METODE VDRL
BAB I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
PMS (Penyakit Menular Seksual) dimaksudkan sebagai yang ditularkan
secara
langsung
dari
seseorang
ke
orang
lain
melalui
kontak
seks
(http://www.explaju.com)
PMS menyebar cukup mengkhawatirkan di Indonesia baik jenis
gonorrhoeae maupun sifilis. Sifilis merupakan penyakit kelamin menular yang
disebabkan oleh bakteri spiroceta Treponema pallidum. Penularan biasanya
melalui kontak seksual, tetapi ada beberapa contoh lain seperti kontak langsung
dan congenital sifilis (penularan melalui ibu ke anak dalam uterus)
(http://www.cyberman.cbn.id)
Gejala dan tanda dari sifilis dan berlainan, sebelum perkembangan tes
serological, diagnose sulit dilakukan dan penyakit ini disebut peniru besar
karena sering dikira penyakit lainnya. Data yang dilansir Departemen Kesehatan
menunjukkan penderita sifilis mencapai 5000-10.000 kasus pertahun. Sementara
di China, laporan menunjukan jumlah kasus yang dilaporkan naik dari 0,2 per
100.000 jiwa pada tahun 1993 menjadi 5,7 kasus per 100.000 jiwa pada tahun
2005. Di Amerika Serikat dilaporkan sekitar 36.000 kasus sifilis tiap tahunnya,
dan angka yang sebenarnya diperkirakan sekitar tiga per lima kasus ini dialami
oleh laki-laki. (http://www.cyberman.cbn.id)
Bila tidak terawat, sifilis dapat menyebabkan efek serius seperti kerusakan
system syaraf, jantung dan otot. Sifilis yang tidak terawatt dapat berakibat fatal.
Orang yang memiliki kemungkinan terkena sifilis atau menemukan pasangan
seksnya mungkin terkena sifilis dianjurkan untuk segera menemui dokter dokter
secepat mungkin. (http://www.cyberman.cbn.id)
I.2
Tujuan
Untuk mendeteksi adanya antibody yang terdapat didalam serum terhadap
Manfaat
Manfaat dari praktikum pemeriksaan serologis yaitu agra mahasiswa/I
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1
Definisi
Sifilis atau yangdisebut dengan raja singa disebabkan oleh sejenis bakteri
yang berbentuk spiral atau spirochete yang disebut Treponema pallidum. Bakteri
yang berasal dari family spirochaetaceae ini memiliki ukuran sangat kecil dan
dapat hidup hampir di seluruh bagian tubuh. Spirocaeta penyebab sifilis ini dapat
ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui hubungan genito-genital
(kelamin-kelamin) maupun oro genital (seks oral). Infeksi ini juga dapat
ditularkan
oleh
seorang
ibu
ke
arah
bayi
selama
masa
kehamilan
(http://www.banjarmasinpost.co.id).
Spirocaeta memperoleh akses melalui kontak antara lesi bawah terinfeksi
setiap kerusakan maupun mikroskopik dikulit, atau mukosa pejamu, sifilis dapat
disembuhkan pada tahap-tahap infeksi, tetapi bila dibiarkan, penyakit ini dapat
menjadi sistemik dan kronik (Price, 2003).
II. 2
Treponema pallidum
Treponema pallidum ialah kuman yang masuk ke dalam ordo
Etiologi
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman,
yaitu
Treponema
pallidum
yang
termasuk
ordo
spirochaetales,
family
spirochaetaceae dan genus treponema. Bakteri ini merupakan basil gram negatif
yang panjang, tipis, bergulung secara helix, berbentuk spiral atau seperti pembuka
tutup botol, panjangnya antara 6-15 m, lebar 0,15 m, terdiri atas 8-24 lekukan.
Membiak secara pembelahan melintang pada stadium aktif terdiri setiap 30 jam
(Marwali, 1990).
Pembentukan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar badan. Di luar
badan kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah untuk transfusi dapat
hidup 72 jam (Marwali, 1990).
II.4
organisme treponema. Treponema dapat masuk melalui selaput lendir yang utuh
atau kulit dengan lesi. Kemudian masuk ke peredaran darah dan semua organ
tubuh. Infeksi bersifat sistemik dan manifestasinya akan tampak kemudian
(Mansjoer, 2000).
Secara klinis, sifilis dibagi dua golongan yaitu sifilis yang didapat
(akuista) dan sifilis kongenital. Sifilis yang didapat (akuista) dibagi menjadi tiga
stadium, yaitu : (Mansjoer, 2000)
II.4.1 Sifilis Stadium I
Tiga minggu (9-10 hari) setelah infeksi, timbul lesi pada tempat
Treponema pallidum masuk. Lesi umumnya hanya satu. Terjadi efek
primer berapa yang erosif, berukuran beberapa millimeter sampai 1-2 cm,
bentuk bulat atau lonjong, dasarnya bersih, merah, kulit disekitarnya
terdapat tanda radang dan bila diraba ada pengerasan (indurasi) yang
merupakan satu lapisan seperti buah kancing di bawah kain. Kelainan ini
(indolen), lesi umumnya terdapat pada alat kelamin dapat juga ekstra
genital seperti bibir, lidah, tonsil, puting susu, jari dan anus, misalnya pada
penularan ekstrakeitel. Tanpa pengobatan, lesi dapat hilang spontan dalam
4-6 minggu cepat atau lambat bergantung besarnya lesi.
II.4.2 Sifilis Stadium II
Waktu antara stadium I dan stadium II umumnya berkisar antara 68 minggu. Kadang-kadang terjadi masa transisi yakni sifiilis stadium I
masih ada, saat timbul gejala sifilis II. Gejala seperti nyeri kepala, demam
sub-febril, anoreksia, nyeri pada tulang dan nyeri pada leher biasanya
penderita setelah 2-3 minggu infeksi sifilis tidak diobati dan dalam cairan
spiral setelah 4-8 minggu setelah infeksi (Brooks, 1996).
BAB III
METODE KERJA
III.1
Prinsip
Bersatunya
antibodi
dengan
antigen
Treponemal
hemaglutinasi.
III.3
Metode
Praktikum VDRL ini menggunakan metode hemaglutinasi.
III.4
Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah :
a. Slide test dasar putih
b. Batang pengaduk
c. Yellow tape
d. Mikropipet
e. Rotator
f. Rak dan tabung reaksi
g. Pipet tetes
h. sentrifuge
III.5
Reagensia
a. Reagen RPR
b. NaCl 0,9 %
10
membentuk
III.6
Sampel
Sampel yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
Nama : Anisa Ulfah
Umur : 20 tahun
III.7
Cara Kerja
1. Pemeriksaan RPR
a. Dibiarkan sampel dan reagen dalam suhu kamar selama 10-30 menit
b. Diambil 50 l sampel di taruh ditengah lingkaran slide test
c. Ditambah 1 tetes/20 l reagen RPR dan diaduk dengan batang
pengaduk
d. Dirotator pada kecepatan 100 rpm, selama 8 menit
e. Diamati dan dibaca hasilnya, bila hasil reaktif dilanjutkan pengenceran
2. Pengenceran
a. Dipipet 50 l NaCl 0,9 %, masing-masing ke-6 lingkaran larutan test
b. Dipipet 50 l serum, dicampur dengan NaCl 0,9% (fisiologis) pada
lingkaran 1, dihisap dan dikeluarkan 5-10 kali dengan pipet
c. Dipipet 50 l campuran lingkaran 1, dicampur dengan NaCl 0,9% pada
lingkaran ke-2, dihisap lalu dikeluarkan 5-10 kali
d. Dilakukan seterusnya sampai dengan lingkaran ke-6 dan dibuang 50 l
campuran pada lingkaran ke-6
e. Diratakan dengan batang pengaduk, dimulai pengenceran tertinggi
f. Ditambahkan 1 tetes reagen RPR pada setiap lingkaran slide test,
dirotator 8 menit dengan kecepatan 100 rpm
g. Dibaca hasil pengenceran tertinggi yang masih menunjukkan flokulasi
11
III.8
Interpretasi Hasil
Reaktif
Non Reaktif
12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1
Hasil
Dari hasil pemeriksaan serologi sifilis secara VDRL / RPR,di dapatkan
hasil yaitu:
Nama : Anisa Ulfah
Umur : 20 tahun
Hasil : Non reaktif ( - )
IV.2
Pembahasan
Pemeriksaan serologis sifilis menggunakn metode diagnosa tidak langsung
nontreponema antigen RPR (rapid plasma reagin) secara kuantitatif. Pada suatu
analisa kuantitatif, maka jumlah atau kuantitet dari suatu bahan yang dicari harus
dapat diukur dan dinyatakan dalam satu satuan atau unit yang berarti. Dalam tes
serologi,kadar dari antibodi di dalam tes serum biasanya di tentukan dengan
pengenceran serum secara progresif dengan suatu larutan pengenceran (diluent )
tertentu sedangkan,satuan kuantitatifnya dinyatakan dalam bentuk titer dari
antibodi didalam serum. Titer adalah harga kebalikan dari pengenceran serum
yang terbesar yang masih memberi reaksi positif ( Handojo,1982 ).
Dasar dasar pemilihan uji serologis untuk sifilis perlu ditinjau dari
beberapa sudut,yaitu ( Handojo,1982 ) :
a.
Sensitifitas
b.
Presisi
c.
d.
Nilai fisiopatologik dari tes, artinya bila tidak ada penyakit tes
negatif atau titer rendah, bila ada penyakit tes positif dengan titer yang
sesuai dengan derajat penyakitnya dan bila telah sembuh tes menjadi
negatif lagi / titer turun ke taraf sebelum menderita penyakit.
e.
Kepraktisan
13
BAB V
PENUTUP
V.1
Kesimpulan
Dari praktikum pemeriksaan serologis sifilis terhadap sampel didapatkan
Saran
a.
b.
14
BAB I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Penyakit Menular (PMS) dimaksudkan sebagai penyakit yang ditularkan
secara
langsung
dari
seseoran
ke
(www.explaju.com).
15
orang
lain
melalui
kontak
seks
sedangkan
penyakit
melanjut
ke
tahap
lebih
parah
(www.nurularifin.com).
PMS menyebar cukup mengkhawatirkan di Indonesia. Baik jenis
gonorchea maupun jenis sifilis. Sifilis merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh bakteri spiriseta, Treponema pallidum. Penularan biasanya
melalui kontak seksual, tetapi ada beberapa contoh lain seperti kontak langsung
dan
kongenital
sifilis
(penularan
dari
ibu
ke
anak
dalam
uterus)
(www.cyberman.cbn.net.id).
Gejala dan tanda dari sifilis banyak dan berlainan, sebelum perkembangan
tes serologikal, diagnosa sulit dilakukan dan penyakit ini sering disebut Peniru
Besar karena sering dikira penyakit lainnya. Data yang dilansir Departemen
Kesehatan menunjukkan penderita sifilis mencapai 5.000 10.000 jiwa pada
tahun 2005. Di Amerika Serikat dilaporkan sekitar 36.000 kasus sifilis setiap
tahunnya, dan angka sebenarnya diperkirakan lebih tinggi. Sekitar tiga per lima
kasus ini dialami oleh laki laki (www.cybermann.cbn.net.id).
