Anda di halaman 1dari 15

Abses Hepar Amebik pada Orang Dewasa

Abdul Rahman Mohd Yusof Zaki


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 06 Jakarta Barat 11510
Armyz1993@gmail.com

Pendahuluan
Abses hepar merupakan infeksi pada hati yang disebabkan oleh infeksi bakteri, parasit, jamur,
maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem GIT, ditandai dengan proses supurasi dengan
pembentukan pus, terdiri dari jaringan hepar nekrotik, sel inflamasi, sel darah dalam parenkim
hepar.1
Abses hepar terbagi kepada dua secara umum, yaitu Abses Hepar Amebik (AHA) dan
Abses Hepar Piogenik (AHP/ Hepatic Abcess, Bacterial Liver Abcess). AHA merupakan salah
satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal, dan paling sering terjadi di daerah tropis/subtropik.
AHA lebih sering terjadi endemik di negara berkembang dibanding AHP. AHA terutama
disebabkan oleh Entamoeba Histolytica. E. Histolytica juga dapat menyebabkan massa pada
dinding abdomen (ameoboma) seperti halnya disentri akut. 1
Organisme Entamoeba Histolytica mencapai hepar melalui salah satu jalur berikut:
1. Infeksi asendens di saluran empedu (kolangitis asendens)
2. Melalui pembuluh darah, baik porta atau arteri
3. Infeksi langsung ke hati dari sumber di sekitar
4. Luka tembus.
Abses hepar amebik adalah lesi inflamasi yang paling umum menempati ruang hati. Agen
penyebabnya adalah protozoa, Entamoeba Histolyitica. Sekitar 10% penduduk dari populasi

dunia, terdapat Entamoeba Histolytica dalam usus mereka, yang kemudian dapat berkembang
menjadi amebiasis invasif. 1 dari 10% pasien tersebut adalah pasien dengan abses hepar amebik.
Usus besar merupakan tempat awal terjadinya infeksi. Protozoa masuk ke hepar melalui vena
portal. Amebiasis dapat terjadi pada berbagai organ tubuh tetapi hepar merupakan organ yang
paling umum untuk infeksi extra-intestinal. 1
Penyebab utama abses hepar amebik adalah Entamoeba Histolytia dan merupakan
komplikasi ekstraintestinial dari Entamoeba Histolytica yang dapat menimbulkan pus dalam hati.
Komplikasi ekstraintestinal yang paling sering terjadi akibat infeksi Entamoeba histolytica
adalah amebiasis intestinalis klinis. Entamoeba histolytica adalah protozoa usus kelas Rhizopoda
yang mengadakan pergerakan menggunakan pseudopodi atau kaki semu. 1
Terdapat 3 bentuk parasite yaitu: bentuk tropozoit, bentuk kista, dan bentuk prakista.
Tropozoit adalah bentuk yang aktif bergerak dan bersifat invasif, dapat tumbuh dan berkembang
biak, aktif mencari makanan, dan mampu memasuki organ dan jaringan. Bentuk kista Entamoeba
Histolytica bulat, dengan dinding kista dari hialin, tidak aktif bergerak. Terdapat dua ukuran
kista, yaitu minuta form yang berukuran <10 mikron, dan magnaform yang berukuran > 10
mikron. Kista yang berukuran <10 mikron disebut Entamoeba hartamani yang ditemukan dalam
tinja, tidak patogen untuk manusia. Kista yang sudah matang mempunyai empat inti dan
merupakan bentuk infektif yang dapat ditularkan pada manusia, dan tahan terhadap asam
lambung. 1
Anamnesis
Pada anamnesis, tanyakan sudah berapa lama dan apakah ada darah pada tinjanya, asupan
makanannya selama diare, frekuensi diare, dan kehilangan berat badan untuk melihat adanya
dehidrasi. Juga diusahakan memperoleh informasi mengenai riwayat pajanan terhadap gejala
yang serupa, konsumsi makanan yang terkontaminasi, berada di tempat penitipan anak, baru
bepergian ke daerah endemik diare, adanya hewan peliharaan, dan penggunaan antimikroba.
Salah satu gejala yang paling sering pada pasien abses hati adalah nyeri pada abdomen. Juga
ditanyakan warna BAK pasien karena kemungkinan terjadinya icterus.
Pertanyaan

Uraian

Nafsu makan

Baik/ buruk. Perubahan yang baru terjadi? Intoleransi makanan spesifik.

