Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
Faringitis merupadakan perdangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus
(40-60%), bakteri (4-40%), alergi, trauma, dan toksin dan lain-lain. Jika dilihat dari struktur
faring yang terletak berdekatan dengan tonsil, maka faringitis dan tonsillitis sering ditemukan
bersamaan. Oleh karena itu pengertian faringitis secara luas mencakup tonsillitis,
nasofaringitis, dan tonsilofatingitis. Tonsilofaringitis adalah radang orofaring yang mengenai
dinding posterior yang disertai inflamasi tonsil.1-2
Tonsillitis adalah peradangan dari tonsil paltina yang merupakan bagian dari cincin
waldeyer. Tonilitis dapat berkembang menjadi kronis karena kegagalan atau ketidaksesuaian
pemberian antibiotic pada penderita tonsillitis akut sehingga merubah struktur pada kripta
tonsil, dan adanya infeksi virus (Epstein Barr, Hemofilus influenza) menjadi factor
predisposisi bahkan factor penyebab terjadinya tonsillitis kronis. Tonsillitis kronis merupakan
penyakit yang paling sering terjadi di seluruh penyakit tengorokan berulang.1-2

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomis dan Fisiologi Faring


Faring adalah suatu kantong fibromuskular yang bentuknya seprti corong, yang besar
dibagian atas dan sempit dibagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus
menyambung ke esophagus setinggi vertebra servikal ke-6. Ke atas, faring berhubungan
1

dengan hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus
orofaring, sedangkan dengan laring dan ke bawah berhubungan melalui aditus laring dan ke
bawah berhubungan dengan esophagus. Panjang dinidng [osterior faring pada orang dewasa
kurang lebih 14 cm, bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinidng
faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lender, fasia faringobasilier, pembungkus
otot dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan
laringofaring (hipofaring). Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lender (mucous
blanket) dan otot. 1

Bagian Anatomi Faring


Mukosa
Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya. Pada nasofaring karena
fungsinya untuk saluran respirasi, maka mukosanya bersilia, sedangkan epitelnya torak
berlapis yang mengandung sel goblet. Di bagian bawahnya, yaitu orofaring dan laringofaring,
karena fungsinya untuk saluran cerna, epitelnya gepeng berlapis dan tidak bersilia.
Disepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang terletak dalam
rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam system retikuloendotelial. Oleh karena itu
faring dapat disebut juga daerah pertahanan tubuh terdepan. 1

Palut lendir (Mucous Blanket)

Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernafasan yang diisap melalui hidung. Dibagain
atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak diatas silia dan bergerak sesuai
dengan arah gerak silia ke belakang. Palut lendir ini berfungsi untuk menangkap partikel
kotoran yang terbawa oleh udara yang diisap. Palut lendir ini mengandung enzim lysozyme
yang penting untuk proteksi. 1

Otot
Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang
(longitudianal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari m.kostriktor faring superior, m.konstrikor
faring media, m.konstriktor faring inferior. Otot-otot ini terletak di sebelah luar. Otot-otot ini
berbentuk kipas dengan tiap bagian bawahnya menutup sebagian otot bagian atasnya dari
belakang. Di sebelah depan, otot-otot ini bertemu pada jaringan ikat yang disebut rafe
faring (raphe pharyngis). Kerja otot konstriktor untuk mengecilkan lumen faring. Otot-otot
ini dipersarafi oleh n.vagus (n.X). 1
Otot-otot yang longitudinal adalah m.stilofaring dan m.palatofaring. letak otot-otot ini
disebalah dalam. M.stilofaring gunanya untuk melebarkan faring dan menarik laring,
sedangkan m.palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah
faring dan laring. Jadi kedua otot ini berkerja sebagai elevator. Kerja kedua otot itu penting
pada waktu menelan. M.stilofaring dipersarafi oleh n.IX sedangkan m.palatofaring
dipersarafi oleh n.X. 1
Pada palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu dalam satu sarung fasia dari
mukosa yaitu, m.levator veli palatine, m.tensor veli palatine, m.palatoglosus m.palatofaring,
m.azigos uvula.
M.levator veli palatine membentuk sebagian besar palatum mole dan kerjanya untuk
menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba Eustachius. Otot ini dipersarafi
oleh n.X. 1
M.tensor veli palatine membentuk tenda palatum mole dan kerjanya untuk
mengencangkan bagian anterior palatume mole dan membuka tuba Eustachius. Otot ini
dipersarafi oleh n.X.

