PENDAHULUAN
Chronic kidney disease (CKD) merupakan istilah yang dipakai untuk menjelaskan
beberapa spektrum proses patofisiologis yang berhubungan dengan fungsi ginjal
yang abnormal dan penurunan dari glomerular filtration rate (GFR) yang
progresif.1,2 The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative mendefinisikan CKD
sebagai kerusakan ginjal atau penurunan GFR ginjal hingga kurang dari
60ml/min/1.73m2 selama 3 bulan atau lebih.1
CKD dipengaruhi oleh banyak faktor resiko dengan patofisiologi yang masih
belum dimengerti secara sempurna. Kebanyakan penderita CKD tidak sampai
pada tahap kegagalan ginjal, namun penderita akan meninggal terlebih dahulu
karena komplikasi dari penyakit kardiovaskular. Penyakit ginjal kronik (PGK)
merupakan proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan
penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan umumnya berakhir dengan gagal
ginjal.4 Dewasa ini insiden dan prevalensi PGK semakin meningkat dan menjadi
masalah kesehatan global. Pada stadium dini PGK dapat didiagnosis dengan
melakukan pemeriksaan penunjang dan terbukti dengan pengobatan dini dapat
mencegah terjadinya gagal ginjal, penyakit kardiovaskular dan dapat mencegah
kematian sebelum waktunya.5
Di negara barat PGK telah menjadi suatu permasalahan dengan angka
pertumbuhan dialisis pertahun 6-8%.4 Di Amerika Serikat dalam dua dekade
terakhir terjadi penurunan angka kematian akibat penyakit pembuluh darah otak
dan penyakit jantung koroner, terutama disebabkan oleh pengendalian tekanan
darah yang lebih baik. Akan tetapi dalam periode yang sama prevalensi gagal
ginjal kronik atau penyakit ginjal terminal yang memerlukan terapi pengganti
ginjal meningkat secara progresif dengan akibat yang buruk dan biaya yang
tinggi. Bahkan prevalensi PGK stadium awal juga semakin meningkat. Satu dari
sembilan orang Amerika Serikat, yaitu sekitar 20 juta orang mengidap penyakit
ginjal dan sebagian besar tidak menyadari hal ini. Sekitar 20 juta orang lagi
mengidap risiko penyakit ginjal dan sebagian besar tidak menyadari risiko ini.5
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Penyakit Ginjal Kronis (PGK)
Berdasarkan The Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO, 2012),
definisi PGK adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama tiga bulan atau lebih,
berdasarkan kelainan patologik atau petanda kerusakan ginjal seperti kelainan
pada pemeriksaan urinalisis, dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG)
ataupun tidak. Selain itu definisi ini juga memperhatikan derajat fungsi ginjal atau
LFG, seperti yang terlihat pada tabel 1.4,5
Tabel 1. Definisi PGK4
Kriteria
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau
fungsional dengan atau tanpa penurunan LFG, dengan manifestasi:
-
kelainan patologis
terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau
urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging test)
Insiden
3
Glomerulonefritis
46,39%
Diabetes melitus
18,65%
12,85%
Hipertensi
8,46%
Sebab lain
13,65%
Diabetes
Hipertensi
Penyakit autoimun
Infeksi sistemik
Infeksi saluran kencing
Batu kandung kencing
Obstruksi saluran kencing
Keganasan
Riwayat keluarga Penyakit
Ginjal Kronik
Penurunan massa ginjal
Exposure banyak obat
Berat lahir rendah
bawah
Faktor sosial demografi :
-
Umur tua
Etnik
Terpapar banyak bahan kimia dan kondisi lingkungan
Renadahnya pendidikan
LFG (ml/menit/1,73m2) =
*)
Penjelasan
Kerusakan ginjal dengan LFG normal /
LFG
90
60 89
3a
45 59
3b
Kerusakan
30 44
ginjal
ringan-sedang
Kerusakan
dengan
LFG
15-29
ginjal
dengan
LFG
< 15 atau
sedang-berat
dialisis
AER
t
A1
(mg/hari)
< 30
ACR
Mg/mmol
<3
Penjelasan
Mg/g
< 30
Normal sampai
A2
30-300
3-30
30-300
ringan
A3
>300
>30
>300
sedang
berat
akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau diencerkan secara normal sehingga
terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan tertahan
meningkatkan resiko gagal jantung kongestif. Penderita dapat menjadi sesak
nafas, akibat ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan. Dengan
tertahannya natrium dan cairan bisa terjadi edema dan ascites. Hal ini
menimbulkan resiko kelebihan volume cairan dalam tubuh, sehingga perlu
dimonitor keseimbangan cairannya.
