Anda di halaman 1dari 42

PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN

KETENAGANUKLIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

Undang Undang

No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran adalah

pengganti undang undang Pokok Tenaga Atom No. 31 tahun 1964 yang
mengatur seluruh masalah pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia. Adapun
penggantian

undang

undang

ini dilakukan

mengingat perkembangan

pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia sudah semakin pesat dan meluas


sehingga perlu dilakukan perubahan untuk mengakomodasi kepentingan
pemanfaatan tersebut. Selain itu sesuai dengan rekomendasi IAEA melalui
Nuclear Safety Convention tahun 1994 dan Basic Safety Standard No. 115
tahun 1996 perlu dilakukan pemisahan antara badan pengatur dan badan
pelaksana. Dasar perubahan ini perlu diketahui paling tidak bahwa pemain dan
wasit tidak boleh berada dalam satu atap sehingga benturan kepentingan
(conflict interest) dapat dihindari. Dengan demikian para pelaku pengawasan
pemanfaatan tenaga nuklir atau inspektur dapat melaksanakan tugasnya dengan
baik tanpa ada prasangka bahwa tugasnya akan dapat dipengaruhi oleh pihak
lain.

Inspektur sebagai pengawas tidak boleh hanya mengandalkan pengetahuan


tehnis di lapangan akan tetapi juga harus mengetahui secara umum aturan main
atau dasar hukum dan peraturan sehingga tidak ragu-ragu dalam mengambil
tindakan di lapangan. Undang-undang sebagai induk dari peraturan harus
diketahui dan dipahami oleh semua inspektur. Sedangkan secara khusus para
inspektur yang telah dibagi ke dalam bidang-bidangnya harus mengetahui
secara detail hal-hal yang berhubungan dengan bidang yang dimilikinya. Para
inspektur yang tergabung ke dalam Safeguards harus mengetahui seluruh
peraturan yang berhubungan dengan safeguards bahan nuklir. Demikian juga
halnya dengan para inspektur Instalasi dan Bahan nuklir serta Inspektur
Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif harus paham secara teknis dan peraturan
perundangan yang berlaku pada bidang itu. Dari Peraturan Pemerintah sebagai
1

peraturan pelaksanaan undang-undang hingga Peraturan Kepala Bapeten yang


secara spesifik telah mengatur hal yang lebih khusus harus benar-benar
dipahami oleh para inspektur sehingga mereka akan professional di bidangnya.

Makalah

ini

berisi

Undang-undang

No.

10

tahun

1997

tentang

Ketenaganukliran, Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2000 tentang Kesehatan


dan Keselamatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion, Peraturan Pemerintah
No. 64 tahun 2000 tentang Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir, Peraturan
Pemerintah No. 134 tahun 2000 tentang Tarif atas Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP) di Bapeten, Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2002 tentang
Pengangkutan Zat Radioaktif, Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2002 tentang
Pengelolaan Limbah Radiaoktif, dan sedikit pembahasan tentang Rancangan
Peraturan Pemerintah tentang Pembangunan dan Pengoperasian Reaktor Nuklir
serta

Rancangan

Peraturan

Pemerintah

tentang

Pembangunan

dan

Pengoperasian Instalasi Nuklir Non Reaktor. Sedangkan Peraturan Kepala


Bapeten tidak terlalu disajikan di dalam makalah ini sebab masing-masing
Peraturan Kepala Bapeten akan dibahas pada pelatihan jenjang yang lebih
tinggi agar secara teknis dan hukum dapat memahami serta melaksanakannya
di lapangan.

BAB II
UNDANG UNDANG KETENAGANUKLIRAN

Istilah ketenaganukliran diartikan sebagai hal yang berkaitan dengan


pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
nuklir serta pengawasan kegiatan yang berkaitan dengan tenaga nuklir.
Sedangkan tenaga nuklir sendiri diartikan sebagai tenaga dalam bentuk apapun
yang dibebaskan dalam proses transformasi inti, termasuk tenaga yang berasal
dari sumber radiasi pengion.

Pemanfaatan adalah

kegiatan yang berkaitan dengan tenaga nuklir yang

meliputi penelitian, pengembangan, penambangan, pembuatan, produksi,


pengangkutan, penyimpanan, pengalihan, eksport, import, penggunaan,
dekomisioning, dan pengelolaan limbah radioaktif untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat.

Pemanfaatan tenaga nuklir yang telah digunakan

dapat dibagi menjadi 2

bagian yaitu untuk energi dan non energi. Pemanfaatan tenaga nuklir untuk
energi adalah dalam bentuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN),
dimana di dalam reaktor nuklir terjadi reaksi nuklir yang mengakibatkan
timbulnya panas dan panas ini diubah menjadi uap yang selanjutnya uap akan
dipergunakan memutar turbin yang pada akhirnya terjadi listrik.

Menurut Undang-Undang ini, reaktor nuklir adalah salah satu dari Instalasi
nuklir disamping fasilitas yang digunakan untuk pemurnian, konversi,
pengayaan bahan nuklir, fabrikasi bahan bakar nuklir dan/ atau olah ulang
bahan bakar bekas. Demikian juga halnya fasilitas yang digunakan untuk
menyimpan bahan bakar nuklir dan bahan bakar bekas disebut sebagai Instalasi
nuklir. Sedangkan pemanfaatan tenaga nuklir dalam bentuk non energi sangat
banyak didapati dan digunakan di Indonesia seperti penggunaan zat radioaktif
dan sinar-X untuk radiografi, Logging, Gauging, Analisa bahan, Kaos lampu,
Perunut/tracer, dan lain-lain.

Dalam bidang penelitian terutama banyak digunakan di pusat penelitian seperti


yang dilakukan di Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), mulai dari skala
kecil sampai dengan skala besar.

Pemanfaatan tenaga nuklir dalam bidang kesehatan antara lain untuk


mendiagnosa penyakit dengan metode kedokteran nuklir atau penggunaan
sinar-X lainnya. Penggunaan dalam bidang terapi dimana radiasi digunakan
untuk membunuh sel-sel kanker. Untuk semua pemanfaatan tenaga nuklir ini,
hal yang harus diutamakan adalah keselamatan, sesuai dengan prinsip
keselamatan radiasi dimana dalam pemanfaatan tenaga nuklir harus didasarkan
azas manfaat. Dengan kata lain bahwa penggunaan tenaga nuklir di berbagai
bidang, keuntungan yang didapat harus jauh lebih besar daripada resiko yang
ditimbulkannya. Demikian juga penggunaan bahan nuklir tidak boleh
disalahgunakan untuk tujuan lain yang dapat membahayakan manusia.

Di dalam undang undang disebutkan bahwa bahan nuklir, yang terdiri atas
bahan galian nuklir, bahan bakar nuklir, dan bahan bakar bekas dapat
digunakan siapa saja namun harus tunduk pada peraturan yang ada serta
diawasi oleh pemerintah.

Dalam bab kelembagaan telah dipisahkan antara Badan Pelaksana dengan


Badan Pengawas sehingga kebebasan pengawasan dapat lebih terjamin dan
tidak terjadi benturan kepentingan seperti dahulu dimana pelaksanaan dan
pengaturan serta pengawasan tenaga atom berada di bawah satu atap.
Pemisahan kedua fungsi pelaksanaan dan pengawasan ini adalah salah satu
ketentuan yang dipersyaratkan oleh Konvensi Keselamatan Nuklir.

Disamping kedua badan ini juga dapat dibentuk Majelis Pertimbangan Tenaga
Nuklir yang berfungsi memberikan masukan kepada pemerintah tentang
pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia dan unsur yang ada di dalam Majelis
ini dapat yang berasal dari perguruan tinggi, para pakar, tokoh masyarakat, dan
lain lain. Demikian juga halnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat
dibentuk untuk melakukan usaha di bidang ketenaganukliran jika diperlukan.
4

Khusus untuk penelitian dan pengembangan tenaga nuklir adalah menjadi


tugas utama Badan Pelaksana. Dalam penyelenggaraan penelitian

di

pengembangan itu Badan Pelaksana dapat bekerja sama dengan Instansi dan
badan lain yang dapat berupa swasta nasional maupun asing.

Salah satu hal yang penting yang diatur didalam undang undang ini adalah
bahwa pengusahaan tenaga nuklir dalam bentuk komersial, dapat dilakukan
oleh badan swasta, koperasi maupun BUMN. Sedangkan pengusahaan tenaga
nuklir yang non komersial dapat dilakukan oleh Badan Pelaksana dan tentunya
bila ada pihak swasta, koperasi maupun BUMN ingin melakukan pengusahaan
yang non komersial tersebut dapat bekerja sama dengan Badan Pelaksana.
Khusus dalam pembangunan dan pengoperasian reaktor nuklir yang berskala
besar dan komersial seperti PLTN hanya dapat dilakukan oleh swasta, koperasi
maupun BUMN, sedangkan badan pelaksana tidak boleh melakukannya.
Pembangunan dan pengoperasian reaktor nuklir ini harus terlebih dahulu
dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia.

Pelaksanaan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia diawasi oleh Badan


Pengawas (dalam hal ini adalah BAPETEN) melalui pengaturan, perizinan, dan
pemeriksaan (inspeksi). Peraturan menentukan bahwa semua pemanfaatan
tenaga nuklir termasuk sumber radiasi pengion harus memiliki izin.

Setiap petugas yang mengoperasikan reaktor nuklir dan petugas tertentu di


dalam instalasi nuklir/radiasi tersebut harus diuji untuk menentukan
kualifikasinya. Petugas tersebut adalah supervisor reaktor, operator reaktor,
ahli radiografi, operator radiografi, petugas proteksi radiasi, petugas dosimetri,
petugas maintenance sebelum mendapatkan surat izin bekerja. Dengan kata
lain bahwa untuk pengoperasian reaktor nuklir dibutuhkan operator dan
supervisor reaktor yang mampu untuk mengoperasikan reaktor dengan selamat.
Disamping itu masih ada tenaga yang dibutuhkan sebagai petugas proteksi
radiasi yang dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang berhubungan
dengan proteksi radiasi. Sedangkan untuk instalasi lain di luar reaktor nuklir
dibutuhkan orang tertentu yang telah diuji kemampuannya dan mendapatkan
izin dari yang berwenang.
5

Untuk melakukan pemeriksaan keselamatan nuklir yang meliputi seluruh


wilayah Indonesia tentunya harus ada petugas pengawas, yang disebut sebagai
inspektur, yang diangkat dan diberhentikan oleh Kepala BAPETEN. Dengan
demikian tidak ada inspektur yang melakukan tugas inspeksi di luar inspektur
yang diangkat oleh Kepala Bapeten. Namun suatu hal yang ditekankan adalah
agar BAPETEN melakukan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan
mengenai pelaksanaan upaya yang menyangkut keselamatan dan kesehatan
pekerja, dan masyarakat serta perlindungan terhadap lingkungan hidup.
Dalam pemanfaatan tenaga nuklir hal yang perlu diperhatikan adalah limbah
radioaktif yang dihasilkan oleh instalasi tersebut akan dikelola oleh badan
pelaksana. Oleh karena itu penghasil limbah radioaktif tingkat rendah dan
tingkat sedang harus mengumpulkan, mengelompokkan, atau mengolah dan
menyimpan sementara limbah tersebut sebelum diserahkan ke badan
pelaksana. Sedangkan limbah radioaktif aktivitas tingkat tinggi, penghasil
limbah harus menyediakan tempat sementara yang dapat menyimpan limbah
tersebut selama operasi reaktor nuklir dan kemudian akan disimpan kelak ke
tempat penyimpanan lestari. Penentuan tempat penyimpanan lestari limbah
radioaktif

tingkat tinggi perlu dibicarakan dengan DPR untuk mendapat

persetujuan karena menyangkut perubahan suatu daerah yang semula dapat


dimanfaatkan menjadi

suatu daerah yang sama sekali

tidak dapat

dimanfaatkan untuk kepentingan lain.

