Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex, merupakan bakteri gram positif berbentuk batang (basil)
yang memiliki sifat tahan asam sehingga disebut Bakteri Tahan Asam (BTA).
Berdasarkan letak anatomi penyakitnya tuberkulosis terbagi menjadi TB paru dan
TB ekstra paru. TB paru adalah kasus TB yang mengenai parenkim paru.
Sedangkan TB ekstra paru adalah kasus TB yang mengenai organ lain selain paru
seperti pleura, kelenjar getah bening, dan lain-lain. Berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologi TB paru terbagi lagi menjadi TB paru BTA positif dan TB paru BTA
negatif.1,2
Gejala umum dari TB paru adalah batuk produktif lebih dari 2 minggu
yang disertai gejala pernapasan (sesak napas, nyeri dada, hemoptisis) dan/atau
gejala tambahan (tidak nafsu makan, penurunan berat badan, keringat malam dan
mudah lelah).1,3-5 Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan
penunjang lainnya.1
Penyakit TB paru merupakan penyakit menular kronis. 2,6 Walaupun
pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih tetap
menjadi masalah kesehatan dunia yang utama. TB dianggap sebagai masalah
kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi
oleh mikobakterium TB.2 Waktu pengobatan yang panjang dengan jenis obat lebih
dari satu menyebabkan penderita sering terancam putus berobat selama masa
penyembuhan dengan berbagai alasan, antara lain merasa sudah sehat atau faktor
ekonomi. Akibatnya adalah pola pengobatan harus dimulai dari awal dengan biaya
yang bahkan menjadi lebih besar serta menghabiskan waktu berobat yang lebih
lama.6
Indonesia adalah negara dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia
setelah Cina dan India berdasarkan laporan WHO tahun 2009. 2,6 Data WHO
Global Report menyebutkan estimasi kasus baru TB di Indonesia tahun 2006

adalah 275 kasus/100.000 penduduk/tahun dan pada tahun 2010 turun menjadi
244 kasus/100.000 penduduk/tahun.6
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD) adalah penyakit yang umumnya dapat dihindari dan
diobati, dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara yang bersifat persisten
dan penyempitan saluran napas yang biasanya progresif dan berkaitan dengan
meningkatnya respon inflamasi kronik pada saluran napas dan paru-paru akibat
partikel ataupun gas beracun.7
Gejala dari COPD adalah sesak napas yang bersifat kronik progresif,
batuk, dan produksi sputum yang bervariasi dari hari ke hari. Sesak napas adalah
gejala kardinal dari COPD. Pasien COPD biasanya menggambarkan sesak napas
mereka seperti meningkatnya usaha untuk bernapas, rasa berat, kebutuhan akan
udara yang meningkat dan terengah-engah. Batuk yang bersifat kronik seringkali
menjadi gejala pertama berkembangnya COPD. Awalnya batuk hilang timbul,
namun lama kelamaan timbul setiap hari, seringkali di sepanjang hari. Batuk
kronik pada COPD dapat bersifat tidak produktif.7
Tuberkulosis telah diketahui sebagai faktor risiko terjadinya Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK)/ Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
Selain itu tuberkulosis juga merupakan diagnosa banding dan komorbid yang
potensial.7

BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama

: L.H.R

Umur

: 24 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Desa Treman Jaga III

Pendidikan

: SLTA

Pekerjaan

: Supir

Nomor RM

: 43.32.59

Tanggal MRS

: 25 Maret 2015

B. Anamnesis
Keluhan Utama : Batuk darah
Riwayat Penyakit Sekarang
Batuk berdahak campur darah dialami sejak 1 bulan yang lalu. Pasien juga
mengalami sesak napas sejak 1 bulan yang lalu, sesak tidak berkaitan dengan
aktifitas dan dibangkitkan dengan batuk. Riwayat demam (+) sejak 5 hari
yang lalu, demam dirasakan naik turun, demam dirasakan tinggi terutama
pada malam hari. Mual (-), muntah (-). Keringat malam hari (+), penurunan
berat badan dialami pasien 10 kg dalam 3 bulan terakhir. Buang air besar dan
buang air kecil biasa. Pasien sedang menjalani pengobatan TB kategori II :
injeksi streptomisin sejak 20 Februari 2015 dan OAT oral sejak 26 Februari
2015, sampai saat ini tidak pernah putus.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah dirawat di RSU Prof Kandou pada bulan Desember 2014
Januari 2015, sudah mendapatkan pengobatan TB, namun tidak dilanjutkan
karena mual dan muntah. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, sakit
jantung, asam urat, kencing manis, penyakit hati, penyakit paru dan penyakit
ginjal
Riwayat Keluarga
Hanya penderita yang menderita penyakit seperti ini.
Riwayat Sosial
Pasien merokok 2 bungkus/hari, namun sudah berhenti sejak 3 bulan yang
lalu. Pasien pernah mengkonsumsi alcohol 1 botol/hari, namun sudah
berhenti sejak 3 bulan yang lalu.

C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran

: Compos Mentis

Berat Badan

: 40 Kg

Tinggi Badan

: 165 cm

IMT

: 14,7 Kg/m2

Status Gizi

: Gizi kurang

Tanda Vital
Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 88 kali/menit

Respirasi

: 22 kali/menit

Suhu Badan

: 370C

Kepala
Mata

: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil bulat

isokor
Telinga

: Tidak ada kelainan

Hidung

: Tidak ada kelainan

Mulut

: Sianosis (-), lidah kotor (-), faring hiperemis (-)

Leher
Kelenjar

: KGB tidak teraba, tiroid tidak ada pembesaran

JVP

: 52 cmH2O

Thoraks
Inspeksi

: Simetris kiri = kanan

Palpasi

: Stem fremitus

Perkusi

Auskultasi
Cor

: SI-II reguler, bising (-)

Pulmo

: Sp. Vesikuler, rhonki (+/+), wheezing (-/-)

Abdomen
Inspeksi

: Datar

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Palpasi

: Lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba,

ballotement (-)
Perkusi

: Timpani

Ekstremitas
Akral hangat, edema (-), capillary refill time <2 detik
D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Hb

: 12,8g/dl

Ht

: 40,4%

Leukosit

: 11.290/mm3

Trombosit

: 388.000/mm3

Eritrosit

: 2,94

GDS

: 85 mg/dl

Ureum

: 19 mg/dl

Creatinin

: 0,7 mg/dl

Natrium

: 136 mEq/L

Kalium

: 3,67 mEq/L

Chlorida

: 93.8 mEq/L

SGOT

: 28

SGPT

: 32

Albumin

: 3,63

X-Foto Thoraks

Cor

: sulit dinilai

Pulmo

: Deviasi trakea ke kiri, infiltrat di paru kanan, konsolidasi


di paru kanan, sudut costophrenicus kanan tumpul,
schwarte (+) paru kiri

E. Resume
Laki-laki, 24 tahun, datang dengan keluhan utama batuk darah. Batuk
berdahak campur darah dialami sejak 1 bulan yang lalu. Pasien juga
mengalami sesak napas sejak 1 bulan yang lalu, sesak tidak berkaitan dengan
aktifitas dan dibangkitkan dengan batuk. Riwayat demam (+) sejak 5 hari
yang lalu, demam dirasakan naik turun, demam dirasakan tinggi terutama
pada malam hari. Mual (-), muntah (-). Keringat malam hari (+), penurunan
berat badan dialami pasien 10 kg dalam 3 bulan terakhir. Buang air besar dan
buang air kecil biasa. Pasien sedang menjalani pengobatan TB kategori II :
injeksi streptomisin sejak 20 Februari 2015 dan OAT oral sejak 26 Februari
2015, sampai saat ini tidak pernah putus. Pasien pernah dirawat di RSU Prof
Kandou pada bulan Desember 2014 Januari 2015, sudah mendapatkan
pengobatan TB, namun tidak dilanjutkan karena mual dan muntah. Merokok
(+) 2bungkus/hari, alkohol (+) 1 botol/hari namun sudah berhenti sejak 3
bulan yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, TD: 120/80 mmHg, nadi: 88 kali/menit, respirasi:

20 kali/menit, suhu badan aksiler 370C. Tinggi badan 165 cm, berat badan 40
kg dan Indeks Massa Tubuh (IMT) 14,7 Kg/m2. Pada pemeriksaan auskultasi
paru, suara pernapasan vesikuler, dan terdengar rhonki di kedua lapangan
paru. Pemeriksaan lain dalam batas normal.
F.