Bila tidak terawat, sifilis dapat menyebabkan efek serius seperti kerusakan
sistem saraf, jantung, dan otak. Sifilis yang tidak terawat dapat berakibat fatal.
Orang yang terkena siflis atau menemukan pasangan yang terkena siflis
dianjurkan
untuk
segera
menemui
dokter
secepat
mungkin
(www.cyberman.cbn.net.id).
I.2
Tujuan
Tujuan dari praktikum serologi sifilis yaitu untuk mendeteksi adanya
antibodi yang terdapat dalam serum terhadap kuman Treponema pallidum yang
menyebabkan penyakit sifilis, serta mengetahui titer tertinggi antibodi terhadap
antigen.
16
I.3
Manfaat
Manfaat dari praktikum pemeriksaan serologis sifilis secara RPR (Rapid
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1
Definisi
Sifilis atau yang disebut dengan Raja Singa, disebabkan oleh sejenis
bakteri yang berbentuk spiral atau spirochete yang dikenal dengan Treponema
pallidum. Bakteri yang berasal dari famili Spirochaetaceae ini, memiliki ukuran
sangat kecil dan dapat hidup hampir di seluruh bagian tubuh. Spirochaeta
penyebab sifilis ini dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui
hubungan genito genital (kelamin kelamin) maupun oro genital (seks oral).
Infeksi ini juga dapat ditularkan oleh seorang ibu kepada bayinya selama masa
kehamilan (www.banjarmasinpost.co.id).
Spirochaeta memperoleh akses melalui kontak langsung dari lesi bawah
terinfeksi dengan setiap kerusakan walaupun mikroskopik, di kulit, atau mukosa
pejamu. Sifilis dapat disembuhkan pada tahap tahap infeksi, tetapi bila
dibiarkan, penyakit ini dapat menjadi sistemik dan kronik.
II.2
Etiologi
Pada tahun 1905, penyebab sifilis ditemukan oleh Schauddin dan Hoffman
yaitu
Treponema
pallidum,
yang
berordo
Spirochaetales,
familia
18
II.3
Struktur Antigenik
Treponema pallidum tidak dapat dibiakkan secara in vitro, yang jelas
memiliki ciri khas, terbatas dari antigennya. Terdapat asam sialat pada permukaan
organisme, yang berfungsi untuk menghambat aktivasi jalur komplemen
alternatif. Treponema pallidum memiliki hialurodinase yang menguraikan asam
hialurinat dalam substansi dasar jaringan dan diduga meningkatkan kemampuan
invasif organisme. Bentuk protein Treponema pallidum (semua subspesies) tidak
dapat dibedakan; telah tercatat lebih dari 100 protein antigen. Endoflagel terdiri
dari 3 protein inti yang homolog terhadap protein flagelin bakteri lain, ditambah
protein selubung yang tidak berhubungan. Terdapat banyak kelompok lipoprotein
yang telah diketahui fungsinya, diduga semua ini tampak penting dalam respon
imun. Kardiolipin adalah komponen penting dari antigen Treponema (Jawetz,
1996).
Pada manusia dengan sifilis, timbul antibodi yang dapat dipakai untuk
mewarnai Treponema pallidum dengan immunofluoresensi tidak langsung,
menyebabkan terjadinya imobilisasi dan kematian Treponema pallidum,
pengikatan komplemen pada suspensi Treponema pallidum atau Spirochaeta yang
lain. Spirochaeta juga menyebabkan pembentukan zat tertentu yang menyerupai
antibodi, reagen, yang memberikan test ikatan komplemen dan flokulasi yang
positif dengan suspensi lipid dalam air yang diekstrak dari jaringan mamalia
normal. Reagen maupun antibodi anti treponema dapat digunakan untuk diagnosa
serologi sifilis (Jawetz, 1996).
II.4
a.
pada manusia. Infeksi pada manusia biasanya disebarkan melalui kontak seksual,
lesi penyebab infeksi terdapat pada 10 20 % kasus, lesi primernya terdapat di
dalam rektum., perional, atau mulut, atau dimana saja di dalam tubuh. Treponema
pallidum mungkin dapat menembus selaput mukosa utuh, atau dapat masuk
melalui epidermis yang rusak ( Jawetz, 1996 ).
19
jaringan
yang
berlebihan
diakibatkan
oleh
beberapa
bentik
Treponema pallidum pada janin melalui plasenta mulai kira kira minggu ke 10
15 kehamilan. Beberapa janin yang terinfeksi akan mati dan mengakibatkan
keguguran, lainnya lahir mati meskipun aterm. Lainnya dapat hidup tetapi
menunjukkan tanda tanda sifilis kongenital pada anak : keratitis intestinal, gigi
Hutchinson, saddle nose, periostitis, dan berbagai kelainan susunan saraf pusat.
Pengobatan yang adekuat pada ibu selama kehamilan dapat mencegah sifilis
kongenital. Titer reagin dalam darah anak meningkat bila infeksi aktif, tetapi
makin menurun bila antibodi secara pasif dipindahkan dari ibu. Infeksi kongenital
pada anak menimbulkan antibodi antitreponema (Jawetz, 1996).
c.
20
bening, limpa, dan sumsum tulang selama hewan tersebut hidup, walaupun
penyakit tidak berlangsung progresif (Jawetz, 1996).
II.5
Manifestasi Klinik
Pembagian menurut WHO ialah sifilis dini dan lanjut dengan waktu
diantaranya 2 tahun, ada yang mengatakan 4 tahun. Sifilis dini dapat menyebarkan
penyakit karena terdapat Treponema pallidum pada lesi kulitnya, sedangkan sifilis
lanjut tidak menular karena Treponema pallidum tidak ada. Pembagian sifilis
secara klinis ialah sifilis kongenital dan sifilis didapat (Mansjoer, 2000).
Sifilis terdiri dari beberapa tahapan yaitu (Entjang, 2003):
a.
Stadium Primer
Terjadi setelah 3 minggu setelah penularan. Stadium ini ditandai dengan
munculnya luka yang kemerahan dan basah di daerah vagina, poros usus
atau mulut. Luka ini disebut chancre, dan muncul di tempat Spirochaeta
masuk untuk pertama kalinya. Pembengkakan kelenjar getah bening juga
ditemukan pada stadium ini. Setelah beberapa minggu chancre tersebut
akan menghilang, stadium yang sangat menular.
b.
Stadium sekunder
Sifilis sekunder biasanya terjadi 6 8 minggu setelah penularan, biasanya
para penderita akan mengalami ruam, khususnya di telapak kaki dan
tangan. Mereka juga dapat menemukan adanya luka luka di bibir mulut,
tenggorokan, vagina, dan dubur. Padsa stadium ini, timbul gejala demam,
malaise, kelenjar limfe regional membengkak dan keras, tetapi tidak sakit,
timbul ruam kemerahan pada kulit yang biasanya simestris bilateral.
c.
21
sangat destruktif dan terjadi gumma (jaringan radang) pada kulit, selaput
lendir, tulang, jantung, ginjal, dan paru paru.
d.
dan peredaran darah janin. Oleh karena, langsung masuk ke peredaran darah, pada
sifilis stadium I. Sifilis kongenital dibagi menjadi (Mansjoer, 2000):
a.
b.
c.
Stigmata
Stigmata terlihat pada sudut mulut berupa garis garis yang jalannya
radier, gigi Hutchinson, gigi molar pertama berbentuk seperti murbai dan
penonjolan tulang kepala (frontal bossing).
II.6
Diagnosa Laboratorium
a.
22
Tes tes yang menggunakan reagin sebagai abtibodi dan lipoid sebagai
antigen, yaitu
-
c.
d.
23
BAB III
METODE KERJA
III.1
Samarinda.
III.2
Metode
Metode
yang
digunakan
pada
praktikum
ini
adalah
metode
Prinsip
Bersatunya antibodi atau reagen dan antigen treponema sehingga
Al at
1. Mikropipet dan yellow tape
2. Stik DETERMINE TPHA
III.5
Sample
Yang digunakan pada pemeriksaan kali ini adalah Serum ,milik dari :
Nama : Ami Yudhita
Umur : 20 tahun
24
Control
Test
Reaktif
Non reaktif
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1
Hasil
Dari pemeriksaan serologi sifilis dengan metode RPR, didapatkan hasil :
IV.2
: Non reaktif
Pembahasan
Pemeriksaan serologis sifilis menggunakan metode diagnosa tdak
hasil uji antibodi treponema hanya dilaporkan secara kualitatif, dan karena titer,
walaupun jika diperiksa, sangat kurang dipengaruhi oleh terapi anti mikroba
(Sacher, 2004).
Perbedaan titer antibodi pada stadium akut dan stadium penyembuhan
dipakai untuk menentukan apakah timbulnya antibodi ini disebabkan infeksi saat
ini atau infeksi di masa lalu. Jika terjadi peningkatan titer antibodi dari stadium
akut sebanding dengan stadium penyembuhan, berarti timbulnya antibodi
disebabkan infeksi saat ini. Bila tidak terjadi peningkatan titer, berarti antibodi itu
berasal dari infeksi di masa lalu (Marwali, 1990).
Pada uji serologis non treponemal metode RPR, sensitivitasnya cukup baik
walaupun tidak sebaik FTA-abs atau ELISA, presisinya juga cukup baik. Tetapi
spesifitasnya kurang memuaskan, sebab antibodi yang dideteksi oleh tes ini bukan
suatu treponemal antibodi sehingga pada keadaan tertentu dapat memberikan false
positif. Nilai fisiopatologinya juga cukup baik. Tes ini umumnya negatif dengan
titer < , pada orang orang yang menderita sifilisvdan titernya menurun/ negatif
setelah pengobatan berhasil. Sangat baik untuk mengikuti hasil pengobatan.
Cukup praktis karena pelaksaannya cukup mudah (Handojo, 1982).
Test RPR kuantitatif mempunyai arti klinis yang klinis yang penting, sebab
:
a.
2.
Reinfeksi
3.
27
b.
Dapat dipakai untuk membedakan sifilis laten yang dini dan yang lanjut,
sifilis laten yang dini, setelah pengobatan yang adekuat akan menunjukkan
penurunan titer yang secepat L II sedangkan pada sifilis laten yang lanjut,
penurunan titer terjadi amat lambat/ titer tidak berubah setelah pengobatan
yang adekuat.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
28
Jika didapatkan hasil pada RPR non reaktif, sedangkan TPHA reaktif,
maka dapat disimpulka bahwa orang tersebut pernah mengalami sifilis dan telah
mengalami pengobatan atau penyembuhan.
Pada praktikum pemeriksaan serologi sifilis secara TPHA didapatkan hasi
(retest/ indeterminated) atau hasil tidak dapat terbaca, hal ini dikarenakan
sampel tersebut belum dikocok selama 10 menit setelah serum dan reagen
dicampurkan, atau karena inkubasi belum dilakukan selama 1 jam, atau dapat pula
disebabkan karena pada saat masa inkubasi, sumur tersebut sudah digoyang
goyang, dan pemeriksaan TPHA ini berkaitan dengan gaya gravitasi sehingga bila
sumur tersebut digoyang goyang sebelum pembacaan hasil maka hasil pada
sumur tersebut tidak dapat terbaca.