M.palatoglosus membentuk arkus anterior faring dan kerjanya menyempitkan ismus


faring. Otot ini dipersarafi oleh n.X.
M.palatofaring membentuk arkus posterior faring. Otot ini dipersarafi oleh n.X.
M.azigos uvula merupakan otot yang kecil, kerjanya memperpendek dan menaikkan uvula
kebelakang atas. Otot ini dipersarafi oleh n.X. 1
Pendarahan
Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan.
Yang utama berasal dari cabang a.karotis eksterna (cabang faring asendens dan cabang fasial)
serta dari cabang a.maksila interna yakni cabang palatine superior..

Persarafan
Persarafan motoric dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang
ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dan n.vagus, cabang dari n.glosofaring dan
serabut simpais. Cabang faring dari n.vagus berisi serabut motoric. Dari pleksus faring yang
ekstensif ini keluar cabang-cabang untuk otot-otot faring kecuali m.stilofaring yang
dipersarafi langsung oleh cabang n.glosofaring (n.IX). 1

Kelenjar getah bening


Aliran limfe dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior, media, dan
inferior. Saluran limfe superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofiring dan kelenjar
getah bening servikal dalam atas. Saluran limfe media mengalir ke kelenjar getah bening
jugulo digastik dan kelenjar servikan dalam atas, sedangkan saluran limfe inferior mengalir
ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah. 1

Berdasarkan letak faring dibagi atas: 1,2


1. Nasofaring
4

Batas nasofaring dibagian atas adalah dasar tengkorak, di bagian bawah adalah
palatum mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan ke belakang adalah vertebra
servikal.
Nasofaring yang relative kecil, mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa
struktur penting, seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan
resesus faring yang disebut fosa Rosenmuller, kantong Rathke, yang merupakan
invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suara refleksi mukosa
faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugelare, yang
dilalui oleh n.glosofaring, n.vagus, dan n.asesorius spinal saraf kranial dan v.jugularis
interna, bagian petrosus os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba
eustachius.

2. Orofaing
Orofaring disebut juga mesofaring, dengan batas atanya palatum mole, batas bawah
adalah tepi atas epiglottis, ke depan adalah rongga mulut, sedangkan ke belakang
adalah vertebra servikal.
Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil
palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan
foramen sekum.

Diding posterior faring


Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang akut
atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot-otot di bagian
tersebut. Gangguan otot posterior faring bersama-sama dengan otot palaum mole
berhubungan dengan gangguan n.vagus.

2.2 Tonsil 1,2


Tonsila Palatina berasal dari proliferasi sel-sel epitel yang melapisi kantong faringeal
kedua. Perluasan ke lateral dari kantong faringeal kedua diserap dan bagian dorsalnya tetap
ada dan menjadi epitel tonsilla palatina. Pilar tonsil berasal dari arcus branchial kedua dan
ketiga. Kripta tonsillar pertama terbentuk pada usia kehamilan 12 minggu dan kapsul
5

terbentuk pada usia kehamilan 20 minggu. Pada sekitar bulan ketiga, tonsil secara gradual
akan diinfiltrasi oleh sel-sel limfatik.
Secara histologis tonsil mengandung 3 unsur utama yaitu jaringan ikat atau trabekula
(sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan limfa), folikel germinativum (sebagai
pusat pembentukan sel limfoid muda) serta jaringan interfolikel (jaringan limfoid dari
berbagai stadium).
Anatomi Tonsil 1,2
Tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla faringeal dan tonsilla tubaria membentuk
cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini
dikenal dengan nama cincin Waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap
infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi
fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5 tahun,
dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas.
Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting dari
cincin waldeyer.
INCLUDEPICTURE
"http://ethesis.helsinki.fi/julkaisut/laa/haart/vk/nieminen/fig2.gif" \*
MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"http://ethesis.helsinki.fi/julkaisut/laa/haart/vk/nieminen/fig2.gif" \*
MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"http://ethesis.helsinki.fi/julkaisut/laa/haart/vk/nieminen/fig2.gif" \*

