Anda di halaman 1dari 15

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pendahuluan

Alergi adalah suatu reaksi hipersensitivitas yang diawali oleh mekanisme


imunologis, yaitu akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen tertentu,
yang berikatan dengan sel mast. Reaksi timbul akibat paparan terhadap bahan yang
pada umumnya tidak berbahaya dan banyak ditemukan dalam lingkungan, disebut
alergen. Alergen dapat masuk ke dalam tubuh melalui beberapa cara seperti inhalasi,
kontak langsung, saluran cerna, atau suntikan.9 Oleh karena itu, alergi juga dapat
disebabkan oleh anestesi lokal.

2.2

Anestesi Lokal

2.2.1

Definisi Anestesi Lokal

Anestesi lokal adalah obat yang diberikan secara lokal (topikal atau suntikan)
dalam kadar yang cukup dapat menghambat hantaran impuls pada saraf yang dikenai
oleh obat tersebut. Obat-obat ini menghilangkan rasa atau sensasi nyeri terbatas pada
daerah tubuh yang dikenai tanpa menghilangkan kesadaran.1,10 Anestesi lokal
merupakan metode yang dapat diandalkan dan sederhana untuk beberapa prosedur
bedah minor tetapi dapat menjadi kontraindikasi oleh alergi atau infeksi lokal.
Anestesi lokal yang ideal yaitu: 1,11-12
1.

Poten dan bersifat sementara (reversible)

2.

Masa pemulihan tidak terlalu lama

3.

Tidak megiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara menetap

4.

Tidak menimbulkan reaksi lokal, sistemik atau alergik

5.

Mula kerja cepat dengan durasi memuaskan

6.

Larut dalam air

7.

Stabil dalam larutan dan dapat disterilkan

8.

Harga murah.

2.2.2

Penggolongan Anestesi Lokal

Bahan anestesi lokal terbagi atas dua golongan yaitu ester dan amida.13 Obat
anestesi lokal yang biasa dipakai di negara kita untuk golongan ester adalah prokain,
sedangkan golongan amida adalah lidokain dan bupivakain. Secara garis besar ketiga
obat ini dapat dibedakan sebagai berikut:14
Tabel 1. Jenis Anestesi Lokal
Prokain

Lidokain

Bupivakain

Golongan

Ester

Amida

Amida

Mula Kerja

2 menit

5 menit

15 menit

Lama Kerja

30-45 menit

45-90 menit

2-4 jam

Metabolisme

Plasma

Hepar

Hepar

Dosis

Maksimal 12

(mm/kgBB)
Potensi

15

Toksisitas

10

2.2.3

Mekanisme Anestesi Lokal

Obat anestesi lokal mencegah transmisi impuls saraf dengan menghambat


pengiriman ion natrium melalui gerbang ion natrium selektif pada membran saraf.
Gerbang natrium sendiri adalah reseptor spesifik molekul obat anestesi lokal.
Penyumbatan gerbang ion yang terbuka dengan molekul obat anestesi lokal
berkontribusi sedikit sampai hampir keseluruhan dalam inhibisi permeabilitas
natrium. Kegagalan permeabilitas gerbang ion natrium untuk meningkatkan
perlambatan kecepatan depolarisasi seperti ambang batas potensial tidak tercapai
sehingga potensial aksi tidak disebarkan. Obat anestesi lokal tidak mengubah
potensial istirahat transmembran atau ambang batas potensial. Lokal anestesi juga
memblok kanal kalsium dan potasium dan reseptor Nmethyl-D-aspartat (NMDA)

dengan derajat yang berbeda-beda. Beberapa golongan obat lain, seperti antidepresan
trisiklik (amytriptiline), meperidine, anestesi inhalasi dan ketamin juga memiliki efek
memblok kanal sodium. Tidak semua serat saraf dipengaruhi sama oleh obat anestesi
lokal. Sensitivitas terhadap blokade ditentukan dari diameter aksonal, derajat
mielinisasi dan berbagai faktor anatomi dan fisiologi lain. Diameter yang kecil dan
banyaknya mielin meningkatkan sensitivitas terhadap anestesi lokal.14

2.2.4

Komplikasi Anestesi Lokal

Menurut Baart dan Brand, terdapat beberapa komplikasi anastesi lokal pada
saat pencabutan, yaitu:15
1.