Bila terjadi kerugian yang mengakibatkan kematian, cacat, atau hal lain yang
merugikan yang disebabkan oleh kekritisan nuklir maka akibat tersebut harus
dibayar oleh pengusaha melalui asuransi. Dengan kata lain bahwa setiap
dibangunnya instalasi nuklir maka pengusaha instalasi harus mengasuransikan
instalasi tersebut yang dapat membayar kerugian paling banyak 900 milliar
rupiah.

Untuk setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja ataupun pengusaha


instalasi nuklir dipidana dengan denda serta kurungan yang diatur sebagai
berikut :
6

1.

Bila reaktor nuklir dioperasikan tanpa memiliki izin dari BAPETEN


maka akan dikenakan denda paling banyak Rp 1 milliar dan pidana
penjara paling lama 15 tahun. Dan apabila pada saat operasi reaktor
nuklir yang tidak memiliki izin tersebut menimbulkan kerugian nuklir,
maka akan dikenakan pidana penjara seumur hidup atau paling lama 20
tahun dan didenda paling banyak Rp. 1 milliar , dan dalam hal terpidana
tidak mampu bayar denda maka diganti dengan kurungan paling lama 1
tahun (pasal 41).

2.

Bila orang tertentu (seperti Petugas Proteksi Radiasi, Ahli Radiografi,


Operator Radiografi, Petugas Maintenance, Petugas Dosimetri, Operator
Reaktor, Supervisor Reaktor) seperti disebutkan dalam undang undang ini
bekerja tanpa memiliki izin dari BAPETEN akan dikenakan pidana
penjara paling lama 2 tahun dan atau didenda paling banyak Rp. 50 juta,
dan apabila terpidana tidak mampu bayar denda maka dipidana dengan
kurungan paling lama 6 bulan (pasal 42).

3.

Bila pemanfaatan tenaga nuklir non reaktor (seperti penggunaan Zat


Radioaktif dan ataupun Sumber Radiasi lainnya untuk Radiografi,
Logging, Gauging, Analisa, Perunut, Penelitian, Kedokteran yang
meliputi Diagnosa pesawat sinar-X, terapi, kedokteran nuklir, dll)
dioperasikan tanpa izin dari BAPETEN akan dikenakan denda paling
banyak sebesar Rp. 100 juta dan bila terpidana tidak mampu membayar
denda tersebut maka dikenakan pidana penjara paling lama 1 tahun (pasal
43)

4.

Bila penghasil limbah radioaktif tingkat rendah dan tingkat sedang tidak
mengikuti cara pengelolaan seperti yang disebut dalam undang undang
ini akan didenda paling banyak Rp. 100 juta. Sedangkan bagi penghasil
limbah radioaktif tingkat tinggi, pengelolaannya tidak mengikuti
peraturan perundangan yang berlaku akan didenda paling banyak sebesar
Rp. 300 juta dan pidana penjara paling lama 5 tahun. Dan bila terpidana
tidak mampu membayar denda akan dipidana penjara paling lama 1
tahun penjara (pasal 44).

BAB III
KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN
RADIASI PENGION

Salah satu peraturan pelaksanaan dari undang undang ketenaganukliran


tersebut adalah Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2000 tentang Keselamatan
dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion dan secara operasional
diatur lagi dengan Keputusan Kepala BAPETEN No. 01/Ka-BAPETEN/V-99
yaitu tentang Ketentuan Keselamatan Kerja terhadap Radiasi (SK ini segera
akan direvisi agar sesuai dengan Basic Safety Standard (BSS) No. 115 tahun
1996).

Peraturan Pemerintah ini adalah sebagai pengganti Peraturan

Pemerintah No. 11 Tahun 1975 tentang Keselamatan kerja terhadap Radiasi


yang mulai diberlakukan sejak diundangkan pada tanggal 21 Agustus 2000
yang baru lalu.

Adapun isi dari Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2000 antara lain adalah
: Penjelasan beberapa istilah yang digunakan dalam peraturan pemerintah ini
Ruang lingkup dan tujuan; Sistim Pembatasan Dosis; Sistim Manajemen
Keselamatan Radiasi; Kalibrasi; Penanggulangan Kecelakaan Radiasi; dan
Sanksi Administratif.

Penjelasan yang diberikan terhadap beberapa istilah yang sering digunakan


dalam hal keselamatan radiasi antara lain :
1.

Tenaga nuklir adalah tenaga dalam bentuk apapun yang dibebaskan


dalam proses transformasi inti, termasuk tenaga yang berasal dari sumber
radiasi pengion.

2.

Instalasi adalah instalasi zat radioaktif dan instalasi sumber radiasi


pengion

3.

Nilai Batas Dosis adalah dosis terbesar yang diizinkan oleh BAPETEN
yang dapat diterima oleh pekerja radiasi dan anggota masyarakat dalam
jangka waktu tertentu tanpa menimbulkan efek genetik dan somatik yang
berarti akibat pemanfaatan tenaga nuklir.

4.

Petugas Proteksi Radiasi adalah petugas yang ditunjuk oleh Pengusaha


Instalasi

dan oleh BAPETEN dinyatakan mampu melaksanakan

pekerjaan-pekerjaaan yang berhubungan dengan proteksi radiasi.


5.

Pekerja Radiasi adalah setiap orang yang bekerja di instalasi nuklir atau
instalasi radiasi pengion yang diperkirakan menerima dosis radiasi
tahunan melebihi dosis untuk masyarakat umum.

6.

Pengusaha Instalasi adalah Pimpinan Instalasi atau orang lain yang


ditunjuk untuk mewakilinya dan bertanggung-jawab pada instalasinya.

7.

Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak direncanakan termasuk


kesalahan operasi, kerusakan ataupun kegagalan fungsi alat atau kejadian
lain yang menjurus timbulnya dampak radiasi, kondisi paparan radiasi
dan atau kontaminasi yang melampaui batas keselamatan.

Peraturan ini bertujuan untuk menjamin keselamatan, keamanan, dan


ketenteraman, kesehatan para pekerja dan anggota masyarakat, serta
perlindungan terhadap lingkungan hidup. Sedangkan lingkup peraturan ini
adalah mengatur tentang persayaratan sistim pembatasan dosis, sistim
manajemen keselamatan radiasi, kalibrasi, kesiapsiagaan dan penanggulangan
kecelakaan radiasi.

Khusus sistim manajemen keselamatan radiasi yang diatur adalah Organisasi


Proteksi Radiasi, Pemantauan Dosis Radiasi dan Radioaktivitas, Peralatan
Proteksi Radiasi, Pemeriksaan Kesehatan, Penyimpanan Dokumentasi,
Jaminan Kualitas, Pendidikan dan Pelatihan, dan Kalibrasi.
Sistim pembatasan dosis ini harus memenuhi prinsip-prinsip keselamatan dan
kesehatan yaitu Justifikasi, Limitasi dan Optimasi.

Justifikasi adalah setiap pemanfaatan tenaga nuklir harus berlandaskan azas


manfaat dimana resiko yang ditimbulkan oleh pemanfaatan tenaga nuklir harus
jauh lebih kecil dibandingkan dengan manfaat yang diterima. Limitasi adalah
nilai batas dosis yang ditetapkan oleh peraturan tidak boleh dilampaui.
Optimasi adalah bahwa dalam pemanfaatan tenaga nuklir penyinaran harus
diupayakan serendah mungkin dengan mempertimbangkan faktor sosial dan
ekonomi.
9

Dengan berlandaskan prisip yang telah disebutkan maka setiap pengusaha


instalasi yang merancang, membuat, mengoperasikan dan atau merawat sistem
dan komponen sumber radiasi harus mencegah terjadinya penerimaan dosis
radiasi berlebih. Oleh karena itu setiap membuat rancangan sumber harus
memenuhi standar yang telah ditentukan. Nilai batas dosis adalah suatu acuan
bagi setiap pekerja untuk mengontrol dirinya atau orang lain dalam mencapai
keselamatan radiasi sehingga apabila para pekerja mendapatkan dosis radiasi di
bawah nilai yang telah ditetapkan hal ini menunjukkan kondisi yang aman.
Namun dalam satu lokasi yang terdapat beberapa instalasi radiasi pengion
harus ditentukan nilai batas dosis dan pelepasan radioaktivitas yang paling
rendah sehingga tingkat kumulasi tidak melampaui nilai batas yang telah
ditentukan.

Nilai Batas Dosis yang dimaksudkan di dalam peraturan ini adalah berlaku
untuk pekerja radiasi maupun untuk masyarakat umum yang masing-masing
besarnya ditentukan di dalam Keputusan Kepala BAPETEN No. 01/KaBAPETEN/V-99. Nilai Batas Dosis ini adalah suatu nilai apabila diterima tidak
mempunyai efek baik somatik maupun genetik. Tentang penerimaan dosis ini
sebaiknya berprinsip pada ALARA (as low as reasonably achievable). Nilai
Batas Dosis ini tidak termasuk radiasi yang didapatkan dari alam dan dari
pemeriksaan kesehatan. Dosis radiasi yang didapat oleh masyarakat umum juga
dapat diakibatkan pelepasan zat radioaktif dari suatu instalasi atom ke
lingkungan. Oleh karena itu telah dikeluarkan Keputusan Kepala BAPETEN
No. 02/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Baku Tingkat Radioaktivitas Di
Lingkungan, dimana setiap pelepasan zat radioaktif ke lingkungan baik gas,
cair, maupun padat telah ditentukan batas aktivitasnya.

Apabila suatu instalasi melepaskan zat radioaktif dengan aktivitasnya melebihi


nilai yang telah ditentukan dalam ketentuan tersebut maka instalasi tersebut
harus melakukan tindakan sampai nilai yang telah ditetapkan tidak dilampaui.

