gangguan kepribadian campuran dan lainnya (F61)
:
Tidak didapatkan kelainan medis umum
:
18
AXIS V
X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad malam
Hal-hal yang meringankan
-
Disfungsi dinamika keluarga: kondisi pasien jauh dari orang tua, berpisah
dengan istri, dan tinggal bersama dengan wanita lain tanpa ikatan pernikahan.
Pendidikan kurang
19
Usia ibu saat melahirkan pasien 20 tahun (usia pernikahan ibu 17 tahun)
B. Psikologis
-
20
Menurut PPDGJ III (Depkes RI, 1993), gangguan mental dan perilaku akibat
penggunaan zat psikoaktif digolongkan ke dalam blok F10-19. Di dalam blok ini berisi
gangguan yang bervariasi luas dan berbeda keparahannya (dari intoksikasi tanpa
komplikasi dan penggunaan yang merugikan sampai gangguan psikotik yang jelas dan
demensia), tetapi semua itu disebabkan karena penggunaan satu atau lebih zat
psikoaktif (dengan atau tanpa resep dokter).
Identifikasi penggunaan zat psikoaktif yang digunakan dapat dilakukan
berdasarkan laporan individu, analisis objektif dari spesimen urine, darah dan
sebagainya, atau bukti lain. Disarankan untuk mencario bukti yang menguatkan lebih
dari satu sumber, yang berkaitan dengan penggunaan napza. Analisis objektif
memberikan bukti yang paling dapat diandalkan.
Banyak pengguna obat menggunakan lebih dari satu jenis napza. Apabila
mungkin, diagnosis harus diklasifikasikan sesuai dengan napza tunggal yang paling
penting digunakan. Penggunaan kode F19 (gangguan akibat penggunaan obat multipel)
hanya digunakan bila pola penggunaan zat psikoaktif benar-benar kacau dan
sembarangan atau berbagai obat bercampur-campur.
Kasus gangguan jiwa akibat zat psikoaktif (terutama delirium pada usia lanjut),
tetapi tanpa salah satu gangguan dalam blok ini (misalnya penggunaan merugikan atau
sindroma ketergantungan) harus dimasukkan dalam kode F00-09.
Tingkat keterlibatan alkohol dapat ditunjukkan dengan menggunakan kode
tambahan dari Bab XX (ICD-10): Y90.- (bukti keterlibatan alkohol yang ditetapkan dari
kadar dalam darah) atau Y91.- (bukti keterlibatan alkohol yang ditetapkan dengan
derajat intoksikasinya).
Pola penggunaan zat psikoaktif yang merusak kesehatan dapat berupa fisik
(misalnya hepatitis karena penggunaan obat melalui suntikan) atau mental (misalnya
episode gangguan depresi sekunder karena konsumsi berat alkohol). Untuk menegakkan
diagnosis penggunaan napza yang merugikan (F1x.1) harus ada cedera nyata pada
kesehatan jiwa atau fisik pengguna. Pola penggunaan yang merugikan sering dikecam
oleh pihak lain dan seringkali disertai berbagai konsekuensi sosial yang tidak
diinginkan, bukan merupakan bukti adanya penggunaan yang merugikan. Jangan
memberi diagnosis penggunaan yang merugikan apabila ada sindroma ketergantungan
(F1x.2), gangguan psikotik (F1x.5), atau bentuk spesifik lain dari gangguan yang
berkaitan dengan penggunaan obat atau alkohol.
21
22
oleh
pasien.
Namun
demikian,
perlu
monitoring
efek
samping
Psikoterapi :
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
23
2) Wawancara motivasional
Motivasi adalah suatu keadaan kesiapan atau keinginan untuk berubah,
selalu berfluktuasi dari waktu ke waktu atau dari situasi ke situasi lain.
Dasar pemikiran atau alasan untuk melakukan wawancara motivasional ini
adalah bahwa untuk mencapai perubahan adalah lebih mudah bila motivasi
untuk berubah tersebut datang dari dalam diri pasien.
