TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Makanan Ringan Ekstrudat
Makanan ringan adalah makanan yang bukan merupakan menu utama
yang dimaksudkan untuk menghilangkan rasa lapar seseorang sementara waktu
dan dapat memberi sedikit suplai energi ke tubuh atau merupakan sesuatu yang
dimakan untuk dinikmati rasanya. Produk yang termasuk dalam kategori makanan
ringan menurut Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan
Republik Indonesia No. HK.00.05.52.4040 tanggal 9 Oktober 2006 tentang
Kategori Pangan adalah semua makanan ringan yang berbahan dasar kentang,
umbi, serealia, tepung atau pati (dari umbi dan kacang) dalam bentuk krupuk,
kripik, jipang dan produk ekstrusi seperti chiki-chiki-an. Selain itu produk olahan
kacang, termasuk kacang terlapisi dan campuran kacang (contoh dengan buah
kering) serta makanan ringan berbasis ikan (dalam bentuk kerupuk atau keripik)
juga masuk kedalam kategori makanan ringan (Fitriana, 2008).
Makanan ringan ekstrudat adalah makanan ringan yang dibuat melalui
proses ekstrusi dari bahan baku tepung dan atau pati untuk pangan dengan
penambahan bahan makanan lain serta bahan tambahan makanan lain yang
diijinkan dengan atau tanpa melalui proses penggorengan (Badan Standardisasi
Nasional, 2000).
Ekstrusi adalah suatu proses dimana bahan dipaksakan oleh sistem ulir
untuk mengalir dalam suatu ruangan yang sempit sehingga akan mengalami
pencampuran dan pemasakan sekaligus. Sumber panas utama dalam proses
ekstrusi berasal dari konversi energi mekanik (gesekan) yaitu akibat gesekan antar
bahan dan gesekan antar bahan dengan ulir. Kerja ulir tersebut juga menghasilkan
akumulasi tekanan dalam sistem barrel ekstruder, bahan dipaksakan keluar
melalui cetakan (die) yang kecil ukurannya dan kembali ke tekanan normal
(atmosfer) secara seketika yaitu ketika produk melewati die (Oktavia, 2007).
Prinsip ekstrusi banyak digunakan untuk keperluan-keperluan yang
berkaitan dengan industri logam, polimer, plastik, dan produk makanan pasta,
tetapi karena prinsipnya yang sama, ekstrusi dapat diterapkan pada proses
pengolahan produk-produk makanan secara luas (Pratama, 2007).
Teknologi ekstrusi berperan penting di industri pangan karena merupakan
proses yang bersifat efisien. Di dalam proses ekstrusi, dilakukan kombinasi dari
beberapa proses meliputi pencampuran, pemasakan, pengadonan, penghancuran,
pencetakan, dan pembentukan. Saat ini, fungsi pengolahan dengan ekstrusi juga
mencakup separasi, pendinginan dan pemanasan, penghilangan senyawa volatil
dan penurunan kadar air, pembentukan cita rasa dan bau, enkapsulasi, serta
sterilisasi (Estiasih & Ahmadi, 2009).
Teknik ekstrusi dapat berupa pengolahan suhu rendah seperti pada pasta,
atau pengolahan suhu tinggi seperti pada makanan ringan. Tekanan yang
digunakan dalam ekstruder berfungsi mengendalikan bentuk, menjaga air dalam
kondisi cair yang sangat panas, dan meningkatkan pengadukan. Tekanan yang
digunakan bervariasi antara 15 sampai lebih dari 200 atm. Tujuan utama ekstrusi
adalah untuk meningkatkan keragaman jenis produk pangan dalam berbagai
bentuk, tekstur, warna, dan cita rasa. Pemasakan ekstrusi adalah kombinasi dari
sebuah pompa dan sebuah pengubah panas. Bahan baku masuk ke dalam
ekstruder melalui hopper (wadah penampung) dan terdorong ke depan mengarah
ke die (cetakan) oleh putaran satu atau lebih ulir. Pemasakan ekstrusi dengan
proses suhu tinggi waktu pendek (HTST, high temperature short time) dapat
mencegah kontaminasi mikroba dan inaktivasi enzim (Estiasih & Ahmadi, 2009).