29
BAB V
PENUTUP
V.1
Kesimpulan
Dari praktikum pemeriksaan serologis dengan metode TPHA terhadap
sampel serum dari Sdri. Ami Yudhita, berumur 20 tahun adalah non reaktif.
V.2
Saran
Sebaiknya orang yang terinfeksi sifilis, sesegera mungkin diobati dan tidak
menularkan kepada orang lain.
30
PEMERIKSAAN HBsAg
METODE RAPID
31
BAB I
PENDAHULUAN
I. 1
Latar Belakang
Hati adalah organ sentral dalam metabolisme tubuh. Walaupun hanya
membentuk 2% dari berat tubuh total, hati menerima 1500 ml. Darah permenit,
atau sekitar 28% dari curah jantung, agar dapat melaksanakan fungsinya.
Hati melakukan berbagai proses metabolik terhadap konstituen-konstituen
darah yang mengalir kepadanya sebagai produk sisa atau zat gizi dan sebaliknya
banyak aktifitas hati secara langsung tercermin dalam beberapa zat yang beredar
dalam darah dan juga terdapat dicairan tubuh.
Hati terdiri dari dua jenis sel utama, hepatosit yang aktif secara metabolis
dan berasal dari epitel dan sel kuefer yang bersifat fagositik dan merupakan
bagian dari sistem retikuloendotel. Secara mikroskopis, sel-sel ini tersusun
membentuk suatu anatomink hati yang disebut lobolus, yang terdiri dari genjelgenjel (cords) hepatosit yang ditunjang oleh kerangka retikulin disekitar
pembuluh vaskular yang disebut sinusad.
Bila hati sakit, maka satu atau lebih fungsi hepar, tetapi tidak perlu
seluruhnya akan melemah, walaupun tidak selalu dalam tingkatan yang sama.
Berbagai tes fungsi hepar merupakan tes bagi kekacauan fungsi hepar itu didalam
tubuh dan dapat tak ada tes untuk fungsi hepar sebagai suatu kesatuan.
Salah satu penyakit hepar yaitu hepatitis disebabkan oleh HAV, HBV,
HCV, HDV, HEV. Dan yang akan dibahas pada praktikum kali ini adalah HBV
yang dapat dideteksi dari adanya antigen HBS Ag dan dapat diuji salah satunya
dengan latex atau rapid.
I.2
Tujuan
Untuk mengetahui adanya antigen virus Hepatitis B Surface (HBs Ag) pada
serum penderita.
32
I.3 Manfaat
Untuk mengetahui cara melakukan uji adanya virus Hepatitis B Surface (HBs
Ag) secara rapid.
33
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1
terbesar didalam tubuh. Hati melakukan banyak fungsi penting yang berbeda-beda
dan tergantung pada system aliran darahnya dan sel-sel yang khusus. Hati
terbungkus oleh sebuah kapsul fibrioelastik yang disebut kapsul glison dan secara
kasar dipisahkan menjadi lobus kanan dan kiri. Kapsul Glisson mengandung
pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf. Kedua lobus hati tersusun oleh unitunit yang lebih kecil yang disebut lobules. Lobules terdiri dari sel sel hati yang
disebut hepatosit, yang menyatu dalam suatu lempeng-lempeng. Hepatosit dan
jaringan hati mudah mengalami regenerasi. (Corwin, 2000)
Hati memegang peranan penting dalam proses metabolik. Terdapat 3
kategori utama aktivitas hati yaitu sintesis, proses ekskretorik dan fungsi
penyimpanan energy dan zat makanan harus diolah dan kemudian disimpan,
didistribusikan atau diubah oleh hati. Hati menguraikan, mendetoksifikasi atau
mengubah dengan cara lain banyak metabolit primer dan intermediet. Menyiapkan
zat-zat tersebut untuk ekskresi, penyimpanan atau daur ulang. Hati juga
melakukan sintesis asam amino dan tempat penyimpanan primer untuk glikogen.
Serta vitamin larut lemak (A, D, E, K) disimpan di hati. Hati mempertahankan
dan mengolah asam lemak dan trigliserida, sel-sel retikuendotel hati menyimpan
besi, tembaga dan mineral lainyang telah ddibersihkan dari darah.(Sacher, 2004)
II.2
berbagai penyakit sistemik dan kelainan primer yang lebih spesifik bagi hati itu
sendiri. Ada beberapa penyakit yang ditemukan akibat gangguan hati antara lain
hipertensi
porta,
pirav
vena-porta,
34
sistemik
splenomegali,
II.3
Hepatitis Virus
Banyak agen infeksiosa merusak hati. Terdapat beberapa virus yang
sasaran utama atau satu-satunya adalah hati. Virus-virus tersebut adalah hepatitis
A (HAV), hepatitis B (HBV), ada pula EBV, CMV, atau virus hepatitis non-A,
non-B (NANB). (Sacher, 2004)
a.
Virus Hepatitis A
Penyakit yang dahulu disebut hepatitis infeksiosa atau hepatitis inkubasi singkat,
hampir selalu disebabkan oleh ingesti virus hepatitis A (HAV). Penyakit ini
ditularkan terutama melalui kontaminsi oral. Fecal akibat hygiene buruk atau
makanan yang tercemar. Waktu antara pajanan dan awitan gejala untuk HAV
adalah 4-6 minggu. Pengidap penyakit ini dapat menular sampai 2 minggu
sebelum gejala muncul. Antibody terhadap HAV akan muncul saat gejala timbul.
b.
(Corwin, 2000)
Virus Hepatitis B
Hepatitis B kadang disebut juga hepatitis serum. Penyakit ini sering ditemukan,
serius dan mudah menular melalui kontak dengan darah yang mengandung virus.
Penyakit ini dapat ditemukan di semen dan cairan tubuh lainnya dan juga dapat
menular melalui hubungan kelamin. Orang yang beresiko terjangkit HBV adalah
pemakai obat-obat terlarang intravena, para pekerja kesehatan dan heteroseks
c.
Dahulu disebut hepatitis non-A non-B. virus RNA ini saat ini merupakan
penyebab tersering infeksi hepatitis yang ditularkan melalui suplai darah
35
Hepatitis D
Hepatitis E
Virus RNA yang terutama ditularkan melalui ingesti akhir yang tercemar.
Virus
ini
tidak
menimbulkan
keadaan
pembawa
(carrier)
atau
36
BAB II
METODE KERJA
III.1
III.2
Prinsip
Anti HBS dalam strip akan bereaksi dengan antigen yang terdapat dalam
Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain :
1.
2.
III.4
Strip test
Tabung reaksi
Bahan
Bahan yang digunakan adalah serum dari :
1.
2.
3.
III.5
Cara Kerja
1.
2.
3.
4.
37
III.6
Interpretasi Hasil
Control Line
Test Line
max
Positif (+)
Positif (+)
max
max
Invalid (?)
max
Marker Line
Negatif (-)
Negatif (-)
Invalid (?)
: jika tidak tampak atau tidak ada warna (dadu) pada dua
bagian yang dimaksud. Maka menunjukkan adanya
kekeliruan prosedur dan atau bahan reaksi (reagen test
telah rusak).
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
V.1
Hasil
Dari praktikum pemeriksaan HBsAg yang dilakukan didapatkan hasil :
No.
1.
2.
3.
V.2
Nama
Ami Yudhita
Aniek Rosalita
Anisa Ulfah
Umur
20 tahun
19 tahun
20 tahun
Hasil
Negative
Negative
Negative
Pembahasan
Dalam preparasi sampel untuk pemeriksaan sampel sangat perlu dilakukan karena
dapat mempengaruhi hasil yang diperoleh. Setelah dilakukan pengambilan darah, darah
sebaiknya dibekukan dahulu sebelum disentrifuge. Hal ini untuk mencegah terjadinya
lisis dan pada saat disentrifuge hasilnya adalah lemak.
Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan ini dapat juga positif palsu dan negative
palsu. Ada beberapa faktor yang menimbukan hasil ini, antara lain : sampel lisis, adanya
protein atau lemak pengganggu, reagen yang digunakan telah rusak, strip yang digunakan
sudah kadaluarsa, dengan cara latex sampel yang diteteskan terlalu banyak atau terlalu
sedikit.
Pemeriksaan HBsAg secara latex lebih akurat dibandingkan dengan HBsAg
secara rapid, hal ini karena dengan pemeriksaan secara latex akan langsung terjadi reaksi
dari antigen HBsAg pada serum dan antibodi pada reagen, sedangkan cara rapid strip
yang digunakan mengandung kromogen yang dapat berubah karena oksidasi dari udara,
sehingga bila strip sudah dibuka maka harus langsung dicelupkan pada serum karena jika
tidak maka kromogen yang terdapat pada strip test akan rusak dan dapat menimbulkan
hasil yang negtif atau positif palsu.
Test darah awal untuk diagnosis infeksi HBV adalah :
a.
Untuk mencari antigen HBsAg
b.
Untuk mencari antibodi HBs dan Anti-HBe
Test darah yang digunakan untuk diagnosis infeksi HBV dapat membingungkan,
karena ada berbagai kombinasi mempunyai arti sendiri.
Pemeriksaaan HBsAg secara latex menggunakan suatu alat dengan lingkaran
yang besar dikarenakan agar pada saat merotator alat/slide tersebut maka antigen dan
39
antibodi yang dicampurkan akan benar-benar homogen dan alat tersebut berwarna hitam
agar mudah melihat aglutinasinya.
Bila hasil pemeriksaan fungsi hati normal, pasien tidak perlu khawatir (meskipun
hasil HBsAg atau anti-HBv positif). Biasanya dokter menganjurkan pasien tersebut
untuk melakukan pemeriksaan (fungsi hati) secara berkala setiap 6 bulan untuk
mendeteksi kemungkinan perubahan fungsi hati atau terjadinya serokonversi. Selain itu,
perlu diperhatikan risiko penularan terhadap orang disekitarnya, terutama anggota
keluarga. Bila perlu dilakukan skrining pada anggota keluarga yang lain atau upaya
pencegahan misalnya dengan vaksinasi.
Bila hasil pemeriksaan fungsi hati menunjukkan hasil abnormal maka perlu
diperiksa lebih lanjut penanda virus lainnya yaitu HBeAg dan HBV-DNA (untuk kasus
hepatitis B atau bila HBsAg positif) serta HBV-RNA (untuk kasus hepatitis C atau antiHCV positif).
Fungsi pemeriksaan HBsAg adalah mengetahui apakah pasien merupakan
penderita hepatitis B yang ditandai dengan HBsAg positif. Jika pada pemeriksaan selama
> 6 bulan berturut-turut pasien memiliki HBsAg positif, maka pasien dikatagorikan
penderita hepatitis B kronik. Dan jika pada pemeriksaan muncul antibodi HBs atau antiHBs, maka artinya pasien sedang dalam masa penyembuhan.
40
BAB V
PENUTUP
V.1
Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa sampel serum yang
V.2
Saran
a.
