merusak jembatan antar sel yang terbuat dari jaringan ikat (hyalin/hyaluronat),
kalau ditilik dari namanya hyaluronidase, artinya adalah enzim pemecah
hyalin/hyaluronat. Padahal, fungsi jembatan antar sel penting adanya, sebagai
transpor nutrisi antar sel, sebagai jalur komunikasi antar sel, juga sebagai unsur
penyusun dan penguat jaringan. Jika jembatan ini rusak dalam jumlah besar,
maka dapat diperkirakan, kelangsungan hidup jaringan yang tersusun atas selsel dapat terancam rusak/mati/nekrosis.
Proses kematian pulpa, salah satu yang bertanggung jawab adalah enzim
dari S.mutans tadi, akibatnya jaringan pulpa mati, dan menjadi media
perkembangbiakan bakteri yang baik, sebelum akhirnya mereka mampu
merambah ke jaringan yang lebih dalam, yaitu jaringan periapikal.
Pada perjalanannya, tidak hanya S.mutans yang terlibat dalam proses abses,
karenanya infeksi pulpo-periapikal seringkali disebut sebagai mixed bacterial
infection. Kondisi abses kronis dapat terjadi apabila ketahanan host dalam
kondisi yang tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi. Yang terjadi
dalam daerah periapikal adalah pembentukan rongga patologis abses disertai
pembentukan pus yang sifatnya berkelanjutan apabila tidak diberi penanganan.
Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal, tentunya mengundang
respon keradangan untuk datang ke jaringan yang terinfeksi tersebut, namun
karena kondisi hostnya tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi, yang
terjadi alih-alih kesembuhan, namun malah menciptakan kondisi abses yang
merupakan hasil sinergi dari bakteriS.mutans dan S.aureus.
S.mutans dengan 3 enzimnya yang bersifat destruktif tadi, terus saja mampu
merusak jaringan yang ada di daerah periapikal, sedangkan S.aureus dengan
enzim koagulasenya mampu mendeposisi fibrin di sekitar wilayah kerjaS.mutans,
untuk membentuk sebuah pseudomembran yang terbuat dari jaringan ikat, yang
sering kita kenal sebagai membran abses (oleh karena itu, jika dilihat melalui
ronsenologis, batas abses tidak jelas dan tidak beraturan, karena jaringan ikat
adalah jaringan lunak yang tidak mampu ditangkap dengan baik dengan ronsen
foto). Ini adalah peristiwa yang unik dimana S.aureus melindungi dirinya
dan S.mutans dari reaksi keradangan dan terapi antibiotika.
Tidak hanya proses destruksi oleh S.mutans dan produksi membran abses saja
yang terjadi pada peristiwa pembentukan abses ini, tapi juga ada
pembentukan pus oleh bakteri pembuat pus (pyogenik), salah satunya juga
adalah S.aureus. jadi, rongga yang terbentuk oleh sinergi dua kelompok bakteri
tadi, tidak kosong, melainkan terisi oleh pus yang konsistensinya terdiri dari
leukosit yang mati (oleh karena itu pus terlihat putih kekuningan), jaringan
nekrotik, dan bakteri dalam jumlah besar.
Secara alamiah, sebenarnya pus yang terkandung dalam rongga tersebut akan
terus berusaha mencari jalan keluar sendiri, namun pada perjalanannya
seringkali merepotkan pasien dengan timbulnya gejala-gejala yang cukup
mengganggu seperti nyeri, demam, dan malaise. Karena mau tidak
mau, pus dalam rongga patologis tersebut harus keluar, baik dengan bantuan
dokter gigi atau keluar secara alami.
Rongga patologis yang berisi pus (abses) ini terjadi dalam daerah periapikal,
yang notabene adalah di dalam tulang. Untuk mencapai luar tubuh, maka abses
ini harus menembus jaringan keras tulang, mencapai jaringan lunak, lalu barulah
bertemu dengan dunia luar. Terlihat sederhana memang, tapi perjalanan inilah
yang disebut pola penyebaran abses.
