Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rokok merupakan salah satu penyebab masalah kesehatan di dunia. World Health
Statistics tahun 2008 menyatakan, rokok adalah faktor risiko 6 dari 8 penyebab
kematian utama. Menurut WHO, kematian yang diakibatkan oleh rokok tiap tahunnya
adalah 6 juta jiwa. Jika dibiarkan, kematian akibat rokok menjadi 8 juta jiwa tiap
tahun pada tahun 2030.i
Tahun 2008, WHO menyebutkan, Indonesia menduduki peringkat ketiga setelah Cina
dan India dengan jumlah perokok terbanyak di dunia. Sebanyak 240 milyar batang
dikonsumsi pada tahun tersebut. Sebanyak 239.000 kematian tiap tahunnya terjadi
akibat rokok di Indonesia.i
Data yang diperoleh dari Riset Kesahatan Dasar (RISKESDAS) 2007, usia mulai
merokok terbanyak terjadi pada umur 15-19 tahun. Pada umur tersebut, perokok
masih berstatus pelajar, dimana prevalensi terbanyak perokok menurut jenis kelamin
adalah laki-laki.ii
Di Provinsi Kalimantan Selatan, prevalensi perokok mencapai 30,5% dari 3,6 juta
penduduknya. Prevalensi itu tidak jauh berbeda dengan angka prevalensi nasional
sebesar 34,7%. Dari 30,5 persen tersebut, perokok terbesar pada kelompok umur 1519 tahun, yaitu 41,3 persen, 10-14 tahun sebanyak 17,5 persen, dan usia 5-9 tahun
sebanyak 1,7 persen.iii
Untuk mengurangi konsumsi rokok, pemerintah telah melaksanakan beberapa
program, diantaranya membuat Kawasan Tanpa Rokok, peringatan kesehatan di
kemasan rokok, pembatasan iklan, dll.iii Meski telah dilaksanakan program-program
tersebut, angka perokok belum juga turun. Hal ini dipercaya karena beberapa hal,
salah satunya adalah kesadaran masyarkat yang masih kurang.
Oleh karena itu, dilakukan mini project di Sekolah Menengah Kejuruan Pertanian
Pembangunan (SMK SPP) Negeri Pelaihari atau yang biasa disebut SNAKMA
berupa penyuluhan tentang rokok. Tujuan mini project ini adalah untuk meningkatkan
1

pengetahuan para siswa SNAKMA Pelaihari mengenai rokok. Dengan demikian,


diharapkan para siswa yang berusia remaja tersebut mendapat pengetahuan untuk
diterapkan dalam sikap dan perilaku sehari-hari.
1.2 Rumusan Masalah
1. Berapa prevalensi siswa perokok di SNAKMA Pelaihari?
2. Bagaimana pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa di SNAKMA Pelaihari
mengenai rokok?
3. Apakah terdapat peningkatan pengetahuan siswa SNAKMA Pelaihari
mengenai rokok setelah dilakukan penyuluhan?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui prevalensi siswa perokok di SNAKMA Pelaihari
2. Mengetahui pengetahuan, sikap, dan perilaku mengenai rokok pada siswa
SNAKMA pelaihari
3. Mengetahui efektivitas penyuluhan dalam meningkatkan pengetahuan siswa
SNAKMA Pelaihari mengenai rokok
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat untuk Dokter Internship
a. Dokter

Internship

berlatih

melakukan

survey,

menganalis

serta

menginterpretasi data yang didapatkan


b. Dokter Internship dapat berlatih melaksanakan penyuluhan
c. Melatih kerjasama tim
1.4.2 Manfaat untuk Puskesmas
a. Puskesmas mengetahui gambaran prevalensi siswa perokok di Pelaihari
b. Puskesmas mendapatkan saran tentang solusi untuk menghadapi masalah
tersebut.
1.4.3 Manfaat untuk Masyarakat
a.

Siswa SNAKMA dapat mengetahui masalah kesehatan yang ditimbulkan dari


konsumsi rokok.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Penyuluhan Kesehatan Masyarakat

2.1.1 Pengertian
Penyuluhan kesehatan masyarakat adalah semua kombinasi pengalaman pembelajaran
yang dirancang untuk membantu individu dan komunitas untuk meningkatkan
kesehatannya, dengan meningkatkan pengetahuan atau mempengaruhi perilakuiv
Penyuluhan kesehatan masyarakat merupakan salah satu bentuk usaha pokok
Puskesmas.v Penyuluhan kesehatan masyarakat juga sesuai dengan salah satu fungsi
utama Puskesmas yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
dan upaya wajib Puskesmas yaitu upaya promosi kesehatanvi

2.1.2 Tujuan
Penyuluhan ksehatan masyarakat memiliki tujuan:
1) Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam
membina dan memelihara perilaku hidup sehat dan lingkungan sehat, serta
berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.vii
2) Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik, mental dan
sosial sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian.
3) Menurut WHO tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk merubah
perilaku perseorangan dan atau masyarakat dalam bidang kesehatan.