Agar dalam pemanfaatan tenaga nuklir semua pekerjaan terorganisir dengan


baik dibutuhkan organisasi proteksi radiasi dengan unsur-unsur yang terlibat di
10

dalamnya minimum terdiri dari Pengusaha Instalasi, Petugas Proteksi Radiasi


(PPR) Pekerja Radiasi.

Pengusaha instalasi adalah pimpinan instalasi atau orang lain yang ditunjuk
untuk mewakilinya. Dengan demikian segala tanggung-jawab atas segala
sesuatu yang berhubungan dengan pemanfaatan tenaga nuklir tersebut adalah
berada ditangannya.

Untuk menangani hal-hal yang berhubungan dengan proteksi radisi maka pada
satu instalasi paling tidak harus memiliki satu orang Petugas Proteksi Radiasi
(PPR).

Pengusaha Instalasi dapat menunjuk dirinya sendiri atau orang lain sebagai
PPR setelah mendapat persetujuan dari Instansi Yang Berwenang. Persetujuan
dimaksud dapat berupa pengesahan setelah menempuh suatu ujian yang
dilaksanakan oleh Instansi Yang Berwenang dan selanjutnya dikeluarkan Surat
Izin Bekerja (SIB), atau dengan kebijakan lain yang diberikan oleh Instansi
Yang Berwenang. Khusus untuk persyaratan menjadi Petugas Proteksi Radiasi
telah ditetapkan

dengan Keputusan Kepala BAPETEN No. 17/Ka-

BAPETEN/IX-99. Di dalam Keputusan ini disebutkan bahwa untuk menjadi


PPR harus memiliki pendidikan minimum Sarjana Muda atau D-3 teknik.
Selain itu semua calon PPR harus mengikuti dan lulus kursus yang diadakan
oleh lembaga kursus yang telah diakreditasi oleh BAPETEN setelah itu baru
dapat mengikuti ujian PPR. Jika yang bersangkutan lulus maka akan diberikan
Surat Izin Bekerja (SIB) PPR yang berlaku selama 5 (lima) tahun. Setelah lima
tahun dapat diperpanjang lagi secara otomatis asalkan telah mengikuti kursus
penyegaran yang dilakukan oleh BAPETEN minimum 2 (dua) kali selama SIB
berlaku.

Didalam Keputusan Kepala BAPETEN No. 17/Ka-BAPETEN/IX-99 tersebut


selain mengatur Pedoman Pengujian PPR, juga mengatur mengenai Pedomana
Pengujian Untuk Operator Reaktor dan Supervisor Reaktor. Persyaratan untuk
menjadi operator adalah berijazah serendah-rendahnya SMU dan Sekolah
Menengah Kejuruan eksakta atau teknik, sedangkan untuk supervisor
11

serendah-rendahnya D-III ekstakta atau teknik dengan masing-masing


pengalaman minimal 2 tahun di bidang nuklir.

PPR ini bertanggung-jawab atas segala sesuatu yang berhubungan dengan


keselamatan setiap orang dalam lingkungan kekuasaannya serta diwajibkan
menyusun Pedoman Kerja, Instruksi, dan lain-lain yang berhubungan dengan
keselamatan radiasi.

Para pekerja radiasi yang dipekerjakan dalam suatu instalasi di samping harus
dibekali dengan pendidikan dan pelatihan tentang keselamatan dan kesehatan
kerja terhadap radiasi, juga harus sehat jasmani dan rohani. Hal ini harus
dibuktikan dengan pemeriksaan kesehatan oleh dokter yang ditunjuk oleh
Instalasi

bersangkutan. Para pekerja diwajibkan memanfaat- kan segala

sesuatu yang dapat mengurangi penerimaan dosis radiasi seperti penggunaan


peralatan proteksi, memahami juklaknya, dan lain-lain.

Setiap pekerja radiasi dalam melaksanakan pekerjaan di medan radiasi


diharuskan memakai peralatan monitor perorangan seperti film badge, TLD,
ataupun dosimeter saku. Pemakaian film badge disarankan dilakukan
maksimum selama 3 bulan setelah itu harus dikirim kepada instansi pengolah
film badge untuk mengetahui berapa besar dosis radiasi yang diterima selama
bekerja. Instansi pengolah film badge ini harus segera mengirim hasil
bacaannya kepada pengguna dan memberikan tembusan kepada BAPETEN.

Dalam hal terjadi penerimaan dosis besar yang melampaui nilai batas dosis
yang

ditentukan

maka

instansi

pengolah

harus

sesegera

mungkin

memberitahukan kepada pengguna untuk mendapat tindak lanjut. Suatu hal


yang penting juga adalah bahwa hasil bacaan yang dilakukan oleh instansi
pengolah harus dicatat secara teratur oleh instansi pengguna yang disebut
sebagai kartu dosis radiasi.

Disamping peralatan monitor perorangan ini, maka pengusaha instalasi harus


menyediakan peralatan proteksi radiasi lainnya seperti surveymeter untuk
12

dipakai para pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya. Alat ini harus


dikalibrasi sebelum dipakai untuk menjamin keakurasian pengukurannya.

Seperti disebutkan sebelumnya bahwa setiap pekerja harus sehat jasmani dan
rohani

sehingga sebelumnya harus dilakukan pemeriksaan kesehatan.

Pemeriksaan kesehatan ini diwajibkan dilakukan pada calon pekerja radiasi


sebelum bekerja dengan radiasi. Selama bekerja dengan radiasi para pekerja
juga mendapat kewajiban diperiksakan kesehatannya secara periodik minimum
sekali setahun dan bila diperlukan dapat memeriksakan kesehatannya lebih
teliti lagi terutama bila terjadi kecelakaan radiasi dan penerimaan dosis tinggi.
Apabila seorang pekerja radiasi memutuskan hubungan kerja dengan instalasi
dimana ia bekerja maka dia mendapat kesempatan memeriksakan kesehatannya
terakhir dengan biaya ditanggung oleh instalasi tersebut.

Hasil pemeriksaan kesehatan dan kartu dosis harus disimpan secara baik
selama 30 tahun setelah pekerja tersebut berhenti bekerja. Dokumen ini adalah
salah satu dokumen proteksi radiasi.

Khusus untuk pemanfaatan tenaga nuklir yang memiliki potensi radiologi


tinggi diharuskan untuk membuat program jaminan kualitas mulai dari
kegiatan perencanaan, pembangunan, pengoperasian dan perawatan instalasi,
serta pengelolaan limbah radioaktif. Progran jaminan kualitas ini harus
dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari BAPETEN.

Pengusaha instalasi diwajibkan melakukan pencegahan terjadinya kecelakaan


radiasi yaitu dengan menerapkan dan melaksanakan seluruh peraturan dan
juklak yang ada. Khusus untuk pemanfaatan tenaga nuklir yang memiliki
dampak radiologi tinggi, pengusaha instalasi diwajibkan untuk membuat
Rencana Penanggulangan Keadaan Darurat yang sekurang-kurangnya memuat
: jenis/klasifikasi kecelakaan yang mungkin terjadi, organisasi penanggulangan
keadaan

darurat,

prosedur

penanggulangan

keadaan

darurat,

peralat

penagggulangan yang dibutuhkan, personil, latihan, dan sistim komunikasi.

13

Pelanggaran atas peraturan ini dikenakan sanksi administratif yang kalau tidak
diindahkan akan dapat dikenakan sanksi pidana seperti yang tertera di dalam
UU No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran.

14

BAB IV
PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

Peraturan pelaksanaan lain dari Undang-undang Ketenaganukliran adalah


Peraturan Pemerintah No. 64 tahun 2000 tentang Perizinan Pemanfaatan
Tenaga Nuklir tanggal 21 Agustus 2000 yang lalu, bersamaan dengan PP 63
tahun 2000.

Istilah pemanfaatan di dalam peraturan ini diartikan secara luas, tidak hanya
berarti penggunaan tetapi meliputi perbuatan lain yang berhubungan dengan
tenaga nuklir, misalnya : penguasaan, pengedaran, penjualan, penyimpanan,
penyerahan, pengangkutan, eksport, import dan lain-lain. Jadi setiap perbuatan
itu memerlukan izin dari Instansi Yang Berwenang yaitu Bapeten. Namun
dalam hal perizinan ini pengecualian, yang telah ditetapkan dengan Keputusan
Kepala Bapeten No. 19/Ka-BAPETEN/X-99, bahwa pemanfaatan tenaga
nuklir aktivitas yang tidak melebihi batas yang tertera dalam Keputusan tidak
memerlukan izin pemanfaatan.

Tujuan sistem perizinan adalah agar pengguna memenuhi segala persyaratan


keselamatan yang ditentukan oleh Badan Pengawas antara lain peralatan yang
dipakai, tenaga kerja, peralatan keselamatan dan lain-lain serta agar Pemerintah
mengetahui dimana saja zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya
digunakan di Indonesia, sebab radiasi itu berbahaya.

Secara umum sistem ini memang dilakukan dimana-mana di banyak negara di


dunia. Perbedaannya adalah pada instansi yang diberi wewenang yang
menangani. Misalnya di Belgia, Denmark, Perancis, Swiss izin pemakaian di
bidang kesehatan tidak dimintakan ke Badan Pengawas Tenaga Nuklir
melainkan kepada Menteri Kesehatan. Sedangkan di Belanda dimintakan ke
Menteri Urusan Sosial dan Kesehatan Masyarakat. Di Amerika Serikat,
Nuclear Regulatory Commission melakukan pengawasan terhadap PLTN dan
bahan nuklir. Di Indonesia pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir dilakukan
oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) yang meliputi tenaga yang
dihasilkan oleh transformasi inti dan sumber radiasi pengion.
15

Untuk mendapat izin pemanfaatan tenaga nuklir maka pemohon harus


memenuhi syarat sebagai berikut :
1.

Memiliki izin usaha atau izin lain dari instansi yang bersangkutan.

2.

Memiliki fasilitas instalasi untuk melaksanakan pemakaian tenaga nuklir

3.

Memiliki tenaga yang cakap dan terlatih baik untuk bekerja dengan
tenaga nuklir;

4.

Memiliki peralatan tehnis yang diperlukan untuk menjamin perlindungan


terhadap radiasi.

5.

Memiliki prosedur kerja.

Sebagai dasar untuk melakukan pemanfaatan maka dipersyaratkan bagi


pengguna telah memiliki izin usaha sehingga dalam pemanfaatan ini tidak ada
yang berusaha dalam bidang ketenaganukliran tanpa izin usaha. Tentunya
persyaratan ini tidak berlaku untuk lembaga pemerintah.

Fasilitas instalasi

pengertiannya adalah tempat, bangunan atau kompleks

dengan kegiatan dalam bidang tenaga nuklir.