Pada saat
pemeriksaan,
praktikan
sebaiknya
menggunakan APD
Melakukan
imunisasi
Hepatitis
41
dianjurkan
untuk
mencegah
42
BAB I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Terdapat lima virus hepatotrik yang menyebabkan hepatitis virus akut,
I.2
Tujuan
43
Manfaat
Manfaat pemeriksaan Anti HBs metode ELISA adalah agar mahasiswa
44
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1
Definisi
Hepatitis virus adalah penyakit sistemik terutam menyerang hati.
Umumnya kasus hepatitis akut pada anak-anak dan orang dewasa disebabkan oleh
satu dari penyebab berikut : virus hepatitis A, virus hepatitis B, virus hepatitis C
atau virus hepatitis E. (Jawetz, 1996)
Penyakit hepatitis tipe B disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV). Virus
hepatitis B adalah virus DNA, suatu virus yang termasuk family Hepadnaviridae.
Virus ini memiliki DNA yang sebagian berupa untaian tunggal (single standed
DNA) dan DNA polymerase endogen yang berfungsi menghasilkan DNA untaian
ganda (double stranded DNA). Virion lengkap HBV terdiri atas suatu struktur
berlapis ganda dengan diameter keseluruhan 42 nm. Bagian inti sebelah dalam
(inner core) yang berdiameter 28 nm dan dilapisi selaput (envelop) yang tebalnya
7 nm mengandung dsDNA dengan BM 1,6 x 106 . Bagian envelop yang
mengelilingi core terdiri atas kompleks dengan sifat biokimia heterogen. Bagian
ini mempunyai sifat antigen berbeda dengan antigen core (HBcAg) dan disebut
antigen permukaan hepatitis B surface antigen (HBsAg). (Kresno, 2001)
HBsAg adalah pembungkus bagian dalam (inti) virus dan merupakan
bagian virus yang tidak menularkan penyakit. Sedangkan bagian inti
adalah
Hepatitis Tipe B
Penyakit yang dahulu disebut hepatitis serum atau hepatitis inkubasi
lama, sekarang disebut hepatitis B. virion HB infektif beredar dalam darah untuk
jangka lama dan kadang-kadang ditemukan dalam urin, feses, semen, air liur, dan
hampir seluruh cairan tubuh lain. (Sacher, 2004)
HBsAg diproduksi dalam jumlah banyak oleh hepatitis yang terinfeksi dan
dilepaskan kedalam darah sebagai partikel bulat berukuran 17-25 nm dan sebagai
45
partikel tubuler yang berdiameter sama yang panjangnya berkisar antara 100-200
nm. Antibody terhadap HBsAg dan HBcAg masing-masing disebut anti HBs dan
anti HBc. Kekebalan anti HBs dalam sirkulasi melindungi seseorang terhadap
infeksi HBV. (Kresno, 2001)
Stabilitas HBcAg tidak selalu sama dengan stabilitas penyebaran infeksi.
Namun, keduanya stabil pada suhu -20oC selama lebih dari 20 tahun dan tahan
terhadap pembekuan serta pencairan berulang-ulang. Virus juga tahan pada
pemanasan 37oC selama 60 menit dan tetap hidup setelah dikeringkan dan
disimpan pada suhu 25oC selama paling sedikit 1 minggu. HBV (tetapi bukan
HBsAg) peka terhadap suhu tinggi (100oC selama 1 menit) atau terhadap masa
inkubasi yang lebih lama (60oC 10 jam) bergantung pada jumlah virus yang
terdapat dalam contoh. HBsAg stabil pada PH 2,4 selama 6 jam. Tetapi infektifitas
HBV akan menghilang Natrium hipoklorit 0,5% (misalnya klor pemutih 1:10)
dapat merusak antigenitas dalam waktu 3 menit pada konsentrasi protein yang
rendah, tetapi bahan serum yang tidak di encerkan membutuhkan konsentrasi yang
lebih tinggi (5%). HBsAg didalam plasma atau produk darah lainnya tidak dapat
dirusak oleh penyinaran ultra violet dan infektifitas virus juga tahan terhadap
penyinaran tersebut. HBV menyebar secara tidak merata selama fraksionasi etanol
chon dari plasma. Sebagian besar virus tertahan dalam fraksi I (fibrinogen, factor
VIII) atau fraksi III (kompleks protrombin), sedangkan HBsAG dipindahkan ke
fraksi III (globulin gamma) dan IV (protein plasma). (Jawetz, 1996)
II.3
Cara Penularan
VHB mudah ditularkan kepada semua orang. Sumber penularannya bisa
berasal dari darah, cairan semen (sperma), lender kemaluan wanita (secret
vagina), dan darah menstruasi.
Cara penularan hepatitis B sebagai berikut : (Afifah, 2005)
1) Paranteral, terjadi penembusan kulit atau mukosa melalui suntikan, transfuse
darah, tindakan operatif, perawatan gigi, tusuk jarum, pemakaian jarum suntik
bersama, dan pembuatan tato.
46
hubungan seksual.
3) Vertical, berasal dari ibu yang HBsAg (+) atau pengidap, ditularkan kepada
bayi yang di lahirkan.
Virus ini menyebar melalui darah manusia dan melalui hubungan seksual ,
juga dapat melalui air liur. Penularan juga dapat terjadi dari ibu kepada anaknya
yang baru lahir, terutama di Negara Cina. Karena darah dapat menyebabkan
penyakit ini, maka sebelum transfuse darah selalu dilakukan pemeriksaan
terhadap virus hepatitis. (Bateson, 1991)
II.4
Patogenesitas
Virus hepatitis B dapat mengakibatkan hepatitis akut, kronik dan
47
anti HBc IgG disertai anti HBs menunjukkan penderita telah sembuh, tetapi anti
HBc dengan titer tinggi tanpa anti HBs menunjukkan infeksi menetap. (Kresno,
2001)
Anti HBs baru terbentuk setelah HBsAg menghilang dan penderita
sembuh, sehingga anti HBs pertanda sembuh dan adanya respon imun. Waktu
antara hilangnya HBsAg dan munculnya anti HBs dikenal dengan istilah window
periode yang dapat berlangsung selama beberapa minggu. Infeksi HBV dapat
berakhir dengan kesembuhan tetapi dapat pula berlanjut menjadi hepatitis kronik
atau menjadi carrier. (Kresno, 2001)
II.5
Gejala Klinis
Gejala klinik dan perubahan serologik yang terjadi setelah terpapar HBV
merupakan hasil interaksi antara pejamu, virus dan antigen serta antibody spesifik
yang sangat kompleks. HBsAg muncul 2-4 minggu sebelum tampak kelainan hati
atau 3-5 minggu sebelum tampak gejala klinis. Kadar tertinggi HBsAg sering kali
terdapat pada awal penyakit. Kadar HBsAg menurun perlahan-lahan dalam waktu
4-6 bulan hingga mencapai kadar yang tidak terdeteksi dengan metode ELISA
seperti yang digunakan saat ini. (Kresno, 2001)
Pada hepatitis virus (terutama tipe B) manifestasi diluar hati meliputi :
(Jawetz, 1996)
a.
Suatu prodroma mirip penyakit serum yang bersifat sementara terdiri atas
urtikaria, ruam dan poliartalgia atau arthritis yang tidak berpindah dan terjadi
1-6 minggu sebelum timbulnya hepatitis pada 15-20% penderita.
b.
Poliartritis nodosum
c.
Glomerulonefritis
Kompleks imun yang beredar diduga merupakan penyebab syndrome
b.
c.
d.
Demam ringan
e.
f.
a.
b.
c.
d.
sekali karena hanya pembawa virus saja (carrier), sehingga penderita tidak
mengetahui bahwa dirinya mengidap virus hepatitis B dan tanpa disadari
menularkan kepada orang lain. (Silalahi, 2004)
Hepatitis B akut umumnya sembuh. Hanya 10 % menjadi hepatitis B
kronis (menahun) dan dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.
(www.dinkes.dki.go.id)
II.6
Diagnosa Laboratorium
mengidap
atau
dalam
masa
49
juga memiliki HBs antibody. Hal ini disebabkan oleh infeksi dengan
subtype yang berbeda-beda. (Kresno, 2001)
II.6.2 Pemeriksaan klinik
Pada pemeriksaan klinis terjadi peningkatan transminase (SGPT biasanya
lebih tinggi dibandingkan SGOT) ialah 10-200 kali batas normal. (Kresno, 2001)
II.6.3 Biopsi Hati
Cara pemeriksaan yang mampu menegakkan diagnostic histologik yang
menyajikan kegamblangan etiologik, terapeutik, dan prognostik pada berbagai
bentuk hepatitis. (http://www.wikipedia.org)
50
BAB III
METODE KERJA
III.1
Prinsip
Reaksi dilakukan otomatis oleh alat. Reaksi dilakukan oleh SPR dalam
III. 4 Reagensia
Reagensia yang digunakan pada praktikum ini adalah :
1.
2.
III.5
Bahan Pemeriksaan
Bahan pemeriksaan yang digunakan adalah sampel dari :
1.
51
2.
3.
Nama
Umur
Nama
Umur
: Anisa Ulfah
: 20 tahun
: Aniek Rosalita
: 19 tahun
III.6
Cara Kerja
a.
b.
c.
1.
2.
3.
4.
5.
(misal section A)
Pada layar menu utama, tekan status screen.
Pada bagian A dipilih 1 dan S (posisi A1) untuk standar 1.
Kemudian ditekan 2 dan S (posisi A2) untuk standar 2 (standar dibuat
5.
6.
7.
duplo).
Kemudian ditekan 3 dan C (posisi A3) untuk control 1.
Kemudian tekan 4 dan C (posisi A4 untuk control 2.
Kemudian ditekan 5 dan sampel ID (posisi A5) untuk sampel 1 dan
8.
9.
Interpretasi Hasil
Positif (+)
: > 5 mIU/ml
Negatif (-)
: < 5 mIU/ml
52
53
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1
Hasil
Dari pemeriksaan Anti-HBs didapatkan hasil pada sampel :
a.
b.
c.
Anisa Ulfah
IV.2
Pembahasan
: 24 mIU/ml
54
55
BAB V
PENUTUP
V.1
Kesimpulan
Dari hasil pemeriksaan Anti HBs dengan metode ELISA, dapat di
Ami Yudhita
b.
Aniek Rosalita
c.
Anisa Ulfah
V.2
Saran
a.
Alat minividas selain untuk pemeriksaan anti HBs juga bias untuk
pemeriksaan yang lain seperti HBs Ag,T3, T4, AFP, dll, karena itu gunakan
kaset / reagen dan SPR yang sesuai / sama.
b.
Setiap pemeriksaan satu kaset / strip reagen di gunakan hanya untuk satu
kali pemeriksaan, begitu juga SPR.
c.
d.
56
PEMERIKSAAN HIV
METODE RAPID
57
BAB I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Kasus AIDS pertama ditemukan di AS pada 1981, tetapi kasus tersebut
hanya sedikit memberi informasi tentang penyakit ini. Sekarang ada bukti jelas
bahwa AIDS disebabkan oleh virus yang dikenal dengan HIV. (Kanabus, 1999)
Kita mungkin tidak akan pernah tahu secara pasti kapan dan dimana virus
ini muncul pertama kali, tetapi yang jelas pada waktu di pertengahan abad 20-an
ini, infeksi HIV pada manusia berkembang menjadi epidemi penyakit di seluruh
dunia yang saat ini lebih dikenal sebagai AIDS. (Kanabus, 1999)
Seperti diketahui bersama, permasalahan HIV dan AIDS bukan saja
menjadi masalah nasional akan tetapi sudah menjadi masalah global karena lebih
dari 40 juta jiwa manusia hidup dengan HIV.