2.1.3 Faktor faktor yang berpengaruh pada penyuluhan kesehatan


Faktor-faktor yang perlu diperhatikan terhadap sasaran dalam keberhasilan
penyuluhan kesehatan adalah: iv
1) Tingkat Pendidikan.
Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap
informasi baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan bahwa semakin

tinggi tingkat pendidikannya, semakin mudah seseorang menerima


informasi yang didapatnya
2) Tingkat Sosial Ekonomi
Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah pula
dalam menerima informasi baru.
3) Adat Istiadat
Pengaruh dari adat istiadat dalam menerima informasi baru merupakan hal
yang tidak dapat diabaikan, karena masyarakat Indonesia masih sangat
menghargai adat istiadat dan menganggap sesuatu yang tidak boleh
diabaikan.
4) Kepercayaan Masyarakat
Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan oleh orang
orang yang sudah mereka kenal, karena sudah timbul kepercayaan
masyarakat dengan penyampai informasi.
5) Ketersediaan Waktu di Masyarakat
Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat aktifitas
masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat dalam
penyuluhan.

2.1.4 Metode
Metode yang dapat dipergunakan dalam memberikan penyuluhan kesehatan adalah
( Notoatmodjo, 2002 ) :viii
1) Metode Ceramah
Adalah suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan suatu ide, pengertian atau
pesan secara lisan kepada sekelompok sasaran sehingga memperoleh informasi
tentang kesehatan.
2) Metode Diskusi Kelompok
Adalah pembicaraan yang direncanakan dan telah dipersiapkan tentang suatu topik
pembicaraan diantara 5 20 peserta (sasaran) dengan seorang pemimpin diskusi yang
telah ditunjuk.
3) Metode Curah Pendapat
Adalah suatu bentuk pemecahan masalah di mana setiap anggota mengusulkan semua
kemungkinan pemecahan masalah yang terpikirkan oleh masing masing peserta, dan
evaluasi atas pendapat pendapat tadi dilakukan kemudian.

4) Metode Panel
Adalah pembicaraan yang telah direncanakan di depan pengunjung atau peserta
tentang sebuah topik, diperlukan 3 orang atau lebih panelis dengan seorang
pemimpin.
5) Metode Bermain peran
Adalah memerankan sebuah situasi dalam kehidupan manusia dengan tanpa diadakan
latihan, dilakukan oleh dua orang atu lebih untuk dipakai sebagai bahan pemikiran
oleh kelompok.
6) Metode Demonstrasi
Adalah suatu cara untuk menunjukkan pengertian, ide dan prosedur tentang sesuatu
hal yang telah dipersiapkan dengan teliti untuk memperlihatkan bagaimana cara
melaksanakan suatu tindakan, adegan dengan menggunakan alat peraga. Metode ini
digunakan terhadap kelompok yang tidak terlalu besar jumlahnya.
7) Metode Simposium
Adalah serangkaian ceramah yang diberikan oleh 2 sampai 5 orang dengan topik yang
berlebihan tetapi saling berhubungan erat.
8) Metode Seminar
Adalah suatu cara di mana sekelompok orang berkumpul untuk membahas suatu
masalah dibawah bimbingan seorang ahli yang menguasai bidangnya.

2.1.5 Langkah-Langkah
Penyuluhan kesehatan masyarkat perlu didasarkan atas kebutuhan dan masalah
kesehatan masyarakat yang ada. Langkah langkah untuk melaksanakan penyuluhan
masyarakat adalahiv:
1) Mengkaji kebutuhan kesehatan masyarakat.
2) Menetapkan masalah kesehatan masyarakat.
3) Memprioritaskan masalah yang terlebih dahulu ditangani melalui penyuluhan
kesehatan masyarakat.
4) Menyusun perencanaan penyuluhan
(1) Menetapkan tujuan
(2) Penentuan sasaran
(3) Menyusun materi / isi penyuluhan

(4) Memilih metoda yang tepat


(5) Menentukan jenis alat peraga yang akan digunakan
(6) Penentuan kriteria evaluasi.
5) Pelaksanaan penyuluhan
6) Penilaian hasil penyuluhan
7) Tindak lanjut dari penyuluhan