Berat badan

Berkurang/ bertambah/ tetap? Berapa banyak dan berapa lama?

Disfalgia

Adanya kesulitan menelan? Disebabkan oleh nyeri atau adanya tahanan?


Jenis makanannya apa? Keadaan yang menyebabkan hambatan? Kapan
terjadinya? Apakah adanya terjadi regurgitasi?

Diet

Termasuk pertanyaan tentang obatan yang dikonsumsi, yang dapat


merangsang lambung.

Nyeri abdominal/

Keadaan? Penjalaran? Kumpulan? Efek makanan? Efek antacid? Efek

gangguan pencernaan/

gerakan usus?

dispepsia
Muntah

Berapa banyak? Berapa sering? Isi? Ada darah atau materi yang
menyerupai kopi?

Distensi abdomen

Nyeri? Muntah? Gerakan usus berkurang atau tidak ada? Flatus?

Diare

Seberapa sering? Dalam jumlah besar atau sedikit? Darah? Mukus? Pus?
Gejala penyerta? Baru melakukan perjalanan?

Tinja

Diare? Konstipasi? Melena?

Tabel 1: Pertanyaan penting yang dapat ditanyakan mengenai gangguan di seluruh cerna.2

Pemeriksaan Fisik
Prinsip prinsip pemeriksaan
Pemeriksaan abdomen paling baik dilakukan pada pasien dalam keadaan baring dan bersantai,
kedua lengan berada di samping dan pasien bernafas melalui mulut. Pasien diminta untuk
menekukkan kedua lutut dan pinggulnya hingga otot abdomen menjadi tenang. Dokter yang
memeriksa harus merasa nyaman oleh sebab itu ranjang harus dinaikkan atau pemeriksa berlutut
di samping tempat tidur. Tangan pemeriksa harus hangat untuk menghindari terjadinya reflex
tahanan otot oleh pasien. Pemeriksaan dimulai dari inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. 3

Pemeriksaan tanda vital: Pada pemeriksaan tanda vital umumnya didapatkan, suhu badan
mengalami peningkatan, kesadaran umum melemah, nadi yang cepat dan lemah, frekuensi
nafas meningkat dan tekanan darah menurun.

Pada inspeksi ditemukan pasien icterus yang bisa disebabkan oleh keratoderma, obatobatan ataupun sakit kuning.

Berat badan saat datang perlu di ukur sebagai parameter menilai kehilangan cairan yang
terus terjadi dan sekaligus merupakan parameter keberhasilan terapi.

Bila ditemukan nafas cepat dan dalam menunjukkan asidosis metabolik. Perlu dilihat
apakah pada pasien terdapat gejala malnutrisi dan atau gagal tumbuh.

Pada palpasi umumnya bisa ditemukan hepatomegaly dan nyeri tekan pada regio kanan
atas.

Pemeriksaan Penunjang
Di sebagian besar laboratorium klinik tersedia sejumlah uji diagnostik untuk bakteri dan parasit.
Contohnya seperti:

Complete Blood Count


o

Dapat mengetahui kenaikan atau penurunan eritrosit, leukosit dan trombosit.