Pola penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu (lagi-lagi) virulensi
bakteri, ketahanan jaringan, dan perlekatan otot. Virulensi bakteri yang tinggi
mampu menyebabkan bakteri bergerak secara leluasa ke segala arah, ketahanan
jaringan sekitar yang tidak baik menyebabkan jaringan menjadi rapuh dan
mudah dirusak, sedangkan perlekatan otot mempengaruhi arah gerak pus.
Sebelum mencapai dunia luar, perjalanan pus ini mengalami beberapa kondisi,
karena sesuai perjalanannya, dari dalam tulang melalui cancelous bone, pus
bergerak menuju ke arah tepian tulang atau lapisan tulang terluar yang kita
kenal dengan sebutan korteks tulang. Tulang yang dalam kondisi hidup dan
normal, selalu dilapisi oleh lapisan tipis yang tervaskularisasi dengan baik guna
menutrisi tulang dari luar, yang disebut periosteum. Karena memiliki
vaskularisasi yang baik ini, maka respon keradangan juga terjadi ketika pus
mulai mencapai korteks, dan melakukan eksudasinya dengan melepas
komponen keradangan dan sel plasma ke rongga subperiosteal (antara korteks
dan periosteum) dengan tujuan menghambat laju pus yang kandungannya
berpotensi destruktif tersebut. Peristiwa ini alih-alih tanpa gejala, tapi cenderung
menimbulkan rasa sakit, terasa hangat pada regio yang terlibat, bisa timbul
pembengkakan, peristiwa ini disebut periostitis/serous periostitis. Adanya
tambahan istilah serousdisebabkan karena konsistensi eksudat yang
dikeluarkan ke rongga subperiosteal mengandung kurang lebih 70% plasma, dan
tidak kental seperti pus karena memang belum ada keterlibatan pus di rongga
tersebut. Periostitis dapat berlangsung selama 2-3 hari, tergantung keadaan
host.
Apabila dalam rentang 2-3 hari ternyata respon keradangan diatas tidak mampu
menghambat aktivitas bakteri penyebab, maka dapat berlanjut ke kondisi yang
disebut abses subperiosteal. Abses subperiosteal terjadi di rongga yang sama,
yaitu di sela-sela antara korteks tulang dengan lapisan periosteum, bedanya
adalah.. di kondisi ini sudah terdapat keterlibatan pus, alias pus sudah berhasil
menembus korteks dan memasuki rongga subperiosteal, karenanya nama
abses yang tadinya disebut abses periapikal, berubah terminologi menjadi
abses subperiosteal. Karena lapisan periosteum adalah lapisan yang tipis, maka
dalam beberapa jam saja akan mudah tertembus oleh cairanpus yang kental,
sebuah kondisi yang sangat berbeda dengan peristiwa periostitis dimana
konsistensi cairannya lebihserous.
Jika periosteum sudah tertembus oleh pus yang berasal dari dalam tulang tadi,
maka dengan bebasnya, proses infeksi ini akan menjalar menuju fascial
space terdekat, karena telah mencapai area jaringan lunak. Apabila infeksi telah
meluas mengenai fascial spaces, maka dapat terjadi fascial abscess. Fascial
spaces adalah ruangan potensial yang dibatasi/ditutupi/dilapisi oleh lapisan
jaringan ikat. Fascial spaces dibagi menjadi :
Fascial spaces primer
1. Maksila
a. Canine spaces
b. Buccal spaces
c. Infratemporal spaces
2. Mandibula
a. Submental spaces
b. Buccal spaces
c. Sublingual spaces
d. Submandibular spaces
- Fascial spaces sekunder
Fascial spaces sekunder merupakan fascial spaces yang dibatasi oleh jaringan
ikat dengan pasokan darah yang kurang.Ruangan ini berhubungan secara
anatomis dengan daerah dan struktur vital. Yang termasuk fascial spaces
sekunder yaitu masticatory space, cervical space, retropharyngeal space, lateral
pharyngeal space, prevertebral space, dan body of mandible space. Infeksi yang
terjadi pada fascial spaces sekunder berpotensi menyebabkan komplikasi yang
parah.
