DISUSUN OLEH:
CENDRA JANUARI
DIAN RIZQA
FARDY SEPTIAWAN
HESTI VERA
KESAWA SAPUTRA
SARASWATI WAHYUNINGTYAS
WAHYU KUSDYANTONO
YOGYAKARTA
SEPTEMBER
2014
Erupsi gunung api bervariasi tidak hanya pada karakternya, tetapi pada skala dan frekuensi dari
aktivitasnya. Observasi dari aktivitas Stromboli, gunung api di Aeolian Island utara dari Sicily, sering
memiliki keuntungan dari erupsi. Berbeda dengan rarusan ribu tahun lampau dengan gunung api lain,
seperti Kaldera Yellowstone. Tipe Stromboli menghasilkan jumlah material yang sedikit, sedangkan
yang memiliki rentan erupsi yang cukup jauh seperti Yellowstone menghasilkan material yang
jumlahnya lebih besar. Sekitar 600.000 tahun yang lalu Yellowstone memproduksi 1000km kibik dari
material piroklastik setara dengan 100 juta kali lebih banyak dari tipe Stromboli.
viskositas magma dan kandungan gas magma sangat berperan untuk mengendalikan sifat fisik letusan
yang terjadi. Kadungan gas juga menentukan apakah jenis letusan itu eksplosif atau efusiv, selain itu
juga dapat menentukan tingkat viskositas dari magma itu sendiri. Dari tingkat viskositas ini juga
menentukan seberapa cepat magma naik ke atas permukaan.
Tingkat viskositas magma secara umum dikendalikan oleh berbagai faktor yang saling
berhubungan, antara lain kandungan silika, temperatur, kristal/butiran yang mengisi serta kandungan
gelembung gas. Kandungan silika yang tinggi dan suhu rendah membuat magma menjadi lebih kental
dan mengandung basa.kehadiran kristal pada magma juga dapat mempengaruhi tingkat kekentalan
magma. Secara umum kristal terbentuk pada saat magma mulai mendingin. Dua kandungan penting
yang terdapat pada magama yakni H2O (air) dan CO2 (karbon dioksida), kelarutan karbon dioksida tidak
terlalu dipengaruhi oleh kandungan komposisi magma. Namun H2O cukup berpengaruh dalam
magma. Jumlah H2O bisa dikatakan yang paling banyak dilarutkan dalam magma. Kehadiran
gelembung gas juga memiliki pengaruh pada tingkat viskositas. Tingkat pergerakan fluida diukur
dengan perubahan dari kecepatan alir fluida dari jarak tertentu. Misalnya pada fluida yang bergerak
rendah, kehadiran gelembung gas akan memiliki pengaruh dalam meningkatkan viskositas magma.
Sebaliknya pada fluida yang bergerak cepat, maka akan mengurangi tingkat viskositas magma.
Tabel 10.2. kalkulasi kandungan air dan karbondiokasida minimal agar terjadi ledakan
eksplosif pada rentang kedalaman tertentu
4. Ledakan efusif juga dapat terjadi jika viskositas lebih besar sehingga menghambat terjadinya
fragmentasi. Hal tersebut bisa terjadi pada erupsi magma yang sangat kental dengan
komposisi dasit dan riolit. Efusi seperti magma mengahasilkan kubah lava step-sided yang
mengandung gelembung gas dengan tekanan yang lebih besar dari tekanan atmosfer.
Permukaan luar dari kubah akan menyebabkan viskositas magma meningkat dan mencegah
gelembung meledak di permukaan. Namun jika kubah tersebut runtuh maka akan terjadi
pelepasan tekanan dan akan memicu terjadinya fragmentasi, sehingga menimbulkan aliran
piroklastik.
Erupsi dengan tipe efusif bisa terjadi pada beberapa kondisi. Komposisi magma sangat berperan
dalam menentukan tipe erupsi, tetapi faktor lain seperti sejarah penyimpanan magma dan kondisi
lingkungan dimana erupsi terjadi juga merupakan hal yang penting.
Gambar . Letusan Strombolian. Contohnya pada Gunung Vesuvius dan Gunung Raung
Letusan strombolian biasanya melibatkan magma basaltik. Pada letusan Strombolian, pemisah
(gap) antar letusan terlalu singkat untuk memungkinkan banyak magma yag mendingin di bagian atas
kolom magma dan kulit yang dingin tersebut mengembang keluar dengan mudah sebagai
gelembung gas yang terakumulasi dibawahnya yang menyebabkan letusan lemah.
2. Vulcanian
Letusan vulcanian biasanya terkait dengan magma intermediet. Pada letusan Vulcanian,
magma yang berada di bagian atas kolom magma mendingin jauh lebih banyak diantara
letusan-letusan membentuk cap yang padat (solid) sehingga tekanan dibawahnya harus
dibuat jauh lebih besar levelnya sebelum terjadi letusan. Hal ini terjadi akibat adanya
perbedaan viskositas magma yang keluar.