Pemeriksaan fungsi hepar


o Dapat mengidentifikasi kadar SGOT dan SGPT
o Kadar normal SGOT/SGPT adalah 5-40u/7-56u per liter serum

Pemeriksaan Bilirubin
o Kadar bilirubin total meningkat sebagian besar karena bilirubin indirek meningkat
o Kadar bilirubin direk meningkat mengindikasikan penurunan penghapusan
bilirubin oleh sel hepar

Juga bisa ditambahkan dengan pemeriksaan yang lain seperti serologi amebik, USG, tes albumin,
prothrombin ALP dan foto toraks.2,3

Working Diagnosis
Diagnosis abses hepar amebik kadang-kadang sulit karena manifestasi klinisnya bervariasi. Di
daerah yang endemis, abses hepar amebik harus selalu dicurigai pada pasien dengan demam,
penurunan berat badan, nyeri perut kanan atas dan nyeri tekan. Tes serologi amebik akan menjadi
positif kira-kira dua minggu sesudah infeksi. Tes ini akan mengukur kadar antibody dan pada
pasien abses hepar, kadarnya akan meninggi. Tes negative serologi amebik adalah penting karena
ia dapat menyangkal invasi E. Histolytica.4

Differential Diagnosis
1. Abses Hepar Piogenik
Abses hepar piogenik dapat berasal dari radang bilier, dari daerah splangnik melalui v.
porta, atau sistemik dari manapun di tubuh melalui a. hepatika. Sebagian sumber tidak diketahui.
Kadang disebabkan oleh trauma atau infeksi langsung dari Hepar atau sistem di sekitarnya.
Gambaran klinis abses Hepar piogenik menunjukkan manifestasi sistemik yang lebih berat dari
abses hepar amebik.4
Secara klinis, ditemukan demam yang naik turun, rasa lemas, penurunan berat badan dan
nyeri perut. Nyeri terutama di bawah iga kanan atau pada kuadran kanan atas. Dapat dijumpai
gejala dan tanda efusi pleura. Nyeri sering berkurang bila penderita berbaring pada sisi kanan.
Demam hilang timbul atau menetap bergantung pada jenis abses atau kuman penyebabnya.
Dapat terjadi ikterus, ascites dan diare. 4
Ikterus terutama terdapat pada abses hepar piogenik karena penyakit saluran empedu
disertai dengan kolangitis supurativa dan pembentukan abses multiple. Jenis ini prognosisnya
buruk. Pada pemeriksaan mungkin didapatkan hepatomegali atau ketegangan pada perut kuadran
lateral atas abdomen atau pembengkakan pada daerah intercosta. Ketegangan lebih nyata pada
perkusi. Apabila abses terdapat pada lobus kiri, mungkin dapat diraba massa di epigastrium.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit meningkat dengan jelas (> 10.000/mm3)
didapatkan pada 75-96% pasien, walaupun beberapa kasus menunjukkan nilai normal. 4
Laju endap darah biasanya meningkat dan dapat terjadi anemia ringan yang didapatkan
pada 50-80% pasien. Alkali fosfatase dapat meningkat yang didapatkan pada 95-100 pasien.
Peningkatan serum aminotransferase aspartat dan serum aminotransferase alanin didapatkan
pada 48-60% pasien. Prognosis buruk bila kadar serum amino transferase meningkat.
Peningkatan bilirubin didapatkan pada 28-73% pasien.Penurunan albumin (<3 g/dL) dan
peningkatan globulin (>3 g/dL) masih diamati. Protrombin time meningkat pada 71-87 pasien. 4
2. Hepatoma
Hepatoma (karsinoma hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari sel-sel hati.
Hepatoma merupakan kanker hepar primer yang paling sering ditemukan.Terjadinya penyakit ini
belum diketahui secara pasti. Namun, beberapa faktor yang diduga sebagai penyebabnya antara
lain virus hepatitis B dan C, sirosis hepar, aflatoksin, infeksi beberapa macam parasit, keturunan
maupun ras. 4
Keluhan dan gejala yang timbul sangat bervariasi. Pada awalnya penyakit kadang tanpa
disertai keluhan atau sedikit keluhan seperti perasaan lesu, dan berat badan menurun drastis.
Penderita sering mengeluh rasa sakit atau nyeri tumpul (rasa nyeri seperti ditekan jari atau benda
tumpul) yang terus menerus di perut kanan atas yang sering tidak hebat tetapi bertambah berat
jika digerakkan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hepar membesar dengan konsistensi keras
dan sering berbenjol-benjol, terjadi pembesaran limpa, serta perut membuncit karena adanya
asites. Kadang-kadang dapat timbul ikterus dengan kencing seperti air teh dan mata menguning. 4
Keluhan yang disertai demam umumnya terjadi akibat nekrosis pada sentral tumor.
Penderita bisa tiba-tiba merasa nyeri perut yang hebat, mual, muntah, dan tekanan darah
menurun akibat pendarahan pada tumornya. Diagnosis KHS selain memerlukan anamesis dan
pemeriksaan fisik juga beberapa pemeriksaaan tambahan seperti pemeriksaan radiologi
(rontgen), ultrasonografi (USG), computed tomography scanning (CT scan), peritneoskopi, dan
test laboratrium. Diagnosa yang pasti ditegakkan dengan biopsi Hepar untuk pemeriksaan
jaringan. 4
Hepatoma selain menimbulkan gangguan faal hepar juga membentuk beberapa jenis
hormon yang dapat meningkatkan kadar hemoglobin, kalsium, kolesterol, dan alfa feto protein di