Terjadinya infeksi pada salah satu atau lebih fascial space yang paling sering
oleh karena penyebaran kuman dari penyakit odontogenik terutama komplikasi
dari periapikal abses. Pus yang mengandung bakteri pada periapikal abses akan
berusaha keluar dari apeks gigi, menembus tulang, dan akhirnya ke jaringan
sekitarnya, salah satunya adalah fascial spaces. Gigi mana yang terkena
periapikal abses ini kemudian yang akan menentukan jenis dari fascial spaces
yang terkena infeksi.
Canine spaces
Berisi musculus levator anguli oris, dan m. labii superior. Infeksi daerah ini
disebabkan periapikal abses dari gigi caninus maksila. Gejala klinisnya yaitu
pembengkakan pipi bagian depan dan hilangnya lekukan nasolabial.Penyebaran
lanjut dari infeksi canine spaces dapat menyerang daerah infraorbital dan sinus
kavernosus.
Buccal spaces
Terletak sebelah lateral dari m. buccinator dan berisi kelenjar parotis dan n.
facialis. Infeksi berasal dari gigi premolar dan molar yang ujung akarnya berada
di atas perlekatan m. buccinator pada maksila atau berada di bawah perlekatan
m. buccinator pada mandibula. Gejala infeksi yaitu edema pipi dan trismus
ringan.
Infratemporal spaces
Terletak di posterior dari maksila, lateral dari proc. Pterigoideus, inferior dari
dasar tengkorak, dan profundus dari temporal space. Berisi nervus dan
pembuluh darah. Infeksi berasaal dari gigi molar III maksila. Gejala infeksi berupa
tidak adanya pembengkakan wajah dan kadang terdapat trismus bila infeksi
telah menyebar.
Submental space
Infeksi berasal dari gigi incisivus mandibula. Gejala infeksi berupa bengkak pada
garis midline yang jelas di bawah dagu.
Sublingual space
Terletak di dasar mulut, superior dari m. mylohyoid, dan sebelah medial dari
mandibula. Infeksi berasal dari gigi anterior mandibula dengan ujung akar di atas
m. mylohyoid. Gejala infeksi berupa pembengkakan dasar mulut, terangkatnya
lidah, nyeri, dan dysphagia.
Submandibular space
Terletak posterior dan inferior dari m. mylohyoid dan m. platysma. Infeksi berasal
dari gigi molar mandibula dengan ujung akar di bawah m. mylohyoid dan dari
pericoronitis. Gejala infeksi berupa pembengkakan pada daerah segitiga
submandibula leher disekitar sudut mandibula, perabaan terasa lunak dan
adanya trismus ringan.
Masticator space
Berisi m. masseter, m. pterygoid medial dan lateral, insersi dari m. temporalis.
Infeksi berasal dari gigi molar III mandibula. Gejala infeksi berupa trismus dan
jika abses besar maka infeksi dapat menyebar ke lateral pharyngeal space.
Pasien membutuhkan intubasi nasoendotracheal untuk alat bantu bernapas.
Lateral pharyngeal space (parapharyngeal space)
Berhubungan dengan banyak space di sekelilingnya sehingga infeksi pada
daerah ini dapat dengan cepat menyebar. Gejala infeksi berupa panas,
menggigil, nyeri dysphagia, trismus.