Hampir 12 juta laki-laki dan perempuan di bawah usia 24 tahun positif
HIV di seluruh dunia. Dengan peningkatan jumlah setiap harinya.
Di seluruh dunia terdapat 40 juta pengidap infeksi HIV atau AIDS, hamper
setengahnya dalah wanita, 30 % adalah usia muda 15-24 tahun (data sampai
2001). Di Indonesia prevalensi HIV/ AIDS sebanyak 212.092 jiwa, usia 15 tahun
sebanyak 13 %, 15-49 tahun 0,11 % (data sampai 2001). (Hardjoeno, 2003)
Di Indonesia, penggunaan jarum suntik untuk obat bius merupakan
epidemi terbesar dari wabah tersebut. Lebih dari 90 persen dari penggunaan jarum
suntik diketahui tidak bersih, terutama di tiga kota besar. Di salah satu kota besar
tersebut, sebanyak 70 persen pekerja seks dilaporkan tidak menggunakan alat
pelindung seks, hanya sepuluh persen yang menggunakan kondom secara tetap.
(Kompas, 2003)
Berdasarkan data resmi dari Departemen RI pada akhir Juni 2007, secara
komulatif jumlah orang dengan HIV dan AIDS tercatat sebanyak 14.628 kasus
yang terdiri dari 5.813 kasus HIV dan 9.689 kasus AIDS. Dilihat dari kelompok
umur 20-29 tahun, yaitu sebanyak 53,9 %. Kemudian disusul dengan kelompok
umur 30-39 tahun sebanyak 27,7 %. Sedangkan faktor penyebabnya telah
58
bergeser dimana kelompok pengguna jarum suntik menjadi penyebab utama (49,1
%), disusul oleh kelompok heteroseksual (42,1 %) dan homoseksual (4,1 %).
Ada beberapa cara/ pemeriksaan untuk mendeteksi adanya virus HIV,
salah satunya yaitu pemeriksaan secara rapid yang relatif mudah, singkat/ cepat,
serta didapatkan hasil yang akurat.
I.2
Tujuan
Praktikum Pemeriksaan HIV ini bertujuan untuk dapat mendeteksi adanya
Manfaat
Praktikum Pemeriksaan HIV/ AIDS ini bermanfaat agar praktikan dapat
mengetahui dan melaksanakan pemeriksaan HIV/ AIDS dengan cara rapid test
yang baik dan benar di laboratorium.
59
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1
HIV
Tipe Human Immunodeficiency Virus (HIV), berasal dari Lentivirus
primata, merupakan agen penyebab AIDS. Penyakit ini pertama kali ditemukan
pada tahun 1981 dan HIV-1 diisolasi pada akhir tahun 1983. Sejak itu, AIDS telah
menjadi epidemi di seluruh dunia, meluas jangkauannya, dan penting karena
infeksi HIV telah menyerang berbagai populasi serta daerah geografis yang
berbeda. Jutaan orang di seluruh dunia telah terinfeksi; sekali terinfeksi, individu
tersebut tetap terinfeksi sepanjang hidupnya. Dalam satu dekade, apabila tidak
diobati, sebagian besar orang yang terinfeksi HIV mengalami infeksi oportunistis
yang fatal akibat defisiensi sistem imun yang diinduksi oleh HIV. AIDS
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang paling penting di dunia
pada awal abad ke-21. (Brooks, 2007)
Human Imunnodeficiency Virus (HIV) adalah salah satu retrovirus yang
dapat menyebabkan AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrom). HIV pertama
kali ditemukan pada 1983. Dikenal dua macam suptipe HIV yaitu HIV-1 yang
menyebar ke seluruh dunia dan HIV-2 yang terutama terdapat di Afrika Barat dan
Portugal. (Hardjoeno, 2003)
Diseluruh dunia, terdapat 40 juta pengidap infeksi HIV atau AIDS, hamper
setengahnya adalah wanita, 30% adalah usia muda 15-24 tahun (data, sampai
2001). Di Indonesia pravalensi HIV ? AIDS sebanyak 212.092 jiwa. Usia 15 tahun
sebanyak 13%, 15-49 tahun 0,11 % (data sampai 2001). (Hardjoeno, 2003)
II.2
SIFAT LENTIVIRUS
HIV adalah Retrovirus, anggota genus Lentivirus, dan menunjukkan
60
HIV terdiri dari tiga bagian utama yaitu envelope yang merupakan lapisan
terluar, capsid yang meliputi isi virus dan core merupakan isi virus. Lapisan
envelope terdiri dari lemak ganda yang terbentuk dari membrane sel pejamu serta
protein dari sel penjamu. Pada lapisan ini, tertanam glikoprotein gp41. Pada
bagiam luar glikoprotein,ini terikat molekul gp120. Pada elektrroforesis kompleks
antara gp120 dan gp41 membentuk pita gp160. Capsid merupakan lapisan protein
yang dikenal sebagai P17. Pada bagian core terdapat sepasang RNA rantai
tunggal, enzim-enzim yang berperan dalam replikasi seperti reserve transcriptase
(P61), endonuklease (P31) serta protein lainnya terutama P24. (Hardjoeno, 2003)
Lentivirus telah diisolasi dari berbagai spesies, termasuk setidaknya 26
primata selain manusia Afrika yang berbeda. Ada dua tipe virus AIDS manusia
yang berbeda: HIV-1 dan HIV-2. Kedua tipe ini dibedakan berdasarkan organisasi
genom dan hubungan filogenetik (evolisuonar) dengan Lentivirus primata lain.
(Brooks, 2007)
Susunan genom Lentivirus primata (manusia dan simian) sangat mirip.
Satu perbedaan adalah bahwa HIV-1 dan virus simpanse memiliki gen vpu,
sedangkan HIV-2 dan hampir semua SIV mempunyai gen vpx. (Brooks, 2007)
Lentivirus selain primata menimbulkan infeksi persisten yang mengenai
berbagai spesies hewan. Virus ini menyebabkan penyakit kronk yang melemahkan
dan kadang-kadang imunodefisiensi. Agen prototipe, virus visna (disebut juga
virus maedi), menimbulkan gejala neurologis atau pneumonia pada domba di
Iceland. Virus lain menyebabkan anemia infeksius pada kuda dan arthritis serta
ensefalitis pada kambing. Lentivirus kucing dan sapi dapat menyebabkan
imunodefisiensi. Lentivirus selain primata tidak diketahui menimbulkan infeksi
pada primata, termasuk manusia. (Brooks, 2007)
II.3
CARA PENULARAN
Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu
penyakit yaitu sumber infeksi, verikulum yang membawa agent, host yang rentan,
tempat keluar kuman dan tempat masuk kuman (portaentre).
61
Banyak cara yang diduga menjadi ccara peenularan virus HIV, namun
hingga kini cara penularan HIV yang diketahui adalah melalui:
a. Transmisi seksual
Penularan melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun
heteroseksual merupakan penularan infeksi yang paling sering terjadi.
Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau serviks.
b. Transmisi transplasental
1) Transmisi parental
a) Akibat penggunaan jarum suntik atau alat tusuk lainnya (alat
tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalahgunaan
narkotik, suntik yang memakai jarum suntik yan tercemar secara
bersama-sama. Disamping dapat juga terjadi melalui jarum suntik
yang dipakai oleeh petugas tanpa disterilkan terlebih dahulu.
Resiko tertular cara transmisi ini kurang dari 1 %.
b) Darah, produk darah, transmisi melalui transfusi atau produk darah
memiliki resiko tertular infeksi HIV lebih dari 90%.
2) Transmisi transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai
resiko sebesar 50 %. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil,
melahirkan dan sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui.
Penularan melaului air susu ibu termasuk penularan dengan resiko
rendah. (www.library.usu.ac.id)
II.4
62
virus HIV tidak menunjukka gejala sakit, maka sangat besar kemungkinan
penularan terjadi pada fase inkubasi ini. (www.library.usu.ac.id)
II.5
DIAGNOSTIK LABORATORIUM
Pada awal infeksi, umumnya belum memberikan gejala yang nyata,
sehingga diagnostis infeksi oleh HIV. Pada stadium awal, umumnya berdasarkan
hasil test laboratorium. (Hardjoeno, 2003)
a. Pemeriksaan penunjang hematologi yang hasilnya secara umum meliputi :
1. Jumlah limfosit lebih kecil dari 1.000/mm3
2. Trombosit lebih kecil dari 100.000/mm3
3. Hemoglobin lebih kecil dari 12 % (Anonim, 2006)
b. Pemeriksaan kultur virus dengan menggunakan bahan dari biopsy jaringan
yang menggunakan mikroskop electron.
c. Pemeriksaan serologi dengan memeriksa darah (serum) dari penderita baik
antigen (protein virus) maupun antibody yang meliputi pemeriksaanpemeriksaan. (Depkes RI, 1993).
1. Western Blot. Pemeriksaannya cukup sulit, mahal, interpretasinya
membutuhkan pengalaman dan lama pemeriksaan sekitar 24 jam.
2. Radio Immuno Presipitasion Assay (RIPA). Test konfirmasi yang
jarang dipakai.
3. Radio Immuno Assay (RIA). Teknik RIA dipakai untuk mendeteksi
antigen maupun antibody yang kadarnya rendah.
4. Immunoflouresensi (IF) sulit dikerjakan, mahal, lama dan masih
ddapat memberikan hasil yang tidak benar, false positif, false negatif,
intermediet.
5. Passive Hemaglutination (PHA)
6. Rapid test
7. Enzyme Linked ImmunoSorbent Assay (ELISA)
Pemeriksaan antibody HIV paling banyak menggunakan metode ini.
ELISA pada mulanya digunakan untuk screening darah donor dan pemeriksaan
darah kelompok resiko tinggi/ tersangka AIDS. Pemeriksaan ELISA harus
menunjukkan hasil positif 2 kali (reaktif) dari 3 test yang dilakukan, kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi yang biasanya dengan metode
Western Blot.
Dasar dalam menegakkan diagnose AIDS adalah :
1. Adanya HIV sebagai etiologi (melalui pemeriksaan laboratorium)
2. Adanya tanda-tanda immunodeficiency
63
selama
30
menit
atau
jam,
kemudian
di
cuci.
(www.cerminduniakedokteran.com)
ELISA terdapat IgG (Immunoglobulin G) yang menempel pada biji-biji
atau sumur microplate tadi maka akan terjadi reaksi pengikatan antigen dan
antibody. Antibody anti-IgG tersebu terlebih dahulu sudah diberi label dengan
enzim (alkali fosfatase, horseradish peroksidase) sehingga setelah kelebihan
enzim dicuci habis, maka enzim yang tinggal akan bereaksi dengan kadar IgG
yang ada, kemudian akan berwarna bila ditambah dengan suatu substrat.