dalam darah. Gangguan faal hepar menyebabkan peningkatan kadar SGOT, SGPT, fosfatase
alkali, laktat dehidrogenase, dan alfa-L-fukosidase. Pengobatan KHS yang telah dilakukan
sampai saat ini adalah dengan obat sitostatik, embolisasi, atau pembedahan. Prognosis umumnya
jelek. Tanpa pengobatan, kematian penderita dapat terjadi kurang dari setahun sejak gejala
pertama. 4
Etiologi
Dari berbagai spesies amoeba, hanya Entamoeba histolytica yang patogen pada manusia.
Sebagai host definitif, individuindividu yang asimtomatis mengeluarkan tropozoit dan kista
bersama kotoran mereka. Infeksi biasanya terjadi setelah menelan air atau sayuran yang
terkontaminasi. Kista adalah bentuk infektif pada amubiasis, hidup di tanah, kotoran manusia
dan bahkan pada air yang telah diklorinasi. Setelah kista tertelan, dinding kista dicerna oleh usus
halus, keluarlah tropozoit imatur.5
Tropozoit dewasa tinggal di usus besar, terutama di caecum. Sebagian besar tropozoit
kecil dan tidak invasif. Individu yang terinfeksi kemungkinan asimtomatis atau berkembang
menjadi desentri amebik. Strain Entamoeba histolytica tertentu dapat menginvasi dinding colon.
Strain ini berbentuk tropozoit besar, yang di bawah mikroskop tampak menelan sel darah merah
dan sel PMN. 5
Pertahanan tubuh penderita juga berperan dalam terjadinya amubiasis invasif. Tidak
semua amoeba yang masuk ke hepar dapat menimbulkan abses. Untuk terjadinya abses,
diperlukan faktor pendukung atau penghalang berkembang biaknya amoeba tersebut. Faktor
tersebut antara lain adalah pernah terkena infeksi amebik, kadar kolesterol yang meninggi,
pascatrauma hepar dan ketagihan alkohol. 5
Amubiasis invasif dapat menyebabkan perdarahan usus besar, perforasi, dan
pembentukan fistula. Bila terjadi perforasi biasanya pada daerah caecum. Infeksi amebik invasif
pada tempat-tempat yang jauh meliputi paru, otak dan terutama hepar. Distribusi yang luas ini
menunjukkan bahwa amoeba dapat menginvasi organ melalui penjalaran lokal atau melalui
sistem sirkulasi. Abses pada hepar diduga berasal dari invasi sistem vena porta, pembuluh limfe
mesenterium, atau melalui penjalaran intraperitoneal. 5