Semakin menurunnya fungsi renal terjadi asidosis metabolik akibat ginjal
mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Terjadi penurunan produksi
eritropoetin yang mengakibatkan terjadinya anemia. Sehingga pada penderita
dapat timbul keluhan adanya kelemahan dan kulit terlihat pucat menyebabkan
tubuh tidak toleran terhadap aktifitas. Dengan menurunnya filtrasi melalui
glomerulus ginjal terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar
serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon (PTH) dari kelenjar paratiroid. Pada pasien PGK stadium lanjut
kemampuan PTH untuk mobilisasi garam kalsium dari tulang akan terganggu.
Produksi PTH yang berlebihan menyebabkan gangguan metabolisme vitamin D
dan kehilangan yang berlebihan melalui tinja dan semuanya ini merupakan faktor
pencetus terjadinya osteodistrofi renal. Laju penurunan fungsi ginjal dan
perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari,
ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi.7
2.5 Manifestasi Klinis Penyakit Ginjal Kronis
Gambaran klinis pasien PGK meliputi:4
1. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi
traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus
Eritematosus Sistemik dan lain sebagainya.
2. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan (volume overloaded), neuropati perifer,
pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
3. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,
payah jantung, asidosis metabolik, dan gangguan keseimbangan elektrolit
(sodium, kalium, klorida).
biokimiawi
darah
meliputi
penurunan
kadar
hemoglobin,
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau
hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik.
4. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast,
isostenuria.
Pemeriksaan radiologis PGK meliputi:4
1. Foto polos abdomen bisa tampak batu radio-opak.
2. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh
toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
3. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi.
4. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,
kalsifikasi.
5. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.
Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan
ukuran ginjal yang masih normal, dimana diagnosis secara noninvasif tidak
bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatoplogi ini bertujuan untuk mengetahui
8
dapat
memperlambat
proses
perburukan
fungsi
ginjal
lewat
10
ikut berkontribusi antara lain infeksi, inflamasi, masa hidup sel darah merah
yang pendek pada PGK dan faktor yang berpotensi menurunkan fungsi
sumsum tulang seperti defisiensi besi, defisiensi asam folat dan toksisitas
aluminium.Selain itu adanya perdarahan saluran cerna tersembunyi dan
malnutrisi
dapat
menambah
beratnya
keadaan
anemia.10
Pemberian
eritropoetin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan dan status besi harus
diperhatikan karena EPO memerlukan besi dalam mekanisme kerjanya.
Tujuan pemberian EPO adalah untuk mengoreksi anemia renal sampai target
Hb = 10g/dL. Pemberian transfusi darah pada pasien PGK harus hati-hati dan
hanya diberikan pada keadaan khusus yaitu:10
- Perdarahan akut dengan gejala gangguan hemodinamik
- Hb < 7g/dL dan tidak memungkinkan menggunakan EPO
- Hb < 8g/dL dengan gangguan hemodinamik
- Pasien dengan defisiensi besi yang akan diprogram dengan EPO ataupun
yang telah mendapat EPO namun respon tidak adekuat, sementara preparat
besi iv/im belum tersedia.
Target pencapaian Hb dengan transfusi darah adalah 7-9g/dL.
Osteodistrofi Renal.