Hal di atas menunjukkan hubungan yang kuat antara komposisi dan aktivitas vulkanik, meskipun
viskositas magma dan pengaruhnya terhadap kecepatan kenaikan gelembung memainkan peran
penting bahkan ketika air tanah terlibat dalam letusan.
Peran viskositas
Viskositas magma sangat berhubungan dengan kandungan silikanya. Semakin tinggi kandungan
silikanya, maka magma semakin viskos dan aliran magma akan semakin lambat. Hal ini disebabkan
karena molekul-molekul silika terangkai dalam bentuk rantai yang panjang, walaupun belum
mengalami kristalisasi. Akibatnya, karena lava basaltik mengandung silika yang rendah, maka lava
basaltik cenderung bersifat encer dan mudah mengalir, sedangkan lava granitik relatif sangat kental
dan sulit mengalir walaupun pada temperatur tinggi.
Peningkatan viskositas magma disebabkan oleh exsolution pada air yang menyebabkan tingkat
regangan (strain) cukup tinggi untuk menyebabkan rekahan dari magma yang menghasilkan formasi
dari clast yang kecil. Hal ini dapat dilihat pada gambar di bawah.
Gambar . Variasi viskositas dari berbagai macam magma dengan kandungan air didalamnya pada suhu
konstan. Penurunan kandungan air meningkatkan viskositas, khususnya pada magma yang kaya akan
kandungan silika.
kemungkinan berpengaruh pada semakin meningkatnya percepatan yang terjadi pada fragmentasi
sebelumnya dan untuk mempengaruhi tingkat regangan yang dialami oleh magma, dengan kandungan
gas yang lebih tinggi menyebabkan tingkat regangan lebih tinggi dan fragmentasi lebih besar.
Kandungan gas dari magma juga mempengaruhi kecepatan keluar dari materi pada letusan yang
berkelanjutan yang dipengaruhi oleh kedalaman dimana fragmentasi terjadi dan total pelepasan
energi dengan kandungan gas rendah yang mengarah pada kecepatan keluar yang rendah.
Magma basaltik yang kandungan gasnya cukup besar, memungkinkan gas tersebut untuk keluar
melalui lubang kepundan gunung api dengan relatif mudah. Keluarnya gas tersebut dapat membawa
lava yang disemburkan sampai bermeter-meter tingginya. Sedangkan pada magma yang kental,
keluarnya gas tidak mudah, tetapi gas tersebut akan berkumpul pada kantong-kantong dalam magma
yang menyebabkan tekanan meningkat besar sekali. Tekanan yang besar ini akan dikeluarkan dengan
letusan yang hebat dengan membawa material yang setengah padat dan padat melalui lobang kawah
gunung api. Jadi besarnya gas yang keluar dari magma akan sangat mempengaruhi sifat erupsi gunung
api.
pengukuran dari magnitudo dan intensitas. Oleh karena itu keduanya diasumsikan sebagai sebuah
hubungan antara kedua sifat dari sebuah erupsi.
Sumber:
numbers.svg
https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Vulcanian_Eruption-
Besar kecilnya volume dalam dapur magma dapat menentukan seberapa besarnya letusan.
Material pada magma juga dapat mempengaruhi besarnya letusan karena berpengaruh pada ruang
penyimpanan di dalam magma.
Gambar di atas menunjukan, misalnya, bagian dari tilt record pada gunungapi Kilauea untuk
bagian pada 1983 dan 1984. Tiltmeter pada puncak dari gunungapi secara terus menerus mengukur
kemiringan dari permukaan tanah. Ketika kantung magma berada di bawah, punck mengalami
pengembangan, tanah yang berada di atasnya mengalami kenaikan dan pemekaran sebagai respon.
Ketika erupsi ataupun intrusi memindahkan magma dari kantung magma, deflasi atau penurunan
terjadi dan arah kemiringan berkebalikan. Gambar 10.9 menunjukan rentetan kejadian dari inflasi dan
deflasi yang mana terdapat pada puncak gunungapi selama 1983 dan 1984. Tilt record menunjukan
pola siklus dari inflasi dan deflasi kantung magma yang diprediksi oleh simple elastic model kantung
magma yang baru saja dijelaskan.
Tipe gunungapi yang elastis adalah tipe gunungapi yang memiliki siklus inflasi dan deflasi.
Deformasinya dipengaruhi oleh dinding kantung magma yang mempengaruhi tekanan ke atas
gunungapi. Pasokan magma dari dalam bumi mempengaruhi kemiringan gunungapi dan juga kejadian
inflasi kantung magma. Kandungan magma dari dalam bumi menghasilkan tipe erupsi gunungapi yang
berbeda pula.