2.2 Merokok
2.2.1 Rokok
Rokok (cigarrete) berasal dari bahasa Maya siyar yang berarti menghisap daun
tembakau. Rokok adalah sebuah silinder daun tembakau yang dipotong tipis yang
kemudian digulung dengan kertas tipis.ix Kebanyakan rokok modern memiliki filter
dan berbagai macam bahan tambahan.
Bahan tambahan yang biasa ditambahkan kedalam rokok adalah: vi

Humektan: berguna untuk mempertahankan kelembaban. Gliserol dan

propilen gliserol sering digunakan untuk tujuan ini.


Penambah rasa: ditambahkan untuk mengatasi perubahan rasa akibat
penggunaan filter. Penambah rasa alami maupun buatan digunakan untuk

memberikan rasa alami dan manis.


Mentol: menumpulkan saraf di tenggorokan perokok
Ammonia: meningkatkan keasaman asap rokok, sehingga lebih banyak nikotin
yang dapat diserap tubuh

2.2.2 Bahan berbahaya dalam rokok

Kandungan utama rokok yang berbahaya adalah nikotin, karbon monoksida, dan tar.
Nikotin adalah zat aktif utama dalam rokok, yang menyebabkan ketergantungan pada
para perokok. Nikotin merupakan bahan kimia beracun dan seringkali digunakan
dalam pestisida. Penggunaan nikotin diatur secara ketat kecuali dalam rokok. x
Perokok menghisap nikotin dalam jumlah yang sangat kecil, sehingga tidak akan
menyebabkan keracunan. Akan tetapi, anak-anak yang memakan atau menelan rokok
secara langsung perlu diberikan penganganan medis segera. Nikotin memiliki
6

berbagai efek langsung terhadap tubuh. Efek langsung nikotin diantaranya adalah
stimulasi sistem saraf simpatis, peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, dan
vasokonstriksi pembuluh darah dibawah kulit.xi
Karbon monoksida adalah gas yang tidak berbau dan tidak berasa sehingga seringkali
keberadaannya tidak disadari.xii Dalam jumlah besar, karbon monoksida dapat
menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Karbon monoksida berhubungan erat
dengan penyakit jantung koroner.xiii Karbon monoksida terbentuk sebagai hasil
pembakaran rokok.
Tar merupakan istilah yang digunakan untuk campuran yang terbentuk dari partikelpartikel kecil pada asap rokok. Semua rokok mengandung tar, bahkan rokok yang
disebut mild ataupun ringan. Tar terdiri dari berbagai macam bahan kimia
terutama nitrogen, oksigen, hidrogen, karbon dioksida, dan berbagai senyawa organik.
Senyawa karsinogenik juga ditemukan dalam tar, seperti nitrosamin dan hidrokarbon
aromatik polisiklik.xiv
Bahan kimia lain yang digunakan dalam rokok dan bersifat karsinogenik adalah
aldehida, formaldehid, 1-3 butadiene, acrylonitrile, quinoline, benzopyrene, cadmium,
nikel, timbal, dan kromium.xv, xvi

2.2.3 Efek rokok terhadap kesehatan

Rokok adalah

penyebab utama kematian yang dapat dicegah secara global.

xvii

Merokok menyebabkan penyakit yang mempengaruhi jantung, hati, dan paru-paru.


Merokok merupakan faktor resiko utama serangan jantung, stroke, penyakit paru
obstruktif kronik, dan kanker (terutama kanker paru, kanker pankreas, kanker mulut
dan laring). Merokok juga menyebabkan penyakit vaskuler perifer dan hipertensi.
Efek ini bergantung pada berapa lama seseorang merokok, jumlah konsumsi rokok,
usia saat mulai merokok, dan kandungan tar yang tinggi dalam rokok meningkatkan
resiko penyakit-penyakit ini. Asap rokok di lingkungan, atau secondhand smoke, juga
telah ditunjukkan menyebabkan efek negatif bagi kesehatan bagi semua orang.

xviii

Rokok yang dijual pada negera berkembang biasanya memiliki kandungan tar tinggi,
jarang menggunakan filer, dan meningkatkan kemungkinan penyakit yang
berhubungan dengan merokok pada daerah ini. xix

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.

Desain penelitian

Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan desain potong lintang.


3.2.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Sekolah Menengah Kejuruan Pertanian Pembangunan


( SMK-SPP) Negeri Pelaihari atau SNAKMA di Kecamatan Pelaihari, Tanah Laut.
Pengambilan data dilakukan pada tanggal 16 Mei 2013.
3.3.