Retropharyngeal space (posterior visceral space)
Infeksi berasal dari gigi molar mandibula, dari infeksi saluran pernapasan atas,
dari tonsil, parotis, telinga tengah, dan sinus. Gejala infeksi berupa kaku leher,
sakit tenggorokan, dysphagia, hot potato voice, stridor. Merupakan infeksi fascial
spaces yang serius karena infeksi dapat menyebar ke mediastinum dan daerah
leher yang lebih dalam (menyebabkan kerusakan n. vagus dan n cranial bawah,
Horner syndrome)
PRINSIP TERAPI
Pada dasarnya, prinsip terapi abses adalah insisi untuk drainase (mengeluarkan
cairan pus), dengan catatan, prinsip ini dipergunakan untuk abses yang berada
di jaringan lunak. Lalu bagaimana dengan abses periapikal? Yang terjadi didalam
tulang? Biasanya abses periapikal memiliki kondisi khas berupa gigi
mengalami karies besar dan terasa menonjol, sakit bila digunakan mengunyah,
kadang terasa ada cairan asin keluar dari gigi yang berlubang tersebut. Terapi
kegawat-daruratannya dalam kondisi ini tentunya belum dapat dilakukan insisi,
oleh karena pus berada dalam tulang, namun yang dapat dilakukan adalah
melakukan prosedur open bur, melakukan eksterpasi guna mengeluarkan
jaringan nekrotik, oklusal grinding, dan pemberian terapi farmakologi.
(drg gilangrasuna sabdho wening-13 des 2011)
INFEKSI FASCIAL SPACES
Posted by De Haantjes van Het Oosten in Mar 04, 2012, under Tak Berkategori
Fascia adalah jaringan ikat fibrous yang membungkus otot dan
memisahkan suatu otot dengan otot yang lain. Fascia tersususn atas lapisanlapisan jaringan ikat tipis, disebut dengan fascial planes. Ruang antara fascia dan
fascial planes ini merupakan potensial spaces yang sebenarnya tidak ada pada
keadaan normal, tetapi bila perlekatan jaringan ikat ini rusak oleh karena proses
penyebaran infeksi, maka ruang ini bisa terisi dan membesar oleh karena adanya
produk radang. Potensial space ini disebut dengan fascial spaces.
Fascial space yang terlibat dalam penyebaran infeksi dari gigi disebut fascial
space primer, infeksi yang meluas dari fascial space primer menuju fascial space
sekunder yang letaknya lebih posterior dari fascial space primer.
Fascial space primer pada RA : canine space, buccal space dan infratempotal
space
Fascial space primer pada RB : buccal space, submandibular space, submental
space, sublingual space
Fascial space sekunder : superficial and deep temporal space, sibmasseteric
space, pterygomandibular space, lateral pharyngeal space, retropharyngeal
space, dan prevertebral space.
INFEKSI PADA FASCIAL SPACES PRIMER
Canine space infection
Canine space adalah ruang yang terletak diatas perlekatan m. levator
anguli oris dan dibawah perlekatan m. levator labii superior. Gejala klinis adalah
pembengkakan wajah bagian anterior sampai mendekati canthus medialis dari
mata. Terdapat fluktuasi pada lateral nares dan bisa terjadi obliterasi sulkus
nasolabialis. IO pembengkakan pada sulcus labialis.
Canine space jarang terjadi dalam perjalanan infeksi odontogen dan lebih
jarang terjadi dalam infeksi nasal. Drainase adalah cara penanggulangan terbaik
Subcutan Abscess
Infeksi pada beberapa fascial space seperti canine space, buccal space,
submental space atau submandibular space pada umumnya akan menjadi
subcutan abscess, yakni suatu tahap dari perjalanan abses dimana pus telah
terkumpul dibawah ermukaan kulit. Pada subcuttan abses biasanya keradangan
yang ada sudah menjadi kronis sehingga gejala subjektif tidak separah seperti
kondisi sebelumnya.
Gambaran klinisnya adalah : pembengkakan EO disertai terbentuknya inti
abses yang berwarna kemerahan, batas jelas dan terdapat fluktuasi.
