PENDAHULUAN
langsung meningkatkan tingkat morbiditas dan mortalitas. Pada tahun 1900, Eddy dan
morris mencatat tingkat mortalitas ACS sebesar 68%.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sindroma kompartemen didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi
peningkatan tekanan didalam suatu rongga anatomis tubuh yang mempengaruhi sirkulasi dan
mengancam fungsi dan kelangsungan hidup jaringan di sekitarnya. Sindroma kompartemen
abdominal (ACS) muncul bila disfungsi organ terjadi sebagai hasil dari hipertensi
intraabdominal lebih dari 20mmHg atau tekanan perfusi abdomen kurang dari 60 mmHg
dengan disertai onset satu atau lebih kegagalan system organ. Tekanan intra abdomen normal
antara 0 dan 5 mmHg, tapi pada pasien dewasa yang kritis normal IAP dapat mencapai
antara 5 dan 7 mmHg.
Hipertensi intra abdomen didefinisikan dengan menetap atau berulangnya tekanan
intra abdomen (IAP) lebih dari 12 mmHg atau tekanan perfusi abdomen (APP) kurang dari
60mmHg dimana tekanan perfusi abdomen (APP) = Tekanan arteri ratarata (MAP) tekanan
intra abdomen (APP). Berbeda dengan dengan hipertensi intra abdomen (IAH), sindrom
kompartemen abdominal tidak diberi tingkatan tetapi lebih didasarkan sebagai fenomena all
or none.
2.2 Etiologi
Peningkatan
penanganan intensive bedah pada berbagai kondisi klinis termasuk pembedahan abdomen
yang lama , akumulasi ascites, trauma tumpul abdomen, rupture aneurisma aorta abdomen,
pancreatitis hemoragik, fraktur pelvis,ileus dan obstruksi usus, pneumoperitoneum dan syok
septic.
Table I. Etiologies of elevated intra-abdominal pressure
Acute:
Retroperitoneal
Origin
Intraperioneal
Origin
edema
Abdominal Wall burn eschar, repair of gastroschisis or omphalocele, reduction of large
hernias, military anti-shock garments, laparotomy closure under extreme
Chronic:
tension
central obesity, ascites, large abdominal tumors, chronic ambulatory
peritoneal dialysis, pregnancy
Reprinted with permission from: Saggi BH, Sugerman HJ, Ivatury RR, Bloomfield GL.
Abdominal compartment syndrome. J Trauma 1998; 45: 597609
Penyebab peningkatan tekanan intra abdomen dapat dibedakan berdasarkan tipe ACS
yang disusun dalam table 1.
Etiologi
3
Primer akut
Intraperitoneal
Perdarahan intraperitoneal
Trauma tumpul hepar
Obstruksi bowel
Ileus
Dilatasi gaster akut
Pneumoperitoneum
Abdominal packing
Abses
Asites
Edema visceral
Mesenteric revascularization
Retroperitoneal
Trasplantasi ginjal
Pancreatitis
Perdarahan pelvis atau retroperitoneal
Rupture aneurisma aorta abdomen
Dinding abdomen
Abses
Hematom rectus sheath
Skar luka bakar
MAST trousers
Repair hernia
Repair gastroschisis atau ompalocele
Sekunder akut
Kronik
dan luka tumpul terbuka, ruptur aneurysma aorta abdomen, perdarahan retroperitoneal,
pneumoperitoneum, neoplasma, pancreatitis, ascites yang masif, dan transplantasi hepar.
Resusitasi cairan yang masif, akumulasi darah dan pembekuan, edema usus, dan
penutupan secara paksa pada dinding abdomen yang tidak komplians adalah faktor-faktor
yang bisa menybabkan ACS. Tambahan pula, jaringan parut luka bakar di sekeliling
abdomen cenderung terjadinya kompresi dinding abdomen menyebabkan peningkatan pada
tekanan intra-abdominal.
Selain itu, faktor yang sering terjadinya ACS adalah pada pasien yangdalam proses
penyembuhan luka jaringan akibat laparotomi, terutama bila ada kasa atau pack yang intraabdominal. Dalam penelitian yang dijalankan telah didapatkansebanyak 14% dari 145 orang
pasien berisiko tinggi terkena ACS. Pasien yangmengalami ACS akibat dari ruptur
aneurysma aorta abdomen dilaporkan sebanyak 4%.