MERGEFORMATINET

Cincin Waldeyer
Jaringan limfoid lainnya yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan kelenjar-kelenjar
limfoid. Kelenjar ini tersebar dalam fossa Rossenmuler, dibawah mukosa dinding faring
posterior faring dan dekat orificium tuba eustachius (tonsil Gerlachs). 1,2
Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang terletak
pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla ditutupi membran mukosa
dan permukaan medialnya yang bebas menonjol kedalam faring. Permukaannya tampak
berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam Cryptae Tonsillares yang berjumlah 6-20
kripta. Pada bagian atas permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah intratonsil dalam.
Permukaan lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut Capsula tonsilla
palatina, terletak berdekatan dengan tonsilla lingualis.
INCLUDEPICTURE
"http://img.webmd.com/dtmcms/live/webmd/consumer_assets/site_images/articl
es/image_article_collections/anatomy_pages/Tonsils_72.jpg" \*
MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"http://img.webmd.com/dtmcms/live/webmd/consumer_assets/site_images/articl
es/image_article_collections/anatomy_pages/Tonsils_72.jpg" \*
MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"http://img.webmd.com/dtmcms/live/webmd/consumer_assets/site_images/articl
7

es/image_article_collections/anatomy_pages/Tonsils_72.jpg" \*

MERGEFORMATINET

Tonsil Palatina

Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsilla palatina adalah : 1,2


1. Anterior : arcus palatoglossus
2.
Posterior : arcus palatopharyngeus
3.
Superior : palatum mole
4.
Inferior : 1/3 posterior lidah
5.
Medial : ruang orofaring
6.
Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior.
A. carotis interna terletak 2,5 cm dibelakang dan lateral tonsilla.

INCLUDEPICTURE "http://www.aafp.org/afp/2002/0101/afp20020101p93f1.jpg" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE


"http://www.aafp.org/afp/2002/0101/afp20020101p93-f1.jpg" \*
MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE

"http://www.aafp.org/afp/2002/0101/afp20020101p93-f1.jpg" \*

MERGEFORMATINET

Anatomi normal Tonsil Palatina


Adenoid atau tonsila faringeal adalah jaringan limfoepitelial berbentuk triangular
yang terletak pada aspek posterior. Adenoid berbatasan dengan kavum nasi dan sinus
paranasalis pada bagian anterior, kompleks tuba eustachius- telinga tengah- kavum mastoid
pada bagian lateral.
Terbentuk sejak bulan ketiga hingga ketujuh embriogenesis. Adenoid akan terus
bertumbuh hingga usia kurang lebih 6 tahun, setelah itu akan mengalami regresi. Adenoid
telah menjadi tempat kolonisasi kuman sejak lahir. Ukuran adenoid beragam antara anak
yang satu dengan yang lain. Umumnya ukuran maximum adenoid tercapai pada usia antara 37 tahun. Pembesaran yang terjadi selama usia kanak-kanak muncul sebagai respon multi
antigen seperti virus, bakteri, alergen, makanan dan iritasi lingkungan. 1,2
INCLUDEPICTURE "http://www.kidsent.com/newkids800/images/adenoid.jpg" \* MERGEFORMATINET
INCLUDEPICTURE "http://www.kids-ent.com/newkids800/images/adenoid.jpg" \*
MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE "http://www.kids-

ent.com/newkids800/images/adenoid.jpg" \* MERGEFORMATINET

Adenoid
Fossa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior
adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring
superior. Pada bagian atas fossa tonsil terdapat ruangan yang disebut fossa supratonsil.
Ruangan ini terjadi karena tonsil tidak mengisi penuh fossa tonsil.2
Pada bagian permukaan lateral dari tonsil tertutup oleh suatu membran jaringan ikat,
yang disebut kapsul. Kapsul tonsil terbentuk dari fasia faringobasilar yang kemudian
membentuk septa. 2
Plika anterior dan plika posterior bersatu di atas pada palatum mole. Ke arah bawah
berpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring. Plika triangularis
atau plika retrotonsilaris atau plika transversalis terletak diantara pangkal lidah dengan bagian
anterior kutub bawah tonsil dan merupakan serabut yang berasal dari otot palatofaringeus.
Serabut ini dapat menjadi penyebab kesukaran saat pengangkatan tonsil dengan jerat.
Komplikasi yang sering terjadi adalah terdapatnya sisa tonsil atau terpotongnya pangkal
lidah.1,2
Vaskularisasi tonsil berasal dari cabang-cabang A. karotis eksterna yaitu A. maksilaris
eksterna (A. fasialis) yang mempunyai cabang yaitu A. tonsilaris dan A. palatina asenden, A.
maksilaris interna dengan cabang A. palatina desenden, serta A. lingualis dengan cabang A.
lingualis dorsal, dan A. faringeal asenden.