Persyaratan kedua di atas adalah fasilitas atau bangunan atau ruangan yang
tersedia atau peralatan dan pendukungnya (untuk instalasi terbuka) harus
sedemikian rupa sehingga tidak ada radiasi yang membahayakan pekerja
maupun anggota masyarakat lain. Dengan demikian persyaratan ini bergantung
pada jenis pemakaian radiasi. Persyaratan untuk permohonan izin penggunaan
irradiator, radiografi industri, pemasangan pesawat sinar-X untuk kesehatan
tidak sama.

Adanya tenaga yang cakap dan terlatih baik harus dibuktikan dengan ujian
yang dilakukan oleh Bapeten dan telah mendapatkan SIB. Persyaratan untuk
mendapatkan SIB ini telah dijelaskan sebelumnya yaitu berdasarkan SK
Kepala Bapeten No. 17/Ka-BAPETEN/IX-99.

Seperti disebutkan sebelumnya bahwa radiasi tidak dapat dilihat dengan panca
indera dan hanya dapat diketahui dengan peralatan. Peralatan minimum untuk
16

para pekerja dalam persyaratan ini adalah monitor perorangan dan


surveymeter. Monitor perorangan adalah digunakan untuk mengetahui besarnya dosis radiasi yang diterima pada saat bekerja sedangkan surveymeter
digunakan untuk mengetahui laju paparan radiasi pada daerah kerja sehingga
penerimaan dosis dapat direncanakan. Surveymeter harus dikalibrasi minimum
sekali setahun agar keakurasiannya dapat dipercaya.

Sesuai dengan peraturan bahwa izin dapat diberikan kepada perseorangan atau
Badan asalkan memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Di dalam Peraturan
Pemerintah ini tegas disebutkan bahwa apabila pemohon telah memenuhi
semua persyaratan maka dalam 14 (empat belas hari) izin sudah harus terbit.
Apabila suatu ketika persyaratan tidak dipenuhi lagi seperti tenaga kerja yang
cakap dan terlatih pindah kerja maka dia harus diganti dengan orang
mempunyai kualifikasi yang sama dengan orang terdahulu dan harus
diberitahukan ke Bapeten. Kalau hal tersebut tidak dapat dipenuhi maka Orang
atau Badan yang diberi izin tersebut tidak memenuhi syarat lagi untuk bekerja
dengan tenaga nuklir. Di dalam Peraturan Pemerintah ini tegas disebutkan
bahwa apabila terjadi perubahan data perizinan sebelum izin berakhir,
pemegang izin harus segera mengajukan permohonan perubahan terhadap izin
yang sudah diterbitkan.

Masa berlaku setiap izin tentu ada namun untuk masing-masing tujuan
pemanfaatan adalah berbeda. Namun dalam hal pemanfaatan irradiator izin
yang diberikan adalah bertahap yaitu izin konstruksi dan izin operasi yang
berlaku selama 5 (lima) tahun. Bila masa berlakunya izin sudah atau akan
berakhir maka permohonan perpanjangan dapat diajukan kembali, tentunya
izin perpanjangan ini akan diberikan jika syarat izin terpenuhi. Namun harus
diingat bahwa dalam keadaan tertentu izin dapat dicabut atau dibekukan untuk
sementara. Sebagai contoh dapat disebut tidak adanya lagi personil yang cakap
dan

terlatih

untuk

bekerja

dengan

radiasi,

tidak

menyelenggarakan

dokumentasi yang berkaitan dengan pekerjaan dengan zat radioaktif dan atau
sumber radiasi lainnya, melakukan tindakan yang justru memperbesar bahaya
yang timbul akibat zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya, dan lain-lain.
Untuk pelanggaran ini sudah barang tentu diberikan peringatan kepada
17

Badan/Instansi/Perorangan tersebut. Namun kalau peringatan ini tidak diindahkan maka selanjutnya dapat dilakukan pembekuan izin untuk sementara
hingga tegoran atau peringatan tersebut dilaksanakan. Jika hal ini juga tidak
diindahkan maka akan dilakukan pencabutan izin, artinya tidak memenuhi
syarat lagi untuk menggunakan tenaga nuklir. Apabila hal ini terjadi dan
pengguna tetap bekerja maka dapat dikenakan sanksi pidana seperti tertera di
dalam UU No. 10 tahun 1997

Yang paling sering dilupakan oleh Pengusaha Instalasi Nuklir atau Pemegang
izin adalah kewajiban mereka sebagai pemegang izin. Di dalam Peraturan
Pemerintah ini ada beberapa kewajiban Pemegang izin yaitu :
1.

Memberikan kesempatan untuk pemeriksaan yang akan diadakan oleh


Instansi Yang Berwenang terhadap Instalasi pemanfaatan tenaga nuklir

2.

Memberikan kesempatan untuk pemeriksaan kesehatan tenaga kerja oleh


ahli-ahli dari Instansi Yang Berwenang atau dengan kerja sama dengan
instansi-instansi Pemerintah yang lain untuk menilai efek radiasi terhadap
kesehatan.

3.

Menyelenggarakan

dokumentasi

mengenai

segala

sesuatu

yang

bersangkutan dengan tenaga nuklir.


4.

Melakukan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah atau memperkecil


bahaya yang timbul akibat pemanfaatan tenaga nuklir terhadap kesehatan
dan keselamatan pekerja radiasi, masyarakat dan lingkungan hidup.

5.

Mentaati peraturan, pedoman kerja, dan lain-lain ketentuan yang


dikeluarkan oleh BAPETEN dan instansi lain terkait.

6.

Memanfaatkan tenaga nuklir sesuai dengan tujuan dalam izin

7.

Melaporkan kepada BAPETEN dan atau instansi lain yang terkait apabila
terjadi kecelakaan radiasi.

8.

Memberikan laporan mengenai pemantauan dosis radiasi pekerja radiasi

9.

Melaporkan pemantauan daerah kerja

dan lingkungan hidup untuk

instalasi yang mempunyai potensi dampak radiologi tinggi kepada


BAPETEN
10. Melaksanakan rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan
lingkungan untuk instalasi yang mempunyai dampak radiologi tinggi.
18

Salah satu yang perlu diingat bahwa dalam Peraturan Pemerintah ini
disebutkan bahwa Pemegang izin bertanggung-jawab atas kerugian yang
timbul akibat pemanfaatan tenaga nuklir.

Sedangkan sanksi dapat diberikan secara administratif mulai peringatan,


pembekuan izin sampai dengan pencabutan izin. Bila telah dinyatakan izin
dicabut dan kegiatan pemanfaatan tenaga terus dilakukan maka akan dikenakan
sanksi pidana seperti diatur di dalam Undang-undang No. 10 tahun 1997
tentang Ketenaganukliran.

19

BAB V
PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF

Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2002 tentang Keselamatan Pengangkutan


Zat Radioaktif (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 No. 51 dan
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4201) mencabut
Peraturan Pemerintah No. 13 tahun 1975 tentang Pengangkutan Zat Radioaktif
adalah peraturan yang mengatur khusus pengangkutan zat radioaktif di seluruh
Indonesia.

Di dalam peraturan ini yang dimaksud dengan Pengangkutan zat radioaktif


adalah pemindahan dari suatu tempat ke tempat lain melalui jaringan lalu-lintas
umum, dengan menggunakan sarana angkutan darat, air atau udara.

Pengertian pengangkutan disini adalah termasuk juga hal-hal mengenai disain,


pembuatan, penyiapan, pengiriman, pemeliharaan dan perbaikan pembungkus,
pemuatan, serta penyimpanan selama transit, penyimpanan sebelum dan
sesudah pengangkutan, pembongkaran, dan penerimaan bungkusan. Peraturan
pengangkutan ini berlaku juga untuk pengangkutan bahan nuklir. Namun
ketentuan pengangkutan zat radioaktif ini tidak berlaku untuk :
1.

pemindahan zat radioaktif di dalam instalasi;

2.

zat radioaktif diproduksi yang dipasang atau dimasukkan ke dalam tubuh


manusia atau binatang hidup untuk diagnosa atau terapi;

3.

zat radioaktif yang merupakan bagian tak terpisahkan dari sarana


angkutan;

4.

zat radioaktif dalam bentuk barang atau produk konsumen

5.

zat radioaktif yang berasal dari alam dalam ukuran tertentu.

Pengaturan lebih detail masalah pengangkutan ini telah diatur dengan


Keputusan Kepala BAPETEN No. 04/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Ketentuan
Keselamatan untuk Pengangkutan Zat Radioaktif, dan telah diterbitkan pula
Keputusan Kepala BAPETEN No. 05-P/Ka-BAPETEN/VII-00 tentang
Pedoman Persyaratan Untuk Keselamatan Pengangkutan Zat Radioaktif. Perlu
diingat bahwa selain ketentuan yang disebut pada peraturan pengangkutan zat
20

radioaktif ini berlaku juga ketentuan lain yang berlaku umum untuk
pengangkutan barang melalui udara, laut maupun darat. Karena dalam
peraturan

pengangkutan

ini

juga

dibicarakan

mengenai

Pengangkut,

Pembungkus, Bungkusan, Pengirim, dan Penerima maka sebaiknya harus


dimengerti benar apa istilah-istilah tersebut.

Pengangkut adalah orang atau badan yang melakukan pengangkutan zat


radioaktif.

Pembungkus

adalah

perangkat

komponen

yang

diperlukan

untuk

mengungkung zat radioaktif sepenuhnya, dapat terdiri dari satu wadah atau
lebih, bahan penyerap, kerangka, penahan radiasi, peralatan untuk mengisi dan
mengosongkan, pengatur ventilasi dan tekanan, dan peralatan untuk
pendinginan, peredam goncangan, untuk pengangkutan dan pengokohan, untuk
penahan panas, dan peralatan.

Bungkusan adalah pembungkus dengan isi zat radioaktif di dalamnya, yang


disiapkan untuk diangkut.

Pengirim adalah orang atau badan yang menyiapkan pengiriman untuk


pengangkutan zat radioaktif dan dinyatakan dalam dokumen pengangkutan.

Penerima adalah orang atau badan yang menerima zat radioaktif dari Pengirim
dan dinyatakan dalam dokumen pengangkutan.

