Anda di halaman 1dari 8

Artikel Penelitian

Hubungan antara Obstructive Sleep Apnea


Syndrome dan Derajat Keparahan Penyakit
Jantung
Hamid Reza Javadi,1 Shabnam Jalilolghadr,2 Zohreh Yazdi,3 and Zeinab
RezaieMajd1
Qazvin University of Medical Sciences, Qazvin, Iran

Metabolic Disease Research Center, Qazvin University of Medical Sciences, Qazvin,

Iran
3

Social Determinants of Health Research Center, Qazvin University of Medical

Sciences, Qazvin 3413689414, Iran

Diterima pada tanggal 2 November 2013; Direvisi pada tanggal 29 Desember 2013;
Diterima pada tanggal; 12 Januari 2014; Dipublikasi pada tanggal 16 Februari 2014

Latar Belakang. Sindrom obstructive sleep apnea (OSA) adalah salah satu gangguan
pernapasan yang paling umum dialami pada manusia. Terdapat bukti yang mengaitkan
OSA dengan penyakit vaskular, terutama hipertensi. Patofisiologi hubungan OSA dan
penyakit kardiovaskular seperti hipertensi, gagal jantung kongestif, dan fibrilasi
atrium belum sepenuhnya dipahami.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki hubungan antara obstructive sleep
apnea hypopnea syndrome (OSAHS) dengan coroner atherosclerosis disease (CAD).
Metode. Menggunakan kuesioner berbasis kuesioner Berlin dan Epworth Sleepiness
Scale (ESS)
dengan 406 pasien untuk menilai data demografi dan gejala, seperti kantuk di siang
hari yang berlebihan dan mendengkur. Kuesioner Berlin dan ESS dikerjakan oleh
semua pasien. Sampel darah vena diperoleh untuk pemeriksaan biokimia.
Karakteristik arteri koroner pasien didapatkan dari pemeriksaan angiografi. Subjek

penelitian dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan hasil dari kuesioner Berlin:
pasien risiko rendah OSA dan pasien risiko tinggi OSA. Data dianalisis
menggunakan software SPSS versi 13.
Hasil. Rata-rata pasien berusia 61,8 10,5. 212 (52,2%) pasien dikategorikan sebagai
kelompok berisiko tinggi apnea. Kantuk berlebihan di siang hari dilaporkan pada 186
pasien (45,8%). Tingkat keparahan penyakit arteri koroner, kantuk di siang hari, dan
kelainan elektrokardiogram secara signifikan lebih tinggi pada pasien berisiko tinggi
OSA dibandingkan dengan pasien risiko rendah. Pasien risiko tinggi OSA memiliki
peningkatan kadar gula darah puasa dan kolesterol LDL serta penurunan kadar
koleserol HDL (p <0,05).
Kesimpulan. Didapatkan korelasi kuat antara jumlah stenosis pembuluh darah dan
OSA. OSAcan menjadi faktor predisposisi penyakit jantung.

1. Pendahuluan
Obstructive sleep apnea syndrome (OSAS) merupakan salah satu gangguan tidur yang
umum dialami manusia. Diperkirakan bahwa 4% dari laki-laki dan 2% perempuan
mengalami gangguan ini [1]. Temuan klinis yang terkait dengan sleep apnea adalah
kebiasaan mendengkur dan kualitas tidur yang buruk dan disfungsi kognitif.
Gangguan pernapasan yang dialami setiap hari tidak hanya berpengaruh pada kualitas
tidur, tetapi juga berpengaruh pada jam bangun yang buruk. Mengantuk berlebihan
pada siang hari adalah salah satu tanda utama dari sleep apnea syndrome [2-4].
Studi yang berbeda menunjukkan bahwa obstructive sleep apneu (OSA) dapat
menjadi faktor risiko untuk kejadian beberapa kondisi medis seperti diabetes tipe 2
dan sakit kepala. Penyakit kardiovaskular memiliki hubungan sleep apnea. Menurut
survei, kejadian OSA pada pasien dengan penyakit jantung adalah 30 sampai 50
persen [5, 6]. Terdapat korelasi antara sleep apnea dan beberapa penyakit
kardiovaskular, yaitu hipertensi, infark miokard, aritmia, kardiomiopati, gagal
jantung, dan serangan jantung [7-9].
Metode standar untuk diagnosis OSA adalah polisomnografi (PSG) dalam satu
malam.