Alat ekstrusi (ekstruder) terdiri dari suatu ulir (sejenis ulir bertekanan)
yang menekan bahan baku sehingga berubah menjadi bahan semipadat. Bahan
tersebut ditekan keluar melalui suatu lubang terbatas (cetakan/die) pada ujung
ulir. Jika bahan baku tersebut mengalami pemanasan maka proses ini disebut
pemasakan ekstrusi (ekstrusi panas). Ciri utama proses ekstrusi adalah sifatnya
yang kontinu. Alat ekstruder dioperasikan dalam kondisi kesetimbangan dinamis,
yaitu input setara dengan output, atau bahan yang masuk setara dengan produk
yang dihasilkan. Untuk mendapatkan karakteristik ekstrudat tertentu, bahan yang
masuk dan kondisi pengoperasian harus diatur sedemikian rupa sehingga
perubahan kimia yang terjadi dalam barrel (tabung dalam ekstruder) sesuai
dengan yang diinginkan (Estiasih & Ahmadi, 2009).
2.2 Bahan Baku
Produk ekstrusi dibuat dari beragam bahan baku dalam kisaran luas.
Komponen bahan pangan dengan sifat fungsional yang berbeda dapat diolah
menjadi produk ekstrusi. Perubahan bentuk dari bahan baku selama pengolahan
merupakan faktor terpenting yang membedakan suatu proses pengolahan dengan
proses lainnya (Estiasih & Ahmadi, 2009).
komponen yang benar juga penting untuk diketahui. Jumlah penambahan air pada
tahap pencampuran bahan ekstrusi ini biasanya berkisar diantara 4% hingga 8%.
Hal ini bergantung pada banyak faktor, seperti tingkat kelembapan bahan saat
pencampuran awal dan tekstrur produk akhir yang diinginkan. Cara penambahan
kandungan air ini harus menjamin penyebaran kelembapan yang merata pada
campuran adonan bahan mentah. Ketidakseragaman penyebaran air pada bahan
akan mengakibatkan kondisi ekstrusi yang sukar diprediksi, akibatnya produk
ekstrusi yang dihasilkan juga menjadi tidak konsisten. Mesin yang umum
digunakan pada tahap pra ekstrusi terdiri dari mixer dan moisturiser. Mixer disini
berfungsi untuk proses pencampuran bahan awal sebelum dimasukkan ke
ekstruder (Pratama, 2007).
Tahap kedua yaitu proses ekstrusi, mesin yang digunakan ialah berbagai
jenis ekstruder dan beragam aksesorisnya sesuai kebutuhan pengolah. Produk
yang keluar dari tahap ini disebut ekstrudat dan tergantung dari kebutuhan kita
atau jenis ekstruder yang digunakan, ekstrudat ini dapat merupakan produk akhir
ekstrusi ataupun juga produk yang harus diolah lagi lebih lanjut (Pratama, 2007).
Tahap terakhir adalah proses setelah ekstrusi (post-extrusion). Mesin yang
tersedia untuk proses ini ialah mesin pengering, flavouring, pemanggang, pelapis
dan pendingin yang semuanya disesuaikan dengan kebutuhan pengolah. Sebagai
akibat dari perkembangan teknologi di bidang ekstrusi yang pesat akhir-akhir ini,
maka selain dapat berfungsi sendiri terpisah dari ekstruder, mesin-mesin tersebut
juga dapat dipasangkan pada ekstruder (Pratama, 2007).
kadar air bahan di awal dan suhu produk saat keluar. Umumnya bahan yang
mengandung pati memerlukan air untuk gelatinisasi (Estiasih & Ahmadi, 2009).
2.3.3 Nilai Nutrisi Produk Ekstrusi
Proses ekstrusi dapat menghasilkan produk pangan yang bersifat stabil dan
bebas dari kontaminasi mikroba sehingga dapat disimpan lama. Kandungan nutrisi
dari suatu produk merupakan hal utama yang harus diperhatikan dalam
pemenuhan kebutuhan gizi manusia. Proses ekstrusi juga ditujukan untuk
melengkapi nilai gizi bahan pangan. Kemampuan ekstruder untuk mencampur
berbagai bahan baku dapat juga dieksploitasi untuk pengembangan pangan
fungsional. Bahan baku seperti kedelai dan pangan nabati yang relatif tidak enak
dapat dicampur untuk menghasilkan produk baru. Produk pangan dengan kadar
serat rendah dapat ditambah serat pangan selama proses ekstrusi. Kadar senyawa
antigizi menurun selama ekstrusi sehingga produk pangan yang dihasilkan lebih
aman dan bergizi (Estiasih & Ahmadi, 2009).