Dalam pelaksanaan pengangkutan zat radioaktif maka Pengirim, dan Penerima


harus memiliki izin terlebih dahulu dari BAPETEN sebelum melakukan
pengiriman, pengangkutan ataupun penerimaan. Masing-masing pengirim,
pengangkut, dan penerima mempunyai tanggung-jawab. Namun perlu
disebutkan disini bahwa apabila dalam pengangkutan zat radioaktif tidak ada
persetujuan dari BAPETEN maka pengangkutan tidak boleh dilakukan dan
sebaliknya apabila dalam pelaksanaan pengangkutan tersebut telah ada
persetujuan dari BAPETEN maka pengangkutan dapat dilakukan sebab
BAPETEN telah menjamin keselamatan radiasi selama pengangkutan tersebut.
21

Pengirim bertanggung-jawab atas kelayakan bungkusan yang akan dikirim,


artinya pengirim harus menjamin bahwa bungkusan yang dikirim layak untuk
diangkut baik terhadap keutuhan bungkusan selama pengangkutan ataupun
tingkat radiasi pada permukaan atau jarak tertentu dari permukaan bungkusan.
Jaminan ini dapat dibuktikan dengan sertifikat

bungkusan zat radioaktif

tersebut.

Di dalam bungkusan harus disertakan dokumen zat radioaktif secara lengkap


baik yang menyangkut aktivitas zat radioaktif, bentuk fisik dan lain-lain.
Demikian juga tanda radiasi di luar bungkusan harus jelas dengan keterangan
kategori bungkusan, aktivitas serta indeks angkutan.

Untuk keperluan keselamatan maka pengirim juga mempunyai kewajiban


memberitahukan segala sesuatu mengenai bungkusan yang dikirimnya
termasuk petunjuk teknis serta bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh zat
radioaktif tersebut. Dengan demikian apabila terjadi suatu kerugian terhadap
pihak lain akibat kekeliruan pemberitahuan, keterangan yang kurang teliti,
salah atau tidak lengkap dari pengirim maka yang bertanggung-jawab atas
kerugian tersebut adalah pengirim.

Sebelum pengangkutan dilaksanakan maka semua informasi tentang zat


radioaktif tersebut harus dievaluasi mulai dokumen yang diajukan hingga
konstruksi dan bahan pembungkus zat radioaktif tersebut. Dalam hal ini bila
BAPETEN membutuhkan keterangan tambahan ataupun yang menyangkut
semua informasi barang yang dikirim maka pengirim berkewajiban
memberikannya.

Pengangkut dalam melaksanakan pengangkutan zat radioaktif harus tunduk


pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh BAPETEN.

Bungkusan zat radioaktif tidak boleh diangkut dalam satu ruangan dengan
barang-barang berbahaya lainnya demikian juga halnya dengan film yang
belum diproses tidak boleh diletakkan dekat dengan bungkusan.
22

Pengirim sebelum melaksanakan pengangkutan wajib :


1.

memberikan informasi yang lengkap dan benar secara tertulis kepada


Pengangkut tentang bungkusan, bahaya radiasi dan sifat bahaya lain yang
mungkin terjadi, dan cara penanggulangannya;

2.

memberikan tanda, label, dan atau plakat pada kendaraan angkutan jalan
dan jalan rel;

3.

memberikan petunjuk secara tertulis kepada Pengangkut apabila tidak


mungkin menyerahkan bungkusan kepada Penerima, yang sekurangkurangnya berisi :
a. pemberitahuan kepada Pengirim dan BAPETEN;
b. penyimpanan bungkusan di tempat yang aman; dan
c. pengembalian bungkusan kepada Pengirim;
d. menyiapkan proteksi fisik selama pengangkutan bahan
nuklir.

Apabila informasi yang diberikan oleh Pengirim tidak benar, dan timbul
kerugian oleh Pengangkut atau pihak lain, maka Pengirim tersebut bertanggung
jawab atas semua kerugian yang ditimbulkan.

Pengirim berkewajiban juga memberikan kesempatan kepada BAPETEN untuk


melakukan pemeriksaan terhadap pelaksanaan bungkusan. Disamping itu wajib
segera memberitahukan kepada Penerima saat datangnya bungkusan di tempat
tujuan.

Selama dalam pengangkutan maka pengangkut harus menjaga sedemikian rupa


sehingga bungkusan tidak mengalami kerusakan yang diakibatkan penanganan
yang tidak benar. Dengan kata lain bahwa pengangkut bertanggung-jawab atas
bungkusan yang diangkut sejak saat menerima dari pengirim sampai saat
penyerahan kepada penerima, kecuali ditentukan lain dalam surat perjanjian
pengangkutan.

Apabila terjadi kerusakan selama pengangkutan maka

Pengangkut harus memberitahukan kepada BAPETEN dan Pengirim, dan


mengawasi akses ke bungkusan.

Dalam hal terjadi penyitaan oleh yang


23

berwajib atau bungkusan hilang, Pengangkut harus melaporkan kepada


BAPETEN dan Pengirim.

Penerima pada saat menerima bungkusan dari Pengangkut wajib memeriksa


bungkusan dari kemungkinan terjadinya kerusakan atau kebocoran. Dan dalam
hal terjadi kerusakan atau kebocoran harus segera melakukan pengukuran
tingkat radiasi dan atau kontaminasi.

Selanjutnya melaporkan hasil

pengukuran ke BAPETEN paling lambat 5 hari sesudah pengukuran. Apabila


kerusakan dan atau kebocoran dapat menyebabkan bahaya radiasi dan atau
kontaminasi maka Penerima melakukan tindakan pengamanan sesuai dengan
cara penanggulangan yang tercantum dalam dokumen pengangkutan.
Tindakan pengamanan ini dilaporkan kepada BAPETEN paling lama 5 hari
setelah tindakan pengamanan.

BAPETEN setelah menerima laporan wajib menindak lanjuti dengan cara


memberi petunjuk yang perlu dilakukan oleh Penerima dan atau pengarahan
langsung di lapangan. Dalam melaksanakan tindakan ini, BAPETEN dapat
meminta bantuan BATAN atau instansi terkait lainnya.

Pengirim harus melakukan pembungkusan sesuai dengan tipe dan dan kategori
bungkusan.

Tipe bungkusan ini harus memenuhi persyaratan pengujian

bungkusan yang dilakukan oleh laboratorium yang telah terakreditasi dan


ditunjuk oleh BAPETEN. Bungkusan yang telah lolos uji diberikan sertifikat
lolos uji. Pengujian ini tidak dilakukan terhadap bungkusan yang dikecualikan.

Bungkusan yang dikirim ke Indonesia harus disertai dengan sertifikat


bungkusan yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang di negara asal
bungkusan, selanjutnya BAPETEN dapat melakukan validasi atas sertifikat
tersebut.

Bungkusan tersebut tidak boleh berisi barang-barang lain kecuali dokumen


yang diperlukan dalam pengangkutan dan peralatan untuk penanganan zat
radioaktif. Untuk pembungkusan zat radioaktif yang mempunyai sifat bahaya
lain harus memperhatikan semua sifat bahan tersebut.
24

Setiap bungkusan yang akan diangkut harus disertai dokumen penangkutan dan
diberi tanda, label, dan atau plakat yang jelas.

Dokumen tersebut harus

diletakkan di bagian luar dan menjadi satu kesatuan dengan bungkusan.


Bungkusan yang diangkut ini tidak boleh terkontaminasi melebihi batas yang
ditetapkan oleh BAPETEN.

Setiap pengangkutan zat radioaktif harus memenuhi Asas Proteksi Radiasi.


Dalam melakukan pengangkutan bahan nuklir Pengirim harus memenuhi
persyaratan proteksi fisik.

Pemeriksaan atas bungkusan bisa saja dilakukan oleh Instansi Yang


Berwenang (misalnya Kepolisian, Bea Cukai) hanya boleh dilakukan dengan
peralatan tertentu dan dihadiri oleh atau atas petunjuk Petugas Proteksi Radiasi.
Kalau bungkusan dibuka maka harus dikembalikan ke dalam kondisi semula
sebelum diserahkan kepada Penerima.

Di dalam pelaksanaan pengangkutan maka Pengangkut harus menempatkan


bungkusan secara terpisah pada jarak aman dari petugas yang melaksanakan,
tempat para pekerja dan anggota masyarakat, film fotografi yang belum
diproses, dan atau bahan berbahaya dan beracun lainnya, selama pengangkutan,
penyimpanan selama transit, dan penyimpanan sementara sebelum dan sesudah
pengangkutan. Hal ini penting karena dari zat radioaktif secara terus menerus
dipancarkan radiasi sehingga dapat membahayakan baik petugas maupun
penumpang lainnya. Pemantauan dosis radiasi terhadap petugas pengangkut
harus dilakukan sesuai dengan kondisi pengangkutan. Dalam hal ini petugas
hanya diperbolehkan menerima dosis radiasi sebesar 5 mSv/tahun sedangkan
masyarakat atau penumpang lain hanya diperbolehkan menerima dosis radiasi
sebesar 1 mSv/tahun.

Tangki yang telah digunakan untuk mengangkut zat radioaktif tidak boleh
digunakan untuk menyimpan atau mengangkut barang lainnya, sebelum
dinyatakan aman atau bebas kontaminasi.

Kendaraan pengangkut dan

peralatan yang digunakan secara terus menerus untuk mengangkut zat


25

radioaktif

harus dipantau

secara berkala untuk

menentukan

tingkat

kontaminasi.

Pekerja yang secara rutin terlibat langsung dalam pengangkutan zat radioaktif
harus mendapatkan pelatihan mengenai pengangkutan zat radioaktif, dan
pelatihan ini menjadi tanggung jawab Pengangkut.

Pengirim dalam pangangkutan zat radioaktif dan bahan nuklir harus menyusun
Program Jaminan Kualitas, dan disampaikan kepada BAPETEN untuk
disetujui.

Program Jaminan Kualitas yang telah disetujui tersebut

dilaksanakan oleh Pengirim selama tahap persiapan pengiriman sebelum


diserahkan kepada Pengangkut dan dilaksanakan oleh Pengangkut selama
pengangkutan, penyimpanan selama transit, dan penyimpanan sebelum dan
sesudah pengangkutan, sebelum diserahkan kepada Penerima.

Jenis dan aktivitas zat radioaktif dalam suatu bungkusan tidak boleh melebihi
batas yang ditentukan untuk tipe bungkusan. Sedangkan untuk pengangkutan
zat radioaktif yang mempunyai sifat bahaya lain harus juga memenuhi
ketentuan pengangkutan bahan berbahaya dan beracun.

Dalam hal terjadi kecelakaan radiasi, Pengangkut wajib melaporkan kepada


BAPETEN, Pengirim, pejabat yang berkepentingan misalnya polisi, pejabat
pamong praja (seperti Camat, Bupati), pejabat perhubungan pada daerah atau
tempat terjadinya kecelakaan, dan Penerima.