Dalam parenkim hepar terbentuk tempat-tempat mikroskopis di mana terjadi trombosis,


sitolisis dan pencairan, suatu proses yang disebut hepatitis amebik. Bila tempat-tempat tersebut
bergabung terbentuklah abses amebik. Struktur dari abses hepar amebik terdiri dari cairan di
dalam, dinding dalam dan kapsul jaringan penyangga. Secara klasik, cairan abses menyerupai
anchovy paste dan berwarna coklat kemerahan, sebagai akibat jaringan hepar serta sel darah
merah yang dicerna. Abses mungkin saja berisi cairan hijau atau kuning. Tidak seperti abses
bakterial, cairan abses amebik steril dan tidak berbau. Evaluasi cairan abses untuk penghitungan
sel dan enzimatik secara umum tidak membantu dalam mendiagnosis abses amebik. 5
Dinding dalam abses adalah lapisan dari jaringan nekrotik hepar dan trofozoit yang ada.
Biopsi dari lapisan ini sering memperkuat diagnosis dari investasi amebik hepar. Pada abses
lama, kapsul jaringan penyangga dibentuk oleh perkembangan fibroblast. Berbeda dengan abses
piogenik, leukosit dan sel-sel inflamasi tidak didapatkan pada kapsul dari abses amebik hepar. 5
Dibandingkan dengan abses hepar piogenik, abses hepar amebik sering terletak pada
lobus kanan dan sering superfisial serta tunggal. Data terakhir menunjukkan 70% sampai 90%
kasus pada lobus kanan hepar, terutama bagian belakang dari kubah. Lebih dari 85% kasus abses
amebik hepar adalah tunggal. Kecenderungan ini diperkirakan akibat penggabungan dari
beberapa tempat infeksi mikroskopik. 5
Ukuran abses bervariasi, dari diameter 1 sampai 25 cm, dengan pertumbuhan yang
berkelanjutan karena nekrosis aktif dari jaringan sekitar hepar. Kavitas tersebut berisi cairan
kecoklatan (hasil proses lisis sel hepar), debris granuler dan beberapa sel-sel inflamasi. Amoeba
bisa didapatkan ataupun tidak di dalam cairan pus. Bila abses ini tidak diterapi akan pecah. Dari
hati, abses dapat menembus ruang subdiafragma masuk ke paru-paru dan kadang-kadang dari
paru ini menyebabkan emboli ke jaringan otak. 5
Epidemologi
Abses hepar amoeba merupakan kasus yang jarang di Amerika Serikat. Biasanya ditemukan pada
imigran atau pendatang. Pada tahun 1994, terdapat 2.983 kasus amebiasis yang dilaporkan ke
Centers for Disease Control (CDC). Penyakit ini telah dihapus dari Sistem Surveilans Penyakit
Nasional di tahun 1995. Sekitar 4% pasien dengan kolitis amoeba dapat berkembang menjadi
abses hepar amoeba.6

Sekitar 40-50 juta orang di seluruh dunia terinfeksi setiap tahunnya, dan sebagian infeksi terjadi
di negara berkembang. Prevalensi infeksi lebih tinggi 5-10% di daerah endemik dan kadangkadang 55%. Prevalensi tertinggi ditemukan di negara-negara berkembang yang beriklim tropis,
terutama di Meksiko, India, Amerika Tengah dan Selatan dan daerah tropis di Asia dan Afrika.6
Patogenesis
Penularan abses hepar amebik terjadi secara fekal-oral, dengan masuknya kista infektif bersama
makanan atau minuman yang tercemar tinja penderita atau tinja karier amebiasis.
Di dalam usus, oleh pengaruh enzim tripsin dinding kista pecah. Di dalam sekum atau ileum
bagian bawah terjadi proses eksitasi, eksitasi adalah proses transformasi dari bentuk kista ke
bentuk tropozoit. Dalam proses eksitasi, satu kista infektif yang berinti empat tumbuh menjadi
delapan amubula, amubula menuju ke jaringan submukosa usus besar, lalu tumbuh dan
berkembang menjadi tropozoit. Bentuk tropozoit dapat menginvasi jaringan, amoeba dapat
menjadi pathogen dengan mensekresi enzim cysteine protease, sehingga dapat melisiskan
jaringan maupun eritrosit dan menyebar ke seluruh organ secara hematogen dan
perkontinuinatum.3
Amoeba yang masuk ke submukosa memasuki kapiler darah, ikut dalam aliran darah melalui
vena porta ke hati. Di hati Entamoeba Histolytica mensekresi enzim proteolitik yang melisiskan
jaringan hati dan membentuk abses. Lokasi yang tersering adalah lobus kanan (70%-90%),
kecenderungan ini diperkirakan akibat penggabungan dari beberapa tempat infeksi mikroskopik,
serta disebabkan karena cabang vena porta kanan lebih lebar dan lurus dari pada cabang vena
porta kiri. Ukuran abses bervariasi, yaitu dari diameter 1-25 cm, dinding abses bervariasi
tebalnya, bergantung pada lamanya penyakit. Di daerah sentral dari abses terjadi pencairan yang
berwarna coklat kemerahan, yang disebut anchovy sauce yang terdiri dari jaringan hati
nekrotik dan berdegenerasi. Amoebanya dapat ditemukan pada dinding abses dan sangat jarang
ditemukan di dalam cairan di bagian sentral abses. Kira-kira 25% abses hati amoebik mengalami
infeksi sekunder sehingga cairan absesnya menjadi purulen dan berbau busuk.3
Terdapat periode laten yaitu jarak waktu yang lamanya bervariasi kadang-kadang sampai
bertahun-tahun diantara kejadian infeksi pada usus dengan timbulnya abses hati. Jarak waktu
antara serangan di intestinal dengan timbulnya kelainan di hati berbeda-beda. Bentuk yang akut
dapat memakan waktu kurang dari 3 minggu, tetapi bentuk yang kronis lebih dari 6 bulan,