2.4 Klasifikasi
1. Akut primer ACS
Keadaan yang berhubungan dengan cedera atau penyakit di region pelvis-abdomen
yang sering memerlukan penanganan bedah atau intervensi radiologis
2. Sekunder ACS
ACS yang bukan berasal dari region pelvis-abdomen
3. Kronik
Keadaan dimana ACS kembali terjadi akibat tindakan bedah sebelumnya atau terapi
medis pada primer atau ACS sekunder.
2.5 Patofisiologi
Setiap kelainan yang meningkatkan tekanan dalam rongga perut dapat menimbulkan
hipertensi intra-abdomen. Dalam beberapa situasi, seperti pankreatitis akut atau pecahnya
aneurisma aorta abdominal. Obstruksi mekanis usus halus dan pembesaran abdomen bisa
menimbulkan hipertensi intra abdomen. Namun, trauma tumpul abdomen dengan
perdarahan intra-abdomen dari lienalis, hati, dan cedera mesenterika adalah penyebab
paling umum dari hipertensi intra-abdomen.pembedahan perut dengan tujuan untuk
mengendalikan pendarahan juga dapat meningkatkan tekanan dalam ruang peritoneal.
Distensi usus sebagai akibat dari syok hipovolemik dan perpindahan volume yang besar,
merupakan penyebab penting hipertensi intra-abdomen, dan selanjutnya mengakibatkan
ACS pada pasien trauma.
5
Pelepasan sitokinin
2.
3.
dilepaskan.
Molekul-molekul
ini
meningkatkan
vasodilatasi
dan
meningkatkan
permeabilitas kapiler yang mengarah pada terjadinya edema. Setelah seluler mengalami
reperfusi, oksigen radikal bebas dihasilkan. Agen ini memiliki efek toksik pada membran
sel yang kondisinya diperparah oleh adanya sitokinin, yang merangsang pelepasan radikal
lebih banyak lagi. Selain itu, kurangnya penghantaran oksigen ke jaringan yang mengalami
keterbatasan produksi adenosine triphosphat dan penurunan persediaan dari adenosine
triphosphat ini tergantung pada aktivitas seluler. (Paula Richard, 2009)
Yang terkena dampak adalah pompa natrium-kalium. Efisien fungsi pompa sangat
penting untuk peraturan intraseluler elektrolit. Ketika pompa gagal, terjadi kebocoran
natrium ke dalam sel sehingga menarik air. Sel membengkak, selaput kehilangan integritas,
isi intraseluler keluar ke ekstraseluler dan mengakibatkan inflamasi (peradangan).
Inflamasi dengan cepat berubah menjadi edema, sebagai akibat dari kebocoran kapiler, dan
jaringan di usus semakin membengkak akibat dari semakin meningkatnya tekanan intraabdomen. Pada awal tekanan, perfusi usus terganggu, hipoksia seluler, kematian sel,
peradangan, edema terus berlanjut. (Pleva Mayzlk, J. 2004)
Jadi, pada hipertensi intra-abdomen dapat menyebabkan vasokonstriksi sehingga
terjadi peningkatan tekanan intra-abdomen. Apabila tekanan intra-abdomen terus
meningkat, dapat menyebabkan terjadinya penurunan perfusi jaringan dan akhirnya terjadi
edema yang juga dapat memperparah peningkatan tekanan intra-abdomen. Meningkatnya
tekanan intra-abdomen inilah yang akhirnya menyebabkan kompartement sindrom
abdominal.
Patofisiologi ACS
Patofisiologi dampak ACS pada berbagai system organ :
1).Disfungsi ginjal
Disfungsi ginjal merupakan dampak yang paling sering terjadi. Efek klasik IAH/ACS
pada system ginjal yaitu oliguria hingga menjadi anuria dengan IAP yang meningkat. IAP
1520 mmHg dapat terjadi oliguria, sementara IAP lebih dari 30 mmHg dapat terjadi
anuria. Mekanisme terjadinya disfungsi ginjal terdapat banyak factor. ACS membuat
gangguan pada kardiovaskular dengan menurunkan curah jantung sehingga menurunkan
aliran arteri ginjal, meningkatkan resistensi vascular ginjal, menurunkan filtrasi glomerulus
dan kompresi vena ginjal.4
2). Disfungsi paru
Peningkatan IAP berdampak langsung pada fungsi paru. Komplians paru mengalami
resultan reduksi progresif pada kapasitas total paru, kapasitas residu fungsional dan volume
residu. Ini ditunjukkan secara klinis dengan elevasi hemidiafragma pada radiografi dada.