Pada saat terjadi kecelakaan

mengakibtkan bungkusan pecah, bocor atau rusak, petugas pengangkut harus


mengisolasi tempat kejadian dengan pemagaran dan memberi tanda yang jelas.
Selanjutnya Pengangkut melaporkan kepada BAPETEN, Pengirim, dan
Penerima. Petugas Proteksi Radiasi dari Pengirim atau Penerima, mana yang
terdekat dengan tempat kecelakaan, harus secepatnya dikirim untuk memeriksa
dan memimpin tindakan penanggulangan serta menyatakan bahwa daerah
tersebut telah bebas dari bahaya radiasi. Tingkat kebocoran akibat kecelakaan
yang melebihi nilai batas yang ditetapkan oleh BAPETEN tidak boleh
diteruskan pengirimannya sebelum diperbaiki dan didekontaminasi. Dengan
26

adanya laporan tersebut, BAPETEN dapat mengkoordinasikan atau memimpin


tindakan penanggulangan.

Terhadap pelanggaran dalam kegiatan pengangkutan zat radioaktif atau bahan


nuklir, maka BAPETEN dapat memberikan sanksi administratif baik dari
peringatan tertulis sampai dengan pencabutan izin. Sedangkan bagi Pengirim
atau Penerima yang tidak mempunyai izin maka dapat dikenakan sanksi
pidana.

27

BAB VI
PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

Pengelolaan limbah radioaktif apabila tidak dilaksanakan sesuai dengan


ketentuan, maka akan dapat membahayakan keselamatan pekerja, masyarakat,
dan lingkungan hidup termasuk juga generasi yang akan datang.

Saat ini telah diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2002 tentang
Pengelolaan Limbah Radioaktif (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 No. 52 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4202),
dan telah ada peraturan pelaksanaannya yaitu Keputusan Kepala BAPETEN
No. 03/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Ketentuan Keselamatan Pengelolaan
Limbah Radioaktif, dan telah pula dipersiapkan juga Keputusan Kepala
BAPETEN tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Limbah Radioaktif oleh
Pemakai.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2002 tersebut digunakan istilahistilah antara lain limbah radioaktif, limbah radioaktif tingkat rendah, limbah
radioaktif tingkat sedang, limbah radioaktif tingkat tinggi, tingkat aman,
penghasil limbah radioaktif, pengelola limbah radioaktif, pengelolaan limbah
radioaktif, pengolahan limbah radioaktif, pengelolaan lingkungan hidup,
penyimpanan

sementara,

penyimpanan,

penyimpanan

lestari,

dan

dekomisioning instalasi.

Yang disebut dengan limbah radioaktif adalah zat radioaktif dan atau bahan
serta peralatan yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena
pengoperasian instalasi nuklir atau instalasi yang memanfaatkan radiasi
pengion yang tidak dapat digunakan lagi.

Limbah radioaktif tingkat rendah adalah limbah radioaktif dengan aktivitas di


atas tingkat aman (clearance level) tetapi di bawah tingkat sedang, yang tidak
memerlukan penahan radiasi selama penanganan dalam keadaan normal dan
pengangkutan.
28

Limbah radioaktif tingkat sedang adalah limbah radioaktif dengan aktivitas di


atas tingkat rendah tetapi di bawah tingkat tinggi yang tidak memerlukan
pendingin, dan memerlukan penahan radiasi selama penanganan dalam
keadaan normal dan pengangkutan.

Limbah

radioaktif tingkat tinggi adalah limbah radioaktif dengan tingkat

aktivitas di atas tingkat sedang, yang memerlukan pendingin dan penahan


radiasi dalam penanganan pada keadaan normal dan pengangkutan, termasuk
bahan bakar nuklir bekas.

Tingkat aman adalah nilai yang ditetapkan oleh BAPETEN dan dinyatakan
dalam konsentrasi aktivitas atau tingkat kontaminasi, dan atau aktivitas total
pada atau di bawah nilai tersebut, sumber radiasi dibebaskan dari pengawasan.

Penghasil limbah radioaktif adalah Pemegang Izin yang karena kegiatannya


menghasilkan limbah radioaktif.

Pengelola limbah radioaktif adalah Badan Pelaksana atau Badan Usaha Milik
Negara, koperasi, dan atau badan swasta yang bekerja sama dengan atau
ditunjuk oleh Badan Pelaksana, yang melaksanakan pengelolaan limbah
radioaktif.

Pengelolaan

limbah

radioaktif

adalah

pengumpulan,

pengelompokan,

pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan atau pembuangan limbah


radioaktif.
Pengolah limbah radioaktif adalah Penghasil limbah radioaktif atau Badan
Pelaksana atau Badan Usaha Milik Negara, koperasi, dan atau badan swasta
yang bekerjasama dengan atau ditunjuk oleh Badan Pelaksana yang mengolah
limbah radioaktif.

Pengolahan limbah radioaktif adalah proses untuk mengubah karakteristik dan


komposisi limbah radioaktif sehingga apabila disimpan dan atau dibuang tidak
membahayakan masyarakat dan lingkungan hidup.
29

Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi


lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,
pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian
lingkungan hidup.

Penyimpanan sementara adalah penempatan limbah radioaktif sebelum


penempatan tahap akhir.

Penyimpanan adalah penempatan tahap akhir limbah radioaktif tingkat rendah


dan sedang.

Penyimpanan lestari adalah penempatan tahap akhir limbah radioaktif tingkat


tinggi.

Dekomisioning instalasi adalah suatu kegiatan untuk menghentikan secara


tetap beroperasinya instalasi nuklir atau instalasi yang memanfaatkan
radioaktif

antara lain

dilakukan

zat

dengan pemindahan zat radioaktif,

pembongkaran komponen instalasi, dekontaminasi, dan pengamanan akhir.

Dalam pengelolaan limbah ini harus menerapkan Asas Proteksi Radiasi yang
meliputi asas justifikasi, limitasi, dan optimasi.
Tujuan pengelolaan limbah radioaktif yaitu untuk melindungi keselamatan dan
kesehatan pekerja, anggota masyarakat, dan lingkungan hidup dari bahaya
radiasi dan atau kontaminasi.

Limbah radioaktif diklasifikasikan dalam jenis limbah radioaktif tingkat


rendah, tingkat sedang, dan tingkat tinggi. Limbah yang telah diklasifikasikan
ini dikelompokkan berdasarkan kuantitas dan karakteristik limbah radioaktif
yang meliputi aktivitas, waktu paro, jenis radiasi, bentuk fisik dan kimia, sifat
racun, dan asal limbah radioaktif.

Agar penimbunan atau penyimpanan limbah yang tidak semestinya di wilayah


Republik Indonesia dapat dicegah, maka setiap orang atau badan yang akan
melakukan pemanfaatan tenaga nuklir wajib menyatakan kepada BAPETEN
30

bahwa limbah radioaktif akan dikembalikan ke negara asal atau diserahkan


kepada Badan Pelaksana untuk dikelola.

Pengembalian limbah ini wajib

mendapatkan persetujuan dari BAPETEN. Persetujuan tersebut untuk jangka


waktu 30 hari, dan selanjutnya bukti pengembalian wajib diserahkan kepada
BAPETEN selambat-lambatnya 14 hari setelah pelaksanaan pengiriman.
Dalam hal limbah radioaktif akan dikelola oleh BATAN, maka BAPETEN
memberitahukan kepada BATAN.

BATAN atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN), koperasi, dan atau badan
swasta yang akan melakukan pengelolaan limbah radioaktif wajib memperoleh
izin dari BAPETEN. Izin untuk BUMN, koperasi, dan atau badan swasta
diberikan setelah ada bukti kerjasama dengan atau penunjukkan dari BATAN.

Pembangunan dan dan pengoperasian fasilitas pengumpulan, pengelompokan,


atau pengolahan dan penyimpanan sementara limbah radioaktif yang dihasilkan
dari penambangan bahan galian nuklir dan non nuklir wajib memperoleh izin
dari BAPETEN. begitu juga untuk pembangunan dan pengoperasian instalasi
penyimpanan lestari limbah radioaktif.

Izin untuk pembangunan dan dan

pengoperasian instalasi penyimpanan lestari limbah radioaktif meliputi izin


tapak, izin konstruksi, dan izin operasi.

Dalam pengelolaan limbah radioaktif, BATAN mempunyai tanggung jawab :


1.

penyusunan dan penetapan prosedur dan petunjuk teknis pengelolaan


limbah radioaktif;

2.

pengelolaan limbah radioaktif yang berasal dari aplikasi teknik nuklir dan
Penghasil limbah radioaktif lainnya, untuk diolah, disimpan sementara
atau disimpan lestari;

3.

penyediaan tempat penyimpanan limbah radioaktif tingkat rendah dan


sedang, dan penyimpanan lestari limbah radioaktif tingkat tinggi; dan

4.

pembinaan teknis pengelolaan limbah radioaktif terhadap Pengelola dan


Penghasil limbah radioaktif.

31

Penghasil limbah radioaktif harus mengusahakan volume dan aktivitas limbah


radioaktif

serendah

mungkin

melalui

perancangan,

pembangunan,

pengoperasian, dan dekomisioning instalasi yang tepat.

Penghasil limbah radioaktif tingkat rendah dan tingkat sedang wajib


mengumpulkan, mengelompokkan, atau mengolah dan menyimpan sementara
limbah radioaktif tersebut, sebelum diserahkan kepada BATAN, atau dapat
langsung ke lingkungan apabila telah mencapai tingkat aman.

Untuk itu

penghasil limbah harus menyediakan tempat penampungan sesuai dengan


volume dan karakteristik limbah radioaktif, serta mempunyai peralatan yang
dapat digunakan untuk mendeteksi limbah radioaktif. Penghasil limbah harus
membuat dan menyimpan catatan yang sekurang-kurangnya meliputi kuantitas,
karekteristik, dan waktu dihasilkannya limbah radioaktif dan menyampaikan
catatan tersebut sekurang-kurangnya 1 kali dalam 6 bulan harus disampaikan
kepada BAPETEN.

Untuk penghasil limbah radioaktif tingkat tinggi catatan sekurang-kurangnya


meliputi kuantitas, karakteristik, nomor identifikasi, radionuklida yang
terkandung, dan waktu dihasilkan limbah radioaktif. Khusus untuk penghasil
bahan bakar nuklir bekas selain catatan ini harus mempunyai juga sistem
pertanggungjawaban dan pengawasan bahan nuklir, sistem proteksi fisik, dan
membuat catatan pengayaan dan fraksi bakar. Catatan tersebut sekurangkurangnya 1 kali dalam 6 bulan harus disampaikan kepada BAPETEN.

Limbah radioaktif yang berasal dari luar negeri tidak diizinkan untuk disimpan
di dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, keculai limbah radioaktif
yang berasal dari zat radioaktif yang di produksi di dalam negeri., dengan
disertai bukti bahwa zat radioaktif tersebut dibuktikan dengan dokumen yang
menyatakan bahwa zat radioaktif tersebut berasal dan diproduksi dari
Indonesia.

Untuk bahan bakar nuklir bekas dilarang untuk diolah oleh Penghasil limbah
radioaktif, dan wajib disimpan sementara sekurang-kurangnya selama masa
operasi reaktor nuklir.