bahkan mungkin sampai 57 tahun. Disamping itu hanya lebih kurang 10 % penderita abses hati
yang dapat ditemukan adanya kista E.histolytica dalam tinjanya pada waktu yang bersamaan,
bahkan dilaporkan 2-33%. Faktor yang berperan dalam keaktifan invasi amoeba ini belum
diketahui dengan pasti tetapi mungkin ada kaitannya dengan virulensi parasit, diit flora bakteri
usus dan daya tahan tubuh sesorang baik humoral maupun seluler.3
Gejala Klinis
Abses hepar amebik sering terjadi pada umur 20-45 tahun. Terjadi sering 7 sampai 9 kali
pada laki-laki. Abses hepar amebik dapat bermanifestasi sebagai proses akut atau proses kronik
indolent. Klasifikasi dari abses hepar amebik berdasarkan durasi dan tingkat keparahan penyakit
terbagi menjadi:1,4
1. Akut (akut jinak dan akut agresif)
2. Kronik (kronik jinak dan kronik accelerated)
Sebagian besar pasien datang dengan penyakit akut dan durasi gejalanya kurang dari 2 minggu.
Gejala utama yang dapat terlihat yaitu nyeri perut, demam dan anorexia. Nyeri pada abdomen
biasanya nyeri sedang dan terlokalisasi pada daerah abdomen kuadran kanan atas atau regio
epigastrium. Nyeri perut yang menyebar, nyeri dada pleuritik, dan nyeri yang menjalar dari
kuadran kanan atas ke bahu kanan adalah gejala yang tidak jarang dapat dijumpai. Nyeri
epigastrium biasanya terlihat pada lobus kiri abses. Demam pada tingkat sedang dalam
kebanyakan kasus, sementara demam tinggi disertai menggigil adalah pengaruh dari infeksi
bakteri sekunder. Batuk dengan atau tanpa dahak dan nyeri dada pleuritik juga ditemukan pada
pasien abses hepar amebik.4
Selama perjalanan penyakit, 1/3 dari pasien mungkin didapatkan ikterus. Ikterus berat
biasanya terjadi karena abses besar atau abses multipel atau abses yang terletak di vena porta.
Ikterus membawa kemungkinan terjadinya obstruksi intra-hepatik atau hepatitis virus. Diare dan
penurunan berat badan tidak sering terlihat. Hepatomegali ditemukan pada 80% pasien. Lapisan
permukaan pada hati cenderung reguler. Kaku pada perut atas ditemukan pada sebagian kecil
kasus dengan peritonitis. Toxaemia dan septicaemia mungkin dapat terjadi. Abses hepar kiri
dapat bermanifestasi toxaemia, ikterus, dan encefalopati. Ascites terdapat pada pasien abses

