Anda di halaman 1dari 15

Sefalhematoma pada bayi baru lahir

Abdul Rahman
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 - Jakarta Barat 11470

Pendahuluan
Dalam membantu proses persalinan, dapat terjadi yang dinamakan trauma atau jejas lahir.
Jejas ini dapat merupakan akibat dari keterampilan atau perhatian medis yang tidak tepat atau
kurang, atau jejas dapat terjadi walaupun terdapat keterampilan dan kemampuan untuk
melakukan perawatan obstetrik, tidak bergantung pada suatu tindakan atau kelalaian.
Dalam konteks ini akan dibahas lebih lanjut dan lebih difokuskan mengenai trauma
ekstrakranial yang cukup sering terjadi pada neonatus. Seringkali penggunaan alat bantu
persalinan seperti vakum atau forsep cukup berpengaruh dalam terjadinya trauma. Seperti
pada kasus di bawah ini.
Bayi lahir 40 minggu via vacuum dari seorang ibu yang menderita DM gestasional dengan
berat 4000g. Setelah lahir, bayi menangis spontan dan aktif dengan bentuk kepala tidak
simetris dan ditemukan benjolan lunak denagn diameter kurang lebih 7 cm yang tidak
melewati sutura kranialis. Keluarga khawatir dengan kondisi tersebut dan meminta penjelasan
dokter.

Anamnesis

Wanita hamil dapat melakukan kunjungan rutin untuk pemeriksaan pranatal atau karena
perdarahan, persalinan, hipertensi, maupun nyeri. Untuk riwayat kehamilan sekarang,
tanyakan kapan hari terakhir menstruasi terakhir pasien dan berapa lama biasanya siklus
menstruasinya berlangsung. Cari tahu apakah pasien pernah perdarahan, diabetes, anemia,
hipertensi, infeksi saluran kemih (ISK), atau masalah selama kehamilan. Lalu gejala apa yang
menyertai selama kehamilan, misalnya mual, muntah, nyeri tekan payudara, frekuensi dalam
berkemih, dll.
Perlu ditanyakan juga mengenai riwayat kehamilan sebelumnya (paritas dan
graviditas), cara persalinan, komplikasi yang terjadi pada ibu atau bayi, kesulitan saat
menyusui, berat lahir, jenis kelamin, nama dan keadaan kesehatan anak sekarang, keguguran,
serta riwayat ginekologis dahulu.
Tanyakan secara khusus mengenai penyakit jantung, murmur, diabetes, hipertensi,
anemia, epilepsi, dan lakukan penilaian fungsi kardiorespiratorius. 1

Penilaian dan Pemeriksaan Fisik


APGAR Score 2, 3
Sistem pengukuran yang sederhana dan handal untuk derajat stres intrapartum saat lahir ini
ditemukan oleh Virginia Apgar. Kegunaan utamanya adalah untuk memeriksa anak secara
sistematis dan untuk mengevaluasi berbagai faktor yang mungkin berkaitan dengan masalah
kardiopulmonal.

2|Trauma Ekstrakranial Neonatus Blok 25

Gambar 1. Skor APGAR.2.