Perubahan ini ditunjukkan pada IAP diatas 15 mmHg. Terjadi kegagalan respirasi
selanjutnya akibat hipoventilasi dari hasil elevasi progresif IAP. Resistensi vascular paru
meningkat sebagai hasil dari pengurangan tekanan oksigen alveolus dan peningkatan
tekanan intra-torak. Pada akhirnya, disfungsi organ paru ditunjukkan dengan keadaan
hipoksia, hiperkapnia dan peningkatan tekanan ventilasi.9
3). Disfungsi jantung
Peningkatan IAP secara konsisten berkorelasi dengan penurunan curah jantung. Ini
ditinjukkan pada IAP diatas 20 mmHg. Penurunan jurah jantung merupakan hasil dari
penurunan alur balik vena jantung dari kompresi langsung pada vena cava dan vena porta.
Peningkatan tekanan intra-thorak juga membuat penurunan aliran vena cava superior dan
inferior. Resistensi maksimal aliran darah vena cava terjadi di hiatus cavum diafragma. Ini
berhubungan dengan gradient tekanan tiba-tiba antara abdomen dan rongga dada.
Peningkatan tekanan intra-thorak menyebabkan kompresi jantung dan pengurangan
volume akhir diastolik. Kenaikan resistensi vascular sistemik berasal dari efek gabungan
vasokonstriksi arteriolar dan IAP yang meningkat. Gangguan ini membuat stroke volume
berkurang dimana hanya satu-satunya yang dikompensasi dengan meningkatkan detak
jantung dan kontraktilitas. Kurva Starling kemudian bergeser ke bawah dan ke kanan dan
curah jantung secara progresif menurun dengan IAP yang meningkat. Kelainan ini terjadi
eksaserbasi bersamaan dengan hipovolemia. Perubahan hemodinamik signifikan
ditunjukkan pada IAP diatas 20 mmHg.
4). Disfungsi hepar
Penurunan aliran darah arteri hepatic, vena porta dan sirkulasi mikro berhubungan
dengan IAH. Ketika babi yang teranestesi IAP-nya meningkat hingga 20 mmHg, kebalikan
dari Q konstan dan tekanan arteri rata-rata, aliran arteri hepatic berkurang hingga 55%,
aliran vena porta menurun hingga 35% dan aliran sirkulasi mikro hepatic berkurang hingga
29% dibandingkan dengan control. Penurunan pada aliran sirkulasi mikro hepatik yang
sama juga terjadi pada pasien dengan kolesistektomi per laparoskopi. Pasien dengan
trauma kemungkinan meningkat resiko sekunder terhadap penurunan aliran darah portal
dan visceral yang terjadi selama syok.
and
ventilation
with
high
positive
end-expiratory
pressure
12
13
Pickhardt dkk menemukan gambaran dibawah ini pada pasien dengan sindrom
kompartemen abdominal :
1) Round-belly sign distensi abdomen dengan rasio diameter abdomen
anteroposterior ke transversal meningkat. (ratio >0.80; P <0.001)
2) Kolaps vena kava
3) Penebalan dinding usus dengan enhancement
4) Hernia inguinal bilateral
5) USG Abdomen
6) Aneurisma aorta, bila besar dapat terdeteksi
7) Gas usus atau kegemukan mempersulit pemeriksaan
2.9 Penatalaksanaan
Tekanan Intra Abdomen dibagi atas:
1. Grade I
: IAP 12 15 mmHg
14
Terdapat manajemen nonoperatif pada IAH/ACS yang terdiri dari lima intervensi
terapi, tiap terapi mengandung beberapa langkah tingkat terapi :
1. Evakuasi isi intralumen
2. Evakuasi space-occupying lesion intra-abdomen
3. Memperbaiki komplians dinding abdomen
4. Optimalkan kebutuhan cairan
5. Optimalkan perfusi jaringan regional dan sistemik
b. Manajemen pembedahan
Laparotomi dekompresi merupakan gold standard dalam penanganan pasien
dengan ACS. Pendekatan dekompresi abdomen sangat beragam. Temporary abdominal
closure (TAC) telah banyak digunakan sebagai mekanisme mengembalikan dampak
akibat peningkatan IAP. Beberapa penulis menganjurkan penggunaan TAC sebagai
profilaksis untuk mengurangi komplikasi post operasi dan mempermudah re-eksplorasi
yang telah direncanakan. Setelah laparotomi dekompresi, dilakukan temporer
abdominal closure yang dilanjutkan dengan permanen abdominal closure pada hari
berikutnya.