Merupakan istilah yang menggambarkan secara umum semua kelainan tulang
akibat gangguan metabolisme Ca karena terjadinya penurunan fungsi ginjal.2
Penatalaksanaannya dilakukan dengan cara mengatasi hiperfosfatemia dan
pemberian hormon kalsitriol. Hiperfosfatemia diatasi dengan pembatasan
asupan fosfat 600-800mg/hari, pemberian pengikat fosfat seperti kalsium
karbonat (CaCO3) dan kalsium asetat serta pemberian bahan kalsium mimetik
yang dapat menghambat reseptor Ca pada kelenjar paratiroid dengan nama
sevelamer hidroklorida. Dialisis yang dilakukan pada pasien dengan gagal
ginjal juga berperan dalam mengatasi hiperfosfatemia. 11 Pemberian kalsitriol
dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat darah normal dan kadar hormon PTH
> 2,5 kali normal karena pemakaian kalsitriol pada kadar fosfat darah yang
tinggi dapat menyebabkan terbentuk garam fosfat yang mengendap di
jaringan lunak dan dinding pembuluh darah (kalsifikasi metastatik). 11,12 Selain
11
tersebut
dapat
berupa
hemodialisis,
peritoneal
dialisis
atau
transplantasi ginjal.12
7. Terapi nutrisi pada Pasien PGK12
Seperti telah dibahas pada Penyakit Ginjal Kronik (PGK) dikelompokkan
menurut stadium, yaitu stadium I, II, III, dan IV. Pada stasium IV dimana
terjadi penurunan fungsi ginjal yang berat tetapi belum menjalani terapi
pengganti dialisis biasa disebut kondisi pre dialisis. Umumnya pasien
diberikan terapi konservatif yang meliputi terapi diet dan medikamentosa
dengan tujuan mempertahankan sisa fungsi ginjal yang secara perlahan akan
masuk ke stadium V atau fase gagal ginjal. Status gizi kurang masih banyak
dialami pasien PGK. Faktor penyebab gizi kurang antara lain adalah asupan
makanan yang kurang sebagai akibat dari tidak nafsu makan, mual dan
muntah. Untuk mencegah penurunan dan mempertahankan status gizi, perlu
perhatian melalui monitoring dan evaluasi status kesehatan serta asupan
makanan oleh tim kesehatan. Pada dasaranya pelayanan dari suatu tim terpadu
yang terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi serta petugas kesehatan lain
diperlukan agar terapi yang diperlukan kepada pasien optimal. Asuhan gizi
(Nutrition Care) betujuan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi agar mencapai
12
13
14
BAB III
LAPORAN KASUS
A.
Identitas
Nama Pasien
: NML
Umur
: 68 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Suku
: Bali
Bangsa
: Indonesia
Agama
: Hindu
Status Perkawinan
: Menikah
Alamat
Pendidikan Formal
: SMA
Pekerjaan
: Berdagang
Tanggal MRS
: 27 Juli 2015
Anamnesis
Keluhan Utama : Mata kabur
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan mata kabur dirasakan dikedua mata sejak + enam hari sebelum masuk
rumah RS. Keluhan mata kabur dikatakan hilang-timbul, dirasakan sedang karena
pasien masih bisa melakukan aktivitas, tidak didapatkan faktor yang
memperingan maupun memperberat keluhan mata kabur, keluhan ini awalnya
dirasakan ringan lama-kelamaan semakin berat. Selain itu pasien juga mengeluh
mual, lemas, dan nyeri kepala.
Mual dirasakan sejak lima hari sebelum masuk RS, mual dirasakan sebagai rasa
tidak enak di daerah ulu hati. Mual dirasakan hampir sepanjang hari sehingga
pasien dikatakan mengalami penurunan nafsu makan. Selain itu,
muntah
dikatakan sebanyak sekitar 1-2 kali per hari dengan volume sekitar setengah gelas
setiap muntah. Muntahan berisi campuran makanan dan lendir, darah dalam
muntahan disangkal. Pasien mengatakan keluhan semakin berat saat akan makan,
dan keluhan agak berkurang bila pasien beristirahat. Awalnya pasien hanya
merasakan mual saja, namun lama kelamaan menjadi muntah dan semakin sering.
Pasien juga mengeluhkan lemas yang muncul sejak + 2 bulan sebelum masuk RS.
Lemas dirasakan diseluruh tubuh seperti energinya berkurang. Keluhan dikatakan
tidak terlalu berat karena pasien masih bisa beraktivitas walaupun tidak seperti
biasanya. Keluhan semakin berat saat pasien beraktivitas dan membaik jika
pasien beristirahat. Awalnya keluhan dirasakan ringan namun lama-kelamanan
semakin berat sejak satu minggu sebelum masuk RS.
Keluhan nyeri kepala dirasakan di seluruh kepala, keluhan dirasakan sehari
sebelum masuk RS. Nyeri kepala dikatakan berdenyut hilang timbul, nyeri
dikatakan berat sehingga pasien memilih untuk beristirahat. Nyeri semakin berat
saat pasien beraktivitas dan membaik saat beristirahat. Awalnya keluhan
dirasakan ringan namun semakin lama semakin berat sejak sehari sebelum masuk
RS.
Buang air kecil dikatakan positif normal tanpa penurunan frekuensi dan volume
urin, nyeri saat berkemih, dan darah dalam urin. Buang air besar juga dikatakan
positif normal dengan kotoran berwarna hitam disangkal. Riwayat sesak, batuk,
dan panas badan disangkal oleh pasien.