Skor 0, 1, atau 2 diberikan pada masing-masing dari kelima variabel, 1 dan 5 menit setelah
lahir. Skor 10 berarti seluruh tubuh bayi berwarna merah muda dan memiliki tanda vital
normal, sedangkan skor 0 berarti bahwa bayi apnea dan tidak memiliki denyut jantung. Skor 4
atau kurang pada usia 1 menit berhubungan dengan peningkatan insidensi asidosis, sedangkan
skor 8-10 biasanya berhubungan dengan ketahanan hidup yang normal. Skor 4 tau kurang
pada 5 menit berhubungan dengan peningkatan insidensi asidosis, distres pernapasan, serta
kematian. Pada beberapa kasus, asfiksia terjadi sedemikian akutnya sampai tidak dicerminkan
dalam pH darah. Selain itu proses selain asfiksia, seperti prematuritas ekstrim, dan
sebagainya, dapat menghasilkan skor yang rendah. Terlepas dari faktor penyebabnya, skor
APGAR yang rendah tetap memerlukan resusitasi. Penentuan skor harus diteruskan setiap 5
menit, sampai skor mencapai nilai 7.
Tonus otot (Activity/Muscle Tone). Semua bayi normal menggerak-gerakkan anggota
tubuhnya secara aktif segera setelah lahir. Bayi yang tidak dapat melakukan hal tersebut atau
bayi dengan tonus otot yang lemah biasanya asfiksia, mengalami depresi akibat obat, atau
menderita kerusakan sistem saraf pusat (SSP).
Frekuensi denyut jantung (Pulse). Frekuensi denyut jantung normal saat lahir antara 120160 denyut per menit. Di luar itu, biasanya menunjukkan asfiksia dan penurunan curah
jantung.
Kepekaan refleks (Grimace/Reflex Irritability). Respons normal pada pemasukan kateter ke
dalam faring posterior melalui lubang hidung adalah menyeringai, batuk, dan bersin.
Warna kulit (Appearance/Skin Color). Hampir semua bayi berwarna biru saat lahir. Mereka
berubah menjadi merah muda setelah tercapai ventilasi yang efektif. Hampir semua bayi
memiliki tubuh serta bibir yang berwarna merah muda, tetapi sianotik pada tangan dan
kakinya (akrosianosis) 90 detik setelah lahir. Sianosis menyeluruh setelah 90 detik terjadi
pada curah jantung yang rendah, methemoglobinemia, polisitemia, penyakit jantung
kongenital jenis sianotik, perdarahan intrakranial, penyakit membran hialin, aspirasi darah
atau mekonium, obstruksi jalan napas, paru-paru hipoplastik, hernia diafragmatika, dan
hipertensi pulmonal persisten. Kebanyakan bayi yang pucat saat lahir mengalami
vasokonstriksi perifer yang disebabkan oleh asifiksia, hipovolemia, atau asidosis berat.

3|Trauma Ekstrakranial Neonatus Blok 25

Upaya bernapas (Respiration). Bayi normal akan megap-megap saat lahir, menciptakan
upaya bernapas dalam 30 detik, dan mencapai pernapasan yang menetap pada frekuensi 30-60
kali per menit pada usia 2 sampai 3 menit. Apnea dan pernapasan yang lambat atau tidak
teratur terjadi oleh berbagai sebab, termasuk asidosis berat, asfiksia, mengalami depresi akibat
obat, menderita kerusakan SSP, atau pemberian obat pada ibu (barbiturat, narkotik,
trankuilizer).

Maturity Index (Ballard Score)


Ballard score merupakan suatu versi sistem Dubowitz. Pada prosedur ini penggunaan kriteria
neurologis tidak tergantung pada keadaan bayi yang tenang dan beristirahat, sehingga lebih
dapat diandalkan selama beberapa jam pertama kehidupan. Penilaian menurut Ballard adalah
dengan menggabungkan hasil penilaian maturitas neuromuskuler dan maturitas fisik. Kriteria
pemeriksaan maturitas neuromuskuler diberi skor, demikian pula kriteria pemeriksaan
maturitas fisik. Jumlah skor pemeriksaan maturitas neuromuskuler dan maturitas fisik
digabungkan, kemudian dengan menggunakan tabel nilai kematangan dicari masa gestasinya.

4|Trauma Ekstrakranial Neonatus Blok 25

Gambar 2. Maturity Index (Ballard Score).4

Maturitas Neuromuskuler
1) Postur (Posture)
Tonus otot tubuh tercermin dalam postur bayi saat istirahat dan adanya tahanan otot
saat diregangkan. Ketika pematangan berlangsung, berangsur-angsur janin mengalami
peningkatan tonus fleksor pasif dengan arah sentripetal, di mana ekstremitas bawah
sedikit lebih awal daripada ekstremitas atas. Pada awal kehamilan hanya pergelangan
kaki yang fleksi. Lutut mulai fleksi bersamaan dengan pergelangan tangan. Pinggul
mulai fleksi, kemudian diikuti dengan abduksi siku lalu fleksi bahu. Pada bayi
prematur, tonus pasif ekstensor tidak mendapat perlawanan, sedangkan pada bayi yang
mendekati matur menunjukkan perlawanan tonus fleksi pasif yang progresif.
5|Trauma Ekstrakranial Neonatus Blok 25

