PENDAHULUAN
air mata dengan kerusakan pada kornea dan konjungtiva. Sindroma mata kering
disebut juga keratokonjungtivitis sicca (KCS) atau keratitis sicca, yang
dikarakteristikan dengan inflamasi pada permukaan ocular dan kelenjar lakrimal.
Sindroma ini dapat terjadi bersama dengan kondisi yang lain atau hanya sindroma
mata kering saja dan sangat sering menyebabkan iritasi ocular (AAO, 2005; AAO,
2013; Javadi et al., 2011; Foster, 2013; Kastelan et al 2013; Rapuano et al, 2008).
Gejala mata kering bisa terjadi karena manifestasi penyakit sistemik.
Pasien dengan mata kering cenderung menyebabkan infeksi seperti keratitis
bakterial. Beberapa faktor resiko terjadinya sindroma mata kering, yaitu usia,
jenis kelamin (pada wanita 2x lebih banyak dari pria), ras, lingkungan dengan
kelembapan rendah, obat sistemik dan gangguan autoimun (Javadi et al., 2011;
Kastelan et al, 2013).
Deteksi awal dan terapi teratur dapat mencegah ulkus kornea dan scarring.
Terapi tergantung pada tingkat keparahan penyakit, obat-obatan yang dikonsumsi
dan intervensi operasi. Terapi dapat meningkatkan kualitas hidup individu dan
mencegah kerusakan permukaan okular (Foster, 2013; Kastelan et al, 2013).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
klinis mata kering pada ras Hispanik dan Asia lebih tinggi dibandingkan
Kaukasian (Javadi et al., 2011; DEWS, 2007).
2.3.3 Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya sindroma mata kering tersering yaitu jenis
kelamin (wanita lebih banyak), usia tua, terapi esterogen postmenopause,
penggunaan komputer, penggunaaan lensa kontak, operasi refraksi laser eksimer,
kekurangan vitamin A, terapi radiasi, hepatitis C, obat-obatan sistemik dan okular
termasuk antihistamin, diet rendah asam lemak omega 3 dan defisiensi androgen
(Foster, 2013; Rapuano et al, 2008).
Faktor resiko lain yang dapat menyebabkan sindroma kering yaitu diabetes
mellitus, etnik asia, infeksi HIV/HTLV1, disfungsi ovarium, lingkungan dengan
kelembapan rendah dan obat-obatan seperti beta bloker, diuretik dan antidepresan.
Faktor resiko yang mungkin menyebabkan sindroma mata kering yaitu asap
rokok, kehamilan, obat-obatan yaitu anxiolytic dan anticholinergic, penggunaan
alkohol, menopause dan kontrasepsi oral (Foster, 2013; Rapuano et al, 2008).
2.3.4 Klasifikasi (AAO, 2005; DEWS, 2007; Kanski, 2007)
Klasifikasi sindroma mata kering, yaitu :
1. Tear-deficient (aquous layer deficiency) dry eye
Non-Sjgren syndrome
Lacrimal deficiency
Lacrimal gland duct obstruction
Reflex block
Systemic drugs
Sjgren syndrome (primary or secondary)
2. Evaporative dry eye
Intrinsik
Meibomian oil deficiency
Disorders of lid aperture
erythema multiforme
Mucous membrane pemphigoid
Konjungtivitis kronis, seperti trachoma
Luka bakar akibat bahan kimia
Medikasi, seperti antihistamin, agen antimuskarinik, beta-
Rheumatoid atritis
Sjogrens syndrome
Ocular
epithelial
disease (Keratokonjungtivitis
Disfungsi sekresi
(kelenjar lakrimal dan
surface
kelenjar meibomian)
Ocular surface inflammation
MMPs apoptosis
Defisiensi androgen
Cytokines
Chemokines
2.3.7 Manifestasi Klinis
Gejala yang paling sering dikeluhkan pasien adalah merasa sangat kering
dan adanya sensasi berpasir atau benda asing pada mata. Gejala lain meliputi
gatal, sekresi mucus berlebih, penglihatan kabur yang bersifat sementara, tidak
10
11
12
4
Berat
atau
disabling,
konstan
Konstan dan
mungkin
disabling
+/++
Marked
Severe
punctate erosi
Keratitis
filamen,
meningkat
debris
airmata,
mucus
clumping,
ulserasi
Trikiasis,
keratinasi,
symblepharon
Immediate
MGB -/+
Sering MGB
10s
5s
10mm/5min
5mm/5min 2mm/5min
13
Bell palsy
Blepharitis pada dewasa
Konjungtivitis alergika
Komplikasi lensa kontak
Keratokonjungtivitis
Keratopati, neurotropik
Manifestasi okular penderita HIV
Ocular rosacea
Thyroid opthalmopathy (Foster, 2013).
2.3.11 Manajemen
Beberapa terapi dapat dilakukan yaitu (Khurana, 2007) :
-
alcohol (1,4%).
Cylosporine topical (0,05-0,1 %) bekerja dengan mengurangi
Terapi
Edukasi dan modifikasi lingkungan
14
Obat-obatan
Obat topical
Obat sistemik
Operasi
Lain-lain
Jika terapi level 1 tidak adekuat dapat dilakukan terapi level 2 (gatal, nyeri,
fotopobia) dengan menambah terapi yaitu :
-
15
Jika terapi level 2 tidak adekuat dapat dilakukan terapi level 3 (mata merah,
sensasi adanya benda asing, nyeri, blurred vision) dengan menambah terapi yaitu :
-
Jika terapi level 3 tidak adekuat dapat dilakukan terapi level 4 (blepharospasme,
resiko perforasi kornea) dengan menambah terapi yaitu :
-
2.3.12 Komplikasi
Awal dari perjalanan sindroma mata kering adalah penglihatan sedikit
terganggu. Jika kondisi semakin memburuk, ketidaknyamanan tersebut akan
menjadi disabilitas. Pada kasus-kasus lebih lanjut dapat terjadi ulserasi kornea,
penipisan kornea, serta perforasi. Infeksi sekunder bakteri juga kadang terjadi
sehingga mengakibatkan vaskularisasi dan jaringan parut pada kornea yang dapat
memperburuk penglihatan. Pencegahan berbagai komplikasi dapat diatasi dengan
melakukan pengobatan sejak dini (Vaughan et al., 2007;Kanski, 2007).
16
17
BAB III
RINGKASAN
1. Sindroma Mata Kering atau Dry Eye Syndrome bukan merupakan suatu
penyakit melainkan kompleks gejala yang terjadi sebagai akibat dari berbagai
macam penyakit yang dihubungkan dengan berkurangnya volume atau
komponen tear film (lapisan aqueous, mucin, atau lipid), evaporasi air mata
berlebih, abnormalitas permukaan kelopak mata, atau epitel.
2. Faktor resiko tersering terjadinya sindroma mata kering adalah jenis kelamin
(wanita lebih banyak), usia tua, penggunaan komputer, penggunaaan lensa
18
19
DAFTAR PUSTAKA
11. Nijm
Lisa
M,
et
al,.
Vaughan
&
Asburys
General
22