16
17
atau mesh. Jika mesh dijahit ke kulit, akan ditutup dengan adesif drape yang steril dan
drape (Vi-drape or Steri Drape). Menjahit bahan sintetis ke kulit bukan ke fasia,
mempersiapkan fasia untuk definitive closure berikutnya. Jika penutupan kulit saja
menyebabkan peningkatan IAP, kulit dibiarkan terbuka. Usus ditutupi dengan
nonadhesive, nonporous materi (seperti tas atau perekat usus terlipat menggantungkan
dirinya sendiri sehingga sisi perekat menempel pada dirinya sendiri).
perut
permanen
dilakukan
setelah
hipovolemia,
hipotermia,
coagulapathy, dan asidosis telah diperbaiki; yang biasanya tiga sampai empat hari
setelah dekompresi abdomen. Beberapa metode penutupan perut telah dideskripsikan.
Primer penutupan fasia dapat dilakukan atau cangkok kulit dapat ditempatkan diikuti
oleh dinding perut tertunda rekonstruksi. Setelah mobilisasi signifikan cairan,
dimungkinkan untuk menutup fasia tanpa ketegangan yang signifikan. Namun, sebuah
"pemisahan bagian" teknik mungkin diperlukan untuk reapproximate fasia.
19
Jika mesh ditempatkan sebagai perut sementara penutupan (sebaiknya bahan yang
diserap), jala dapat dibiarkan in situ selama dua minggu kemudian ditutup dengan kulit
ketebalan parsial grafts ke jaringan granulasi yang mendasarinya. Jala biasanya akan
dimasukkan ke dalam jaringan granulasi pada titik waktu ini. Jika fasia tidak ditutup
dan pasien yang tersisa dengan cacat dinding perut, dinding perut rekonstruksi dapat
dilakukan enam hingga dua belas bulan kemudian.
Berbagai metode rekonstruksi telah dijelaskan, termasuk medial bilateral
kemajuan abdominus rektus otot dan fasia dengan atau tanpa sayatan kulit-relaksasi.
Expanders jaringan subkutan diikuti oleh flaps kemajuan myocutaneous bilateral juga
telah digunakan. Garis tengah perut flap cacat mungkin memerlukan rekonstruksi atau
rekonstruksi dengan nonabsorbable mesh.
Pasien yang dirawat di ICU sebaiknya diskrining untuk melihat faktor resiko
terjadinya IAH/ACS dan dengan kegagalan organ yang baru atau progresif. Biladua atau
lebih faktor resiko dijumpai, pengukuran IAP harus dilakukan. Dan bila IAH
ditemukan, pengukuran IAP serial harus dilakukan pada pasien tersebut.
Pengukuran IAP terdiri dari berbagai teknik yaitu penempatan metal intraabdomen langsung (sudah lama ditinggalkan), tekanan vena kava inferior (beresiko
thrombosis dan infeksi), tekanan gaster (jarang digunakan tetapi berguna bila terdapat
trauma buli-buli dimana distensi buli merupakan kontraindikasi) dan tekanan buli-buli.
Gold standard pengukuran IAP adalah dengan tekanan buli-buli.
Untuk mengukur tekanan buli-buli, suntikkan 50-100 ml saline steril kedalam
Foley kateter melalui lubang aspirasi; klem silang selang steril dari drainkantong urin
letak distal dari lubang aspirasi; hubungkan ujung selang drainkantong urin ke Foley
kateter; lepaskan klem sesaat agar cairan dari buli keluar dan kemudian klem ulang; Yconnect transduser tekanan ke kantong drain melalui lubang aspirasi menggunakan
jarum G 16; pastikan IAP dari transduser menggunakan puncak dari tulang simfisis
pubis sebagai titik nol dalam posisitelentang. Manometer tangan yang dihubungkan ke
Foley kateter melalui kolom cairan di selang dapat digunakan untuk menentukan
tekanan sebagai ganti transduser.
20
21
22
23
24
2.10 Komplikasi
Jika kompartemen sindrom tidak mendapatkan penanganan dengan segera, akan
menimbulkan berbagai komplikasi antara lain (Irga, 2008) :
25
3. Trauma vascular
4. Gagal ginjal akut
5. Sepsis
6. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
2.11 Prognosis
Tingkat kematian dengan kasus ACS dilaporkan 10-68% dari pasien yang
mengalaminya. Prosentase klien yang dapat bertahan hidup dengan kasus ACS sekitar
53%. Jika sudah diketahui ada tanda-tanda mengalami ACS, maka penatalaksanaan yang
harus dilakukan adalah dekompresi laparotomi.