Saat diperiksa (29 Juli 2015) pasien dalam keadaan membaik dengan keluhan
mata kabur sudah tidak dirasakan, keluhan lemas, mual, dan nyeri kepala juga
sudah tidak dikeluhkan oleh pasien. Pasien kemudian mengatakan bahwa nafsu
makan dan minum telah kembali seperti semula dan tidak ada keluhan pada BAB
dan BAK. Ketika ditanya mengenai volume BAK dalam waktu satu hari pasien
mengatakan setelah ditampung jumlahnya tidak sampai memenuhi botol air
mineral 600 ml.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan dirinya belum pernah mengalami gejala seperti ini
sebelumnya. Pasien memiliki riwayat Hipertensi lama tidak terkontrol yang
diketahui sejak tiga tahun yang lalu. Penyakit jantung dan diabetes disangkal oleh
pasien.
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Sakit sedang
E4, V5, M6; Compos mentis
200 / 100 mmHg
84 kali / menit
18 kali / menit
36,8oC
158 cm
60 kg
24.03 kg/m2
2. Pemeriksaan Umum
Kepala
Wajah
Mata
Kelopak mata
Pupil
Konjungtiva
Kornea
Lensa
Sklera
Telinga
Parotis
Hidung
:
:
Mulut
Bibir
Mukosa mulut
Gigi Geligi
Gusi
Lidah
Tonsil dan faring
Bau nafas
:
:
:
:
:
:
:
:
Leher
JVP
: PR 0 cmH2O
Kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran, bruit kelenjar tiroid (-)
Pembesaran limph node : posterior auricular (-), occipital (-), superficial
cervical (-), deep cervical (-), preauricular (-)
parotid (-), tonsilar (-), submental (-),
submandibular (-), subclavicular (-)
Thoraks
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
N | N
N | N
N | N
Whezing - | - | - | -
Whezing - | - | - | -
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Ekstremitas
D.
Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap ( 27 Juli 2015 )
TES
WBC
#NEUT
#LYMPH
#MONO
#EOS
#BASO
RBC
HGB
HASIL
6,09
3,75
1,48
0,586
0,223
0,049
2,63 (L)
6,99 (L)
NORMAL
4.1 11.0
2.5 7.5
1.0 4.0
0.1 1.2
0.0 0.5
0.0 0.1
4.50 5.90
13.5 17.5
UNIT
10^3/L
10^3/L
10^3/L
10^3/L
10^3/L
10^3/L
10^6/L
g/dL
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
22,7 (L)
86,3
26,6
30,8 (L)
221
41.0 53.0
80.0 100.0
26.0 34.0
31.0 36.0
150 440
%
fL
Pg
g/dL
10^3/L
Hasil
12,1
7,9 (L)
62 (H)
5,69 (H)
95
138,00
452
Satuan
u/L
u/L
Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl
Mmol/L
Mmol/L
Nilai Rujukan
11,00 33,00
11,00 50,00
8,00-23,00
0,70-1,20
70,00-140,00
136,00-145,00
3,5-5,1
Hasil
7,31 (L)
35,00
108,00 (H)
17,6 (L)
18,7 (L)
-8,7
98,00
Satuan
mmHg
mmHg
Mmol/L
Mmol/L
Mmol/L
%
Nilai Normal
7,35-7,45
35,00-45,00
80,00-100,00
22,00-26,00
24,00-30,00
-2,00-2,00
95,00-100,00
Nilai
Nilai Normal
1.005
7 (Rendah)
Neg
Neg
150 (+++)
Normal
Neg
Normal
Neg
25 (++)
Kuning Pucat
Negatif
7.35-7.45
Neg
Neg
Neg
Normal
Neg
Normal
Neg
Neg
Kuning Pucat-Kuning
1-2
-
< 6/lp
< 3/lp
Sel Epitel
Sel Gepeng
Kristal
Lain Lain
0-1
-
Hasil
57 (H)
5,51 (H)
6,6 (H)
8,83
5,43 (H)
Satuan
Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl
Nilai Rujukan
8,00-23,00
0,50-0,90
2,00-5,70
8,40-9,70
2,7-4,5
anorganik
Serum iron (SI)
TIBC
43,9 (L)
228 (L)
ug/L
ug/L
50,00-170,00
261,00-478,00
Hasil
7,33 (L)
36,00
103,00 (H)
19 (L)
18,7 (L)
-6,9
97,00
Satuan
mmHg
mmHg
Mmol/L
Mmol/L
Mmol/L
%
Nilai Normal
7,35-7,45
35,00-45,00
80,00-100,00
22,00-26,00
24,00-30,00
-2,00-2,00
95,00-100,00
Satuan
ng/ml
COI
COI
Nilai Normal
13-150
80,00-100,00
Hasil
317,9 (H)
0,475
Non-Reaktif
Cor
Pulmo
normal
Sinus pleura kanan kiri tajam
Diaphragma kanan kiri normal
Tulang-tulang
: Tidak nampka kelainan
KESAN
: Cardiomegali, Pulmo tidak nampak kelainan
: Kesan membesar
:Tak tampak infiltrat/nodul. Corakan bronkovaskular
E.