hepar amebik dengan obstruksi vena cava inferior, dan batuk dengan dahak berlebihan
menunjukkan putusnya hubungan dengan bronkus lobus kanan bawah hati. 4
Penatalaksanaan
1. Antibiotik
Golongan imidasol meliputi metronidazol, tinidazol, dan niridazol dapat memberantas amuba
pada usus maupun hati. Metronidazol peroral, 750 mg, tiga kali sehari selama sepuluh hari, dapat
menyembuhkan 95% penderita abses amuba hepar. Pemberian intravena sama efektifnya,
diperlukan pada penderita yang mengalami rasa mual atau pada penderita yang keadaan
umumnya buruk. Hasil yang positif pada pemberian metronidazol secara empiris dapat
memperkuat diagnosis abses amuba hepar. Perbaikan gejala klinis terjadi dalam 3 hari dan
pemeriksaan radiologis menunjukkan penurunan ukuran abses dalam 7 sampai 10 hari.
Metronidazol tidak mahal dan aman, namun merupakan kontraindikasi pada kehamilan. Efek
samping yang dapat terjadi ialah mual.5
Neuropati perifer jarang terjadi Emetin, dehidroemetin, dan klorokuin berguna pada abses
amuba hepar yang mengalami komplikasi atau bila pengobatan dengam metronidazol gagal.
Karena obat ini hanya memberantas amuba yang invasif, diperlukan pemberian obat yang
bekerja dalam usus secara bersamaan sehingga pemberian metronidazol dapat dilanjutkan.
Setelah terapi abses hepar diberikan, direkomnedasikan pemberian agen luminal untuk mencegah
kekambuhan.
Agen Luminal yang efektif untuk amubiasis seperti iodokuinol, paronomysin dan
diloxanide furoate. Emetin dan dehidroemetin diberikan secara intramuskular. Emetin memiliki
therapeutic range yang sempit. Dapat terjadi proaritmia, efek kardiotoksik yang diakibatkan
akumulasi dosis obat. Penderita yang mendapat obat ini harus tirah baring dan dilakukan
pemantauan tanda vital secara teratur.5
Emetin dan dehidroemetin diindikasikan terutama untuk penderita yang mengalami
komplikasi paru, karena biasanya keadaan umumnya buruk dan memerlukan terapi multidrug
untuk mempercepat perbaikan gejala klinis. Dehydroemetine 1-1,5 mg/kgBB/hari intramuskular
(maksimum 99 mg/hari) selama 10 hari. Klorokuin dapat diberikan per oral. Dosisnya 1g/hari
selama dua hari dan diikuti 500/hari selama 20 hari.5
Meskipun efek samping penggunaan klorokuin lebih sedikit dibanding emetin dan
dehidroemetin, obat ini kurang poten serta sering terjadi relaps jika digunakan sebagai obat

tunggal. Saat ini klorokuin digunakan bersamaan dengan emetin dosis rendah untuk strain amuba
yang resisten terhadap metronidazol. Kombinasi klorokuin dan emetin dapat menyembuhkan
90% sampai 100% penderita amubiasis ekstrakolon yang resisten.6
2. Aspirasi Jarum
Penderita yang mendapat pengobatan amubisid sistemik namun gejala klinisnya tidak
menunjukkan perbaikan lebih dari 72 jam setelah dimulainya pengobatan, akan menunjukkan
perbaikan dengan cara aspirasi rongga abses.5
Dalam hal ini, aspirasi berguna tidak hanya untuk mengurangi gejala-gejala penekanan,
tetapi juga untuk menyingkirkan adanya infeksi bakteri sekunder. Aspirasi juga mengurangi
risiko ruptur pada abses yang volumenya lebih dari 250 ml, abses yang terletak pada lobus kiri
hepar, atau lesi yang disertai rasa nyeri hebat dan elevasi diafragma, dan untuk membedakan
dengan abses Hepar piogenik Aspirasi juga bermanfaat bila terapi dengan metronidazol
merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan. Tidak ada indikasi untuk melakukan injeksi
obat-obatan ke dalam kavitas abses. Sebaiknya aspirasi ini dilakukan dengan tuntunan USG. Bila
abses menunjukkan adanya infeksi sekunder, drainase terbuka adalah pilihan terapinya.5