10

Arteri tonsilaris berjalan ke atas pada bagian luar m. konstriktor superior dan
memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden, mengirimkan
cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil. Arteri faringeal asenden
juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m. konstriktor superior. Arteri
lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim cabangnya ke tonsil, plika anterior dan
plika posterior. Arteri palatina desenden atau a. palatina posterior atau "lesser palatine artery"
memberi vaskularisasi tonsil dan palatum mole dari atas dan membentuk anastomosis dengan
a. palatina asenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan
pleksus dari faring. `1,2
Infeksi dapat menuju ke semua bagian tubuh melalui perjalanan aliran getah bening.
Aliran limfa dari daerah tonsil akan mengalir ke rangkaian getah bening servikal profunda
atau disebut juga deep jugular node. Aliran getah bening selanjutnya menuju ke kelenjar
toraks dan pada akhirnya ke duktus torasikus.
Innervasi tonsil bagian atas mendapat persarafan dari serabut saraf V melalui ganglion
sphenopalatina dan bagian bawah tonsil berasal dari saraf glossofaringeus (N. IX). 1,2
Lokasi tonsil sangat memungkinkan mendapat paparan benda asing dan patogen,
selanjutnya membawa mentranspor ke sel limfoid. Aktivitas imunologi terbesar dari tonsil
ditemukan pada usia 3 10 tahun. Pada usia lebih dari 60 tahun Ig-positif sel B dan sel T
berkurang banyak sekali pada semua kompartemen tonsil.
Secara sistematik proses imunologis di tonsil terbagi menjadi 3 kejadian yaitu respon
imun tahap I, respon imun tahap II, dan migrasi limfosit. Pada respon imun tahap I terjadi
ketika antigen memasuki orofaring mengenai epitel kripte yang merupakan kompartemen
tonsil pertama sebagai barier imunologis. Sel M tidak hanya berperan mentranspor antigen
melalui barier epitel tapi juga membentuk komparten mikro intraepitel spesifik yang
membawa bersamaan dalam konsentrasi tinggi material asing, limfosit dan APC seperti
makrofag dan sel dendritik
Respon imun tonsila palatina tahap kedua terjadi setelah antigen melalui epitel kripte
dan mencapai daerah ekstrafolikular atau folikel limfoid. Adapun respon imun berikutnya
berupa migrasi limfosit. Perjalanan limfosit dari penelitian didapat bahwa migrasi limfosit
berlangsung terus menerus dari darah ke tonsil melalui HEV( high endothelial venules) dan
kembali ke sirkulasi melalui limfe. 1,2

11

3. Laringofaring (Hipofaring)
Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas epiglottis, batas anterior ialah
laring, batas inferior ialah esophagus serta batas posterior ialah vertebra servikal. Bila
laringofaing diperiksa laring tidak langusng atau dengan laringoskop pada
pemeriksaan laring langusng, maka struktur pertama yang tampak dibawah dasar
lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh
ligamentum glosoepiglotika medial dan lagamentum glosoepiglotika lateral pada tiap
sisi. Valekula disebut juga kantong pil (pill pockets), sebab pada beberapa orang,
kadang-kadang bila menelan pil akan tersangkut dibagian tersebut.
Dibawah valekula terdapat epiglottis. Pada bayi epiglottis ini berbentuk omega dan
pada perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantile
(bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat
menjadi demikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak
langsung tampat menutupi pita suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi
(proteksi) glottis ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus
tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esophagus.
Nervus laring superior berjalan di bawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi
laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian analgesia local di
faring dan laring pada tindakan laringoskopi langsung.

Ruang Faringal 1
Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinik mempunyai arti penting,
yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring.
1. Ruang retrofaring
Dinding anterior ruang ini adalah dinding belakang faring yang terdiri dari mukosa
faring, fasia faringobasilaris dan otot-otot faring. Ruang ini berisi jaringan ikat dan
fasia prevertebralis. Ruang ini mulai dari dasar tengkorak di bagian atas sampai batas
paling bawah dari fasia servikalis. Serat-serat jaringan ikat di garis tengah
mengikatnya pada vertebra. Disebelah lateral ruang ini berbatasan dengan fosa
faringomaksila. Abses retrofaring sering ditemukan pada bayi atau anak. Kejadiannya
ialah karena di ruang retrofaring terdapat kelenjar-kelenjar limfa. Pada peradangan
12

kelenjar limfa itu, dapat terjadi supurasi, yang bilamana pecah, nanahnya akan
tertumpah du dalam ruang retrofaring. Kelenjar limfa di ruang retrofaring ini akan
banyak menghilang pada pertumbuhan anak.