BAB III
KESIMPULAN
Sindroma kompartemen didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi
peningkatan tekanan didalam suatu rongga anatomis tubuh yang mempengaruhi sirkulasi
dan mengancam fungsi dan kelangsungan hidup jaringan di sekitarnya. Sindroma
kompartemen abdominal (ACS) muncul bila disfungsi organ terjadi sebagai hasil dari
26
hipertensi intraabdominal lebih dari 20mmHg atau tekanan perfusi abdomen kurang dari
60 mmHg dengan disertai onset satu atau lebih kegagalan system organ. Tekanan intra
abdomen normal antara 0 dan 5 mmHg, tapi pada pasien dewasa yang kritis normal IAP
dapat mencapai antara 5 dan 7 mmHg.
Hipertensi intra-abdomen didefinisikan dengan menetap atau berulangnya tekanan
intra-abdomen (IAP) lebih dari 12 mmHg atau tekanan perfusi abdomen (APP) kurang dari
60 mmHg, dimana tekanan perfusi abdomen (APP) = tekanan arteri rata-rata (MAP)
tekanan intra-abdomen (IAP).
Gejala klinis ACS antara lain :
- Distensi abdomen yang berat
- Gagal napas yang ditandai dengan PCO2 yang meningkat, volume tidal yang
berkurang, tingginya tekanan puncak inspirasi.
- Curah jantung yang menurun
- Tekanan darah yang labil
- pHi rendah yang menetap
- Oliguria yang tidak respon terhadap terapi konvensional
- Tekanan intra abdomen yang meningkat (> 40 mm Hg)
Penanganan harus berdasarkan pada pemeriksaan klinis dengan peningkatan IAP.
Grade I IAH secara umum hanya memerlukan resusitasi volume dengan pemantauan
tekanan berkelanjutan. Pasien dengan grade II harus ditangani berdasarkan gejalanya.
Grades III dan IV ditangani dengan operasi dekompresi. Sebab laparotomi dekompresi
merupakan gold standard dalam penanganan pasien dengan ACS.
Hasil dari IAH dilihat paling mudah dalam ginjal dan system pernapasan. Namun,
hampir setiap sistem organ dapat terpengaruh. Dalam trauma atau pasien lain beresiko
tinggi untuk mengembangkan ACS berdasarkan temuan perioperatif, pengobatan terbaik
adalah penggunaan TAC untuk mengurangi insiden (meski tidak secara utuh mencegah)
27
pengembangan ACS. Jika ACS terjadi, pengobatan dengan dekompresi akan mampu
memberikan terapi terbaik dengan resolusi kardiovaskular, paru, dan ginjal derangements,
meskipun derajat dapat ditetapkan untukkegagalan organ multiple berikutnya.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Paula, Richard MD. 2009. Abdominal Compartment Syndrome. Available at
www.emedicine.com/ 829008-overview.htm
2. Pleva, J. r, M. Mayzlk, J. 2004. Abdominal Compartment Syndrome in
Polytrauma. In: Biomed. Papers 148(1), 8184 (2004). Available at
http://publib.upol.cz/~obd/fulltext/Biomed/2004/1/81.pdf
3. Stassen, N.A et al. 2002. Abdominal Compartment Syndrome. In: Scandinavian
Journal of Surgery 91: 104108 (2002)
www.infofarma.com
www.pubmed.com
www.zd.pros.at
www.wscas.org
9. Bailey, Jeffrey. 2000. Abdominal Compartment Syndrome. In: Critical Care 2000
4:23-29. Available at http://ccforum.com/content/4/1/023
10. Sugrue, M. 2005. Abdominal Compartment Syndrome. In: Current Opinion in
Critical Care 2005, 11:333338. Available at
http://www.med.nyu.edu/resweb/anes/education/critical%20care/pdf/7.%20Trauma
%20and%20resusc/Abdominal%20Compartment%20Syndrome.pdf
11. Oldner, A. 2008. Abdominal Compartment Syndrome. Available at
http://www.sfai.se/files/ACS_Anders_Oldner.pdf
29
12. Borst,
J.
2009.
Abdominal
Compartment
Syndrome.
Available
at
http://www.panamtrauma.org/journal/Abdominal%20compartment
%20syndrome.pdf
30