Seperti halnya pada vestibular abses, pus pada subcutan abses ini letaknya
sangat superfisial sehingga abses bisa pecah dengan sendirinya, yang disebut
dengan drainase spontan. Drainase spotan dapat mengakibatkan jaringan parut
yang tentu akan menimbulkan masalah kosmetik di kemudian harinya. Untuk
mencegah drainase spontan dibuat insisi pada inti abses kemudian dilakukan
rainase dengan hemostat untuk mengeluarkan nanahnya. Agar luka insisi tidak
menutup kembali perlu dipasang draine dan dipertahankan selama beberapa
hari.
Yang perlu diingat adalah setelah insisi operator tidak boleh melakukan
penekanan pada abses dengan tujuan untuk mengeluarkan nanah sebanyak
mungkin. Tindakan ini sangat berbahaya karena justru bisa menyebabkan
penyebaran infeksi.
INFEKSI PADA FASCIAL SPACE SEKUNDER
Infeksi pada fascial spaces primer bila tidak mendapatkan perawatan yang
memadai akan dapat menyebar ke arah posterior yakni ke fascial space
sekunder. Infeksi pada fascial space sekunder sifatnya lebih serius, dapat
menimbulkan komplikasi dan morbiditas yang lebih tinggi, dan perawatannya
lebih sulit.
PENYEBARAN INFEKSI PERIAPIKAL
Posted by De Haantjes van Het Oosten in Mar 04, 2012, under Tak Berkategori
Infeksi periapikal dapat menyebar ke jaringan-jaringan lain mengikuti pola
patofisiologi yang beragam yang pada dasarnya dipengaruhi oleh : jumlah dan
virulensi kuman, resistensi dari host, dan struktur anatomi daerah yang terlibat.
Pus pada jaringan periapikal menyebar melalui tulang kanselus menuju ke
permukaan tulang dan setelah menembus lapisan korteks pus masuk ke jaringan
lunak di sekitarnya yang biasanya didahului dengan keradangan pada
periosteum tulang alveolar di daerah tersebut (periostitis)
Arah penyebaran infeksi periapikal menuju ke jaringan lunak dipengaruhi oleh 2
faktor utama yaitu:
1. Ketebalan tulang yang meliputi apeks gigi
Irigasi H2O2
Bila terdapat trauma dari gigi M RA dilakukan pemendekkan tonjol oklusal
Bila terbentuk abses, perlu dilakukan insisi pada absesnya.
Instruksi pada pasien untuk kumur-kumur larutan air garam hangat dengan
frekuensi yang cukup sering. Tindakan ini cukup efektif untuk meredakan rasa
sakit dan mempercepat resolusi dari keradangan yang terjadi.
Pericoronitis kronis
Pericoronitis kronis ditandai dengan rasa kemeng yang timbulnya berkala. Tanda
yang khas pasien mengeluhkan rasa tidak enak. Tidak ada gejala klinis dan
cukup dilakukan perawatan lokal saja,antibiotik tidak diperlukan.
M3 RB bisa dicabut setelah gejala klinis dari pericoroniti stelah hilang. Bila
pencabutan dilakukan pada saat keradangan akut resiko cukup tinggi untuk
terjadi komplikasi seperti : dry socket atau postoperative infection.
Setelah infeksi dapat diatasi, perawatan definitif yaitu pencabutan dapat segera
dilakukan.
Spasia kanina
Spasia kanina merupakan ruang tipis di antara levator angulioris dan M. labii
superioris. Spasia kanina terbentuk akibat dari infeksi yang terjadi pada gigi
caninus rahang atas. Gigi caninus merupakan satu-sarunya gigi dengan akar
yang cukup panjang untuk menyebabkan pengikisan sepanjang tulang alveolar
superior hingga otot atau facial expression. Infeksi ini mengikis bagian superior
hingga ke dasar M. levator anguli oris dan menembus dasar M. levator labii
superior.
Ketika spasia ini terinfeksi, gejala klinisnya yaitu pembengkakan pipi bagian
depan dan swelling pada permukaan anterior menyebabkan lipatan nasolabial
menghilang. Penyebaran lanjut dari infeksi canine spaces dapat menyerang
daerah infraorbital dan sinus kavernosus.