2.4 Standar Mutu Makanan Ringan Ekstrudat
US Patent menetapkan persyaratan untuk makanan ringan ekstrudat hanya
dua kriteria uji yaitu kadar air dan aktivitas air, lebih sederhana dibandingkan
dengan standar mutu yang dikeluarkan oleh SNI 01-2886-2000. Persyaratan untuk
kadar air pada US Patent lebih ketat dibandingkan pada SNI makanan ringan
ekstrudat yaitu berkisar antara 2-3%, sedangkan untuk aktivitas air berkisar antara
0,1-0,55. Aktivitas air disyaratkan karena apabila produk mempunyai aktivitas air
di bawah 0,99 maka bakteri tidak dapat hidup dengan baik (Oktavia, 2007).
Standar mutu untuk makanan ringan ekstrudat yang ditetapkan oleh Badan
Standardisasi Nasional pada tahun 2000 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Standar Mutu Makanan Ringan Ekstrudat
Kriteria Uji
Satuan
Spesifikasi
1. Keadaan
- Bau
Normal
- Rasa
Normal
- Warna
Normal
2. Air
% b/b
Maks. 4
% b/b
Maks. 30
% b/b
Maks. 38
3. Kadar Lemak
- Pemanis Buatan
Permenkes No.
- Pewarna
722/Menkes/Per/IX/1998
% b/b
Maks. 0,1
- Timbal (Pb)
mg/kg
Maks. 1,0
- Tembaga (Cu)
mg/kg
Maks. 10
- Seng (Zn)
mg/kg
Maks. 40
- Raksa (Hg)
mg/kg
Maks. 0,05
7. Arsen (As)
mg/kg
Maks. 0,5
koloni/g
- Kapang
koloni/g
Maks. 50
- E. Coli
APM/g
Negatif
5. Silikat (Si)
6. Cemaran Logam
8. Cemaran Mikroba
menjadi lebih kecil dan akibatnya bahan jenis ini mempunyai Aw yang rendah
(Sudarmadji, dkk., 1989).
2.7 Pengaruh Aktivitas Air pada Pertumbuhan Mikroorganisme
Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan
salah satu faktor yang perlu diperhatikan, agar diperoleh bahan pangan yang
bergizi dan aman bagi kesehatan. Beberapa faktor yang ikut berperan serta dalam
pertumbuhan mikroorganisme meliputi suplai zat gizi, waktu, suhu, air, pH,
tersedianya oksigen, dan aktivitas air. Di dalam kehidupannya semua
mikroorganisme membutuhkan air. Hubungan antara air dan mikroorganisme
telah dipelajari oleh beberapa pakar. Masing-masing jenis mikroorganisme
membutuhkan jumlah air yang berbeda untuk pertumbuhannya. Pada nilai Aw
tinggi (0,91) bakteri umumnya tumbuh dan berkembang biak, khamir (ragi) dapat
tumbuh dan berkembang biak pada nilai Aw 0,87-0,91; sedang jamur (kapang)
lebih rendah lagi yaitu pada bilai Aw 0,80-0,87. Nilai Aw bahan pangan segar
adalah 0,99; sedang pada umumnya bakteri pembusuk tidak dapat tumbuh pada
nilai Aw di bawah 0,91. Namun demikian bakteri penyebab keracunan seperti
Staphylococcus aureus dapat tumbuh pada nilai Aw sampai 0,86; dan Clostridium
botulinum tidak dapat tumbuh pada nilai Aw 0,94 (Purnomo, 1995).
2.8 Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air dengan bahan yang mengandung air hidrat dapat
digunakan metode titrimetri, metode azeotropi atau metode gravimetri. Prinsip
penetapan kadar air secara titrimetri berdasarkan atas reaksi secara kuantitatif air
dengan larutan anhidrat belerang dioksida dan iodium dengan adanya dapar yang
bereaksi dengan ion hidrogen (Depkes RI, 1995).
Penentuan kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan
berbagai cara antara lain, metode pengeringan, penentuan kadar air cara destilasi,
dan metode kimiawi (Sudarmadji, dkk., 1989).
2.8.1 Metode Pengeringan
Prinsip penentuan kadar air cara pengeringan (thermogravimetri) adalah
menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan. Kemudian
menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan.