Untuk mengamati postur, bayi ditempatkan telentang dan pemeriksa menunggu


sampai bayi menjadi tenang pada posisi nyamannya. Jika bayi ditemuka telentang,
dapat dilakukan manipulasi ringan dari ekstremitas dengan memfleksikan jika ekstensi
atau sebaliknya. Hal ini akan memungkinkan bayi menemukan posisi dasar
kenyamanannya. Fleksi panggul tanpa abduksi memberikan gambaran seperti posisi
kaki kodok.
2) Jendela Pergelangan Tangan (Square Window/Wrist)
Fleksibilitas pergelangan tangan dan atau tahanan terhadap peregangan ekstensor
memberikan hasil sudut fleksi pada pergelangan tangan. Pemeriksa meluruskan jarijari bayi dan menekan punggung tangan dekat dengan jari-jari dengan lembut. Hasil
sudut antara telapak tangan dan lengan bawah bayi dari preterm hingga posterm
diperkirakan berturut-turut > 90, 90, 60, 45, 30, dan 0.
3) Gerakan Lengan Membalik (Arm Recoil)
Manuver ini berfokus pada fleksor pasif dari tonus otot biseps dengan mengukur sudut
mundur singkat setelah sendi siku difleksi dan ekstensikan. Arm recoil dilakukan
dengan cara evaluasi saat bayi telentang. Pegang kedua tangan bayi, fleksikan lengan
bagian bawah sejauh mungkin dalam 5 detik, lalu rentangkan kedua lengan dan
lepaskan. Amati reaksi bayi saat lengan dilepaskan. Skor 0: tangan tetap
terentang/gerakan acak; skor 1: fleksi parsial 140-180; skor 2: fleksi parsial 110-140;
skor 3: fleksi parsial 90-100; dan skor 4: kembali ke fleksi penuh.
4) Sudut Popliteal (Popliteal Angle)
Manuver ini menilai pematangan tonus fleksor pasif sendi lutut dengan menguji
resistensi ekstremitas bawah terhadap ekstensi. Dengan bayi berbaring telentang, dan
tanpa popok, paha ditempatkan lembut di perut bayi dengan lutut tertekuk penuh.
Setelah bayi rileks dalam posisi ini, pemeriksa memegang kaki satu sisi dengan lembut
dengan satu tangan sementara mendukung sisi paha dengan tangan yang lain. Jangan
memberikan tekanan pada paha belakang, karena hal ini dapat mengganggu
interpretasi.
Kaki diekstensikan sampai terdapat resistensi pasti terhadap ekstensi. Ukur
sudut yang terbentuk antara paha dan betis di daerah popliteal. Perlu diingat bahwa
pemeriksa harus menunggu sampai bayi berhenti menendang secara aktif sebelum
melakukan ekstensi kaki. Posisi Frank Breech pralahir akan mengganggu manuver ini
untuk 24-48 jam pertama karena usia bayi mengalami kelelahan fleksor
berkepanjangan intrauterine. Tes harus diulang setelah pemulihan terjadi.
5) Tanda Selendang (Scarf Sign)

