Presiden2;
(ii)
Wakil Presiden3;
(iii)
(iv)
Kementerian Negara5;
(v)
(vi)
(vii)
Menteri Pertahanan8;
(viii)
Duta9;
(ix)
Konsul10;
(x)
(xi)
(xii)
DPRD Provinsi13;
(xiii)
(xiv)
Pandangan yang lebih luas lagi adalah yang didasarkan atas pendapat Hans Kelsen yang menyatakan bahwa
semua organ yang menjalankan fungsi-fungsi law-creating function and law-applying function adalah
merupakan organ atau lembaga negara. Lihat Hans Kelsen, The General Theory of Law and State.
Berdasarkan pandangan Hans Kelsen ini, setiap warga negara yang sedang berada dalam keadaan
menjalankan suatu ketentuan undang-undang juga dapat disebut sebagai organ negara dalam arti luas,
misalnya, ketika warga negara yang bersangkutan sedang melaksanakan hak politiknya untuk memilih dalam
pemilihan umum. Yang bersangkutan dianggap sedang menjalankan undang-undang (law applying function)
dan juga sedang melakukan perbuatan hukum untuk membentuk lembaga perwakilan rakyat (law creating
function) melalui pemilihan umum yang sedang ia ikuti.
2
Pasal 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, dan Pasal 16 UUD 1945.
3
Pasal 4 ayat (2), Pasal 6, 6A, Pasal 7, 7A, 7B, 7C, Pasal 8, dan Pasal 9 UUD 1945.
4
Pasal 16 UUD 1945.
5
Pasal 17 ayat (1), (2), (3), dan ayat (4) UUD 1945.
6
Pasal 8 ayat (3) UUD 1945.
7
Ibid.
8
Ibid.
9
Pasal 13 ayat (1), (2), dan ayat (3) UUD 1945.
10
Pasal 13 ayat (1) UUD 1945.
11
Pasal 18 dan 18A UUD 1945.
12
Pasal 18 ayat (4) UUD 1945.
13
Pasal 18 ayat (3) UUD 1945.
14
Pasal 18 dan 18A UUD 1945
15
Pasal 18 ayat (4) UUD 1945.
(xv)
DPRD Kabupaten16;
(xvi)
(xvii)
(xviii)
DPRD Kota19;
(xix)
(xx)
(xxi)
(xxii)
Komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri, yang
diatur lebih lanjut dengan undang-undang23;
(xxiii)
(xxiv)
(xxv)
(xxvi)
(xxx)
(xxxi)
16
(xxxiv) Badan-badan
lain
yang
fungsinya
berkaitan
dengan
kekuasaan
pendamaian,
(f)
peradilan,
penghakiman
35
dan
penghukuman,
(g)
konstitusional
Albert Venn Dicey, The Laws of the Constitution, (ed. E.C.S. Wade), 10th edition, 1959.
C.F. Strong, Modern Political Constitutions,
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, cetakan ke-2, Konpres, Jakarta, 2005.
42
Pasal 22E ayat (6) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
undang-undang yang tersendiri, dan belum dalam UUD 1945. Namun demikian,
dalam kata diselenggarakan sudah terkandung kewenangan bahwa komisi
penyelenggara yang kemudian oleh undang-undang diberi nama Komisi Pemilihan
Umum (KPU) itu adalah lembaga yang memiliki kewenangan konstitusional untuk
menyelenggarakan
pemilihan
umum,
meskipun
rinciannya
masing
akan
sebagai
sifat
normatif
konstitusional.
Jika,
misalnya,
dalam
belum ditentukan dalam UUD 1945, tetapi ketentuan Pasal 23D itu secara ekplisit
telah mengakui bahwa bank sentral itu haruslah bersifat independen. Dalam
melaksanakan sifat independen itulah yang apabila timbul persengketaan dalam
praktek, dapat menimbulkan permasalahan yang berpotensi untuk digolongkan
sebagai sengketa kewenangan konstitusional antar lembaga negara yang menjadi
salah satu bidang kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa,
mengadili, dan memutusnya dengan putusan yang bersifat final dan mengikat.
Sementara itu, berkenaan dengan lembaga-lembaga negara lainnya dapat
pula diuraikan satu per satu aspek-aspek kewenangan konstitusional yang
dimilikinya
dan
dengan
kemungkinan
terjadinya
persengketaan
dalam
Jimly Asshiddiqie, Sengketa Kewenangan Konstitusional Antarlembaga Negara, Konpres, Jakarta, 2005.
Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi Lembaga-Lembaga Negara Pasca Perubahan UUD 1945, Konpres, Jakarta, 2005.
1945. Kalaupun bukan substansi kewenangannya yang ditentukan oleh UUD 1945,
sekurang-kurangnya, sifat kewenangannnya itu ditentukan oleh UUD 1945, seperti
sifat kewenangan bank sentral yang diharuskan bersifat independen. Semua
lembaga tersebut, termasuk 5 (lima) lembaga lainnya yang sama sekali belum
disebutkan kewenangannya melainkan hanya disebut-sebut namanya dalam UUD
1945, dapat dinamakan sebagai lembaga konstitusional menurut UUD 1945.
Di samping ke-33 buah lembaga negara tersebut di atas, ada pula lembagalembaga negara lainnya yang dibentuk dengan atau berdasarkan undang-undang.
Namun, sesuai dengan prinsip Negara Hukum menurut ketentuan Pasal 1 ayat (3)
dan dalam rangka Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 mengenai Badan-badan lain yang
fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undangundang, harus pula dicatat adanya lembaga-lembaga negara lainnya yang juga
memiliki constitutional importance sebagai lembaga negara penegak hukum.
Dengan perkataan lain, di samping adanya lembaga-lembaga negara yang bersifat
konstitusional langsung (directly constitutional), ada pula lembaga-lembaga
negara
yang
bersifat
konstitusional
secara
tidak
langsung
(indirectly
constitutional).
Selain itu, ada pula kelompok lembaga-lembaga negara yang memang
murni ciptaan undang-undang yang tidak memiliki apa yang disebut di atas
sebagai constitutional importance.
Usaha (KPPU) yang juga dibentuk berdasarkan undang-undang, tetapi agak jauh
untuk mengaitkannya dengan prinsip constitutional importance. Di samping itu,
ada pula lembaga-lembaga negara lainnya yang dibentuk berdasarkan peraturan
yang lebih rendah daripada undang-undang, seperti misalnya Komisi Nasional
Ombudsman (KON) yang baru dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden
(sekarang baca: Peraturan Presiden). Dalam praktek, ada pula beberapa lembaga
daerah yang dapat pula disebut sebagai varian lain dari lembaga negara yang
dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah. Semua itu dapat disebut sebagai lembaga
negara, tetapi bukan lembaga yang memiliki constitutional importance,
sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai lembaga negara yang bersifat
konstitusional dalam arti luas.
Apakah lembaga-lembaga tersebut dapat bersengketa atau lembaga
manakah yang kepentingannya terkait dengan kemungkinan terjadinya sengketa
kewenangan konstitusional antar lembaga negara di Mahkamah Konstitusi?
11