2. Ruang Parafaring
Ruang ini berbentuk kerucut dengan dasarnya yang terletak pada dasar tengkorak
dekat foramen jugularis dan puncaknya pada kornu mayus os hyoid. Ruang ini
dibatasi dibagian dalam oleh m.konstriktor faring superior, batas luarnya adalah
ramus asenden mandibular yang melekat dengan m.pterigoid interna dan bagian
posterior kelenjar parotis.
Fosa ini dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama besarnya oleh os stiloid dengan
otot yang melekat padanya. Bagian anterior (presteloid) adalah bagian yang lebih luas
dan dapat mengalami proses supuratif sebagai akibat tonsil yang meradang, beberapa
bentuk mastoiditis atau petrositis, atau dari karies dentis.
Bagian yang lebih sempit di bagian posterior (post stiloid) berisi a.karotis interna,
v.jugularis interna, n.vagus, yang dibungkus dalam suatu sarung yang disebut
selubung karotis (carotid sheath). Bagian ini dipisahkan dari ruang retrofaring oleh
suatu lapisan fasia yang tipis.

Fungsi Faring 1
Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi suara dan
untuk artikulasi.
Fungi menelan
Terdapat 3 fase dalam proses menelan yaitu fase oral, fase faringal, fase esofagal.
Fase oral, bolus makanan dari mulut menuju ke faring. Gerekan disini disengaja (voluntary).
Fase faringal yaitu pada waktu transport bolus makanan melalui faring. Gerakan disini tidak
sengaja (involuntary). Fase esofagal, disini gerakannya tidak disengaja, yaitu pada waktu
bolus makanan bergerak secara peristaltic di esophagus menuju lambung.
Fungsi faring dalam proses bicara
Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan
faring. Gerakan ini Antara lain berupa pendekatan palatume mole kea rah dinding belakang
13

faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula
m.salpingofaring dan m.paltofaring, kemudia m.levator veli palatine bersama-sama
m.konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatine
menarik palatum mole ke atas belakang hamper megenai dinding posterior faring. Jarak yang
tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi
akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan m.palatofaring
(bersama m.salpingofaring) dan oleh kontraksi aktif m.konstriktor faring superior. Mungkin
gerakan ini bekerja tidak pada waktu yang bersamaan.

2.3.Tonisilitis Kronik 1,2


Definis
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari semua penyakit
tenggorokan yang berulang. Factor presdiposisi timbulnya tonsillitis kronik ialah rangsangan
yang menahun dan rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh
cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat.

Etiologi
Radang pada tonsil dapat disebabkan kuman Grup A Streptococcus beta hemolitikus,
Pneumococcus, Streptococcus viridans dan Streptococcus piogenes. Gambaran klinis
bervariasi dan diagnose sebagian besar tergantung pada infeksi.

Patologi

14

Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosanya juga
jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh
jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti
ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan
akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses
ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa seubmandibula.
Gambaran klinis
Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok, rasa menganjal pada
tenggorokan, tenggorokan terasa kering, nyeri pada waktu menelan, bau mulut, demam
dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan dan
rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri di telinga ini dirasakan karena nyeri alih (referred
pain) melalui N.Glossopharingeus (N.IX).
Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis Kronis yang
mungkin tampak, yakni:
1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan sekitar,
kripta yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulent atau seperti keju.
2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti
terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripta yang melebar dan
tutupi eksudat yang purulent.
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak
Antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua
tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi:
T0
: Tonsil masuk di dalam fosa
T1
: <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T2
: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T3
: 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T4
: >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

2.4 Faringitis Kronik 2


Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus
(40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin, dan lain-lain.