6|Trauma Ekstrakranial Neonatus Blok 25

Manuver ini menguji tonus pasif fleksor gelang bahu. Dengan bayi berbaring
telentang, pemeriksa mengarahkan kepala bayi ke garis tengan tubuh dan mendorong
tangan bayi melalui dada bagian atas dengan satu tangan dan ibu jari dari tangan sisi
lain pemeriksa diletakkan pada siku bayi. Siku mungkin perlu diangkat melewati
badan, namun kedua bahu harus tetap menempel di permukaan meja dan kepala tetap
lurus dan amati posisi siku pada dada bayi dan bandingkan dengan angka pada lembar
kerja, yakni pernuh pada tingkat leher (-1); garis aksila kontralateral (0); kontralateral
baris puting (1); prosesus xyphoid (2); garis puting ipsilateral (3); dan garis aksila
ipsilateral (4).
6) Tumit ke Telinga (Heel to Ear)
Manuver ini menilai tonus pasif otot fleksor pada gelang panggul dengan memberikan
fleksi pasif atau tahanan terhadap otot-otot posterior fleksor pinggul. Dengan posisi
bayi terlentang lalu pegang kaki bayi dengan ibu jari dan telunjuk, tarik sedekat
mungkin dengan kepala tanpa memaksa, pertahankan panggul pada permukaan meja,
periksa dan amati jarak antara kaki dan kepala serta tingkat ekstensi lutut. Catat lokasi
di mana resistensi signifikan dirasakan. Hasil dicatat sebagai resistensi tumit ketika
berada pada atau dekat: telinga (-1); hidung (0); dagu (1); puting baris (2); daerah
pusar (3); dan lipatan femoralis (4).
Maturitas Fisik
1) Kulit
Pematangan kulit janin melibatkan pengembangan struktur intrinsiknya, bersamaan
dengan hilangnya secara bertahap dari lapisan pelindung yaitu vernix caseosa. Oleh
karena itu kulit menebal, mengering, dan menjadi keriput dan/atau mengelupa dan
dapat timbul ruam selama pematangan janin. Fenomena ini bisa terjadi dengan
kecepatan berbeda-beda pada masing-masing janin tergantung pada kondisi ibu dan
lingkungan intrauterin.
Sebelum perkembangan lapisan epidermis dengan stratum korneumnya, kulit
agak transparan dan lengket ke jari pemeriksa. Pada usia perkembangan selanjutnya
kulit menjadi lebih halus, menebal, dan menghasilkan pelumas, yaitu vernix, yang
menghilang mejelang akhir kehamilan. Pada keadaan matur dan pos matur, janin dapat
mengeluarkan mekonium dalam cairan ketuban. Hal ini dapat mempercepat proses
pengeringan kulit, menyebabkan mengelupas, pecah-pecah, dehidrasi.
2) Lanugo

7|Trauma Ekstrakranial Neonatus Blok 25

Lanugo adalah rambut halus yang menutupi tubuh fetus. Pada extreme prematurity,
kulit janin sedikit sekali terdapat lanugo. Lanugo mulai tumbuh pada usia gestasi 2425 minggu dan biasanya sangat banyak terutama di bahu dan punggung atas ketika
memasuki minggu ke-28.
Lanugo mulai menipis dimulai dari punggung bagian bawah. Daerah yang
tidak ditutupi lanugo meluas sejalan dengan maturitasnya dan biasanya yang paling
luas terdapat di daerah lumbosakral. Pada punggung bayi matur biasanya sudah tidak
ditutupi lanugo. Variasi jumlah dan lokasi lanugo pada masing-masing usia gestasi
tergantung pada genetik, kebangsaan, keadaan hormonal, metabolik, serta pengaruh
gizi. Sebagai contoh bayi dari ibu dengan diabetes mempunyai lanugo yang sangat
banyak. Pada melakukan skoring, pemeriksa hendaknya menilai pada daerah yang
mewakili jumlah relatif lanugo bayi yakni pada daerah atas dan bawah dari punggung
bayi.
3) Permukaan Plantar
Garis telapak kaki pertama kali muncul pada bagian anterior ini kemungkinan
berkaitan dengan posisi bayi ketika di dalam kandungan. Bayi dari ras selain kulit
putih mempunyai garis telapak kaki lebih sedikit saat lahir. Di sisi lain pada bayi kulit
hitam dilaporkan terdapat percepatan maturitas neuromuskular sehingga timbulnya
garis pada telapak kaki tidak mengalami penurunan. Namun demikian penilaian ini
tidak didasarkan atas ras atau etnis tertentu.
Bayi very premature dan extremely immature tidak mempunyai garis pada
telapak kaki. Untuk membantu menilai maturitas fisik bayi tersebut berdasarkan
permukaan plantar maka dipakai ukuran panjang dari ujung jari hingga tumin. Untuk
jarak kurang dari 40 mm diberikan skor -1. Hasil pemeriksaan disesuaikan dengan
skor di gambar.
4) Payudara
Areola mammae terdiri atas jaringan mammae yang tumbuh akibat stimulasi estrogen
ibu dan jaringan lemak yang tergantung dari nutrisi yang diterima janin. Pemeriksa
menilai ukuran areola dan menilai ada atau tidaknya bintik-bintik akibat pertumbuhan
papilla Montgomery. Kemudian dilakukan palpasi jaringan mammae di bawah areola
dengan ibu jari dan telunjuk untuk mengukur diameternya dalam milimeter.
5) Mata/Telinga
Daun telinga pada fetus mengalami penambahan kartilago seiring perkembangannya
menuju matur. Pemeriksaan yang dilakukan terdiri atas palpasi ketebalan kartilago
kemudian pemeriksa melipat daun telinga ke arah wajah kemudian lepaskan dan
8|Trauma Ekstrakranial Neonatus Blok 25