Selama atau setelah penyimpanan sementara maka


32

dapat diserahkan kepada BATAN untuk penyimpanan lestari atau dikirim


kembali ke negara asal.

Tempat penyimpanan sementara bahan bakar nuklir bekas harus memenuhi


persyaratan sekurang-kurangnya yaitu lokasi bebas banjir, tahan gempa,
didesain sehingga terhindar dari terjadinya kekritisan, dilengkapi peralatan
proteksi radiasi, dilengkapi sistem pendingin, dilengkapi penahan radiasi,
dilengkapi sistem proteksi fisik, dan dilengkapi sistem pemantau radiasi.

Limbah radioaktif tingkat rendah dan sedang dapat diolah sendiri oleh
penghasil limbah radioaktif, dan selanjutnya wajib diserahkan kepada BATAN.
Apabila tidak mengolah sendiri dapat menyerahkan kepada pengolah limbah
radioaktif yaitu BATAN, atau BUMN, koperasi dan atau badan swasta yang
bekerjasama dengan atau ditunjuk oleh BATAN. Penyerahan ini dibuat berita
acara serah terima yang memuat kuantitas dan karakteristik limbah radioaktif,
dan waktu penyerahan limbah radioaktif. Salinan berita acara tersebut harus
diserahkan kepada BAPETEN.

Limbah radioaktif tingkat tinggi yang bukan bahan bakar bekas dilarang diolah
oleh Penghasil limbah radioaktif dan wajib disimpan sementara sebelum
diserahkan ke BATAN atau dikirim kembali ke negara asal.

Penyerahan

tersebut harus dengan berita acara serah terima yang memuat kuantitas dan
karakteristik limbah radioaktif, dan waktu penyerahan limbah radioaktif.
Salinan berita acara dan bukti pengiriman tersebut harus diserahkan kepada
BAPETEN, selambat-lambatnya 14 hari sejak penyerahan atau pengiriman
kembali limbah radioaktif.

Pengolah limbah radioaktif harus memenuhi persyaratan sekurang- kurangnya :


1.

mempunyai program dan melakukan pengelolaan dan pemantauan


lingkungan secara berkala;

2.

melakukan analisis limbah radioaktif secara lengkap sebagai tahapan


untuk menentukan metode pengolahan yang tepat;

3.

memiliki sistem proteksi untuk mengendalikan tingkat radiasi dan


kontaminasi;
33

4.

menggunakan unit pengolah yang sesuai dengan metode pengolahannya;


dan

5.

mempunyai tempat penampungan sementara limbah radioaktif.

Dalam hal pengangkutan limbah radioaktif wajib memenuhi ketentuan


pengangkutan zat radioaktif dan pengangkutan pada umumnya.

Suatu tempat penyimpanan sementara limbah radioaktif tingkat rendah dan


sedang harus memenuhi persyaratan sekruang-kurangnya :
1.

lokasi bebas banjir;

2.

tahan terhadap gempa;

3.

desain bangunan disesuaikan dengan kuantitas dan karakteristik limbah,


dan upaya pengendalian pencemaran;

4.

dilengkapi dengan peralatan proteksi radiasi; dan

5.

dilakukan pemantuan secara berkala.

Untuk tempat penyimpanan sementara limbah radioaktif tinggi ditambah


persyaratan ada sistem pendingin dan penahan radiasi.

Penyimpanan limbah radioaktif tingkat rendah dan sedang hanya dapat


dilakukan oleh BATAN, dan tempat penyimpanan tersebut harus memenuhi
persyaratan sekurang-kurangnya :
1.

lokasi bebas banjir dan terhindar dari erosi;

2.

lokasi tahan terhadap gempa dan memenuhi karakteristik materi bumi dan
sifat kimia air;

3.

dilengkapi dengan sistem pemantau radiasi dan radioaktivitas lingkungan;

4.

dilengkapi dengan sistem pendingin;

5.

dilengkapi dengan sistem penahan radiasi;

6.

dilengkapi dengan sistem proteksi fisik;

7.

memenuhi distribusi populasi penduduk dan tata wilayah sekitar lokasi


penyimpanan; dan

8.

memperhitungkan laju paparan radiasi eksterna.

34

Sedangkan untuk tempat penyimpanan lestari limbah radioaktif harus


memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya :
1.

lokasi bebas banjir dan terhindar dari erosi;

2.

lokasi tahan terhadap gempa dan memenuhi karakteristik materi bumi dan
sifat kimia air;

3.

di desain sehingga terhindar dari terjadinya kekritisan;

4.

dilengkapi dengan sistem pemantau radiasi dan radioaktivitas lingkungan;

5.

dilengkapi dengan sistem pendingin;

6.

dilengkapi dengan sistem penahan radiasi;

7.

dilengkapi dengan sistem proteksi fisik; dan

8.

memenuhi distribusi populasi penduduk dan tata wilayah sekitar lokasi


penyimpanan.

Dalam hal ada pelanggaran terhadap ketentuan dalam pengelolaan limbah


radioaktif maka dapat dikenakan sanksi administrasi dari peringatan tertulis
sampai dengan pencabutan izin. Pelanggaran terhadap ketentuan ini juga dapat
dikenakan pidana sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang tentang
Ketenaganukliran.

35

BAB VII
PERATURAN PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN INSTALASI
NUKLIR

Seperti diamanatkan oleh pasal 17 ayat (2) undang undang No. 10 tahun 1997
bahwa Pembangunan dan Pengoprasian Reaktor Nuklir dan juga Pembangunan
dan Pengoperasian Instalasi Nuklir non Reaktor diatur melalui Peraturan
Pemerintah (PP). Namun hingga kini PP tersebut belum berhasil diterbitkan.
Adapun draft tersebut telah dimulai 2 tahun yang lalu dengan penyusunan
draft konsepsi baik internal BAPETEN maupun antar departemen.
dasarnya

Pada

penyusunan draft ini sama dengan penyusunan draft peraturan

pemerintah lainnya namun karena menyangkut reaktor nuklir dan instalasi


nuklir non reaktor lainnya dan sedikit terfokus kepada sistim perizinan PLTN
sehingga sangat diperlukan kehati-hatian.
Adapun isi drfat Rancangan Peraturan Pemerintah ini adalah :
1.

Izin Tapak

2.

Izin Konstruksi

3.

Izin Operasi sementara/komissioning

4.

Izin Operasi tetap/jangka panjang

5.

Izin Dekomissioning.

6.

Setiap tahapan perizinan ini tentunya harus disertai dengan dokumen yang
telah ditentukan oleh Badan Pengawas yang selalu berpedoman pada
standar dan peraturan internasional. Dengan demikian dapat diharapkan
dengan persyaratan dan tahapan perizinan ini maka pembangunan dan
pengoperasian reaktor nuklir atau pembangunan dan pengoperasian
instalasi nuklir non reaktor tidak akan memberikan dampak negatif
terhadap pekerja, masyarakat, maupun lingkungan hidup tetapi dapat
memberikan kesejahteraan bagi negara dan bangsa.

36

BAB VIII
PENUTUP

Mengingat pandangan dan asumsi masyarakat terhadap ketenaganukliran yang


negatif maka peranan pengawas dalam melaksanakan tugasnya harus
menggambarkan bahwa tenaga nuklir tersebut tidak akan berbahaya kalau
pengawasan dilakukan dengan baik. Oleh karena itu para inspektur dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya harus menggambarkan keberpihakan
kepada masyarakat umum tanpa mengindahkan kepentingan orang peorangan
atau kelompok.

Dengan perundangan-undangan ketenaganukliran, masyarakat akan merasa


aman dan tenteram dan penggunaan tenaga nuklir yang telah banyak digunakan
di berbagai bidang tidak perlu dikhawatirkankan karena peraturan perundangan
mengharuskan pemakai mengikuti aturan-aturan yang ada supaya pekerja,
masyarakat maupun lingkungan hidup terhindar dari bahaya radiasi. Peranan
BAPETEN dalam melakukan tugasnya sebagai instansi pengawas harus benarbenar menjamin keselamatan dan keamanan dalam pemanfaatan tenaga nuklir.

37

HIMPUNAN PERATURAN KETENAGANUKLIRAN


( sampai dengan 31 Juli 2005)
No

BENTUK PERATURAN

Tentang

1.

UU No. 8 Tahun 1978

Pengesahan Perjanjian Mengenai Pencegahan


Penyebaran Senjata-Senjata Nuklir

2.

UU No. 9 Tahun 1997

Pengesahan Treaty on The Southeast Asia


Nuclear Weapon Free Zone (Traktat Kawasan
Bebas Senjata Nuklir di Asia Tenggara)

3.

UU No. 10 Tahun 1997

Ketenaganukliran

4.

PP No. 11 Tahun 1975


dicabut dengan

Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi

PP No. 63 Tahun 2000

Keselamatan dan Kesehatan


Pemanfaatan Radiasi Pengion

5.

PP No. 12 Tahun 1975


Dicabut dengan
PP No. 64 Tahun 2000

6.

7.

Terhadap

Izin Pemakaian Zat Radioaktif dan/atau


Sumber Radiasi Lainnya
Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir

PP No. 13 Tahun 1975

Pengangkutan Zat Radioaktif

dicabut dengan
PP No. 26 Tahun 2002

Keselamatan Pengangkutan Zat Radioaktif

PP No. 134 Tahun 2000

diubah dengan
PP No. 48 Tahun 2001

Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan


Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pengawas
Tenaga Nuklir
Perubahan Atas PP No.134 Th 2000 tentang

Tanggal
Ket.
disahkan
18-12-1978 LN Th 1978
No. 53
TLN
No.3129
2 04- 1997 LN Th 1997
No. 21
TLN
No.
3675
10-04-1997 LN Th 1997
No. 23
TLN
No.3676
16-04-1975 LN Th 1975
No. 15
TLN
21-08-2000 No.3051
LN Th 2000
No. 136
TLN
No.3992
16-04-1975 LN Th 1975
No.16
TLN
21-08-2000 No.3052
LN Th 2000
No.137
TLN
No.3993
16-04-1975 LN Th 1975
No.17
TLN
13- 05- 2002 No.3053
LN Th 2002
No.51
TLN
No.4202
18-12-2000 LN Th 2000
No.239
TLN
No.4041
08 06- 2001
38

No

BENTUK PERATURAN

Tentang
Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pengawas
Tenaga Nuklir

8.

PP No. 27 Tahun 2002

Pengelolaan Limbah Radioaktif

9.

KepPres No 49 Tahun 1986

10.

KepPres RI No. 80 Th 1993

11.

KepPres RI No. 81 Th 1993

12.

KepPres RI No. 82 Th 1993

13.