Diagnosis Kerja
TB paru on treatment kategori II tahap intensif + susp. COPD + hemoptoe ec.
TB paru

G. Terapi
-

02 2-4 L/m, IVFD NaCl 0,9% dengan 20gtt/m,

injeksi streptomycin 1x700mg I.M (hari ke-32),

Lansoprazole 2x30mg capsul (a.c)

Injeksi asam traneksamat 3x500mg I.V,

Codein 3x10mg tablet.

H. Follow Up
26 Maret 2015
S : Batuk dengan strip (+) berkurang
O : KU : sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis.

TD

: 120/80 mmHg,

Nadi

: 88x/m,

Respirasi

: 20x/m,

SB

: 370C.

Thoraks

: Sp. Vesikuler, rhonki (+/+), wheezing (-/-)

Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal


A : TB paru on treatment kategori II tahap intensif + susp. COPD +
hemoptoe ec. TB paru
P : - O2 2-4 L/m (kalau perlu)
- Injeksi streptomycin 1x700mg I.M (hari ke-33),
- Lansoprazole 2x30mg capsul (a.c)

- Asam traneksamat 3x500mg tablet


- Codein 3x10mg tablet
Plan : Rawat jalan.

BAB III
DISKUSI
Diagnosis pada kasus diatas ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan bakteriologis, sputum BTA, dan pemeriksaan radiologi foto
thorax. Berdasarkan kepustakaan, gejala umum dari TB paru yaitu batuk produktif
lebih dari 2 minggu yang disertai gejala pernapasan (sesak napas, nyeri dada,
hemoptisis) dan/atau gejala tambahan (tidak nafsu makan, penurunan berat badan,
keringat malam dan mudah lelah).1,3-5
Dari anamnesis didapatkan pasien batuk berlendir campur darah kurang
lebih 1 bulan SMRS, sesak napas 5 hari SMRS, demam yang dirasakan tinggi
pada malam hari, penurunan berat badan sekitar 10 kg dalam 3 bulan, dan
keringat pada malam hari. Gejala umum TB paru dapat dibagi menjadi gejala
respiratorik dan gejala sistemik. Gejala respiratorik yaitu batuk 2 minggu, batuk
darah, sesak napas, dan nyeri dada. Gejala respiratori sangat bervariasi, dari mulai
tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi.
Sedangkan untuk gejala sistemik yaitu demam, malaise, keringat malam, anoreksi
dan berat badan menurun.1
Batuk/batuk darah terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini
diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya
bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah
penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batu kering (nonproduktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat
pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis pada
kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus. Sesak napas akan
ditemukan padaa penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi
setengah bagian paru-paru.6
Demam biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Serangan
demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali.

Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya
infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.6
Keluhan-keluhan di atas juga menyerupai gejala klinis pada PPOK.
Karakteristik gejala pada PPOK adalah sesak napas yang bersifat kronik progresif,
batuk-batuk lama dengan produksi sputum yang bervariasi dari hari ke hari. Sesak
napas merupakan gejala utama dari PPOK. Kebanyakan pasien PPOK akan
mengeluh meningkatnya kebutuhan oksigen dan usaha untuk bernapas, dan rasa
berat di dada.7
Batuk seringkali menjadi gejala utama terjadinya PPOK, yang seringkali
dianggap remeh oleh pasien karena dianggap hanya akibat dari merokok dan atau
paparan dari lingkungan. Awalnya batuk dapat bersifat intermiten namun semakin
lama akan semakin menetap hari ke hari bahkan sepanjang hari. Batuk kronis pada
PPOK dapat bersifat tidak produktif. Produksi sputum seringkali sulit untuk
dievaluasi karena pasien lebih mudah untuk menelannya kembali daripada
mengeluarkannya.7
Pemeriksaan fisik

paru pada pasien didapati adanya rhonki di kedua

lapang paru, yaitu di apeks lobus superior. Sedangkan untuk inspeksi, palpasi dan
perkusi dalam batas normal. Pada TB paru kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada awal perkembangan penyakit umumnya tidak atau
sulit sekali menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah
lobus superior terutama daerah apeks.1 Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak
luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial.
Akan didapatkan juga suara napas tambahan berupa ronki basah, kasar, dan
nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napasnya
menjadi vesikular melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi
memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara
amforik.6
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.1 Menurut
American Thoracic Society dan WHO 1964 diagnosis pasti tuberkulosis paru
adalah dengan menemukan kuman Mycobacterium Tuberculosis dalam sputum
atau jaringan paru secara biakan. Tidak semua pasien akan memberikan sediaan