(www.cerminduniakedokteran.com)
Sekarang ada test EIA yang menggunakan ikatan dari heavy dan light
chain dari Human Immunoglobulin sehingga reaksi dengan antibody dapat lebih
spesifik, yaitu mampu mendeteksi IgM maupun IgG. Pada setiap test selalu
diikutkan control positif dan negative untuk dipakai sebagai pedoman, sehingga
kadar ditas cut off value atau diatas absorbance level specimen akan dinyatakan
positif. Biasanya lama pemeriksaan adalah 4 jam. Pemeriksaan ELISA hanya
menunjukkan
suatu
infeksi
HIV
dimasa
lampau.
(www.cerminduniakedokteran.com)
Test ELISA mulai menunjukkan hasil positif pada bulan ke 2-3 masa sakit
selama fase permulaan penyakit (fase akut) dalam darah penderita dapat
ditemukan virus HIV/partikel HIV dalam penurunan jumlan sel T4 (gratik).
Setelah beberapa hari terkena infeksi AIDS, IgM dapat dideteksi setelah 3 bulan
IgG mulai ditemukan. Pada fase berikutnya yaitu pada waktu gejala major AIDS
menghilang (karena sebagian besar HIV telah masuk kedalam sel tubuh). HIV
sudah tidak dapat ditemukan lagi dari peredaran darah dan jumlah sel T4 akan
kembali normal. (www.cerminduniakedokteran.com)
Hasil pemeriksaan ELISA, harus diinterpretasi dengan hati-hati karena
tergantung dari fase penyakit. Pada umunya, hasil akan positif pada fase timbul
64
gejala pertama AIDS (AIDS phase) dan sebagian kecil akan negatif pada fase dini
AIDS (pre AIDS phase). (www.cerminduniakedokteran.com)
Beberapa hal tentang kebaikan test ELISA adalah nilai sensitifitas tertinggi
98-100 % western blot, memberi nilai spesifik 99,6 %-100%. Walaupun
begitu,.prediktive value hasil test positif tergantung dari prepalensi HIV
dimasyarakat. Pada kelompok penderita AIDS, predictive positif value adalah
100% sedangkan pada donor darah dapat antara 5 %-100% predictive value dari
hasil negatif ELISA dari masyarakat sekitar 99,9 %-76,9% pada kelompok resiko
tinggi. (www.cerminduniakedokteran.com)
Disamping keunggulan, beberapa kendala path test ELISA yang perlu
diperhatikan adalah: (www.cerminduniakedokteran.com)
1. Pemeriksaan ELISA hanya mendeteksi antibody, bukan antigen (akhirakhir ini sudah ditemukan test ELISA unutk antigen). Oleh karena itu, test
uji baru akan positif bila penderita akan mengalami serokonversi yang
lamanya 2-3 bulan sejak terinfeksi HIV, bahkan ada yang 5 bulan atau
lebih (pada keadaan immunocompromissed). Kasus dengan infeksi HIV
lateks selama 3-4 bulan.
2. Pemeriksaan ELISA hanya terdapat antigen IgG. Penderita AIDS pada
taraf permulaan hanya mengandung IgM sehingga tidak akan terdeteksi.
Perubahan dari IgM ke IgG membutuhkan waktu sampai 41 minggu.
3. Pada umumnya pemeriksaan ELISA ditujukan untuk HIV-1. Bila test ini
digunakan pada penderita HIV-2, nilai positifnya hanya 24% tetapi HIV-2
paling banyak ditemukan di Afrika.
4. Masalah false positif pada test ELISA. Hasil ini sering ditemukan pada
keadaan positif lemah, jarang ditemukan pada positif kuat. Hal ini
disebabkan karena morfologi HIV hasil biakan jaringan yang digunakan
dalam test kemurniannya berbeda dengan HIV dialam. Oleh karena itu,
test ELISA harus dikonfirmasi dengan test lain.
Test ELISA mempunyai spesifitas dan sensitifitas cukup tinggi, walaupun
hasil negative, test ini tidak dapat menjamin bahwa seseorang bebas 100% dari
HIV terutama pada kelompok resiko tinggi. Akhir-akhir ini test ELISA telah
memakai recombinant antigen yang sangat spesifik terhadap enveloped dan core.
(www.cerminduniakedokteran.com)
65
66
BAB III
METODE KERJA
III.1
WAKTU
Praktikum Pemeriksaan HIV ini dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal
TEMPAT
Praktikum Pemeriksaan HIV ini pelaksanaannya bertempat di Balai
METODE
Rapid Test.
III.4
PRINSIP
Dengan adanya HIV 1, 2, O yang merupakan 3 garis HIV dengan rapid
ALAT
a. Tabung reaksi.
b. Rak tabung.
c. Sentrifuge.
III.6
d. Mikropipet 50 L.
e. Tip kuning.
f. Timer.
BAHAN
Sampel serum dari 5 mL darah vena yang telah disentrifuge pada
b. Sampel 2
Nama
: Anita Mandasari
Umur
: 19 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
III.7
REAGENSIA
67
Nama
: Cahyani Rahayu
Umur
: 20 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
III.8
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
III.9
CARA KERJA
Keluarkan kaset dari referigator.
Biarkan kaset dan sampel yang akan digunakan pada suhu ruangan.
Keluarkan kaset dari kemasannya.
Letakkan pada permukaan datar.
Teteskan 1 tetes atau 50 L serum/plasma ke lubang sampel pada kaset.
Teteskan 1 tetes (40 L) buffer ke lubang yang sama untuk sampel.
Biarkan 10-30 menit baru kemudian baca hasil.
INTERPRETASI HASIL
a. Positif
Terbentuk 2/3 garis berwarna, satu pada zona garis test 1 atau 2 (atau 1 dan
2) dan satu pada zona garis control. Hal ini berarti pada serum, plasma dan
darah terdapat antibody HIV -1/. Garis warna pada zona 1 medapatkan
infeksi HIV-1 dan garis pada zona 2 menandakan infeksi HIV-2.
Oncoprobe
Oncoprobe
Oncoprobe
HIV
T1 : HIV 1/O
T2 : HIV 2
HIV
T1 : HIV 1/O
T2 : HIV 2
HIV
T1 : HIV 1/O
T2 : HIV 2
C
T1
T2
C
T1
T2
C
T1
T2
b. Negatif
c. Invalid
terdapat HIV.
68
Oncoprobe
Oncoprobe
HIV
T1 : HIV 1/O
T2 : HIV 2
HIV
T1 : HIV 1/O
T2 : HIV 2
C
T1
T2
C
T1
T2
69
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1
HASIL
Dari Praktikum Pemeriksaan HIV yang telah dilaksanakan dengan metode
: Non-reaktif (-)
: Non-reaktif (-)
PEMBAHASAN
Sebagai penyaring biasanya digunakan teknik ELISA, aglutinasi atau
70
negatif tidak dapat ditentukan hasilnya dan harus dites ulang duplo menggunakan
sampel yang sama. Apabila tes ulangan positif, sampel dites konfirmasi dengan
metode pelengkap, misalnya: western blot, tes immunofluoresensi dan lain-lain,
terutama untuk menentukan tipe infeksi. (Hardjoeno, 2003)
Beberapa hal tentang kebaikan tes ELISA adalah nilai sensitivitas yang
tinggi : 98-100%. Walaupun begitu, predictive value hasil tes positif tergantung
dari prevalensi HIV di masyarakat. Pada kelompok penderita AIDS, predictive
antara 5-100%. Predictive value dari hasil negative ELISA pada masyarakat
sekitar 59,99%- 76,9% pada kelompok resiko tinggi.
71
(www.cerminduniakedokteran.com)
BAB V
PENUTUP
V.1
KESIMPULAN
Dari hasil Praktikum Pemeriksaan HIV yang telah diperoleh, dapat dibuat
kesimpulan:
a. Sampel 1
Nama
:
Umur
:
Jenis kelamin
:
Hasil pemeriksaan :
Anita Mandasari
19 tahun
Perempuan
Non-reaktif (-)
b. Sampel 2
Nama
Umur
Jenis kelamin
: Cahyani Rahayu
: 20 tahun
: Perempuan
72
SARAN
a. Sebaiknya pada saat melakukan pemeriksaan HIV/ AIDS mengunakan
sarung tangan.
b. Untuk mendiagnosa pasien HIV/ AIDS harus mengunakan strategi III
dengan tingkat spesifik dan sensitifitas yang baik.
c. Pemeriksaan antibodi terhadap HIV, hendaknya dilakukan dengan
menggunakan 3 merk yang berbeda. Tujuannya adalah agar mendapatkan
hasil
yang
menyakinkan
dan
dapat
di
pertanggung
jawabkan
kebenarannya.
d. Pemeriksaan HIV dianjurkan kepada setiap orang yang merasa dirinya
memiliki resiko terinfeksi HIV/ AIDS.
73
74
BAB I
PENDAHULUAN
I.1
LATAR BELAKANG
Kasus AIDS pertama ditemukan di AS pada 1981, tetapi kasus tersebut
hanya sedikit memberi informasi tentang penyakit ini. Sekarang ada bukti jelas
bahwa AIDS disebabkan oleh virus yang dikenal dengan HIV. (Kanabus, 1999)
Kita mungkin tidak akan pernah tahu secara pasti kapan dan dimana virus
ini muncul pertama kali, tetapi yang jelas pada waktu di pertengahan abad 20-an
ini, infeksi HIV pada manusia berkembang menjadi epidemi penyakit di seluruh
dunia yang saat ini lebih dikenal sebagai AIDS. (Kanabus, 1999)
Seperti diketahui bersama, permasalahan HIV dan AIDS bukan saja
menjadi masalah nasional akan tetapi sudah menjadi masalah global karena lebih
dari 40 juta jiwa manusia hidup dengan HIV.
Hampir 12 juta laki-laki dan perempuan di bawah usia 24 tahun positif
HIV di seluruh dunia. Dengan peningkatan jumlah setiap harinya.
Di seluruh dunia terdapat 40 juta pengidap infeksi HIV atau AIDS, hamper
setengahnya dalah wanita, 30 % adalah usia muda 15-24 tahun (data sampai
2001). Di Indonesia prevalensi HIV/ AIDS sebanyak 212.092 jiwa, usia 15 tahun
sebanyak 13 %, 15-49 tahun 0,11 % (data sampai 2001). (Hardjoeno, 2003)
Di Indonesia, penggunaan jarum suntik untuk obat bius merupakan
epidemi terbesar dari wabah tersebut. Lebih dari 90 persen dari penggunaan jarum
suntik diketahui tidak bersih, terutama di tiga kota besar. Di salah satu kota besar
tersebut, sebanyak 70 persen pekerja seks dilaporkan tidak menggunakan alat
pelindung seks, hanya sepuluh persen yang menggunakan kondom secara tetap.
(Kompas, 2003)
Berdasarkan data resmi dari Departemen RI pada akhir Juni 2007, secara
komulatif jumlah orang dengan HIV dan AIDS tercatat sebanyak 14.628 kasus
yang terdiri dari 5.813 kasus HIV dan 9.689 kasus AIDS. Dilihat dari kelompok
umur 20-29 tahun, yaitu sebanyak 53,9 %. Kemudian disusul dengan kelompok
umur 30-39 tahun sebanyak 27,7 %. Sedangkan faktor penyebabnya telah
75
bergeser dimana kelompok pengguna jarum suntik menjadi penyebab utama (49,1
%), disusul oleh kelompok heteroseksual (42,1 %) dan homoseksual (4,1 %).