Cara ini relatif mudah dan murah. Kelemahan cara ini adalah bahan lain
disamping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air misalnya
alkohol, asam asetat, minyak atsiri dan lain-lain. Selain itu, dapat terjadi reaksi
selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lain serta
bahan yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit
melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan. Untuk mempercepat penguapan
air serta menghindari terjadinya reaksi yang menyebabkan terbentuknya air
ataupun reaksi yang lain karena pemanasan maka dapat dilakukan pemanasan
dengan suhu rendah dan tekanan vakum (Sudarmadji, dkk., 1989).
Adapun metode pengeringan oven vakum adalah dengan cara sampel
dikeringkan dengan berat konstan dan pada tekanan konstan atau berkurang pada
suhu yang ditentukan untuk waktu yang ditentukan. Kadar air adalah perbedaan
berat yang diukur sebelum dan sesudah pengeringan. Metode ini berlaku untuk
produk makanan umum (Oiso, 1985).
kadar air dalam tepung, sabun, kulit, biji vanili, mentega dan air buah
(Sudarmadji, dkk., 1989).
c. Cara asetil khlorida
Penentuan kadar air dengan cara ini berdasarkan reaksi asetil khlorida dan
air menghasilkan asam yang dapat dititrasi menggunakan basa. Cara ini telah
berhasil dengan baik untuk penentuan kadar air dalam bahan minyak, mentega,
margarin, rempah-rempah dan bahan-bahan yang berkadar air sangat rendah
(Sudarmadji, dkk., 1989).
2.8.4 Gravimetri
Tujuan dari analisa kuantitatif adalah untuk menentukan harga relatif dari
satu atau semua unsur penyusun dari sebuah campuran. Metode yang digunakan
tergantung pada sifat dari campuran senyawa yang dianalisa, sehingga harus ada
setidaknya sedikit pengetahuan tentang unsur-unsur apa yang mungkin terdapat.
Reaksi kimia pada analisis kuantitatif kurang lebih sama dengan analisis
kualitatif. Perbedaannya adalah pada analisa kuantitatif perlu untuk mengukur
dengan akurat kuantitas atau kadar dari sampel dan kuantitas reagen yang
digunakan serta kuantitas produk hasil reaksi (Treadwell & Hall, 1942).
Analisis gravimetri adalah proses isolasi serta penimbangan suatu unsur
atau senyawaan tertentu dari unsur tersebut, dalam bentuk yang semurni mungkin.
Unsur atau senyawaan itu dipisahkan dari suatu porsi zat yang sedang diselidiki,
yang telah ditimbang. Sebagian besar penetapan-penetapan pada analisis
gravimetri menyangkut perubahan unsur atau radikal yang akan ditetapkan
menjadi sebuah senyawaan yang murni dan stabil, yang dapat dengan mudah
diubah menjadi satu bentuk yang sesuai untuk ditimbang. Lalu bobot unsur atau
radikal itu dengan mudah dapat dihitung dari pengetahuan kita tentang rumus
senyawaannya serta bobot atom unsur-unsur penyusunnya (Basset, et. al., 1994).
Gravimetri merupakan cara pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan
yang paling sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya.
Analisis gravimetri merupakan cara analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap
(berat konstan). Pekerjaan analisis secara gravimetri dapat dibagi dalam beberapa
langkah sebagai berikut, yaitu pengendapan, penyaringan, pencucian endapan,
pengeringan, pemanasan atau pemijaran, dan penimbangan endapan hingga
konstan (Gandjar & Rohman, 2007).
Gravimetri dapat digunakan untuk menentukan hampir semua anion dan
kation anorganik serta zat-zat netral seperti air, belerang dioksida, karbon dioksida
dan iodium. Selain itu, berbagai jenis senyawa organik dapat pula ditentukan
dengan mudah secara gravimetri. Contoh-contohnya antara lain : penentuan kadar
laktosa dalam susu, salisilat dalam sediaan obat, fenolftalein dalam obat pencahar,
nikotina dalam pestisida, kolesterol dalam biji-bijian dan benzaldehida dalam
buah-buahan tertentu. Jadi, sebenarnya cara gravimetri merupakan salah satu cara
yang paling banyak dipakai dalam pemeriksaan kimia (Rivai, 1995).
Selain dengan cara pengendapan, pemisahan analit murni dapat dilakukan
dengan cara penguapan atau cara pengeringan. Dasar dari cara ini adalah
penghilangan penyusun (komponen/konstituen) yang mudah menguap. Cara ini
dilakukan dengan pemijaran secara sederhana dalam udara atau dalam aliran gas
yang tidak ikut bereaksi (indifferent), dengan memakai pereaksi kimia yang dapat