pemeriksa mengamati kecepatan kembalinya daun telinga ketika dilepaskan ke posisi


semulanya.
Pada bayi prematur daun telinga biasanya akan tetap terlipat ketika dilepaskan.
Pemeriksaan mata pada intinya menilai kematangan berdasarkan perkembangan
palpebra. Pemeriksa berusaha membuka dan memisahkan palpebra superior dan
inferior dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari. Pada bayi extremely
premature, palpebra akan menempel erat satu sama lain. Dengan bertambahnya
maturistas palpebra kemudian bisa dipisahkan walaupun hanya satu sisi dan
meninggalkan sisi lain tetap pada posisinya.
Hasil pemeriksaan kemudian disesuaikan dengan skor dalam tabel. Perlu
diingat bahwa banyak terdapat variasi kematangan palpebra pada individu dengan usia
gestasi yang sama. Hal ini dikarenakan terdapat faktor seperti stres intrauterin dan
faktor humoral yang mempengaruhi perkembangan kematangan palpebra.
6) Genital (Pria)
Testis pada fetus mulai turun dari cavum peritoneum ke dalam scrotum kurang lebih
pada minggu ke-30 gestasi, testis kiri turun mendahului testis kanan yakni pada sekitar
minggu ke-32. Kedua testis biasanya sudah dapat diraba di canalis inguinalis bagian
atas atau bawah pada minggu ke-33 hingga 34 kehamilan. Bersamaan dengan itu, kulit
skrotum menjadi lebih tebal dan membentuk rugae.
Testis dikatakan telah turun secara penuh apabila terdapat di dalam zona
berugae. Pada neonatus extremely premature, scrotum datar, lembut, dan kadang
belum bisa dibedakan jenis kelaminnya. Berbeda halnya pada neonatus matur hingga
postmatur, scrotum biasanya seperti pendulum dan dapat menyentuh kasur ketika
berbaring.
Pada cryptorchidismus scrotum pada sisi yang terkena kosong, hipoplastik,
dengan rugae yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan sisi yang sehat atau sesuai
dengan usia kehamilan yang sama.
7) Genital (Wanita)
Untuk memeriksa genitalia neonatus perempuan maka neonatus harus diposisikan
telentang dengan pinggul abduksi kurang lebih 45 dari garis horisontal. Abduksi yang
berlebihan dapat menyebabkan labia minora dan klitoris tampak lebih menonjol
sedangkan aduksi menyebabkan keduanya tertutupi oleh labia majora.
Pada neonatus extremely premature, labia datar dan klitoris dangat menonjol
dan penyerupai penis. Sejalan dengan berkembanganya maturitas fisik, klitoris
menjadi tidak begitu menonkol dan labia minora menjadi lebih menonjol. Mendekati
9|Trauma Ekstrakranial Neonatus Blok 25

usia kehamilan matur labia minora dan klitoris menyusut dan cenderung tertutupi oleh
labia majora yang membesar.
Labia majora tersusun atas lemak dan ketebalannya bergantung pada nutrisi
intrauterin. Nutrisi yang berlebihan dapat menyebabkan labia majora menjadi lebih
besar pada awal gestasi. Sebaliknya nutrisi yang kurang menyebabkan labia majora
cenderung kecil meskipun pada usia kehamilan matur atau posmatur dan labia minora
serta klitoris cenderung lebih menonjol.
Masing-masing hasil penilaian baik maturitas neuromuskular maupun fisik disesuaikan
dengan skor di dalam tabel dan dijumlahkan hasilnya. 4

Klasifikasi Berat Lahir (Lubchenco Chart)