Ada beberapa cara/ pemeriksaan untuk mendeteksi adanya virus HIV,
salah satunya yaitu pemeriksaan secara rapid yang relatif mudah, singkat/ cepat,
serta didapatkan hasil yang akurat.
I.2
TUJUAN
Praktikum Pemeriksaan Anti-HIV ini bertujuan untuk dapat mendeteksi
adanya antibody virus HIV penyebab AIDS di dalam serum yang diperiksa.
I.3
MANFAAT
Praktikum Pemeriksaan Anti-HIV ini bermanfaat agar praktikan dapat
mengetahui dan melaksanakan pemeriksaan anti-HIV dengan cara rapid test yang
baik dan benar di laboratorium.
76
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1
HIV
Tipe Human Immunodeficiency Virus (HIV), berasal dari Lentivirus
primata, merupakan agen penyebab AIDS. Penyakit ini pertama kali ditemukan
pada tahun 1981 dan HIV-1 diisolasi pada akhir tahun 1983. Sejak itu, AIDS telah
menjadi epidemi di seluruh dunia, meluas jangkauannya, dan penting karena
infeksi HIV telah menyerang berbagai populasi serta daerah geografis yang
berbeda. Jutaan orang di seluruh dunia telah terinfeksi; sekali terinfeksi, individu
tersebut tetap terinfeksi sepanjang hidupnya. Dalam satu dekade, apabila tidak
diobati, sebagian besar orang yang terinfeksi HIV mengalami infeksi oportunistis
yang fatal akibat defisiensi sistem imun yang diinduksi oleh HIV. AIDS
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang paling penting di dunia
pada awal abad ke-21. (Brooks, 2007)
Human Imunnodeficiency Virus (HIV) adalah salah satu retrovirus yang
dapat menyebabkan AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrom). HIV pertama
kali ditemukan pada 1983. Dikenal dua macam suptipe HIV yaitu HIV-1 yang
menyebar ke seluruh dunia dan HIV-2 yang terutama terdapat di Afrika Barat dan
Portugal. (Hardjoeno, 2003)
Diseluruh dunia, terdapat 40 juta pengidap infeksi HIV atau AIDS, hamper
setengahnya adalah wanita, 30% adalah usia muda 15-24 tahun (data, sampai
2001). Di Indonesia pravalensi HIV ? AIDS sebanyak 212.092 jiwa. Usia 15 tahun
sebanyak 13%, 15-49 tahun 0,11 % (data sampai 2001). (Hardjoeno, 2003)
II.2
SIFAT LENTIVIRUS
HIV adalah Retrovirus, anggota genus Lentivirus, dan menunjukkan
HIV terdiri dari tiga bagian utama yaitu envelope yang merupakan lapisan
terluar, capsid yang meliputi isi virus dan core merupakan isi virus. Lapisan
envelope terdiri dari lemak ganda yang terbentuk dari membrane sel pejamu serta
protein dari sel penjamu. Pada lapisan ini, tertanam glikoprotein gp41. Pada
bagiam luar glikoprotein,ini terikat molekul gp120. Pada elektrroforesis kompleks
antara gp120 dan gp41 membentuk pita gp160. Capsid merupakan lapisan protein
yang dikenal sebagai P17. Pada bagian core terdapat sepasang RNA rantai
tunggal, enzim-enzim yang berperan dalam replikasi seperti reserve transcriptase
(P61), endonuklease (P31) serta protein lainnya terutama P24. (Hardjoeno, 2003)
Lentivirus telah diisolasi dari berbagai spesies, termasuk setidaknya 26
primata selain manusia Afrika yang berbeda. Ada dua tipe virus AIDS manusia
yang berbeda: HIV-1 dan HIV-2. Kedua tipe ini dibedakan berdasarkan organisasi
genom dan hubungan filogenetik (evolisuonar) dengan Lentivirus primata lain.
(Brooks, 2007)
Susunan genom Lentivirus primata (manusia dan simian) sangat mirip.
Satu perbedaan adalah bahwa HIV-1 dan virus simpanse memiliki gen vpu,
sedangkan HIV-2 dan hampir semua SIV mempunyai gen vpx. (Brooks, 2007)
Lentivirus selain primata menimbulkan infeksi persisten yang mengenai
berbagai spesies hewan. Virus ini menyebabkan penyakit kronk yang melemahkan
dan kadang-kadang imunodefisiensi. Agen prototipe, virus visna (disebut juga
virus maedi), menimbulkan gejala neurologis atau pneumonia pada domba di
Iceland. Virus lain menyebabkan anemia infeksius pada kuda dan arthritis serta
ensefalitis pada kambing. Lentivirus kucing dan sapi dapat menyebabkan
imunodefisiensi. Lentivirus selain primata tidak diketahui menimbulkan infeksi
pada primata, termasuk manusia. (Brooks, 2007)
II.3
CARA PENULARAN
Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu
penyakit yaitu sumber infeksi, verikulum yang membawa agent, host yang rentan,
tempat keluar kuman dan tempat masuk kuman (portaentre).
Banyak cara yang diduga menjadi ccara peenularan virus HIV, namun
hingga kini cara penularan HIV yang diketahui adalah melalui:
c. Transmisi seksual
78
II.4
79
II.5
DIAGNOSTIK LABORATORIUM
Pada awal infeksi, umumnya belum memberikan gejala yang nyata,
sehingga diagnostis infeksi oleh HIV. Pada stadium awal, umumnya berdasarkan
hasil test laboratorium. (Hardjoeno, 2003)
d. Pemeriksaan penunjang hematologi yang hasilnya secara umum meliputi :
4. Jumlah limfosit lebih kecil dari 1.000/mm3
5. Trombosit lebih kecil dari 100.000/mm3
6. Hemoglobin lebih kecil dari 12 % (Anonim, 2006)
e. Pemeriksaan kultur virus dengan menggunakan bahan dari biopsy jaringan
yang menggunakan mikroskop electron.
f. Pemeriksaan serologi dengan memeriksa darah (serum) dari penderita baik
antigen (protein virus) maupun antibody yang meliputi pemeriksaanpemeriksaan. (Depkes RI, 1993).
8. Western Blot. Pemeriksaannya cukup sulit, mahal, interpretasinya
membutuhkan pengalaman dan lama pemeriksaan sekitar 24 jam.
9. Radio Immuno Presipitasion Assay (RIPA). Test konfirmasi yang
jarang dipakai.
10. Radio Immuno Assay (RIA). Teknik RIA dipakai untuk mendeteksi
antigen maupun antibody yang kadarnya rendah.
11. Immunoflouresensi (IF) sulit dikerjakan, mahal, lama dan masih
ddapat memberikan hasil yang tidak benar, false positif, false negatif,
intermediet.
12. Passive Hemaglutination (PHA)
13. Rapid test
14. Enzyme Linked ImmunoSorbent Assay (ELISA)
Pemeriksaan antibody HIV paling banyak menggunakan metode ini.
ELISA pada mulanya digunakan untuk screening darah donor dan pemeriksaan
darah kelompok resiko tinggi/ tersangka AIDS. Pemeriksaan ELISA harus
menunjukkan hasil positif 2 kali (reaktif) dari 3 test yang dilakukan, kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi yang biasanya dengan metode
Western Blot.
Dasar dalam menegakkan diagnose AIDS adalah :
4. Adanya HIV sebagai etiologi (melalui pemeriksaan laboratorium)
5. Adanya tanda-tanda immunodeficiency
6. Adanya gejala infeksi opportunistic. (www.library.usu.ac.id)
80
ELISA dari berbagai macam kit yang ada dipasarkan mempunyai cara
kerja hampir sama. Pada dasarnya, diambil virus HIV yang ditumbuhkan pada
biakan sel, kemudian dirusak dan dilekatkan pada biji-biji polisterin atau sumur
microplate, serum atau plasma yang akan diperiksa diinkubasikan dengan antigen
tersebut
selama
30
menit
atau
jam,
kemudian
di
cuci.
(www.cerminduniakedokteran.com)
ELISA terdapat IgG (Immunoglobulin G) yang menempel pada biji-biji
atau sumur microplate tadi maka akan terjadi reaksi pengikatan antigen dan
antibody. Antibody anti-IgG tersebu terlebih dahulu sudah diberi label dengan
enzim (alkali fosfatase, horseradish peroksidase) sehingga setelah kelebihan
enzim dicuci habis, maka enzim yang tinggal akan bereaksi dengan kadar IgG
yang ada, kemudian akan berwarna bila ditambah dengan suatu substrat.
(www.cerminduniakedokteran.com)
Sekarang ada test EIA yang menggunakan ikatan dari heavy dan light
chain dari Human Immunoglobulin sehingga reaksi dengan antibody dapat lebih
spesifik, yaitu mampu mendeteksi IgM maupun IgG. Pada setiap test selalu
diikutkan control positif dan negative untuk dipakai sebagai pedoman, sehingga
kadar ditas cut off value atau diatas absorbance level specimen akan dinyatakan
positif. Biasanya lama pemeriksaan adalah 4 jam. Pemeriksaan ELISA hanya
menunjukkan
suatu
infeksi
HIV
dimasa
lampau.
(www.cerminduniakedokteran.com)
Test ELISA mulai menunjukkan hasil positif pada bulan ke 2-3 masa sakit
selama fase permulaan penyakit (fase akut) dalam darah penderita dapat
ditemukan virus HIV/partikel HIV dalam penurunan jumlan sel T4 (gratik).
Setelah beberapa hari terkena infeksi AIDS, IgM dapat dideteksi setelah 3 bulan
IgG mulai ditemukan. Pada fase berikutnya yaitu pada waktu gejala major AIDS
menghilang (karena sebagian besar HIV telah masuk kedalam sel tubuh). HIV
sudah tidak dapat ditemukan lagi dari peredaran darah dan jumlah sel T4 akan
kembali normal. (www.cerminduniakedokteran.com)
Hasil pemeriksaan ELISA, harus diinterpretasi dengan hati-hati karena
tergantung dari fase penyakit. Pada umunya, hasil akan positif pada fase timbul
81
gejala pertama AIDS (AIDS phase) dan sebagian kecil akan negatif pada fase dini
AIDS (pre AIDS phase). (www.cerminduniakedokteran.com)
Beberapa hal tentang kebaikan test ELISA adalah nilai sensitifitas tertinggi
98-100 % western blot, memberi nilai spesifik 99,6 %-100%. Walaupun
begitu,.prediktive value hasil test positif tergantung dari prepalensi HIV
dimasyarakat. Pada kelompok penderita AIDS, predictive positif value adalah
100% sedangkan pada donor darah dapat antara 5 %-100% predictive value dari
hasil negatif ELISA dari masyarakat sekitar 99,9 %-76,9% pada kelompok resiko
tinggi. (www.cerminduniakedokteran.com)
Disamping keunggulan, beberapa kendala path test ELISA yang perlu
diperhatikan adalah: (www.cerminduniakedokteran.com)
5. Pemeriksaan ELISA hanya mendeteksi antibody, bukan antigen (akhirakhir ini sudah ditemukan test ELISA unutk antigen). Oleh karena itu, test
uji baru akan positif bila penderita akan mengalami serokonversi yang
lamanya 2-3 bulan sejak terinfeksi HIV, bahkan ada yang 5 bulan atau
lebih (pada keadaan immunocompromissed). Kasus dengan infeksi HIV
lateks selama 3-4 bulan.