Sumber Data

Sumber data adalah data primer.


3.4.

Populasi Penelitian

3.4.1. Populasi Target


Populasi target pada penelitian ini adalah semua siswa yang hadir dalam
penyuluhan merokok

di Sekolah Menengah Kejuruan Pertanian Pembangunan

( SMK-SPP) Negeri Pelaihari atau SNAKMA, Kecamatan Pelaihari.


3.4.2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau penelitian ini ialah semua siswa yang hadir dalam
penyuluhan merokok

di Sekolah Menengah Kejuruan Pertanian Pembangunan

( SMK-SPP) Negeri Pelaihari atau SNAKMA, Kecamatan Pelaihari pada tanggal 16


Mei 2013
3.4.3.Sampel dan Cara Pemilihan Sampel
Sampel penelitian adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi
dan tidak memenuhi kriteria eksklusi dan dropout.
3.5.

Besar sampel
Besar sampel pada penelitian ini ditentukan dengan semua siswa yang hadir

dalam penyuluhan merokok di Sekolah Menengah Kejuruan Pertanian Pembangunan


( SMK-SPP) Negeri Pelaihari atau SNAKMA, Kecamatan Pelaihari pada tanggal 16
Mei 2013

3.6.

Kriteria Inklusi, Eksklusi dan Drop Out

3.6.1. Kriteria Inklusi

Semua siswa yang hadir dalam penyuluhan merokok di Sekolah Menengah


Kejuruan Pertanian Pembangunan ( SMK-SPP) Negeri Pelaihari atau
SNAKMA, Kecamatan Pelaihari pada tanggal 16 Mei 2013.

3.6.2. Kriteria Eksklusi

Siswa yang tidak hadir dalam penyuluhan merokok di Sekolah Menengah


Kejuruan Pertanian Pembangunan ( SMK-SPP) Negeri Pelaihari atau
SNAKMA, Kecamatan Pelaihari pada tanggal 16 Mei 2013.

3.6.3. Kriteria Drop Out

3.7.

Subjek penelitian tidak mengisi kuesioner dengan lengkap.


Pengumpulan data

Setiap siswa penyuluhan yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria
eksklusi yang datang pada tanggal 16 Mei 2013 dan para siswa diminta mengisi
kuesioner.
3.8.

Analisis data

Data akan dianalisis dan diolah menggunakan perangkat lunak SPSS versi 17.0.
3.9.

Presentasi data

Data akan dipresentasikan dalam tabel dan akan dideskripsikan dalam bentuk
paragraf.
3.10.

Pelaporan data

Data dilaporkan dalam bentuk makalah penelitian yang akan dipresentasikan di


hadapan staf Puskesmas Kecamatan Pelaihari.
3.11.

Batasan Operasional

3.11.1 Variabel bebas:

Jenis kelamin siswa adalah laki-laki dan perempuan

3.11.2 Variabel terikat:

Siswa yang hadir dalam penyuluhan merokok di Sekolah Menengah Kejuruan


Pertanian Pembangunan (SMK-SPP) Negeri Pelaihari atau SNAKMA,
Kecamatan Pelaihari pada tanggal 16 Mei 2013

10

BAB IV
HASIL

Sebanyak 200 lembar Kuesioner Survey Kebiasaan Merokok dibagikan kepada para
peserta penyuluhan. Hanya 191 lembar yang dimasukkan ke dalam analisis
berdasarkan relevansi jawaban dengan pertanyaan. Dari 191 subjek tersebut,
didapatkan data bahwa prevalensi siswa perokok di SNAKMA Pelaihari adalah
sebesar 24,6%. Para perokok tersebut terdiri atas perokok teratur dan sesekali.
Sebagian besar perokok di SNAKMA Pelaihari adalah laki-laki.

Tabel 4.1. Distribusi Siswa Perokok SNAKMA Pelaihari berdasarkan Jenis


Kelamin

Merokok Sekarang
Kadang-kadang
Ya, secara teratur Tidak
Jenis Kelamin

Laki-Laki

Perempuan

Total

(<1 batang/hari)