Setelah didapatkan jumlah skor dari pemeriksaan neuromuskuler dan maturasi fisik, maka
kedua skor itu dijumlahkan. Hasil penjumlahan tersebut dicocokkan dengan tabel nilai
kematangan, sehingga didapatkan usia kehamilan dalam minggu. Kemudian, dengan
menggunakan kurva Lubchenco (Battaglia F dan Lubchenco) diharapkan dapat menunjukkan
titik perpotongan antara umur kehamilan dengan berat badan bayi (pertumbuhan janin),
sehingga didapat interpretasi apakah bayi tersebut Besar Masa Kehamilan (BMK), Sesuai
Masa Kehamilan (SMK), atau Kecil Masa Kehamilan (KMK). 3, 5

Gambar 3. Lubchenco Curve.5


10 | T r a u m a E k s t r a k r a n i a l N e o n a t u s B l o k 2 5

Macam-macam Trauma Kepala Lahir


Trauma kepala dan kulit kepala dapat terjadi selama proses persalinan yang biasanya ringan
namun kadang-kadang bisa mengakibatkan cedera yang lebih serius. Tiga jenis perdarahan
ekstrakranial yang paling sering adalah sefalhematoma, kaput suksedaneum, dan perdarahan
subgaleal. 6-9
Sefalhematoma
Sefalhematoma adalah perdarahan subperiosteum akibat persalinan, sering berhubungan
dengan persalinan dengan forsep dan ekstraksi vakum. karenanya selalu terbatas pada satu
permukaan tulang kranium. Tidak ada perubahan warna pada kulit kepala yang menutupi, dan
pembengkakan biasanya tidak terlihat sampai beberapa jam sesudah lahir, karena perdarahan
subperiosteum prosesnya lambat. Sefalhematom berbatas tegas dan tidak melewati sutura
(tidak melebar sampai batas tulang). Kebanyakan sefalhematom diserap dalam 2 minggu
sampai 3 bulan, bergantung pada ukurannya. Sefalhematom ini dapat mulai mengalami
kalsifikasi pada akhir minggu ke-2. Ada sebagian kalsifikasi sefalhematom yang menetap
selama bertahun-tahun sebagai protuberantia tulang dan dapat dideteksi melalu rontgen
sebagai pelebaran celah diploid. Meskipun ada sisanya, sefalhematom tidak perlu pengobatan
lebih lanjut, walaupun fototerapi mungkin diperlukan untuk perbaikan hiperbilirubinemia
yang dapat terjadi selama resolusi hematoma (jarang terjadi, apabila perdarahan masif). Insisi
dan drainase merupakan kontraindikasi karena adanya risiko terkena infeksi. Sefalhematom
masif mungkin jarang mengakibatkan kehilangan darah cukup berat yang sampai memerlukan
transfusi. Sefalhematom ini dapat juga disertai dengan fraktur tengkorak, koagulopati, dan
perdarahan intrakranial. Lesi yang menyebabkan kehilangan darah hebat ke daerah tersebut
atau yang melibatkan fraktur tulang di bawahnya perlu evaluasi lebih lanjut. 3, 6-9
Kaput Suksedaneum
Lesi kulit kepala yang paling sering ditemukan adalah kaput suksedaneum, suatu daerah
jaringan edema dengan batas tidak tegas yang terletak di daerah kulit kepala yang merupakan
bagian terbawah pada kelahiran puncak kepala. Pembengkakan tersusun atas serum atau
darah, atau keduanya, terkumpul di jaringan di atas tulang, dan sering menyebar sampai ke
batas tulang. Pembengkakan bisa berhubungan dengan ptekie atau ekimosis di atasnya. Tidak
diperlukan penanganan khusus dan pembengkakan akan menghilang dalam beberapa hari. 3, 6-9
11 | T r a u m a E k s t r a k r a n i a l N e o n a t u s B l o k 2 5