10

atau biakan sputum yang positif karena kelainan paru yang belum berhubungan
dengan bronkus atau pasien tidak bisa membatukkan sputumnya dengan baik.6
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis
untuk menemukan lesi tuberkulosis.6 Pemeriksaan standar ialah foto thoraks PA.
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah bayangan
berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah; kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan
opak berawan atau nodular; bayangan bercak milier; efusi pleura unilateral
(umumnya), atau bilateral (jarang). Sedangkan gambaran radiologi yang dicurigai
lesi TB inaktif yaitu adanya gambaran fibrotik, kalsifikasi, dan Schwarte atau
penebalan pleura.1 Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam
bayangan sekaligus (pada tuberkulosis yang sudah lajut) seperti infiltrat, garisgaris fibrotik, kalsifikasi, kavitas (non sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan
emfisema.6 Pada foto thoraks pasien didapati adanya deviasi trakea ke kiri,
infiltrat dan konsolidasi pada paru kanan, sudut costophrenicus kanan yang
tumpul dan adanya Schwarte pada paru kiri.
Pemeriksaan penunjang yang dapat mendukung diagnosis PPOK hingga
saat ini adalah pemeriksaan spirometri. Dimana pada COPD akan didapati nilai
FEV1/FVC < 70% setelah pemakaian bronkodilator, yang merupakan tanda
adanya tahanan aliran udara yang bersifat persisten. Klasifikasi beratnya derajat
tahanan aliran udara pada COPD terbagi menjadi ringan (FEV 1 80%), sedang
(FEV1 < 80%), berat (FEV1 < 50%), dan sangat berat (FEV1 < 30%).7
Pengobatan TB terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensf dan fase lanjutan.
Pada umumnya lama pengobatan adalah 6-8 bulan. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
yang dipakai terbagi menjadi 2 jenis, yaitu jenis OAT lini pertama dan lini kedua.
OAT lini kedua hanya digunakan untuk kasus resisten obat, terutama TB
multidrug resistant (MDR)1 WHO telah menerapkan strategi DOTS dimana
terdapat petugas kesehatan tambahan yang berfungsi secara ketat mengawasi
pasien minum obat untuk memastikan kepatuhannya. WHO juga telah
menetapkan resimen pengobatan standar yang membagi pasien menjadi empat
kategori berbeda menurut definisi kasus tersebut, yaitu kategori I-IV.6

11

Pada kategori IV pasien mungkin mengalami resistensi ganda, oleh karenanya


sputum harus dikultur dan dilakukan uji kepekaan obat. 6 Pada kasus ini penderita
sudah menjalani pengobatan TB kategori 2 yaitu injeksi streptomisin dan OAT
oral.
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi
lanjut. Komplikasi dini yaitu pleuritis, efusi pleura, empema, laringitis, dll.
Sedangkan untuk komplikasi lanjut yaitu obstruksi jalan napas (Sindrom
Obstruksi Pasca Tuberkulosis/SOPT), kerusakan parenkim berat seperti fibrosis
paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas.6

12

DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
2011.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2010
3. Zumla A, Raviglione M, Hafner R, Von Reyn CF. Tuberculosis. N Engl J Med.
2013;368:8.
4. Lawn SD, Zumla AI. Tuberculosis. Lancet. 2011;378:57-72.
5. Department of Health, Republic of South Africa. National Tuberculosis
Management Guidelines. Republic of South Africa: Department Health
Republic of South Africa. 2014
6. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid I Edisi
VI. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2014; h.863-871.
7. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Global Strategy For
The Diagnosis, Management, and Prevention Of Chronic Obstructive
Pulmonary Disease. 2014.

13

Anda mungkin juga menyukai