Total

17

67

29

113

15.0%

59.3%

25.7%

100.0%

77

78

1.3%

98.7%

.0%

100.0%

18

144

29

191

9.4%

75.4%

15.2%

100.0%

Dari seluruh siswa perokok, sebagian besar menyatakan bahwa jumlah rokok yang
dikonsumsi adalah 1-10 batang per hari. Hanya tiga siswa yang menyatakan merokok
11-20 batang per hari secara teratur. Sebagian besar siswa juga menyatakan jumlah
maksimal rokok yang diisap kurang dari 10. Akan tetapi, sebanyak 14 siswa
menyatakan pernah mengisap jumlah rokok lebih dari 10.
Tabel 4.2. Rerata Jumlah Batang yang Dikonsumsi Per Hari oleh Siswa Perokok
SNAKMA

11

Jumlah Batang Per Hari


1-10
Merokok Sekarang

Ya, secara teratur

11-20

Total

15

18

83.3%

16.7%

100.0%

29

29

100.0%

.0%

100.0%

44

47

93.6%

6.4%

100.0%

Kadang-kadang (<1 batang/hari)

Total

Tabel 4.3. Jumlah Maksimal Batang yang Pernah Diisap oleh Siswa Perokok
SNAKMA
Maksimal Jumlah Batang
1-10
Merokok Sekarang

Ya, secara teratur

11-20

>20

Total

18

44.4%

33.3%

22.2%

100.0%

25

29

86.2%

10.3%

3.4%

100.0%

33

47

70.2%

19.1%

10.6%

100.0%

Kadang-kadang (<1 batang/hari)

Total

Tabel 4. Rerata Jumlah Batang Rokok yang Diisap Per Hari pada Tahun Lalu
Jumlah Batang /hari tahun lalu
1-10
Merokok Sekarang

Ya, secara teratur

Kadang-kadang (<1 batang/hari)

Total

11-20

>20

Total

12

18

66.7%

22.2%

11.1%

100.0%

24

29

82.8%

10.3%

6.9%

100.0%

36

47

76.6%

14.9%

8.5%

100.0%

Rerata usia mulai merokok di antara siswa SNAKMA Pelaihari cukup muda, yaitu
13,08 tahun. Ada siswa yang mengaku pernah mengisap rokok sejak usia 5 tahun.

12

Dari 144 siswa yang tidak merokok saat ini, sebanyak 68,1% di antaranya sudah pernah
mencoba atau bahkan memiliki riwayat teratur merokok. Rerata usia mencoba rokok adalah
12,65 tahun. Usia termuda mencoba merokok adalah 6 tahun. Data-data tersebut tidak jauh
berbeda dengan data siswa perokok.
Dari para siswa yang pernah mencoba rokok, sebanyak 2,2% berhenti karena alasan ekonomi,
52,1% alasan kesehatan, sedangkan 45,7% sisanya karena alasan lain. Alasan lain yang
banyak ditulis adalah dilarang orang tua atau orang terdekat lainnya.

Gambar 4.1. Diagram Batang Frekuensi Siswa yang Pernah dan Tidak Pernah
Mencoba Rokok
Terkumpul sebanyak 231 lembar hasil pre-test dan post-test. Pada penyuluhan ini,
dilakukan pula pre test dan post test untuk mengukur tingkat pengetahuan pada siswa
mengenai rokok. Pada pretest, nilai siswa berada di rentang angka 10-80 dengan
rerata 56,2. Sementara itu, hasil post test menunjukkan nilai siswa berada di rentang
nilai 30-100 dengan rerata sebesar 86,1.

13

BAB V
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian RISKESDAS 2007, prevalensi perokok tertinggi


adalah pada usia 15-19 tahun. Prevalensi perokok usia 15-19 tahun
berjenis kelamin laki-laki adalah sebesar 37,3% dan yang berjenis kelamin
perempuan sebesar 1,6%.ii Salah satu tujuan dari mini project ini adalah
untuk mengetahui prevalensi perokok di SNAKMA Pelaihari, dimana
SNAKMA merupakan institusi pendidikan yang setara dengan SMA
sehingga respondennya masih dalam kisaran usia 15-19 tahun.
Dari 191 responden yang mengisi kuesioner, 24,6% adalah seorang
perokok, dengan 97,8% dari responden yang merokok berjenis kelamin
laki-laki Hal ini sesuai dengan hasil penelitan RISKEDAS yakni prevalensi
perokok berjenis kelamin laki-laki lebih besar dari perempuan.
Namun,