15

Virus dan bakeri melakuakn invasi ke faring dan menimbulkan reaksi inflamasi lokal,
infeksi bakteri grup A streptococcus hemoliticus dapat menyebabkan kerusakan jaringan
yang hebat, karena bakteri ini melepaskan toksi ekstrasekukar yang dapat menimbulkan
demam reumatik, kerusakan katup jantung, glomerulonephritis akut karena fungsi glomerulus
terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi. Bakteri ini banyak menyerang
anak usia sekolah, orang dawasa dan jarang pada anak umur kurang dari 3 tahun. Penularan
infeksi melalui secret hidung dan ludah (droplet infection).
Etiologi dan patologi
Penyebab faringitis dapat bervariasi dari oraganisme yang menghasilkan eksudat saja
atau perubahan kataral sampai menyebabkan edema dan bahkan ulserasi. Pada stadium awal,
terdapat hyperemia, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa
tapi menjadi menebal atau berbentuk mucus dan kemudian cenderung menjadi kering dan
dapat melekat pada dinding faring. Dengan hyperemia, pembuluh darah faring menjadi
melebar.
Gejala dan tanda
Pada awitan penyakit, penderita mengeluh rasa kering atau gatal pada tenggorokan.
Malaise dan sakit kepala adalah keluhan biasa. Bisanya terdapat suhu yang sedikit meningkat.
Eksudat pada faring menebal. Eksudat ini sulit untuk dikeluarkan, dengan suara parau, usaha
mengeluarkan dahak dari kerongkongan dan batuk. Keparauan terjadi jika peradangan
mengenai laring.
Terapi
Faringitis kronik merupakan penyakit yang sulit disembuhkan. Yang dapat dilakukan
adalah mengurangi keluhan penderita dengan cara menyembuhkan penyakit penyebab
(sinusitis, rinitis), menghindari bahan iritan, dan menghilangkan alergen.
Obat antihistamin diberikan guna mengurangi rasa gatal tenggorok. Pengobatan
simptomatis, obat kumur dan menjaga kebersihan mulut.

2.5 Diagnosis 3,4


Anamnesis

16

Keluhan kelainan di daerah faring dan rongga mulut umumnya adalah 1) nyeri
tenggorok, 2) nyeri menelan (odinofagia), 3) rasa banyak dahak di tenggorokan, 4) sulit
menelan (disfagia), 5) rasa ada yang menyumbat atau mengganjal.3,4

Nyeri tenggorok. Keluhan ini dapat hilang timbul atau menetap. Apakah nyeri
tenggorok ini disertai dengan demam, batuk, serak, dan tenggorok terasa kering.

Apakah pasien merokok dan berapa jumlahnya per hari.


Nyeri menelan (odinofagia) merupakan rasa nyeri di tenggorok waktu gerakan

menelan. Apakah rasa nyeri ini dirasakan sampai ke telinga.


Dahak di tenggorok merupakan keluhan yang sering timbul akibat adanya inflamasi
di hidung dan faring. Apakah dahak ini berupa lendir saja, pus, atau bercampur darah.

Dahak ini dapat turun, keluar bila dibatukkan atau terasa turun di tenggorok.
Sulit menelan (disfagia) sudah berapa lama dan untuk jenis makanan cair atau padat.
Apakah juga disertai muntah dan berat badan menurun dengan cepat, apakah makin

lama makin betambah berat.


Rasa sumbatan di leher (sense of lump in the neck) sudah berapa lama, tempatnya
dimana.
Keluhan pasien pada hipofaring dan Laring dapat berupa : 1) suara serak, 2) batuk, 3)

rasa ada sesuatu di leher.3,4

Suara serak (disfoni) atau tidak keluarnya suara sama sekali (afoni) sudah berapa
lama dan apakah sebelumnya menderita peradangan di hidung atau tenggorokan.

Apakah keluhan ini disertai dengan batuk, rasa nyeri dan penurunan berat badan.
Batuk yang diderita pasien sudah berapa lama, dan apakah ada factor sebagai
pencetus batuk tersebut seperti rokok, udara yang kotor serta kelelahan. Apa yang
dibatukkan, dahak kental, bercampur darah dan jumlahnya. Apakah pasien seorang

perokok.
Rasa ada sesuatu di leher merupakan keluhan yang sering dijumpai dan perlu
ditanyakan sudah berapa lama diderita, adakah keluhan lain yang menyertainya serta
hubungannya dengan keletihan mental dan fisik.
Dari keluhan utama yang ada, kita harus mengurutkan kronologi mengenai keadaan

pasien sejak sebelum terdapat keluhan sampai dibawa ke dokter. Setelah keluhan utama
disampaikan kita perlu tahu sudah sejak kapan keluhan itu berlangsung dan sudah berapa
lama sejak keluhan terjadi sampai saat datang ke dokter. Dari situ, kita harus tahu apakah
keluhan terjadi mendadak atau perlahan atau mungkin hilang timbul.3