1.4.2
Spasia bukal
Spasia bukalis terikat pada permukaan kulit muka pada aspek lateral dan M.
buccinators dan berisi kelenjar parotis dan n. facialis. Spasia dapat terinfeksi
akibat perpanjangan infeksi dari gigi maxilla dan mandibula. Penyebab utama
infeksi spasia bukal adalah gigi-gigi posterior, terutama Molar maxilla. Spasia
bukal menjadi berhubungan dengan gigi ketika infeksi telah mengikis hingga
menembus tulang superior hingga perlekatan M. buccinators.
Gejala infeksi yaitu edema pipi dan trismus ringan. Keterlibatan spasia bukal
dapat menyebabkan pembengkakan di bawah lengkung zygomatic dan daerah di
atas batas inferior dari mandibula. Sehingga baik lengkung zygomatic dan batas
inferior mandibula Nampak jelas pada infeksi spasi bukal.
1.4.3
Jika infeksi spasia primer tidak ditangani secara tepat, infeksi dapat meluas ke
arah posterior hingga melibatkan spasia facial sekunder. Ketika spasia sekunder
telah ikut terlibat, infeksi menjadi lebih berat, dapat menyebabkan komplikasi
hingga kematian, dan lebih sulit untuk ditangani. Hal ini dikarenakan spasia
sekunder dikelilingi oleh jaringan ikat fascia yang sedikit sekali mendapat suplai
darah. Sehingga infeksi pada spasia ini sulit ditangani tanpa prosedur
pembedahan untuk mengeluarkan eksudat purulen.
Spasia masseter Spasia masseter berada di antara aspek lateral mandibula
dan batas median m. masseter. Infeksi ini paling sering diakibatkan penyebaran
infeksi dari spasia bukalis atau dari infeksi jaringan lunak di sekitar Molar ketiga
mandibula. Ketika spasia masseter terlibat, area di atas sudut rahang dan ramus
menjadi bengkak. Inflamasi m. masseter ini dapat menyebabkan trismus
Spasia pterygomandibular Spasia pterygomandibular berada ke arah median
dari mandibula dan ke arah lateral menuju m. pterygoid median. Area ini
merupakan area tempat penyuntikan larutan anastesi local disuntikan ketika
dilakukan block pada saraf alveolar inferior. Infeksi pada area ini biasanya
merupakan penyebaran dari infeksi spasia sublingual dan submandibula.
Infeksi pada area ini juga sering menyebabkan trismus pada pasien, tanpa
disertai pembengkakan. Ini lah yang menjadi dasar diagnosa pada infeksi ini
Spasia temporal Spasia temporal berada pada posterior dan superior dari
spasia master dan pterygomandibular. Dibagi menjadia dua bagian oleh m.
temporalis. Bagian pertama yaitu bagian superficial yang meluas menuju m.
temporalis, sedangakn bagian kedua merupakan deep portion yang
berhubungan dengan spasia infratemporal. infeksi ini, baik superficial maupun
deep portion hanya terlihat pada keadaan infeksi yang sudah parah. Ketika
infeksi sudah melibatkan spasia temporalis, itu artinya pembengkakan sudah
terjadi di sepanjang area temporal ke arah superior menuju arcus zygoamticus
dan ke posterior menuju sekeliling mata.
Spasia masseter, pterygomandibular, dan temporal juga dikenal sebagai spasia
matikator. Spasia ini saling berhubungan, sehingga ketika salah satunya
mengalami infeksi maka spasia lainnya berkemungkinan juga terkena infeksi
1.4.4
Terletak posterior dan inferior dari m. mylohyoid dan m. platysma. Infeksi berasal
dari gigi molar mandibula dengan ujung akar di bawah m. mylohyoid dan dari
pericoronitis. Gejala infeksi berupa pembengkakan pada daerah segitiga
submandibula leher disekitar sudut mandibula, perabaan terasa lunak dan
adanya trismus ringan.