dari

penelitian

yang

sama

pula,

didapatkan

peningkatan

prevalensi perokok berjenis kelamin perempuan. Prevalensi perokok


berjenis kelamin perempuan meningkat 4 kali lipat dari tahun 2001-2007.
Dari hasil yang didapat dari mini project ini, prevalensi perokok berjenis
kelamin perempuan kecil, yaitu hanya sebesar 2,2%. Namun, data ini tidak
sepenuhnya dapat merepresentasikan prevalensi secara tepat, karena
siswa di lokasi penelitian 59% berjenis kelamin laki-laki.
Dari siswa yang masih merokok aktif sampai saat ini, didapatkan rerata
umur responden mulai merokok yaitu 13,08 tahun. Dan pada siswa yang
mengaku sudah pernah mencoba rokok namun sudah tidaj aktif merokok
saat ini, rerata umur responden mulai merokok yaitu 12,65 tahun. Hasil ini
sesuai dengan data yang didapatkan dari Global Youth Tobacco Survey
(GYTS) yang menunjukkan tingginya angka prevalensi perokok pada
kisaran usia 13-15 tahun. Dari GYTS tersebut, didapatkan prevalensi anak
sekolah usia 13-15 tahun yang pernah merokok adalah sebesar 30,4%,
dan yang aktif merokok adalah sebesar 20,3%. ii
Ada beberapa alasan yang dapat menjelaskan tingginya angka prevalensi
perokok pada usia remaja. Beberapa ahli telah melakukan penelitian untuk
mengetahui fakor-faktor yang mendorong seseorang untuk merokok.
14

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2007), factor yang


mempengaruhi perilaku merokok seseorang pada usia remaja atau
dewasa muda adalah adanya afeksi negatif, lingkungan, persepsi kontrol
perilaku, sikap dan norma-norma subyektif. Dari riset tersebut, alasan
terbanyak

seseorang

merokok

adalah

untuk

tujuan

mengurangi

ketegangan dan stress (54,59%). Diikuti dengan alasan untuk bersantai


(29,36%), mengikuti orang lain (12,84%), alasan pertemanan (2,29%) dan
agar diterima kelompok (0,92%).

xx

Usia remaja adalah usia dimana secara psikologis seseorang mencari jati
diri dan posisi sosialnya. Sehingga masa-masa remaja memang masa
yang rentan bagi seseorang memutuskan untuk merokok. Remaja
cenderung mengikuti perilaku lingkungan sekitar agar dapat diterima di
lingkungan tersebut. Sehingga dapat kita pahami alasan tingginya
prevalensi angka mulai merokok ataupun angka perokok aktif pada usia
remaja.
Pada individu yang sudah merokok, ada juga faktor biologis yang dapat
mempengaruhi kebiasaan merokok tersebut. Kandungan nikotin yang
terdapat pada rokok memacu aktifnya sistem dopaminergik sehingga
perokok

akan

merasa

lebih

tenang.

Di jalur adrenergic ,

nikotin

mengaktifkan sistem adrenergic pada otak tepatnnya di lokus seruleus


sehingga mengeluarkan sorotin. Peningkatan sorotin menimbulkan rasa
senang dan menimbulkan keinginan untuk mencari rokok kembali. xxi Efek
inilah

yang

membuat

seorang

perokok

sulit

untuk

menghentikan

kebiasaan merokoknya.
Pengetahuan mengenai rokok penting untuk diketahui oleh masyarakat,
terutama oleh remaja yang sedang dalam masa rentan mencoba rokok,
Pengetahuan yang perlu dikertahui antara lain mengenai zat-zat apa yang
terknadung di dalam rokok serta bahaya yang dapat ditimbulkan oleh zatzat tersebut. Diharapkan dengan dimilikinya pengetahuan mengenai
rokok, individu dapat mempertimbangkan atau bahkan memulai untuk
berhenti merokok.
Dari siswa yang menjadi responden dalam mini project ini, didapatkan
beberapa alasan mengapa diantara mereka sudah tidak lagi merokok.
52,1% mengatakan bahwa mereka berhenti merokok karena alasan

15

kesehatan dan 2,2% karena alasan ekonomi. Sedangkan 45,7% sisanya


karena alasan lain yang sebagian besar adalah karena dilarang oleh orang
tua atau kerabat dekat. Dari hasil tersebut terlihat bahwa salah satu faktor
yang penting adalah pengetahuan mengenai bahaya merokok. Sehingga
perlu diadakan penyuluhan secara rutin dengan tema rokok tersebut.
Selain itu peran orang tua dan kerabat dekat juga sangat penting. Seperti
yang telah dibahas sebelumnya juga lingkungan merupakan faktor penting
yang mempengaruhi sikap perokok. Sehingga pengetahuan mengenai
rokok juga penting disampaikan kepada orang tua dan kerabat dekat.
Pada pelaksanaan mini project ini, kami telah melakukan penyuluhan
mengenai rokok terhadap 231 siswa SNAKMA. Penyuluhan yang disajikan
berisi tentang zat-zat yang terkandung dalam rokok, bahaya dari zat-zat
tersebut bagi tubuh, serta kerugian-kerugian yang dapat ditimbulkan oleh
rokok baik secara fisik ataupun ekonomi. Dalam penyuluhan ini dilakukan
pre-test

dan

post-test

yang

diharapkan

dapat

menggambarkan

pengetahuan siswa mengenai rokok.