Yang

termasuk

PSG

adalah

elektroensefalogram,

elektromiogram,

elektrokardiogram (EKG), oksimetri, aliran udara oronasal, dan upaya pernapasan.


Parameter ini dapat menentukan keberadaan dan intensitas sleep apnea. Prosedur PSG
standar tidak dapat dilakukan untuk tujuan skrining karena memakan biaya yang
tinggi dan waktu yang banyak. Bisa juga digunakan beberapa kuesioner untuk menilai
kemungkinan terjadinya sleep apnea. Dari sekian banyak, Kuisioner Berlin dan
Epworth Sleepiness Scale (ESS) adalah metode yang paling sering digunakan untuk
skrining sleep apnea dalam beberapa penelitian [10].
ESS adalah metode untuk mengevaluasi apakah terdapat rasa mengantuk berlebihan
pada siang hari. Ini merupakan metode subjektif, murah, dan mudah dilakukan [11].
Sebuah survei pada pasien dengan OSA di 20 rumah sakit pendidikan menunjukkan
hasil perbandingan menilai sleep apnea menggunakan ESS dan PSG. Sensitivitas dan
spesifisitas Kuesioner Berlin untuk menilai OSA adalah, 85% dan 77% masingmasing [12, 13]. Menurut temuan studi yang disebutkan di atas, penelitian ini
dirancang untuk menilai prevalensi OSA dan hubungannya dengan hasil angiografi
pada pasien dengan penyakit kardiovaskular.

2. Bahan dan Metode


Subyek penelitian yang digunakan adalah pasien (pria atau wanita) berusia kurang
dari 70 tahun yang akan dilakukan angiografi koroner. Dalam penelitian prospektif
ini, semua subyek diambil dari Klinik Jantung di Rumah Sakit Universitas Sina pada
rentang waktu Mei Oktober 2009. Indikasi dilakukan kateterisasi jantung adalah
riwayat nyeri dada atau temuan patologis dalam pemeriksaan EKG. Sebanyak 845
pasien diambil untuk penelitian ini, dan 406 dari pasien tersebut memenuhi kriteria
untuk dilakukan angiografi.
Angiografi dilakukan pada koroner kanan dan kiri pada semua pasien. Stenosis arteri
koroner dianggap signifikan jika terdapat 70% diameter stenosis.
Pasien dengan riwayat serangan serebrovaskular (CVA), PPOK, gagal jantung dan
yang mengkonsumsi obat penenang dieksklusi dari penelitian. Pasien dengan
ketergantungan oksigen dan gangguan koroner dengan fraksi ejeksi kurang dari 40%
juga dieksklusi. Protokol penelitian dijelaskan kepada semua pasien dan informed

consent didapatkan dari semua subjek secara tertulis. Setiap subjek terlebih dulu
diukur tinggi, berat, dan lingkar pinggang dan lingkar leher. Indeks massa tubuh
(BMI) dihitung dengan membagi berat badan (Kilogram) dari tinggi badan kuadrat
(Meter). Tekanan darah juga diukur dengan barometer merkuri.
Karakteristik demografi dikumpulkan menggunakan kuesioner termasuk usia dan
jenis kelamin. ESS dan Kuesioner Berlin kuesioner diisi oleh semua subyek.
Kuesioner ESS memiliki delapan item pertanyaan, merupakan sarana yang sederhana
dan murah untuk mengukur rasa kantuk di siang hari secara subjektif. Skor untuk
kantuk di siang hari yang berlebihan dianggap sama atau lebih besar dari 10 [12].
Kuesioner Berlin memiliki tiga kategori. Kategori pertama memiliki lima pertanyaan
tentang mendengkur. Kategori kedua dengan empat pertanyaan tentang mengantuk di
siang hari. Kategori terakhir dengan 1 pertanyaan menanyakan tentang tekanan darah
tinggi. Risiko tinggi OSA dianggap jika dua atau lebih kategori positif [13].
Sampel darah vena yang diperoleh untuk tes biokimia termasuk kolesterol LDL,
kolesterol HDL, dan gula darah puasa. Karakteristik EKG (seperti irama jantung,
denyut jantung, perubahan iskemik, dan elevasi ST dan tanda-tanda nekrosis) dicatat.
Semua data diolah dengan software SPSS versi 13. Data ditampilkan sebagai mean
standar deviasi standar atau angka (persentase).