Kedua spasia ini terbentuk dari perforasi lingual dari infeksi molar mandibula,
dan dapat juga disebabkan infeksi pada premolar. Yang membedakan infeksi
tersebut apakah submandibula atau siblingual adalah perlekatan dari M.
mylohyoid pada ridge mylohyoid pada aspek medial mandibula. Jika infeksi
mengikis medial aspek mandibula di atas garis mylohyoid, artinya infeksi terjadi
pada spasia lingual (sering terjadi pada gigi premolar dan molar). Sedangkan jika
infeksi mengikis aspek medial dari inferior mandibula hingga mylohyoid line ,
spasia submandibular pun dapat terkena infeksi.
Molar ketiga mandibula paling sering menjadi penyebab spasia primer
mandibula. Sedangkan molar kedua mandibula dapat mengakibatkan baik spasia
sublingual maupun submandibular.
Spasia sublingual berada di antara mucosa oral dasar mulut dan m. mylohyoid.
Batas posteriornya terbuka hingga berhubungan langsung dengan spasia
submandibular dan spasia sekunder mandibula hingga aspek posterior. Secara
klinis, pada infeksi spasia sublingual sering terlihat pembengkakan intraoral,
terlihat pada bagian yang terinfeksi pada dasar mulut. Infeksi biasanya menjadi
bilateral dan lidah menjadi terangkat (meninggi)
Spasia submandibula berada di antara m. mylohyoid dan lapisan kulit di atasnya
serta fascia superficial. Batas posterior spasia submandibula berhubungan
dengan spasia sekunder dari bagian posterior rahang. Infeksi pada
submandibular menyebabkan pembengakakan yang dimulai dari batas inferior
mandibula hingga meluas secara median menuju m. digastricus dan meluas ke
arah posterior menuju tulang hyoid.
Ketika bilateral submandibula, sublingual dan submentalis terkena infeksi, inilah
yang disebut dengan Ludwigs angina. Infeksi ini menyebar dengan cepat kea
rah posterior menuju spasia sekunder mandibula.
Sulit menelan hampir selalu terjadi pada infeksi ini, disertai dengan elevasi dan
displacement lidah serta pengerasan superior submandibula hingga tulang hyoid
Pasien yang mengalami infeksi ini biasanya mengalami trismus, mengeluarkan
saliva, kesulitan menelan bahkan bernafas yang dapat berkembang menjadi
obstruksi nafas atas yang dapat menyebabkan kematian.
1.4.5
Spasia submental
Ludwigs Angina
Definisi Ludwigs Angina ialah keadaan dimana adanya sepsis cellulitis di regio
submandibular. Kebanyakan kasus, penyakit ini disebabkan oleh infeksi gigi
molar rahang bawah hingga dasar mulut (akar gigi melekat pada otot mylohyoid)
karena ekstraksi. Infeksi ini berbeda dari jenis cellulitis post-ekstraksi lainnya.
Hal utama yang membedakannya adalah:
1. Indurasinya kuat. Adanya gangrene dengan keluarnya cairan
serosanguinous yang meragukan ketika dilakukan incise dan tidak jelas
apakah itu adalah pus.
2. Spasia yang terlibat (submandinular, submental, sublingual) terbentuk
bilateral.
3. Pasien biasanya dalam kondisi openmouth, dasar mulutnya elevasi dan
lidahnya protusi. Kondisi ini yang menyebabkan pasien sulit bernafas.
Etiologi Infeksi ini disebabkan oleh streptokokus hemolitik, walaupun bisa jadi
disebabkan pula oleh miksturasi antara bakteri aerob dan anaerob.