Dari hasil pre-test didapatkan nilai siswa berada di rentang angka 10-80
dengan nilai rerata 56,2. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa
tidak memiliki pengetahuan yang baik mengenai rokok. Pengetahuan
siswa yang terbatas tersebut mempengaruhi sikap dan perilaku merokok
para siswa.
Pada post-test didapatkan peningkatan rentang nilai yaitu 30-100 dengan
nilai rerata 86,1. Diharapkan dengan adanya peningkatan nilai yang
menandai

bertambahnya

pengetahuan

mengenai

rokok

ini

dapat

mempengaruhi sikap dan perilaku siswa terhadap rokok. Sehingga siswa


dapat mempertimbangkan untuk mulai berhenti merokok dan saling
mengingatkan satu sama lain untuk berhenti merokok.

16

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Prevalensi perokok di SNAKMA Pelaihari cukup tinggi yaitu sebesar


24,6%

Rerata usia mulai mengenal rokok adalah usia 13 tahun yang


merupakan usia remaja

Remaja rentan terhadap paparan rokok karena adanya keinginan


untuk merasa tenang dan keinginan untuk diterima di lingkungan
tertentu untuk pencapaian sosialnya

Tingkat pengetahuan siswa SNAKMA Pelaihari mengenai rokok


masih kurang

17

Faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang terhadap


rokok antara lain pengetahuan dan peran orang tua atau kerabat
dekat

Perlu dilakukan penyuluhan mengenai rokok

6.2. Saran
Untuk memperbaiki sikap dan perilaku seseorang terhadap rokok, perlu
dilakukan intervensi pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Salah
satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan penyuluhan
berkala mengenai rokok untuk menambah pengetahuan mengenai rokok.
Selain dilakukan terhadap siswa, penyuluhan juga penting dilakukan
terhadap orang tua dan kerabat dekat. Karena tidak dapat dipungkiri
bahwa salah satu faktor yang berpengaruh adalah faktor peran orang tua
dan kerabat dekat. Evaluasi yang berkesinambungan juga diperlukan
untuk keberhasilan intervensi tersebut.

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.who.int/features/factfiles/tobacco_epidemic/tobacco_epidemic_fac
ts/en/index9.html
2. Masalah
Rokok
di
Indonesia.
http://tcsc-indonesia.org/wpcontent/uploads/2012/10/Masalah-Rokok-di-Indonesia.pdf. Data diunduh pada
13 Juni 2013.
3. http://www.depkes.go.id/downloads/BULETIN%20PTM.pdf
4. http://www.who.int/topics/health_education/en/ .Data diunduh pada tanggal 6
Juni 2013
5. Departemen Kesehatan RepubIik Indonesia. 1990. Pedoman Kerja Puskesmas.
Jilid I.
6. SK Menteri Kesehatan No.128/Menkes/SK/II/2004
18