Kerusakan Jarum

Penyebab umum patahnya jarum adalah gerakan tiba-tiba yang tidak terduga
pada pasien saat jarum memasuki otot atau kontak periosteum. Penyebab utamanya
adalah kelemahan jarum dengan membengkokkannya sebelum di insersi ke dalam
mulut pasien
2.

Parestesi

Pasien merasa kebas selama beberapa jam atau bahkan berhari-hari setelah
anestesi lokal. Penyebabnya karena trauma pada beberapa saraf, injeksi anestesi lokal
yang terkontaminasi alkohol atau cairan sterilisasi yang menyebabkan iritasi sehingga
dapat mengakibatkan edema dan sampai menjadi parastesi.
3.

Trismus

Trismus adalah kejang tetanik yang berkepanjangan dari otot rahang dengan
pembukaan mulut menjadi terbatas (rahang terkunci). Etiologinya karena trauma pada
otot atau pembuluh darah pada fossa infra temporal. Kontaminasi alkohol dan larutan
sterlisasi dapat menyebabkan iritasi jaringan kemudian menjadi trismus.
4.

Luka Jaringan Lunak

Disebabkan karena pasien secara tidak sadar menggigit bibir atau lidah pada
saat masa obat anestesi masih berlangsung.
5.

Hematoma

Hematoma dapat terjadi karena kebocoran arteri atau vena setelah blok nervus
alveolar superior posterior atau nervus inferior.

6.

Nyeri

Rasa nyeri saat melakukan anestesi lokal disebabkan oleh penggunaan jarum
yang tumpul, pengeluaran anestetikum dengan terlalu cepat, serta tidak menguasai
teknik anestesi lokal.
7.

Rasa Terbakar

Rasa terbakar disebabkan karena injeksi yang terlalu cepat pada daerah
palatal, kontaminasi dengan alkohol dan larutan sterilisasi juga menyebabkan rasa
terbakar.
8.

Infeksi

Penyebab utamanya adalah kontaminasi jarum sebelum administrasi anastesi.


Kontaminasi terjadi saat jarum bersentuhan dengan membran mukosa. Ketidakahlian
operator untuk teknik anastesi lokal dan persiapan yang tidak tepat dapat
menyebabkan infeksi.
9.

Edema

Edema disebabkan oleh trauma selama anestesi lokal, infeksi, alergi,


perdarahan, dan penyuntikan anestetikum yang terkontaminasi alkohol.
10.

Pengelupasan Jaringan

Iritasi yang berkepanjangan atau iskemia pada gusi akan menyebabkan


beberapa komplikasi seperti deskuamasi epitel dan abses steril. Penyebab deskuamasi
epitel, antara lain aplikasi topikal anestesi pada gusi yang terlalu lama, sensitivitas
yang sangat tinggi pada jaringan, adanya reaksi pada area topikal anestesi.
11.

Paralisis Nervus Fasialis

Paralisis nervus fasialis adalah suatu kelumpuhan pada nervus fasialis yang
dapat disebabkan oleh adanya kerusakan pada akson, sel-sel schwan dan selubung
mielin yang dapat mengakibatkan kerusakan saraf otak.