Tabel 1: Karakteristik demografi dan temuan klinis pada pasien dengan atau tanpa
OSA.
Tabel 2: Membandingkan faktor risiko lain pada pasien dengan atau tanpa OSA.

Perbedaan antar kelompok dianalisis dengan Student t-test, uji Chi-squared, dan
analisis one-way of variance. Regresi logistik digunakan untuk menghitung odds
ratio (OR) dan interval kepercayaan variabel, sementara menyesuaikan variable
perancu. Nilai prediktif (P value) kurang dari 0,05 dianggap signifikan.

Tabel 3: Membandingkan Berlin kuesioner, ESS, dan faktor risiko lain dengan CV
keparahan penyakit arteri koroner (1, 2, dan penyakit 3-pembuluh skor GENSINI).

3. Hasil
Rata-rata usia subjek berusia 61,83 10,5 tahun (berkisar antara 40 sampai 70 tahun).
Rata-rata nilai BMI dan lingkar leher masing-masing adalah 26,7 3,6 Kg / m2 dan
37.4 1,4 cm.
Dari seluruh subjek, 212 (52,2%) dikategorikan sebagai kelompok berisiko tinggi
untuk apnea dan 194 (47,8%) sebagai kelompok risiko rendah. Temuan kuesioner ESS
adalah sebagai berikut: 220 (54,2%) yang tanpa kantuk (ESS <10) dan kantuk di siang
hari yang berlebihan dilaporkan pada 186 (45,8%).
Parameter yang diteliti ditunjukkan pada Tabel 1 dan 2. Tabel 3 membandingkan
kuesioner Berlin, ESS, dan faktor risiko CV lain pada pasien dengan tingkat
keparahan yang berbeda dari penyakit arteri koroner (penyakit 1, 2, dan 3- skor
penyakit pembuluh darah GENSINI).
Tabel 4 menunjukkan hasil analisis regresi logistik pada faktor-faktor terkait risiko
tinggi OSA. Variabel yang termasuk dalam model regresi univariat dan multivariat
adalah umur, jenis kelamin, BMI, kebiasaan merokok, lingkar leher, lingkar pinggang,
kadar trigliserida, kolesterol HDL, gula darah puasa, kantuk di siang hari, dan jumlah
pembuluh darah dengan stenosis pada pemeriksaan angiografi. Seperti yang
ditunjukkan dalam tabel, jenis kelamin dan BMI tidak secara statistik terkait dengan
adanya OSA. Variabel dengan OR tertinggi terkait dengan kehadiran OSA adalah
jenis kelamin, gula darah puasa, kantuk di siang hari, dan jumlah pembuluh darah
stenosis dengan pemeriksaan angiografi.

4. Diskusi
Dalam penelitian ini, prevalensi tinggi OSA dilaporkan pada pasien yang dijadwalkan
untuk angiografi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gangguan pernapasan saat
tidur pernapasan tanpa faktor risiko lain dapat menjadi faktor risiko penting untuk
penyakit kardiovaskular. Di sisi lain, gangguan pernapasan saat tidur dapat
meningkatkan kejadian penyakit kardiovaskular lebih dari dua sampai tiga kali lipat
dibandingkan orang tanpa gangguan pernapasan saat tidur [1-4]. Sehingga, OSA dapat