Gejala dan tanda klinis: sakit dan bengkak pada leher, leher menjadi merah,
demam, saliva bertambah, lidah bergerak kaku, dan ada edematous di larynx,
lemah, lesu, mudah capek, rasa dingin, bingung dan perubahan mental, dan
kesulitan bernapas (gejala ini menunjukkan adanya suatu keadaan darurat) yaitu
obstruksi jalan nafas. Pasien Ludwig`s angina akan mengeluh bengkak yang jelas
dan lunak pada anterior leher, jika dipalpasi tidak terdapat fluktuasi.
Terapi Pada kasus ini pasien dapat diberi antibiotik dengan spektrum luas dan
terapi suportif. Pada kasus akut dilakukan tracheostomy. Jika tidak ada progress,
dapat dilakukan pembedahan dengan dua alasan:untuk melepaskan tekanan
jaringan dan drainase.
Komplikasi Komplikasi paling serius dari Ludwig`s angina adalah adanya
penekanan jalan nafas akibat pembengkakan yang berlangsung hebat dan dapat
menyebabkan kematian.
1.4.7
Spasia faringeal
Batas anatomi Spasia ini perluasan dari dasar tengkorak di tulang sphenoid
menuju tulang hyoid di inferior dan terletak antara otot pterygoid medial di
aspek lateral dan superior faringeal konstriktor aspek medial. Di bagian depan
dibatasi oleh pterygomandibular raphe dan meluas ke bagian posteriomedia
fascia prevertebral. Prosessus styloid, associated muscles, dan facia membagi
spasia ini menjadi kompartemen anterior yang mengandung selubung carotid
dan beberapa nervus cranial.
Gejala dan tanda klinis infeksi Tanda klinis yang terlihat ialah trismus yang
cukup berat yang merupakan keterlibatan otot pterygoid media; pembengkakan
leher lateral, terutama sudut inferior mendibula; dan pembengkakan dinding
faringeal lateral.ke arah midline. Pasien dengan kasus ini biasanya sulit menelan
dan demam.
1.4.8
Spasia retrofaringeal
Batas anatomi Spasia ini terletak di belakangan jaringan lunak aspek posterior
faring. Di bagian depan dibatasi oleh konstriktor faringeal superior; bagian muka
dan posterior oleh alar layer fascia prevetebral. Spasia ini berawal dari dasar
tengkoran dan meluas ke arah inferior di vertebra C7 atau T1, di mana fascia alar
menyatu dengan fascia buccopharyngeal
Gejala dan tanda klinis infeksi (1)Obstruksi jalan nafas atas yang serius
sebagai hasil dari displacement anterior dari dinding faringeal posterior ke arah
faring.(2)Rupturnya abses spasia retrofaringeal dengan masuknya pus ke paruparu
1.4.9
Mediastinitis
Ada lima hal yang ditempuh dalam dalam mengatasi infeksi spasia ini,
diantaranya adalah:
1. Medical support untuk mengoreksi pertahanan imun, termasuk di
dalamnya pemberian analgesic.
2. Pemberian antibiotik yang tepat, yakni dosis tinggi bakterisidal yang
diberikan secara intravena.
1. Surgical removal
2. Surgical drainage
3. Evaluasi konstan dari perawatan infeksi
1. Osteomielitis
Osteomyelitis rahang adalah suatu infeksi yang ekstensif pada tulang rahang,
yang mengenai spongiosa, sumsum tulang, kortex, dan periosteum. Infeksi
terjadi pada bagian tulang yang terkalsifikasi ketika cairan dalam rongga
medullary atau dibawah periosteum mengganggu suplai darah. Tulang yang
terinfeksi menjadi nekrosis ketika ischemia terbentuk. Perubahan pertahanan
host yang mendasar terdapat pada mayoritas pasien yang mengalami
ostemyelitis pada rahang. Kondisi-kondisi yang merubah persarafan tulang
menjadikan pasien rentan terhadap onset ostemielitis, kondisi-kondisi ini antara
lain radiasi, osteoporosis, osteopetrosis, penyakit tulang Paget, dan tumor ganas
tulang.