Assesment
Observasi cardiomegali e.c susp. HHD
- Hipertensi urgency
- Retinopati hipertensi schiae III
Penyakit ginjal kronik stage V e.c susp. PNC
- Anemia sedang N-N
F.
Rekomendasi Penatalaksanaan
a.
-
Terapi farmakologis
IVFD NaCl 0,9% 8 tpm
Diet Diet CKD 35 kal/kgBB + 0,8 gr prot/kgBB + rendah garam
Asam folat 2x2mg i.o
Captopril 3x25 mg i.o
Amlodipin 1x10 mg i.o
Transfusi PRC 1 kolf sampai Hb > 9 gr/dL
HD elektif
Edukasi
Berikan edukasi tentang obat yang diminum & gaya hidup sehat
Mengisi waktu dengan kegiatan yang menarik dan bermanfaat bagi pasien
a.
c.
Planning Diagnostik
Foto polos abdomen
DL post transfusi
USG Urologi
Planing Monitoring
Vital sign, keluhan, balance cairan, dan BUN-SC, AGD, elektrolit post HD
5.
Prognosis : Ad vitam
: dubia
Ad funtionam
: dubia ad malam
Ad sanatoniam
: dubia ad malam
BAB IV
PEMBAHASAN
The Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO, 2012) mendefinisikan
CKD sebagai (1) kerusakan ginjal yang terjadi selama tiga bulan atau lebih, berupa
kelainan struktural atau fungsional ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG), dengan manifestasi kelainan patologis atau petanda (marker)
kerusakan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah maupun urin, atau
kelainan dalam tes pencitraan; atau (2) LFG < 60 ml/menit/1,73m 2 selama tiga bulan
atau lebih, dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Berdasarkan derajat penyakit, yang
ditentukan dari nilai laju filtrasi glomerulus, maka KDIGO merekomendasikan
klasifikasi CKD menjadi 5 stadium. Menurut klasifikasi ini, CKD stage V ditegakkan
bila nilai LFG < 15 ml/menit/1,73 m2.4
Gejala klinik yang ditunjukkan oleh penderita CKD meliputi: (1) sesuai dengan
penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius, batu
traktus urinarius, hipertensi, hiperurisemi, Lupus Eritematosus Sistemik dan lain
sebagainya. (2) gejala-gejala Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi,
anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overloaded),
neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma. (3)
Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
klorida).4 Pada pasien dengan CKD stage V yang menjalani hemodialisa juga
berpotensi untuk terkena penyakit nosokomial.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, maka pasien ini
didiagnosis dengan penyakit ginjal kronik stage V e.c suspect PNC dengan hasil GFR
didapatkan < 15 yang sesuai dengan klasifikasi stage V. Selain itu, pada pasien juga
didapatkan diagnosis anemia sedang, asidosis metabolik. Dari hasil anamnesis pada
pasien ditemukan kesesuaian antara teori dengan yang terjadi pada pasien. Pada
pasien WS, perempuan, umur 68 tahun didapatkan keluhan mual dan muntah yang
sudah terjadi sejak 6 hari SMRS. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada pasien CKD
terdapat gejala-gejala sindrom uremia seperti lemah dan mual muntah.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan anemia sedang, peningkatan kadar BUN,
peningkatan kreatinin, penurunan SGPT, sedangkan SGOT masih dalam batas normal
namun sudah mendekati batas bawah nilai rujukan normal, asidosis metabolik
terkompensasi,
proteinuria.
Kemudian
berdasarkan
teori
bahwa
Gambaran
laboratorium CKD meliputi: (1) sesuai dengan penyakit yang mendasarinya; (2)
penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum serta
penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault; (3) kelainan
biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin (anemia), peningkatan kadar
asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik, dan (4) kelainan urinalisis yang
meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, isostenuria.