ditemukan pada 30 sampai 50 persen pasien dengan penyakit jantung koroner [5].
Temuan pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa intensitas penyakit arteri
koroner lebih tinggi pada pasien dengan OSA dibandingkan dengan yang lain. Dalam
penelitian ini, pasien dengan 2 sampai 3 stenosis pembuluh darah diklasifikasikan
dalam kelompok berisiko tinggi untuk apnea (menurut kuesioner Berlin), sementara
pasien dengan penyakit pembuluh tunggal memiliki risiko rendah untuk OSA.
Temuan ini sesuai dengan data dari penelitian sebelumnya. Studi yang dilakukan oleh
American Sleep Research Center menunjukkan bahwa risiko kejadian penyakit
kardiovaskular pada pasien dengan Apnea-Hypopnea Index (AHI) lebih dari 5 kali per
jam lebih tinggi daripada mereka yang tidak apnea [14]. Dalam penelitian lain,
penulis mengungkapkan bahwa subyek dengan AHI lebih dari 20 / jam memiliki
risiko yang lebih tinggi mendapatkan infark miokard, angina, dan penyakit koroner
[15, 16].
Korelasi ini tidak begitu dikenal, tapi bukti-bukti menyiratkan bahwa gangguan
pernapasan saat tidur dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik.
Penelitian lain menunjukkan bahwa OSA juga dapat mengakibatkan peningkatan
fibrinogen dan C-reaktif protein (CRP). Zat ini merupakan awal proses trombosis di
arteri koroner [17].
Dalam penelitian ini, tanda-tanda OSA banyak ditemukan pada pasien dengan
stenosis koroner. Kami mengevaluasi kantuk di siang hari dengan menggunakan
kuesioner ESS. Terdapat hubungan yang signifikan antara kantuk yang berlebihan di
siang hari (sebagai tanda OSA) dan intensitas OSA. Parish dan Somers mempelajari
175 pasien dengan penyakit arteri koroner dan menunjukkan bahwa 56% dari mereka
mendengkur saat tidur [18]. Temuan lain dari penelitian ini menunjukkan bahwa 39%
pasien dengan stenosis arteri koroner tunggal memiliki risiko tinggi mengalami OSA
yang diskrining dengan kuersioner Berlin, sementara 60 dan 62 persen pasien dengan
2 atau 3 stenosis pembuluh darah dikelompokkan dalam kelompok berisiko tinggi
untuk OSA.
Banyak studi mengenai hubungan antara OSA dan penyakit arteri koroner. Young et

al. melaporkan bahwa persentase penyakit dua atau tiga pembuluh darah hanya 12%
pada pasien tanpa OSA, namun 80% pasien dengan OSA memiliki stenosis dalam
setidaknya dua pembuluh darah koroner [1]. Bukti-bukti ini menyiratkan hubungan
yang signifikan antara OSA dan penyakit arteri koroner.
Kami juga mempelajari hubungan antara karakteristik EKG dan parameter pada
kuesioner Berlin. 60% dari pasien iskemik pada pemeriksaan EKG dan 81% dari
pasien yang memiliki gelombang Q patologis di EKG dikategorikan dalam kelompok
dengan resiko tinggi untuk OSA. Mooe et al. menunjukkan bahwa 30% dari pasien
yang memiliki ST-depresi di EKG memiliki risiko tinggi OSA [4].
Kami mendeteksi kadar yang kolesterol HDL yang lebih rendah dan kadar trigliserida
yang lebih pada pasien dengan risiko tinggi OSA dibandingkan dengan pasien dengan
risiko rendah OSA. Pang dan Terris mengungkapkan hubungan yang signifikan antara
hiperkolesterolemia (khusus kadar kolesterol LDL) dengan penyakit jantung [10].
Temuan penelitian lain dalam populasi Jerman menunjukkan bahwa continuous
positive airway pressure (CPAP) dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL dan
menurunkan kadar kolesterol LDL pada pasien dengan OSA [19].
Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Pertama, peneliti tidak dapat
menggunakan polisomnografi untuk diagnosis apnea karena biaya yang tinggi dan
ketidaknyamanan bagi pasien rawat inap. Kedua, peneliti tidak dapat mengontrol
pengaruh semua faktor risiko CAD karena banyaknya faktor risiko yang terkait
dengan penyakit arteri koroner.
Berdasarkan temuan penelitian ini, OSA dapat menjadi faktor predisposisi untuk
penyakit jantung. Skrining OSA dibutuhkan pada pasien dengan penyakit jantung,
pasien dengan hipertrigliseridemia atau pasien dengan kadar kolesterol HDL rendah
yang tidak berespon terhadap terapi. Sehingga dapat dilakukan terapi secara dini dan
mencegah tingginya angka kesakitan dan kematian pada penyakit jantung. Hal ini
juga menguntungkan, karena mengurangi biaya untuk melakukan bypass koroner dan
rawat inap.

5. Benturan Kepentingan
Para penulis menyatakan bahwa tidak ada permasalahan pada penerbitan tulisan ini.

Anda mungkin juga menyukai