KepPres RI No 76 Th 1998
dicabut dengan
KepPres No. 166 Th 2000
diubah beberapa kali terakhir
dengan KepPres No. 62 Th
2001
dicabut dengan
KepPres No. 103 Th 2001,

Pengesahan Convention on the Physical


Protection of Nuclear Materials
Pengesahan An Amendement Of Article VI Of
The Statute Of The International Atomic
Energy Agency
Pengesahan Convention On Early Notification
Of A Nuclear Accident
Pengesahan Convention on Assistance in the
Case of a Nuclear Accident or Radiological
Emergency
Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN)

diubah dengan
KepPres No. 3 Th 2002
diubah dengan
KepPres No. 46 Th 2002
diubah dengan
KepPres No. 9 Th 2004
14.

KepPres No. 106 Th 2001

15.

Kep.Ka.BAPETEN
01/Ka-BAPETEN/V-99
Kep.Ka.BAPETEN
02/Ka-BAPETEN/V-99
Kep.Ka.BAPETEN
03/Ka-BAPETEN/V-99
Kep.Ka.BAPETEN
04/Ka-BAPETEN/V-99

16.
17.
18.

Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan,


Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga
Pemerintah Non Departemen.
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan,
Susunan
O Atas Keputusan Presiden No. 103
Perubahan
Tahun 2001 Tentang Kedudukan,
Tugas,
Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan
Tata
Kerja Lembaga
Pemer Presiden No. 103
Perubahan
Atas Keputusan
Tahun 2001 Tentang Kedudukan,
Tugas,
Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan
Tata
Kerja Lembaga
Pem 2002Presiden No. 103
Perubahan
Atas Keputusan
Tahun 2001 Tentang Kedudukan,
Tugas,
Fungsi,
Kewenangan,
Susunan
Organisasi,
Pengesahan Convention On Nuclear Safety
(Konvensi Tentang Keselamatan Nuklir)

Tanggal
disahkan

Ket.

LN Th 2001
No.72
TLN
No.4103
13- 05- 2002 LN Th 2002
No. 52
TLN
No.
4203
24-09-1986 LN Th 1986
No. 64
01-09-1993 LN Th 1993
No. 75
01-09-1993 LN Th 1993
No. 76
01-09-1993 LN Th 1993
No. 77
08-05-1998

23-11-2000

17-05-2001
13-09-2001

13-02-2002

01-07-2002

04-10-2001

No. Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap


Radiasi
No. Baku Tingkat Radioaktivitas Di Lingkungan

05-05-1999

No. Ketentuan Keselamatan Untuk Pengelolaan


Limbah Radioaktif
No. Ketentuan Keselamatan Untuk Pengangkutan
Zat Radioaktif

05-05-1999

LN
No.
124

05-05-1999

05-05-1999
39

No
18.
19.

BENTUK PERATURAN

Kep.Ka.BAPETEN
No. Ketentuan Keselamatan Disain Reaktor
05/Ka-BAPETEN/V-99
Penelitian
Kep.Ka.BAPETEN
No. Pembangunan dan Pengoperasian Reaktor
06/Ka-BAPETEN/V-99
Nuklir

No

BENTUK PERATURAN

20.

Kep.Ka.BAPETEN
No.
07/Ka-BAPETEN/V-99
Kep.Ka.BAPETEN
No.
08/Ka-BAPETEN/V-99
Kep.Ka.BAPETEN
No.
09/Ka-BAPETEN/V-99
Kep.Ka.BAPETEN
No.
10/Ka-BAPETEN/VI-99
Kep.Ka.BAPETEN
No.
11/Ka-BAPETEN/VI-99
Kep.Ka.BAPETEN
No.
12/Ka-BAPETEN/VI-99
Kep.Ka.BAPETEN
No.
13/Ka-BAPETEN/VI-99
dicabut dengan
Peraturan Ka. BAPETEN
No. 2 Tahun 2005
Kep.Ka.BAPETEN
No.
14/Ka-BAPETEN/VI-99
Kep.Ka.BAPETEN No. 01P/Ka-BAPETEN/VI-99
Kep.Ka.BAPETEN No. 02P/Ka-BAPETEN/VI-99
Kep.Ka.BAPETEN No. 03P/Ka-BAPETEN/VI-99

21.
22.
23.
24.
25.
26.

27.
28.
29.
30.

31.

32.

Tentang

Tentang
Jaminan Kualitas Instalasi Nuklir

Tanggal
disahkan
05-05-1999
05-05-1999

Tanggal
disahkan
05-05-1999

Ketentuan Keselamatan Radiografi Industri

05-05-1999

Ketentuan Keselamatan Radiasi Dalam


Penampangan Lubang Bor
Ketentuan Keselamatan Operasi Reaktor
Penelitian
Izin Konstruksi dan Operasi Iradiator

05-05-1999

Ketentuan Keselamatan Kerja Penambangan


dan pengelohan Bahan Galian Radioaktif
Sistem Pertanggungjawaban dan Pengendalian
Bahan Nuklir

15-06-1999

Sistem Pertanggungjawaban dan Pengendalian


Bahan Nuklir
Ketentuan Keselamatan Pabrik Kaos Lampu

15 Juli 2005

Pedoman Penentuan Tapak Reaktor Nuklir

15-06-1999

Pedoman Proteksi Fisik Bahan Nuklir

15-06-1999

Pedoman Teknis Penyusunan AMDAL Untuk


Rencana Pembangunan Dan Pengoperasian
Reaktor Nuklir
Kep.Ka.BAPETEN No. 04- Pedoman Teknis Penyusunan Analisis Mengenai
P/Ka-BAPETEN/VI-99
Dampak Lingkungan Untuk Rencana
Pembangunan dan Pengoperasian Instalasi
Nuklir dan Instalasi Lainnya
Kep.Ka.BAPETEN
No. Inspektur Badan Pengawas Tenaga Nuklir
15/Ka-BAPETEN/VIII-99
Tahun 1999/2001
dicabut dengan
Kep.Ka.BAPETEN No. 15 Inspektur Keselamatan Nuklir Badan
rev.1/Ka-BAPETEN/XII-01 Pengawas Tenaga Nuklir Tahun 2001/2003
dicabut dengan
Kep.Ka.BAPETEN
No. Inspektur Keselamatan Nuklir Badan
Pengawas Tenaga Nuklir Tahun 2005
073/Ka-BAPETEN/XII-04

Ket.

Ket.

15-06-1999
15-06-1999

15-06-1999

15-06-1999

15-06-1999

15-06-1999

30-08-1999

27-12-2001

40

33.

No
34.

35.

36.
37.
38.
39.

40.

41.
42.

Kep.Ka.BAPETEN
No.
16/Ka-BAPETEN/IX-99
dicabut dengan
Kep.Ka.BAPETEN No. 16
rev.1/Ka-BAPETEN/XII-01

Pembantu Inspektur Badan Pengawas Tenaga


Nuklir Tahun 1999/2001

BENTUK PERATURAN

Tentang

Pembantu Inspektur Badan Pengawas Tenaga


Nuklir Tahun 2001/2003

Kep.Ka.BAPETEN
No. Persyaratan Untuk Memperoleh Izin Bagi
17/Ka-BAPETEN/IX-99
Petugas Pada Instalasi Nuklir Dan Instalasi
Yang Memanfaatkan Radiasi Pengion
diubah dengan
Perubahan Atas Keputusan Kepala Badan
Kep.Ka.BAPETEN No. 17 Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 17/KaBAPETEN/IX-99 Tentang Persyaratan Untuk
rev.1/Ka-BAPETEN/IV-01
Memperoleh Izin Bagi Petugas Pada Instalasi
Nuklir dan Instalasi Yang Memanfaatkan
Radiasi Pengion
Kep.Ka.BAPETEN
No. Sertifikasi dan Akreditasi Lembaga Sertifikasi,
18/Ka-BAPETEN/II-00
Kursus dan atau Laboratorium dalam
Pemanfaatan Tenaga Nuklir
Kep.Ka.BAPETEN
No. Pengecualian dari Kewajiban Memiliki Izin
19/Ka-BAPETEN/IV-00
Pemanfaatan Tenaga Nuklir
Kep.Ka.BAPETEN No. 05- Pedoman Persyaratan Untuk Keselamat-an
P/Ka-BAPETEN/VII-00
Pengangkutan Zat Radioaktif
Kep.Ka.BAPETEN No. 06- Pedoman Pembuatan Laporan Analisis
P/Ka-BAPETEN/XI-00
Keselamatan Reaktor Penelitian
Kep.Ka.BAPETEN
No. Surat Izin Bekerja (SIB) Sementara Bagi
Petugas Proteksi Radiasi Yang Bekerja Dengan
20/Ka-BAPETEN/IV-01
Pesawat Sinar-X Diagnostik
dicabut dengan
Kep.Ka-BAPETEN No. 20 Persyaratan Dan Tata Cara Untuk Memperoleh
Dan Menerbitkan Surat Izin Bekerja (SIB)
rev1/Ka-BAPETEN/V-03
Sementara Bagi Petugas Proteksi Radiasi Yang
Bekerja Dengan Pesawat Sinar-X Diagnostik
Kep.Ka.BAPETEN No. 07- Pedoman Dekomisioning Fasilitas Medis,
P/Ka-BAPETEN/II-02
Industri Dan Penelitian Serta Instalasi Nuklir
Non-Reaktor
Kep.Ka.BAPETEN
No. Program Jaminan Kualitas Radioterapi
21/Ka-BAPETEN/XII-02
Kep.Ka.BAPETEN No. 01- Pedoman Dosis Pasien Radiodiagnostik

31-12-2004
06-09-1999

27-12-2001

Tanggal
disahkan
14-09-1999

Ket.

16-04-2001

02-02-2000

03-04-2000
21-07-2000
22-11-2000
16-04-2001

19-05-2003

14-01-2002

24-12-2002
14-01-2003
41

43.
44.
45.
46.
47.

P/Ka-BAPETEN/I-03
Kep.Ka.BAPETEN No.
P/Ka-BAPETEN/I-03
Kep.Ka.BAPETEN No.
P/Ka-BAPETEN/I-03
Kep.Ka.BAPETEN No.
P/Ka-BAPETEN/I-03
Kep.Ka.BAPETEN No.
P/Ka-BAPETEN/I-03
Kep.Ka.BAPETEN
070/Ka-BAPETEN/I-03

02- Pedoman Sistem Pelayanan Pemantauan Dosis


Eksterna Perorangan
03- Persyaratan Laboratorium Uji Bungkusan Zat
Radioaktif Tipe A dan Tipe B
04- Pedoman Pelatihan Operator dan Supervisor
Reaktor Nuklir
05- Pedoman Rencana Penanggulangan Keadaan
Darurat
No. Sistem Penjenjangan Inspetur Keselamatan
Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir

14-01-2003
14-01-2003
20-01-2003
20-01-2003
21-12-2004

42

Anda mungkin juga menyukai