Tidur adalah keadaan relatif tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang
merupakan urutan siklus berulang-ulang dan masing-masing menyatakan fase kegiatan otak
dan badaniah yang berbeda. Sehingga tanpa tidur yang cukup, kemampuan seseorang untuk
berkonsentrasi membuat keputusan serta melakukan kegiatan sehari-harinya dapat menurun
(Potter & Perry, 2003).
Sedangkan menurut Stuart (2012), ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan
menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya dengan keadaan
emosi yang tidak memiliki objek.Kecemasan diklasifikasikan menjadi 4 yaitu cemas ringan,
sedang, berat, panic (Videbeck, 2012).
Kecemasan mempunyai andil yang sangat besar terhadap terhadap kualitas tidur
seseorang. Sebanyak 63% dari 96 responden memiliki kualitas tidur yang buruk dengan
masalah terbanyak berupa durasi tidur yang kurang (42,7%) dan disfungsi aktivitas siang hari
akibat buruknya kualitas tidur tersebut (48%). Sebanyak 44,8% reponden memiliki tingkat
kecemasan di atas normal. (Rohmaningsih, 2011).
Didukung oleh penelitian Komalasari, dkk., (2012).menunjukan bahwa 63% dari 54
responden menunjukan tingkat kecemasan normal dan 72,2% menunjukan kualitas tidur
buruk. Hasil dari penelitian ini menunjukan adanya hubungan antara tingkat kecemasan
dengan kualitas tidur ibu hamil.
Konstipasi
Retensi Urine
Disuria
Frekuensi
(Pada Obat-obatan)
Tranquilizer
Sedatif
Hipnotik
Antidepresan
Antihipertensif
Amfetamin
Kortikosteroid
Soporifik
Barbiturat
sehingga stresor yang dialami oleh seseorang tidak lagi mempengaruhi fungsi
kognitif, afektif, psikomotor dan organ tubuh lainnya.
Adapun jenis obat-obatan yang diresepkan oleh dokter pada orang yang
ansietas dan gangguan tidur seperti analgesik, obat tidur, amfetamin, obat penenang,
dan biasanya dapat menimbulkan rasa ketergantungan pada pemakainya. Tiga kelas
obat-obatan dengan resep dokter yang sering kali disalahgunakan adalah, sebagai
berikut Opioid yang biasanya dipakai untuk menghilangkan rasa sakit (seperti pada
morfin); Antidepresan SSP (Sistem Saraf Pusat) yang biasanya digunakan untuk
mengatasi ansietas (kecemasan) dan gangguan tidur, seperti diazepam, alprazolam,
dan lain sebagainya; serta stimulan yang digunakan untuk mengobati narkolepsi
(gangguan tidur), seperti amfetamin.
Obat tidur yang sering digunakan adalah golongan benzodiazepin (misalnya,
ativan, esilgan, dan valium). Meskipun benzodiazepin bekerja cepat dan ditoleransi
dengan baik, ketergantungan, gangguan memori, dan sindrom penghentian obat dapat
terjadi. Selain itu, efek samping lainnya misalnya, sedasi dan gangguan kesimbangan
yang dapat terjadi di siang hari bisa mengakibatkan pasien terjatuh, sering pula
terjadi. Hal-hal ini harus menjadi pertimbangan dalam penggunaan obat tidur.
Saat ini ada obat baru untuk gangguan tidur yang mekanisme kerjanya
berbeda. Obat tersebut bekerja pada melatonin, kerjanya yang spesifik ini dapat
mengatasi insomnia yaitu mempercepat masuk tidur, mempertahankan tidur (tidak
terbangun di malam hari) dan tidak ada efek samping di siang hari misalnya,
mengantuk atau penurunan memori, obat tersebut adalah Ramelteon.
Ramelteon bekerja dengan menargetkan dua reseptor melatonin pada otak,
MT1 dan MT2 secara selektif. Reseptor-reseptor ini berada dalam nukleus
suprakiasmatik, suatu jam utama tubuh, yang mengatur irama sirkadian (24 jam),
termasuk di dalamnya siklus tidur-bangun.
Ramelteon telah diakui oleh Badan Administrasi Makanan dan Obat Amerika
Serikat (FDA) sebagai obat resep untuk gangguan tidur pertama dan satu-satunya anti
insomnia yang bukan merupakan obat yang dikontrol dan tidak menunjukkan bukti
terjadinya penyalahgunaan dan ketergantungan.
Daftar Pustaka
Guyton, A.C., John E. Hall, 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Hawari, D., 2008. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta. Balai Penerbit FK UI.