Komplikasi lain yang terjadi adalah komplikasi sistemik. Komplikasi sistemik


yang dapat muncul yaitu reaksi toksisitas atau yang biasa disebut juga dengan alergi.
Alergi yang sering ditimbulkan pada bidang kedokteran gigi salah satunya
disebabkan oleh anestesi lokal. Anestesi lokal yang sering menyebabkan terjadinya
alergi adalah golongan ester. Ester memiliki derivat ester yaitu asam paminobenzoic
yang dapat menginduksi reaksi alergi. Tanda-tanda reaksi alergi adalah terjadi
gangguan pernafasan yang dapat menyebabkan syok.12,14,29
2.3 Syok
2.3.1 Definisi Syok
Syok adalah gangguan hemodinamik dan metabolik karena ketidakadekuatan
aliran darah dan pengiriman oksigen pada kapiler dan jaringan tubuh. Keadaan ini
dimanifestasikan oleh hipotensi, takikardia, oliguria, kulit lembab, gelisah dan
perubahan tingkat kesadaran. Syok biasanya diakibatkan oleh suatu kondisi, gagal
jantung dan kerusakan neurologis.37
2.3.2 Klasifikasi Syok
Syok digolongkan ke dalam beberapa kelompok : 38-39
1.

Syok kardiogenik
Syok kardiogenik merupakan syok yang diakibatkan oleh syok yang

disebabkan kegagalan jantung, metabolisme miokard. Apabila lebih dari 40%


miokard ventrikel mengalami gangguan, maka akan tampak gangguan fungsi vital
dan kolaps kardiovaskular
2.

Syok hipovolemik
Syok hipovolemik merupakan syok yang diakibatkan oleh penurunan volume

cairan intravaskular.
3.

Syok distributif
Syok distributif merupakan syok yang terjadi akibat gangguan distribusi aliran

darah (pada seseorang yang sehat mendadak timbul demam tinggi dan keadaan umum
memburuk setelah dilakukan tindakan instrumentasi atau prosedur invasif).
4.

Syok obstruktif

Syok obstruktif merupakan syok yang terjadi akibat adanya gangguan


anatomis dari aliran darah berupa hambatan aliran darah.

2.4 Reaksi Hipersensitivitas


Sistem kekebalan tubuh merupakan bagian integral dari perlindungan manusia
terhadap

penyakit,

tetapi

mekanisme

perlindungan

imun

terkadang

dapat

menyebabkan reaksi merugikan pada host. Reaksi tersebut dikenal sebagai reaksi
hipersensitivitas. Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas
terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya.

16-17

Klasifikasi

tradisional untuk reaksi hipersensitivitas dari Gell dan Coombs yang saat ini
merupakan sistem klasifikasi yang paling umum digunakan yang membagi reaksi
hipersensitivitas menjadi 4 jenis yaitu: 17
1. Reaksi Tipe I (reaksi hipersensitivitas cepat ) melibatkan imunoglobulin E
(IgE) merilis histamin dan mediator lain dari sel mast dan basofil.
2. Reaksi

Tipe

II

(reaksi

hipersensitivitas

sitotoksik)

melibatkan

imunoglobulin G atau immunoglobulin antibodi M terikat pada permukaan sel


antigen dengan memfiksasi komplemen berikutnya.
3. Reaksi Tipe III (reaksi kompleks imun) melibatkan sirkulasi kompleks imun
antigen-antibodi yang tersimpan dalam venula postcapillary dengan memfiksasi
komplemen berikutnya.
4. Reaksi Tipe IV (reaksi hipersensitivitas lambat) dimediasi oleh sel T.

Gambar 2. Reaksi Hipersensitivitas35

2.5 Anafilaksis
2.5.1 Definisi Anafilaksis
Anafilaksis adalah reaksi hipersensitivitas Tipe I yang dapat fatal dan terjadi
dalam beberapa menit saja. Anafilaksis adalah reaksi hipersensitivitas Gell dan
Coombs tipe I atau reaksi alergi yang cepat, ditimbulkan IgE yang dapat mengancam
nyawa. Anafilaksis umumnya merupakan akibat dari lepasnya mediator-mediator
vasoaktif seperti histamin, yang mengakibatkan vasodilatasi, meningkatkan
permeabilitas kapiler dan kontraksi otot polos. Reaksi dapat dipicu berbagai alergen
seperti makanan, obat atau sengatan serangga dan juga lateks, latihan jasmani dan
bahan diagnostik lainnya. Pada 2/3 pasien dengan anafilaksis, pemicu spesifiknya
tidak dapat diidentifikasi.16,18,32
Manifestasi anafilaksis yaitu kesulitan bernafas, edema laring, dan atau
bronkospasme, sering diikuti dengan turunnya tekanan darah atau syok. Manifestasi
pada kulit adanya rasa gatal dan urtikaria dengan atau tanpa pembengkakan
merupakan reaksi anafilaktik sistemik. Manifestasi pada pencernaan termasuk mual,
muntah, kram perut dan diare.19
2.5.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi

Tidak ada bukti yang cukup kuat yang menyatakan usia, jenis kelamin,
pekerjaan atau lingkungan tempat tinggal merupakan faktor predisposisi reaksi
anafilaksis kecuali melalui paparan immunogen. Penyebab anafilaksis sangat
beragam, diantaranya adalah antibiotik, ekstrak alergen, serum kuda, zat diagnostik,
bisa (venom), produk darah, anestetikum lokal, makanan, enzim, hormon, dan lainlain. Antibiotik dapat berupa penisilin dan derivatnya, basitrasin, neomisin, terasiklin,
streptomisin, sulfonamid, dan lain-lain. Ekstrak alergen biasanya berupa rumputrumputan atau jamur, atau serum ATS, ADS dan anti bisa ular. Beberapa bahan yang
sering dipergunakan untuk prosedur diagnosis dan dapat menimbulkan anafilaksis
misalnya adalah zat radioopak, bromsulfalein, benzilpenisiloil-polilisin. Demikian
pula dengan anestetikum lokal seperti prokain atau lidokain.19-20,30,32
2.5.3 Gambaran Klinis
Secara klinis anafilaksis berlangsung cepat dan ditandai dengan gejala yang
tiba-tiba yaitu gatal-gatal, memerah pada wajah, sianosis, urtikaria diikuti dengan
turunnya tekanan darah dengan cepat lalu dapat juga terdapat edema dengan
peningkatan permeabilitas vaskular, berkembang menjadi obstruksi trakea yang
menyebabkan gangguan pernapasan dilanjutkan dengan hilangnya kesadaran hingga
kematian.16,18,21
2.5.4 Patofisiologi
Reaksi anafilaksis timbul bila sebelumnya telah terbentuk IgE spesifik
terhadap alergen tertentu. Alergen yang masuk kedalam tubuh lewat kulit, mukosa,
sistem pernafasan maupun makanan, terpapar pada sel plasma dan menyebabkan
pembentukan IgE spesifik terhadap alergen tertentu. IgE spesifik ini kemudian terikat
pada reseptor permukaan mastosit dan basofil. Pada paparan berikutnya, alergen akan
terikat pada Ige spesifik dan memicu terjadinya reaksi antigen antibodi yang
menyebabkan terlepasnya mediator yakni antara lain histamin dari granula yang
terdapat dalam sel. Ikatan antigen antibodi merilis histamin, komponen dari
komplemen, sitokin dan zat vasoaktif lain yang menyebabkan vasodilatasi,
peningkatan permeabilitas kapiler dan bronkokonstriksi dan ikatan ini juga memicu

sintesis SRS-A (Slow reacting substance of Anaphylaxis) dan degradasi dari asam
arachidonik pada membran sel, yang menghasilkan leukotrine dan prostaglandin.
Reaksi ini segera mencapai puncaknya setelah 15 menit. Efek histamin, leukotrine
(SRS-A) dan prostaglandin pada pembuluh darah maupun otot polos bronkus
menyebabkan timbulnya gejala pernafasan dan syok.22-23

2.5.5 Penatalaksanaan
Tindakan awal yang harus dilakukan adalah memposisikan pasien dalam
keadaan supin. Dan harus diperhatikan tingkat kesadaran pasien yang mengalami
syok anafilaktik ini.