Perdarahan Subgaleal
Perdarahan subgaleal adalah perdarahan ke dalam kompartemen subgaleal. Kompartemen
subgaleal adalah ruang potensial yang berisi jaringan ikat tersusun longgar; terletak di bawah
galea aponeurosis, suatu selubung tendo yang menghubungkan otot frontal dan oksipital dan
membentuk permukaan dalam kulit kepala. Cedera terjadi karena gaya yang menekan,
kemudian menarik kepala dari pelvic outlet. Ada beberapa laporan mengenai kekhawatiran
terhadap penggunaan ekstraktor vakum pada kelahiran dan hubungannya dengan perdarahan
subgaleal. Perdarahan bisa melewati batas tulang, sering sampai ke posterior ke leher, dan
berlanjut setelah kelahiran, dengan potensial komplikasi serius.
Deteksi dini adanya perdarahan sangan vital; inspeksi dan pengukuran lingkar kepala
berkala untuk mengetahui perkembangan edema dan massa keras sangat penting. CT-scan dan
MRI berguna untuk konfirmasi diagnosis. Penggantian darah dan faktor pembekuan darah
yang hilang diperlukan pada kasus perdarahan alkut. Tanda awalnya perdarahan subgaleal
adalah posisi telinga bayi yang maju dan ke lateral akibat hematoma yang terbentuk di daerah
belakang. Pemantauan bayi terkait perubahan tingkat kesadarannya juga merupakan kunci
untuk temuan dan penatalaksanaan awal. Peningkatan bilirubin serum bisa terjadi sebagai
akibat degradasi sel darah dalam hematoma. 3, 6-9

Gambar 4. Posisi Perdarahan Neonatus.6

Newborn Care
12 | T r a u m a E k s t r a k r a n i a l N e o n a t u s B l o k 2 5

Kebutuhan dasar bayi baru lahir adalah dibantu segera pada saat lahir bila diperlukan,
terutama untuk membuka pernapasan dan selanjutnya dibantu untuk memperoleh nutrisi yang
cukup dalam mempertahankan suhu tubuh normal dan dalam menghindari kontak dengan
infeksi. Bagi perawat dan staf medis harus memperhatikan untuk menjaga waktu pemisahan
antara ibu dan bayi yang seminim mungkin. Masalah yang harus diantisipasi sesudah
persalinan janin normal meliputi apnea, hipoventilasi, perdarahan, hipoksia, bradikardi,
hipotermi, hipoglikemi, hipovolemi, hipotensi dan anomali yang tidak diharapkan.
Bayi berisiko rendah harus ditempatkan dengan kepala ke bawah segera sesudah persalinan
supaya mulut faring dan hidungnya bersih dari cairan, mukus, darah, dan puing-puing amnion
melalui gravitasi; pengisapan secara halus dengan balon pengisap atau kateter karet yang
lunak juga dapat membantu dalam mengeluarkan bahan-bahan ini. Jika bayi tampak ada
dalam keadaan yang memuaskan, bayi dapat diberikan pada ibunya untuk dirawat gabung dan
disusui. Setelah itu yang perlu dilakukan adalah menilai keadaan fisik neonatus dengan skor
APGAR, skor Ballard, dan grafik Lubchenco seperti yang telah dibahas pada bagian
sebelumnya.
Mempertahankan panas tubuh. Bila dibandingkan secara relatif terhadap berat badan,
permukaan tubuh bayi baru lahir kira-kira 3 kali permukaan tubuh orang dewasa dan bayi
dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki lapisan pembungkus lemak subkutan yang
lebih tipis sehingga angka kehilangan panas yang diperkirakan pada bayi baru lahir sekitar 4
kali angka orang dewasa. Pada keadaan kamar bersalin biasa (20-25 C), suhu kulit bayi turun
sekitar 0,3 C per menit dan suhu tubuh bagian dalam sekitar 0,1C per menit yang biasanya
mengakibatkan kehilangan suhu tubuh bagian dalam (secara kumulatif) sebesar 2-3C.
Sesudah lahir dan persalinan pervaginam, banyak bayi baru lahir menderita asidosis
metabolik ringan sampai sedang dan mereka mengkompensasinya dengan hiperventilasi.
Namun akan lebih susah pada bayi yang depresi dan terpajan stress dingin dalam suhu kamar
bersalin. Oleh karena itu, lebih baik memastikan bayi kering dan terbungkus dalam selimut
atau ditempatkan pada tempat yang lebih panas sambil mendapat kontak kulit dari ibunya.
Antiseptik kulit dan perawatan tali pusat. Untuk mengurangi insidens infeksi dan
periumbilikus, seluruh kulit dan tali pusat harus dibersihkan dalam kamar bersalin atau pada
saat bayi masuk ke dalam ruang perawatan, yaitu menggunakan kapas steril yang direndam
dalam air hangat atau larutan sabun ringan. Bayi dapat dibilas dengan air yang sesuai dengan
suhu tubuh untuk menghindari menggigil. Untuk mengurangi kolonisasi dengan S. aureus
13 | T r a u m a E k s t r a k r a n i a l N e o n a t u s B l o k 2 5