7. Effendy, Nasrul. 1998. Dasar-Dasar Kesehatan Masyarakat. Jakarta: ECG


8. Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta
9. Wigand, J.S. Additives, Cigarette Design and Tobacco Product Regulation, A
Report To: World Health Organization, Tobacco Free Initiative, Tobacco
Product Regulation Group, Kobe, Japan, 28 June-2 July 2006.
10. Rodgman, Alan; Perfetti, Thomas A. (2009). The chemical components of
tobacco and tobacco smoke. Boca Raton, FL: CRC Press.
11. Yoshida T, Sakane N, Umekawa T, Kondo M (Jan 1994). "Effect of nicotine
on sympathetic nervous system activity of mice subjected to immobilization
stress".Physiol Behav. 55 (1): 537
12. David G. Penney.Carbon Monoxide Toxicity, 2000 p.5, London: CRC Press.
13. Wu, L; Wang, R. 2005. "Carbon Monoxide: Endogenous Production,
Physiological Functions, and Pharmacological Applications". Pharmacol
Rev 57 (4): 585630.
14. World Health Organization. 2005.WHO Framework Convention on Tobacco
Control"Geneva:World Health Organization.
15. Feng Z, Hu W, Hu Y, Tang MS (2006). "Acrolein is a major cigarette-related
lung cancer agent: Preferential binding at p53 mutational hotspots and
inhibition of DNA repair". Proceedings of the National Academy of Sciences
of the United States of America 103 (42): 1540415409
16. DNA interaction with Benzopyrene". DNA. December 23, 2004. Data diunduh
10 Juni 2013
17. World Health Organization.2008. WHO Report on the Global Tobacco
Epidemic 2008: The MPOWER Package. Geneva: World Health
Organization.
18. Vainio H (June 1987). "Is passive smoking increasing cancer risk?". Scand J
Work Environ Health 13 (3): 1936.
19. Nichter M, Cartwright E (1991). "Saving the Children for the Tobacco
Industry".Medical Anthropology Quarterly 5 (3): 23656.
20. Nashori, F dan Indirawati, E. (2007). Peranan Perilaku Merokok Dalam
meningkatkan Suasana Hati Negatif (Negative Mood States) Mahasiswa.
Jurnal psikologi Proyeksi.
21. Haryono. 2007. Hubungan Antara Ketergantungan Merokok Dengan Percaya
Diri.
http://www.infoskripsi.com/Artikel-Penelitian/KetergantunganMerokok.html. Data diunduh pada 13 Juni 2013.

19

20

http://www.who.int/features/factfiles/tobacco_epidemic/tobacco_epidemic_facts/en/index9.html
Masalah Rokok di Indonesia. http://tcsc-indonesia.org/wp-content/uploads/2012/10/MasalahRokok-di-Indonesia.pdf. Data diunduh pada 13 Juni 2013.
iii
http://www.depkes.go.id/downloads/BULETIN%20PTM.pdf
iv
http://www.who.int/topics/health_education/en/ .Data diunduh pada tanggal 6 Juni 2013
v
Departemen Kesehatan RepubIik Indonesia. 1990. Pedoman Kerja Puskesmas. Jilid I.
vi
SK Menteri Kesehatan No.128/Menkes/SK/II/2004
vii
Effendy, Nasrul. 1998. Dasar-Dasar Kesehatan Masyarakat. Jakarta: ECG
viii
Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
ix
Wigand, J.S. Additives, Cigarette Design and Tobacco Product Regulation, A Report To: World
Health Organization, Tobacco Free Initiative, Tobacco Product Regulation Group, Kobe, Japan, 28
June-2 July 2006.
x
Rodgman, Alan; Perfetti, Thomas A. (2009). The chemical components of tobacco and tobacco
smoke. Boca Raton, FL: CRC Press.
xi
Yoshida T, Sakane N, Umekawa T, Kondo M (Jan 1994). "Effect of nicotine on sympathetic
nervous system activity of mice subjected to immobilization stress".Physiol Behav. 55 (1): 537
xii
David G. Penney.Carbon Monoxide Toxicity, 2000 p.5, London: CRC Press.
xiii
Wu, L; Wang, R. 2005. "Carbon Monoxide: Endogenous Production, Physiological Functions,
and Pharmacological Applications". Pharmacol Rev 57 (4): 585630.
xiv
World Health Organization. 2005.WHO Framework Convention on Tobacco
Control"Geneva:World Health Organization.
xv
Feng Z, Hu W, Hu Y, Tang MS (2006). "Acrolein is a major cigarette-related lung cancer agent:
Preferential binding at p53 mutational hotspots and inhibition of DNA repair". Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 103 (42): 1540415409
xvi
DNA interaction with Benzopyrene". DNA. December 23, 2004. Data diunduh 10 Juni 2013
xvii
World Health Organization.2008. WHO Report on the Global Tobacco Epidemic 2008: The
MPOWER Package. Geneva: World Health Organization.
xviii
Vainio H (June 1987). "Is passive smoking increasing cancer risk?". Scand J Work Environ
Health 13 (3): 1936.
xix
Nichter M, Cartwright E (1991). "Saving the Children for the Tobacco Industry".Medical
Anthropology Quarterly 5 (3): 23656.
xx
Nashori, F dan Indirawati, E. (2007). Peranan Perilaku Merokok Dalam meningkatkan Suasana
Hati Negatif (Negative Mood States) Mahasiswa. Jurnal psikologi Proyeksi.
xxi
Haryono. 2007. Hubungan Antara Ketergantungan Merokok Dengan Percaya Diri.
http://www.infoskripsi.com/Artikel-Penelitian/Ketergantungan-Merokok.html. Data diunduh pada
13 Juni 2013.
i

ii

Anda mungkin juga menyukai