17

Riwayat penyakit sebelumnya juga penting untuk ditanya seperti apakah pernah
mengalami keluhan seperti ini sebelumnya atau baru pertama kali, riwayat pengobatan
bagaimana? Apakah ada perbaikan setelah pengobatan yang diterima? Bagaimana dengan
riwayat imunisasinya?3
Riwayat keluarga pasien, apakah ada yang mengalami keluhan yang sama seperti ini
sebelumnya. Dan ditanya juga mengenai riwayat social, antara lain mengenai tempat tinggal
pasien, apakah ada penyakit menular disekitar tempat tinggal?3
Pemeriksaan faring dan rongga mulut
Dengan lampu kepala yang diarahkan ke rongga mulut, dilihat keadaan bibir, mukosa
rongga mulut, lidah, dan gerakan lidah.
Dengan menekan bagian tengah lidah memakai spatula lidah maka bagian-bagian
rongga mulut lebih jelas terlihat. Pemeriksaan dimulai dengan melihat keadaan dinding
belakang faring serta kelenjar limfanya, uvula, arkus faring serta gerakannya, tonsil, mukosa
pipi, gusi dan gigi geligi.
Palpasi rongga mulut diperlukan bila ada massa tumor, kista, dan lain-lain. Apakah
ada rasa nyeri di sendi temporo mandibula ketika membuka mulut.3

Pemeriksaan penunjnag

Biakan/kultur

Pemeriksaan darah lengkap

Rapid GABHS

2.6 Penatalaksanaan
Antibotika spectrum luas, antipiretik dan obat kumur yang mengandung diseinfektas.
Pada keadaan dimana tonsillitis sangat sering timbul dan pasien merasa sangat terganggu,
maka terapi pilihan adalah pengangkatan tonsil (tonsilektomi). 1,2

2.7 Tonsilektomi 1,2.5


18

Definisi Tonsilektomi
Tonsilektomi

didefinisikan

sebagai

operasi

pengangkatan

seluruh

tonsil

palatina.

Adenotonsilektomi adalah pengangkatan tonsil palatina dan jaringan limfoid di nasofaring yang
dikenal sebagai adenoid atau tonsil faringeal.

Indikasi tonsilektomi
The American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery Clinical Indicators
Compendium mengatakan:
Indikasi absolut
-

Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat,


gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner.

Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase.

Tonsillitis yang menimbulkan kejang demam.

Tonsillitis yang membutuhkan biopsy untuk menentukan patologi anatomi.

Indikasi relative
-

Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik yang
adekuat.

Halitosis akibat tonsillitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis.

Tonsillitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan
pemberian antibiotic -laktamase resisten.

Pada keadaan tertentu seperti pada abses peritonsilar (Quinsy), tonsilektomi dapat
dilaksanakan bersamaan dengan insisi abses.

Saat mempertimbangkan tonsilektomi untuk pasien dewasa harus dibedakan apakah


mereka mutlak memerlukan operasi tersebut atau hanya sebagai kandidat. Dugaan
keganasan dan obstruksi saluran nafas merupakan indikasi absolut untuk tonsilektomi.
Tetapi hanya sedikit tonsilektomi pada dewasa yang dilakukan atas indikasi tersebut,
19

kebanyakan karena infeksi kronik. Akan tetapi semua bentuk tonsilitis kronik tidak
sama, gejala dapat sangat sederhana seperti halitosis, debris kriptus dari tonsil
(cryptic tonsillitis) dan pada keadaan yang lebih berat dapat timbul gejala seperti
nyeri telinga dan nyeri atau rasa tidak enak di tenggorok yang menetap. Indikasi
tonsilektomi mungkin dapat berdasarkan terdapat dan beratnya satu atau lebih dari
gejala tersebut dan pasien seperti ini harus dipertimbangkan sebagai kandidat untuk
tonsilektomi karena gejala tersebut dapat mempengaruhi kualitas hidup walaupun
tidak mengancam nyawa.
-

Kontraindikasi

Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi, namun bila


sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap memperhitungkan
imbang manfaat dan risiko. Keadaan tersebut adalah:

Gangguan perdarahan

Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat

Anemia

Infeksi akut yang berat

2.8 Komplikasi 1,2,5


Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya:
1. Komplikasi sekitar tonsila
Peritonsilitis
Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus dan
abses.
Abses Peritonsilar (Quinsy)
Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi berasal
dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil
dan penjalaran dari infeksi gigi.
Abses Parafaringeal
Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah bening atau
pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus paranasal,
adenoid, kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os petrosus.
Abses Retrofaring
Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya terjadi pada anak
usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe.
Kista Tonsil
20

Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan fibrosa dan
ini menimbulkan kista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih dan berupa
cekungan, biasanya kecil dan multipel.
Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)
Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan tonsil
2.

yang membentuk bahan keras seperti kapur.