Tidak semua sistem gunungapi, bagaimanapun, tidak memiliki kelakuan yang sama seperti halnya
penjelasan di atas (inflasi-deflasi). Di banyak kejadian erupsi, pola sederhana tersebut secara signifikan
mengalami perubahan dikarenakan sifat ketidakelastisan. Sifat ketidakelastisan ini menyebabkan
tidak terjadinya siklus inflasi dan deflasi (irreversible). Deformasi biasanya menghasilkan suatu
runtuhan tubuh vulkanik yang membentuk suatu kaldera. Seperti pada letusan St. Helens. Pola
ketidakelastisan ini bermula dari kantung magma yang terisi oleh magma dari dalam bumi. Kantung
magma terus mengalami pengembangan hingga batas elastisnya yang nantinya akan menyebabkan
letusan yang besar. Letusan yang besar ini menyebabkan bagian puncak gunungapi terlontar dan
mengalami pengamblasan yang hanya menyisakan lubang besar yang menganga yang disebut kaldera.
KESIMPULAN
Sifat dari volcanic system :
a. Terdapat hubungan antara Magnitude dan frekuensi dari aktivitas gunung api. Erupsi yang
kecil dapat diprediksikan (secara teratur), sedangkan erupsi yang besar tidak dapat
diprediksi dan terjadi lebih jarang.
b. Volume magma yang keluar saat erupsi berhubungan dengan ukuran magma chamber.
Semakin besar ukuran magma chamber makan semakin besar erupsinya.
c. Erupsi terbesar dalam catatan geologi terdiri dari dua jenis yang berbeda: Large
ignimbrite-forming eruptions dan Flood basalt eruptions.
Magma chamber yang akan mengalami erupsi akan menggembung dengan isinya berupa magma.
Apabila tekanannya melebihi critical point (menunjukkan kekuatan dinding chamber), maka akan
terjadi erupsi atau intrusi. Semakin besar chamber maka semakin banyak magma yang diperlukan
untuk melampaui batas critical point tersebut sehingga terjadi erupsi. Hubungan antara ukuran
magma chamber dengan frekuensi kejadian erupsi adalah berbanding terbalik, semakin besar ukuran
magma chamber maka frekuensi kejadian erupsi semakin kecil. Volume magma yang masuk mengisi
magma chamber akan kurang lebih sama dengan volume magma yang keluar saat terjadinya erupsi,
sehingga chamber yang besar akan menghasilkan erupsi yang besar pula.
Erupsi yang paling besar hanya ada 2 tipe, karena erupsi menggambarkan kondisi tertentu, seperti
contohnya banyaknya material magnetik yang keluar saat erupsi terjadi.
Erupsi pembentukan ignimbrit terjadi secara inelastik bersamaan dengan pembentukan kaldera.
Kadang kala erupsi yang terjadi dapat menghasilkan lebih banyak material magma yang dikeluarkan
daripada ada proses elastik. Erupsi ini dapat terjadi jika ada kandungan gas pada magma chamber,
sehingga banyaknya gas dan magma yang bercampur akan menyebabkan tekanan yang lebih besar
dan terjadilah erupsi. Jika campuran magma dan gas telah banyak keluar, tekanan akan menurun dan
erupsi semakin lama akan mulai berhenti. Saat terjadi erupsi terjadi runtuhan dan terbentuklah
kaldera sehingga erupsi menyebabkan magma yang keluar semakin banyak dan terjadi pembentukan
ignimbrit dalam volume yang besar.
Erupsi flood basalt berhubungan dengan penyimpangan dengan mantle plume pada litosfer.
Magma yang keluar saat erupsi flood basalt berasal langsung dari mantel dan tidak melalui sistem
penyimpanan di kerak bumi. Erupsi yang terjadi dapat terjadi dalam jangka waktu yang pendek dengan
material yang dikeluarkan langsung dalam jumlah yang besar, atau dapat terjadi dalam kurun waktu
yang lama (bisa setahun atau sebulan) dengan volume yang dikeluarkan sedikit demi sedikit. Magma
yang keluar dibatasi oleh seberapa lama magma dapat keluar melalui sistem dike yang menjadi jalan
bagi magma untuk keluar dari litosfer. Jika magma dari litosfer tidak mampu lagi naik ke permukaan
maka sistem dike tersebut akan tertutup akibat pendinginan magma dan erupsi flood basalt baru akan
terjadi lagi jika sistem dike terbentuk kembali.
Referensi:
http://geografi-geografi.blogspot.co.id/2012/02/aktivitas-magma-gunung-api.html
Parfitt, Elisabeth and Wilson, Lionel. 2008. Fundamentals of Physical Volcanology.