Hal ini sesuai dengan temuan yang terjadi pada pasien ini yang menunjukan bahwa
terdapat penurunan fungsi ginjal yang ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan
kreatinin serta terjadi penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus
Kockcroft-Gault. Selain itu pada pemeriksaan hasil kimia klinik didapatkan bahwa
temuan pada pasien dengan teori menunjukan kesaamaan seperti didapatkan adanya
anemia dengan penurunan kadar hemoglobin, serta asidosis metabolik. Selain itu juga
didapatkan hal yang serupa pada pemeriksaan urinalisis dengan temuan proteinuria
dan hematuria.
Pemeriksaan radiologis pada CKD meliputi foto polos abdomen, pielografi intravena,
ultrasonografi, serta renografi. Pada foto polos abdomen bisa tampak adanya batu
radioopak. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh
kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan. Pielografi antegrad atau
retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan
ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu
ginjal, kista, massa, kalsifikasi. Sedangkan
> 9 gr/dL. Penatalaksanaan CKD meliputi: (1) terapi spesifik terhadap penyakit
dasarnya, (2) pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (faktor komorbid
tersebut antara lain gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol,
infeksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras atau peningkatan
aktivitas penyakit dasarnya), (3) memperlambat perburukan fungsi ginjal (restriksi
protein dan terapi farmakologis),(4) pencegahan dan terapi terhadap penyakit
kardiovaskular
(pengendalian
diabetes,
hipertensi,
dislipidemia,
anemia,
untuk
mengatasi hipertensi.3,4 Pada pasien telah melakukan dialisis sehingga diberikan diet
tinggi kalori 35 kkal/kgBB/hari dan protein (0,8gr/kgBB/hari).
Pemberian asam folat 2x2mg bertujuan untuk mengurangi faktor resiko terjadinya
ateroskelerosis. Pemberian asam folat ditujukan untuk mencegah terjadinya
hiperhomosistein yang berperan sebagai aterogenesis.
Pemberian transfusi PRC 1 kolf sampai Hb > 9 gr/dL bertujuan untuk mengoreksi
anemia sedang pada pasien. Diharapkan pembaerian tranfusi dapat mencapai target
Hb > 9 gr/dL.
Pemberian Captopril 3x25 mg dan Amlodipin 1x10 mg i.o untuk mengontrol tekanan
darah yang tinggi pada pasien. Pada pasien CKD diperlukan perhatian dalam
pemberian pengobatan hipertensi, dikarenakan pada pasien CKD didapatkan
penurunan fungsi ekskretori, sehingga diperlukan perhatian terhadap obat yang
diberikan agar tercapai target pengobatan dan menguragi penurunan fungsi ginjal
lebih lanjut. Pemilihan Captopril didasarkan pada konsensus JNC VII pada pasien
hipertensi dengan CKD dapat diberikan ACEi sebagai terapi. Sedangkan Amlodipin
yang merupakan golongan ARBs memiliki efek yang sama dengan ACEi.
BAB V
SIMPULAN
Berdasarkan The Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO,
2012), definisi Penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah kerusakan ginjal yang terjadi
selama tiga bulan atau lebih, berdasarkan kelainan patologik atau petanda kerusakan
ginjal seperti kelainan pada pemeriksaan urinalisis, dengan penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG) ataupun tidak.
Salah satu tujuan tata laksana Penyakit Ginjal Kronis adalah untuk
menghambat penurunan laju filtrasi glomerulus dan mengatasi komplikasi PGK
stadium akhir. Diet/nutrition care pada pasien PGK memeran peranan penting dalam
tata laksana PGK. Status gizi kurang masih banyak dialami pasien PGK. Faktor
penyebab gizi kurang antara lain adalah asupan makanan yang kurang sebagai akibat
dari tidak nafsu makan, mual dan muntah. Untuk mencegah penurunan dan
mempertahankan status gizi, perlu perhatian melalui monitoring dan evaluasi status
kesehatan serta asupan makanan oleh tim kesehatan. Pada dasaranya pelayanan dari
suatu tim terpadu yang terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi serta petugas kesehatan
lain diperlukan agar terapi yang diperlukan kepada pasien optimal. Asuhan gizi
(Nutrition Care) betujuan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi agar mencapai status
gizi optimal, pasien dapat beraktivitas normal, menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit, yang pada akhirnya mempunyai kualitas hidup yang cukup baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
3. Mansjoer A, et al. 2002. Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid
40.
7. National Kidney Foundation. 2002. K/DOQI Clinical Practice Guidelines for