dengan bakteri patogen lainnya setiap hari tali pusar diobati dengan bahan pewarna 3 kali
yaitu agen bakterisida. Cara lain yaitu tali pusar dicuci dengan klorheksidin, atau terkadang
dilakukan mandi dengan heksaklorofen 1 kali, karena penggunaan heksaklorofen berulang
mungkin neurotoksik sehingga tidak terlalu direkomendasikan.
Mata semua bayi juga harus dilindungi terhadap infeksi gonore dengan meneteskan perak
nitrat tetes 1 %; salep mata steril eritromisin 0,5 % dan tetrasiklin 1 % merupakan alternatif
yang mungkin efektif terhadap konjungtivitis klamidia. Povidone iodine 2,5 % juga efektif
sebagai agen profilaksis sesaat. Walaupun pada bayi baru lahir dapat terjadi karena faktor lain
selain dari defisiensi vitamin K, namun suntikan intramuskular larutan vitamin K maupun
pemberian vitamin K secara oral perlu diberikan sebagai profilaksis.
Disamping itu, skrining neonatus tersedia untuk berbagai penyakit genetik, metabolik,
hematologik, dan endokrin. Uji skrining yang lazim dilakukan berupa sampel darah yang
diambil dari pungsi tumit bayi. 3

Kesimpulan
Bayi 40 minggu dari seorang ibu yang menderita DM gestasional dengan berat 4000 gram
dengan bentuk kepala tidak simetris mengalami sefalhematoma yang biasanya berkaitan
dengan makrosomia dan penggunaan vacuum. Pada pemeriksaan fisik didapatkan benjolan
lunak yang tidak melewati sutura kranialis. Perlu dijelaskan dan diedukasikan dengan jelas
kepada keluarga, untuk menghindari kesalahpahaman, bahwa sefalhematom sendiri
prognosisnya baik, dapat mulai menghilang dalam waktu 2 minggu sampai 3 bulan.
Perdarahan juga biasanya tidak bermakna. Setelah bayi dilahirkan lakukan newborn care
seperti biasa dan dekatkan dengan ibu.

14 | T r a u m a E k s t r a k r a n i a l N e o n a t u s B l o k 2 5

Daftar Pustaka
1. Gleadle. At a glance: Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007. h.35.
2. Rudolph. Buku ajar pediatri Rudolph. Edisi ke-XX. Volume 1. Jakarta: EGC; 2006. h.
275-80.
3. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak Nelson. Edisi ke-XV. Volume 1.
Jakarta: EGC; 2000. h. 535-77.
4. Maryati. Ballard Score. Diunduh dari http://unpad.ac.id/maryati/files/2011/01/BallardScore.pdf, 5 Juni 2013.
5. Manuaba. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta: EGC; 2007. h. 421-2.
6. Leveno, Cunningham, Gant, Alexander, Bloom, Casey, et al. Obstetri Williams
panduan ringkas. Edisi ke-XXI. Jakarta: EGC; 2012. h. 317-8.
7. Wong. Buku ajar pediatrik. Edisi ke-VI. Volume 1. Jakarta: EGC; 2009. h. 280.
8. Hull, Johnston. Dasar-dasar pediatri. Edisi ke-III. Jakarta: EGC; 2008. h. 47-49.
9. Lissauer, Fanaroff. At a glance: Neonatologi. Jakarta: Erlangga; 2009. h. 42.

15 | T r a u m a E k s t r a k r a n i a l N e o n a t u s B l o k 2 5

Anda mungkin juga menyukai