Gambar 2. Penatalaksanaan Anafilaksis36


Jika kesadaran pasien menurun dan ditemukan keadaan cardiac arrest maka
hal yang harus dilakukan adalah RJPO (Resusitasi Jantung Paru) Tahap-tahap RJPO
yang dilakukan pada dental chair yaitu: 24,27,30
1. Singkirkan semua barang atau benda-benda berbahaya dan mengganggu
seperti dental instrument.
2. Posisikan kursi mengarah horizontal dari lantai
3. Posisi operator berada di samping dental chair dan lutut operator sejajar
dengan tubuh pasien
4. Lakukan tahap RJPO.

Gambar 3. Tahap-tahap pelaksanaan RJPO31

Pengenalan dini dari reaksi anafilaksis adalah wajib, karena kematian terjadi
dalam beberapa menit sampai beberapa jam setelah gejala pertama. Gejala ringan
seperti pruritus dan urtikaria dapat dikontrol dengan pemberian 0,3-0,5 ml epinefrin
melalui subkutan atau intramuskular, dengan mengulangi dosis yang diperlukan pada
interval 20 menit untuk reaksi yang berat. Injeksi melalui intravena mulai diberikan
dengan dosis 2-10 ml epinefrin diencerkan 1:100.000 dengan interval pemberian 5-10
menit. Untuk penambahan volume larutan dapat ditambahkan normal saline dan
dopamin jika terjadi hipotensi yang berat. Penggunaan antihistamin difenhidramin
juga diperlukan yang berfungsi untuk urtikaria, angiodema, dan bronkospasme. Dosis
yang

diberikan

adalah

sebanyak

50-100

mg

melalui

intravena

atau

intramuskular.19,21,30
2.5.6 Pencegahan
Cara mengatasi anafilaksis yang terbaik adalah dengan pencegahan. Insidensi
anafilaksis dapat dicegah dengan melakukan anamnesa yang tepat dan baik pada
pasien sebelum tindakan dilakukan. Anamnesa terdiri dari menanyakan riwayat
kesehatan dan secara hati-hati menghindari obat-obat yang dicurigai menimbulkan
reaksi. Sebelum tindakan anestesi terdapat pengujian untuk alergi terhadap lokal
anestesi termasuk dalam tes vivo seperti tusukan, goresan and patch test, injeksi
intradermal dan bahkan peningkatan dosis. Injeksi intradermal atau yang biasa
dikenal dengan skin test sering dilakukan ketika pasien tidak mengetahui apakah dia
memiliki alergi terhadap bahan anestesi atau obat-obatan. Skin test adalah
suatu pengujian yang dilakukan pada kulit untuk mengidentifikasi substansi alergi
(alergen) yang menjadi pemicu timbulnya reaksi alergi.18,25-26,,28,31
2.6 Pengetahuan
2.6.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan
panca indranya dan berbeda dengan kepercayaan, tahayul dan peneranganpenerangan yang keliru.

Pengetahuan juga diartikan sebagai hasil penginderaan manusia atau hasil


tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung dan
sebagainya) dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan
pengetahuan. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek.33-34

2.6.2 Tingkatan Pengetahuan


Ada 6 (enam) tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif,
yaitu:

34

a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan
sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan
sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan

kata

kerja,

seperti

dapat

menggambarkan

(membuat

bagan),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.


e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

2.7 Kerangka Teori

Reaksi Hipersensitivitas

Reaksi Lokal

Reaksi Tipe I

Reaksi Tipe II

Reaksi Sistemik

Reaksi
Pseudoalergi

Anafilaksis

Makanan

Hormon

Anestesi
Lokal

Amida

Ester

Prokain

Lainnya

Reaksi Tipe III

Reaksi Tipe IV

2.8 Kerangka Konsep

1. Definisi
Anafilaktik
2. Gambaran Klinis
3. Manifestasi
Syok Anafilaktik

4. Penatalaksanaan
Anafilaktik
5. Pencegahan

Anestesi Lokal

Tingkat Pengetahuan
Mahasiswa
Kepaniteraan Klinik

Anda mungkin juga menyukai