3. Drainase Perkutan
Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru, peritoneum dan perikardial.
Tingginya viskositas cairan abses amuba memerlukan kateter dengan diameter yang besar untuk
drainase yang adekuat. Infeksi sekunder pada rongga abses setelah dilakukan drainase perkutan
dapat terjadi.6
4. Drainase Bedah
Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil membaik dengan terapi
konservatif. Laparotomi diindikasikan untuk perdarahan yang jarang terjadi tetapi mengancam
jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses.6
Tindakan operasi juga dilakukan bila abses amuba mengenai sekitarnya. Penderita
dengan septikemia karena abses amuba yang mengalami infeksi sekunder juga diindikasikan
untuk tindakan bedah, khususnya bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil. 6

Laparoskopi juga dikedepankan untuk kemungkinannya dalam mengevaluasi terjadinya


ruptur abses amuba intraperitoneal. Sepanjang tindakan ini, kateter perkutan dimasukkan dengan
tuntunan laparoskopi akan berhasil mengeluarkan abses dan mencegah tindakan laparotomi. 6
Komplikasi
Saat

diagnosis

ditegakan,

menggambarkan

keadaan

penyakit

yang

berat,

seperti

septikaemia/bakteriemia dengan mortalitas 85%, ruptur abses hepar disertai peritonitis


generalisata dengan mortalitas 6-7% kelainan plueropulmonal, gagal hepar, kelainan didalam
rongga abses, henobilia, empiema, fisistula hepatobronkial, ruptur kedalam perikard atau
retroperitoneum. Sistem plueropulmonum merupakan sistem tersering terkena. Secara khusus,
kasus tersebut berasal dari lesi yang terletak di lobus kanan hepar.4
Abses menembus diagfragma dan akan timbul efusi pleura, empyema abses pulmonum atau
pneumonia. Fistula bronkopleura, biliopleura dan biliobronkial juga dapat timbul dari reptur
abses amuba. Pasien-pasien dengan fistula ini akan menunjukan ludah yang berwarna kecoklatan
yang berisi amoeba yang ada.4

Prognosis
Prognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil
kultur darah yang memperlihatkan penyebab bacterial organisme multiple, tidak dilakukan
drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit
lain.6
Peningkatan umur, manifestasi yang lambat, dan komplikasi seperti reptur intraperikardi atau
komplikasi pulmonum meningkatkan tiga kali angka kematian. Hiperbilirubinemia juga
termasuk faktor resiko, dengan reptur timbul lebih sering pada pasien-pasien yang jaundice.6

Kesimpulan

Nyeri pada sisi kanan di bawah dada yang dapat memburuk pada saat tidur melentang dan
berkurang bila kaki ditekuk atau membungkuk pada laki-laki tersebut adalah abses hepar amebik
yang dapat dideteksi oleh tes serologi amebik.

Daftar Pustaka
1. Keshav S. Gastrointestinal system infections. The Gastrointestinal system at a glance.
USA: Blackwell-Science; 2004. p.77.
2. Gleadle J. Anamnesis and physical examination of abdomen. History and examination at
a glance. 10th ed. Blackwell Science Ltd; 2007.
3. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Vol 1, Edisi ke
6. Jakarta: EGC; 2006.
4. Bukhari AJ, Abid KJ. Amebic liver abscess: Clinical Presentation and Diagnostic
Difficulties. Kuwait Medical Journal. 2003. p.183-186.
5. Sharma MP, Ahuja V. Amoebic liver abscess. Indian Academy of Clinical Medicine.
2003. p.107-111.

6. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser. Intraabdominal infection and abscess. Harrison


principle of internal medicine. 17th edition. USA: The Mc Graw Hill Company; 2008.
Chapter 121.

Anda mungkin juga menyukai