Wawancara motivasional adalah sebuah wawancara yang interaksinya
berpusat pada pasien dan bertujuan untuk membantiu pasien untuk
menggali dan mengatasi ambivalensi tentang penggunaan napza melalui
tahap perubahan.
Wawancara motivasional didasari pada pengertian bahwa: a) pengobatan
yang efektif dapat membantu proses perubahan; b) Motivasi untuk berubah
terjadi dalam konteks hubungan antara pasien dan terapis; c) Gaya dan
semangat dari intervensi sangat menentukan keberhasilan terapis,
khususnya empati yang dihubungkan dengan perbaikan hasil pengobatan.
Prinsip wawancara motivasional :
a) Mengekspresikan empati
24
adanya
konfrontasi,
menyalahkan,
dan
mengkritik
dengan
cara
merefleksikan);
d)
Summarising
25
3)
digunakan
para
profesional
untuk
menghadapi
berbagai
2.
3.
Identifikasi masalah
26
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Pencegahan kekambuhan
Kambuh merupakan pengalaman yang sering terjadi dalam proses
pemulihan gangguan penggunaan napza. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa faktor yang dapat diprediksi dalam kekambuhan adalah sistem
keyakinan yang salah dan menetap (...saya seorang pecandu dan saya
tidak bisa berhenti menggunakan napza).
Strategi pencegahan kekambuhan:
-
27
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
420/Menkes/SK/III/2010)
C. Prognosis
Prognosis dan terjadinya penlahgunaan napza tergantung pada faktor-faktor
yang terlibat dalam suatu interaksi kompleks elemn-elemen biologis-psikologis-dan
lingkungan. Aspek-aspek lain yang sangat penting yaitu: penggunaan zat spesifik,
durasi dan dosis napza yang digunakan, gangguan mental atau fisik yang terjadi
bersama penggunaan napza, coping skill, riwayat perkembangan, status sosial
ekonomi, dukungan sosial, predisposisi genetik, pemilihan terapi. Gaya hidup
antisosial, pemakaian napza suntikan dan sex bebas meningkatkan risiko penularan
penyakit seperti HIV/AIDS (Martin, P. R., 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. 2009. Psikologi Individual Alfred Adler. Dalam Psikologi Kepribadian, edisi
revisi, Malang. UMM Press. Hal 64-83
Amir, Nurmiati. 2005. Penatalaksanaan Depresi dalam Depresi Aspek Neurobiologi
Diagnosis dan Tatalaksana. FK UI.
28
Gabbard, GO. 2005. Cluster A Personality Disorder, Paranoid, Schizoid, and Schizotypal,
Psychodynamic Psychiatry in Clinical Practice (4th Ed). American Psychiatric Publishing,
Inc.
Kolegium Psikiatri Indonesia, 2008, Modul Cognitive Behavior Therapy
Kolegium Psikiatri Indonesia, 2008, Modul Psikopatologi Dinamik
Maramis A, Dharmono S, Maramis M. 2003. Penanganan depresi dan anxietas di
pelayanan primer. Surabaya. Indopsy.
Martin, P. R. 2008. Substance Related Disorders, in Current Diagnosis and Treatment,
International edition, 2nd ed. The McGraw-Hill Companies, Inc.
Namora Lumongga. 2009. Depresi Tinjauan Psikologis. Jakarta. Prenada Media Group.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 420/Menkes/SK/III/2010
tentang Pedoman Layanan Terapi dan Rehabiloitasi Komprehensif pada Gangguan
Penggunaan Napza Berbasis Rumah Sakit, 2010. Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan
Jiwa, Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, Kementerian Kesehatan RI.
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa Di Indonesia III. 1993
Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pelayanan Medik
Saddock, Benjamin James, MD; Sadock, Virginia Alcott, M.D.2007. Synopsis of
Psychiatry, Behavioral Sciences / Clinical Psychaitry; Ed.10, Mood Disorder, chapter 15 :
527-578
Stahl, Stephen. 2008. Stahls Essential Psychopharmacology. Neuroscientific Basis and
Practical Applications. USA. Cambridge University Press.
29