6. Pemeriksaan ELISA hanya terdapat antigen IgG. Penderita AIDS pada
taraf permulaan hanya mengandung IgM sehingga tidak akan terdeteksi.
Perubahan dari IgM ke IgG membutuhkan waktu sampai 41 minggu.
7. Pada umumnya pemeriksaan ELISA ditujukan untuk HIV-1. Bila test ini
digunakan pada penderita HIV-2, nilai positifnya hanya 24% tetapi HIV-2
paling banyak ditemukan di Afrika.
8. Masalah false positif pada test ELISA. Hasil ini sering ditemukan pada
keadaan positif lemah, jarang ditemukan pada positif kuat. Hal ini
disebabkan karena morfologi HIV hasil biakan jaringan yang digunakan
dalam test kemurniannya berbeda dengan HIV dialam. Oleh karena itu,
test ELISA harus dikonfirmasi dengan test lain.
Test ELISA mempunyai spesifitas dan sensitifitas cukup tinggi, walaupun
hasil negative, test ini tidak dapat menjamin bahwa seseorang bebas 100% dari
HIV terutama pada kelompok resiko tinggi. Akhir-akhir ini test ELISA telah
memakai recombinant antigen yang sangat spesifik terhadap enveloped dan core.
(www.cerminduniakedokteran.com)
82
83
BAB III
METODE KERJA
III.1
WAKTU
Praktikum Pemeriksaan Anti-HIV ini dilaksanakan pada hari Jumat,
TEMPAT
Praktikum Pemeriksaan Anti-HIV ini pelaksanaannya bertempat di Balai
METODE
Rapid Test (Paralel).
III.4 PRINSIP
III.4.1 SD HIV 1/2
SD biolin 1 dan 2 menggunkan test imunokromatografi untuk mendeteksi
antibody dari semua type sama (IgG, IgM, IgA) yang spesifik untuk HIV-1 dan 2
secara stimulant didalam serum, plasma atau darah lengkap.
III.4.2 ONCOPROBE
Dengan adanya HIV 1, 2, O yang merupakan 3 garis HIV dengan rapid
test device adalah suatu rapid kromatografi immunoassay untuk mendeteksi
kualitatif dan antibody terhadap HIV 1, 2, O di dalam serum, plasma atau darah
lengkap.
III.4.3 DETERMINE
Determine HIV-1 dan 2 menggunakan test imunokromatografi untuk
mendeteksi antibody HIV-1 dan 2 secara kualitatif.
III.5
ALAT
a. Tabung reaksi.
b. Rak tabung.
c. Sentrifuge.
III.6
d. Mikropipet 50 L.
e. Tip kuning.
f. Timer.
BAHAN
84
b. Sampel 2
Nama
: Anita Mandasari
Umur
: 19 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
III.7
Nama
: Cahyani Rahayu
Umur
: 20 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
REAGENSIA
III.8.2 ONCOPROBE
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
III.8.3 DETERMINE
a.
b.
c.
d.
e.
f.
85
Terbentuk 2/3 garis berwarna, satu pada zona garis test 1 atau 2 (atau 1 dan
2) dan satu pada zona garis control. Hal ini berarti pada serum, plasma dan
darah terdapat antibody HIV -1/. Garis warna pada zona 1 medapatkan
infeksi HIV-1 dan garis pada zona 2 menandakan infeksi HIV-2.
Oncobrope
Oncobrope
Oncobrope
HIV
T1 : HIV 1/O
T2 : HIV 2
HIV
T1 : HIV 1/O
T2 : HIV 2
HIV
T1 : HIV 1/O
T2 : HIV 2
C
T1
T2
C
T1
T2
C
T1
T2
a. Negatif
b. Invalid
terdapat HIV.
Oncoprobe
HIV
T1 : HIV 1/O
T2 : HIV 2
Oncoprobe
HIV
T1 : HIV 1/O
T2 : HIV 2
C
T1
T2
C
T1
T2
III.9.2 DETERMINE
86
a. Positif
b. Negatif
87
c. Invalid
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1
HASIL
Dari Praktikum Pemeriksaan Anti-HIV yang telah dilaksanakan dengan
IV.2
: Non-reaktif (-)
: Non-reaktif (-)
: Non-reaktif (-)
: Non-reaktif (-)
: Non-reaktif (-)
: Non-reaktif (-)
PEMBAHASAN
Sebagai penyaring biasanya digunakan teknik ELISA, aglutinasi atau
88
reaktif, maka pemeriksaan harus diulang dengan kedua metode. Bila hasil
tidak sama, maka dilaporkan sebagai intermediate.
c. Strategi ketiga
Menggunakan tiga kali pemeriksaan terhadap serum yang pada dua
pemeriksaan pertama memberikan hasil reaktif. Bila hasil pemeriksaan
antara ketiga pemeriksaan tidak sama, misalnya hasil pertama reaktif,
maka keadaan ini disebut sebagai equivocal atau indeterminate bila
penderita yang diperiksa memiliki riwayat pemaparan terhadap HIV atau
tidak beresilo tertular HIV, maka hasil pemeriksaan ketiga dipakai
reagensia yang berbeda asal antigen atau tekhniknya, serta memiliki
spesifisitas yang lebih tinggi.
Pemeriksaan ELISA harus menunjukkan hasil positif (reaktif) dari tiga tes
yang dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi yang
biasanya dengan memakai metode Western Blot. (Lubis, 1992)
Pada setiap tes dilakukan control positif dan negatif untuk dipakai sebagai
pedoman, sehingga kadar di atas cut off value atau di atas absorban level
spesimen akan dinyatakan positif. Biasanya lama pemeriksaan adalah 4 jam.
Pemeriksaan ELISA hanya menunjukkan suatu infeksi HIV dimasa lampau.
Beberapa kendala pada tes ELISA yang harus diperhatikan adalah: (Lubis,
1992)
a.
b.
c.
d.
negatif tidak dapat ditentukan hasilnya dan harus dites ulang duplo menggunakan
sampel yang sama. Apabila tes ulangan positif, sampel dites konfirmasi dengan
metode pelengkap, misalnya: western blot, tes immunofluoresensi dan lain-lain,
terutama untuk menentukan tipe infeksi. (Hardjoeno, 2003)
89
Beberapa hal tentang kebaikan tes ELISA adalah nilai sensitivitas yang
tinggi : 98-100%. Walaupun begitu, predictive value hasil tes positif tergantung
dari prevalensi HIV di masyarakat. Pada kelompok penderita AIDS, predictive
antara 5-100%. Predictive value dari hasil negative ELISA pada masyarakat
sekitar 59,99%- 76,9% pada kelompok resiko tinggi.
Hasil pemeriksaan ELISA harus diinterpretasi dengan hati-hati dari fase
penyakit. Pada umumnya hasil akan positif pada fase timbul gejala pertama AIDS
(AIDS Phase) dan sebagian kecil akan
(www.cerminduniakedokteran.com)
90
BAB V
PENUTUP
V.1
KESIMPULAN
Dari hasil Praktikum Pemeriksaan Anti-HIV yang telah diperoleh, dapat
dibuat kesimpulan:
a. Sampel 1
Nama
:
Umur
:
Jenis kelamin
:
Hasil pemeriksaan :
Anita Mandasari
19 tahun
Perempuan
Non-reaktif (-) pada ketiga merk pemeriksaan
b. Sampel 2
Nama
: Cahyani Rahayu
Umur
: 20 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Hasil pemeriksaan : Non-reaktif (-) pada ketiga merk pemeriksaan
bahwa dari kedua hasil di atas tidak terdapat antibody terhadap HIV di dalam
sampel serum yang diperiksa.
V.2
SARAN
a. Sebaiknya pada saat melakukan pemeriksaan Anti-HIV mengunakan
sarung tangan.
b. Untuk mendiagnosa pasien HIV/ AIDS harus mengunakan strategi III
dengan tingkat spesifik dan sensitifitas yang baik.
c. Pemeriksaan antibodi terhadap HIV, hendaknya dilakukan dengan
menggunakan 3 merk yang berbeda. Tujuannya adalah agar mendapatkan
hasil
yang
menyakinkan
dan
dapat
di
pertanggung
jawabkan
kebenarannya.
d. Pemeriksaan HIV dianjurkan kepada setiap orang yang merasa dirinya
memiliki resiko terinfeksi HIV/ AIDS.
91
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, Efi. 2005. Tanaman Obat untuk Mengatasi Hepatitis. Jakarta: Agro Media
Pustaka.
Anonim. 1991. Hepatitis. Cermin Dunia Kedokteran
Anonim. 1997. AIDS dan Penanganannya. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia PUSDIKNAKES kerja sama dengan The Ford Foundation dan
Studio Driya Media
Anonim. 2003. WHO: Indonesia Masuk Tiga besar Rawan AIDS. Paris. diakses
dari http://www.kompas.com pada tanggal 03 Desember 2007
Bateson, Malcolm. 1991. Batu Empedu dan Penyakit Hati. Jakarta: Arcan.
Brooks, Geo F., Janet S. Butel dan Stephen A. Morse. 2007. Jawetz, Melnick, &
Adelberg: Mikrobiologi Kedokteran, Edisi 23. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Entjang, Indah. 2003. Mikrobiologi dan Patofisiologi untuk Akademik Perawat.
Bandung: Citra Aditya Bakti.
Gips, dkk. 1989. Diagnosis dan Terapi Penyakit Hati dan Empedu. Jakarta : EGC
Hadi, Sujono. 2000. Epidemiologi Hepatitis Virus Indonesia, Hepatologi.
Bandung. Mandar Maju
Handojo, Indro. 1982. Serologi Klinik. Surabaya: Fakultas Kedokteran.
Harahap, Marwali. 1990. Penyakit Menular Seksual. Jakarta: Gramedia.
Jawetz, Melnick, dkk. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Jawetz, Melnick. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Kanabus dan Sarah Allen. 1999. Asal-usul HIV/ AIDS. Diakses dari
http://www.avert.org pada tanggal 04 Desember 2007
Kresno, Siti Boedina. 2001. Diagnosis dan Prosedur Labaratorium. Jakarta :
FKUI.
Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: EGC.
Muma, Richard. D. 1997. Hiv Manual untuk Kesehatan. Jakarta: EGC.
Price, A. Sylvia, dkk. 2003. Patofisiologi. Jakarta : EGC
92
Sacher, Ronald. A., dkk. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Jakarta: EGC.
Widmann, Frances .K. 1995. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Jakarta: EGC.
Widmann, Francess K. 1989. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Edisi 9. Jakarta: EGC.
http://dinkes.dki.go.id
http://www.banjarmasinpost.co.id
http://www.banjarmasinpost.co.id
http://www.cyberman.cbn.net.id
http://www.cybermann.cbn.net.id
http://www.explaju.com
http://www.explaju.com
http://www.mediastore.com
http://www.nurularifin.com
http://www.nurularifin.com
http://www.wikipedia.org
93