Komplikasi Organ jauh
Demam rematik dan penyakit jantung rematik

Glomerulonefritis

Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis

Psoriasiseritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura

Artritis dan fibrositis.

Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala
sumbatan secara kecurigaan neoplasma.

2.9 Pencegahan
a. Sering cuci tangan adalah cara terbaik untuk mencegah terjadinya berbagai jenis
infeksi, termasuk juga tonsilitis. Seringlah cuci tangan anda, dan beri dorongan pada
anak-anak anda untuk melakukan hal yang sama.
b. Bila anda menggunakan sabun dan air: Basahi tangan anda dengan air hangat yang
mengalir dan gunakan sabun cair atau sabun batangan yang bersih. Gosok hingga
berbusa.Gosok dengan kuat selama setidaknya 15 detik. Ajarkan pada anak-anak anda
untuk mencuci tangannya selama mereka menyanyi lagu ABS, Row, Row, Row Your
Boat atau Selamat ulang tahun hingga selesai.Gosok semua permukaan tangan,
termasuk bagian belakang tangan, pergelangan tangan, diantara jari-jari dan dibawah
kuku jari anda.
c. Bilas dengan bersih.
d. Keringkan tangan dengan menggunakan handuk yang bersih.
e. Gunakan handuk tersebut untuk mematikan keran air.

21

f. Bila sabun dan air tidak tersedia, gunakan pembersih tangan yang berbahan dasar
alkohol. Tuang sekitar sendok teh bahan pembersih tersebut ke tangan anda.
Gosok-gosok kedua tangan anda, sehingga cairan pembersih tersebut melumuri
permukaan tangan anda, hingga cairan tersebut kering.
Pencegahan lain yang menggunakan logika juga dapat digunakan. Pada saat batuk atau bersin
gunakan tisu atau lengan anda. Jangan menggunakan gelas minum dan peralatan makan
untuk bersama-sama. Hindari berada dekat dengan orang yang sedang sakit. Cari tempat
penitipan anak yang mempraktekkan kebijakan soal kebersihan dan meminta agar anak-anak
yang sakit tetap berada di rumah
2.10 Prognosis
Prognosis pada umumnya baik setelah dilakukan tonsilektomi.

BAB III
RINGKASAN

Tonsilofaringitis kronis adalah peradangan dari tonsil palatina yang dimana


merupakan bagian dari cicin waldeyer, yang dapat berkembang terus menerus karena
kegagalan pengobatan. Dimana juga pada diikuti dengan adanya perdangan pada faring, yaitu
faringitis. Setiap tonsil mengalami peradangan selalu diiikui dengan faringitis. Penyebab dari
peradangan disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (4-40%), alergi, trauma, dan toksin dan
lain-lain.
22

Diagnosa

tonsilofaringitis

ditegakkan

melalui

anamenesis,

gejala,

dengan

pemeriksaan pada faring dimana diapatkan pembesaran tonsil dan hiperemis dinding
posterior faring.
Terapi tonsilofaringitis sendiri harus dengan pembedahan tonsil (Adenotonsilektomi),
setelah tonsil diangkat peradangan pada faring hilang, dan tidak menyebabkan

DAFTAR PUSTAKA

1. Rusmarjono dan Soepardi, EA. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid. Dalam
Soepardi, Efiaty Arsyad, et al., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala & Leher. ed 6. Jakarta. FKUI, 2009: p. 217-225.
2. Adams LG, Boies RL, Higler AP, BOIES Fundamentals of Otolaryngology. 6 th Ed. Edisi
Bahasa Indonesia, EGC, Jakarta, 2006; 263-368.
3. Bickley LS. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates. Edisi ke-8. Jakarta:
EGC, 2009.h.349-60.
4. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta : EGC, 2009.h.95-106.
5. Novialdi N, Pulungan MR. Mikrobiologi tonsilitis kronik. Bagian THT Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas. 2 November 2012.
23

24

25

26

Anda mungkin juga menyukai