Anda di halaman 1dari 3

KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP AGAMA

Mengapa manusia perlu beragama? Dan apa pula hakikat agama itu? Jawaban
kedua pertanyaan ini seharusnyta diajukan oleh tiap orang yang memeluk
sebuah agama. Tapi barangkali hanya sedikit orang yang mengetahui dengan
tepat apa itu agama dan mengapa ia beragama. Karenanya tak mengherankan jika
banyak pula orang yang mengaku memeluk suatu agama namun ia tak tahu
bagaimana ia mengamalkan agamnya.
Agama atau ad-dien dalam bahasa arabnya adalah : "Keyakinan (keimanan)
tantang suatu dzat ketuhanan (Ilahiyah) yang pantas untuk menerima ketaatan
dan ibadah". Ini adalah definisi secara umum. Karenanya semua keyakinan
tentang dzat ketuhanan disebut agama, walaupun itu murni hasil "kreatifitas"
otak manusia.
Kebutuhan terhadap agama
Bahwa sebagian besar penghuni bumi ini beragama adalah sebuah kenyataan yang
tak bisa dipungkiri. Hal ini memunculkan sebuah pertanyaan "Mengapa manusia
beragama?". Jawabnya adalah karena manusia butuh terhadap agama. Dr. Yusuf
Al-Qaradhawy dalam bukunya "Madkhal li-Ma'rifatil Islam"-Pengantar Kajian
Islam- menyebutkan paling tidak ada lima faktor yang menyebabkan manusia
butuh terhadap agama:
1. Kebutuhan akal terhadap pengetahuan mengenai hakikat eksistensi terbesar.

Betapapun cerdasnya manusia, jika hanya dengan akalnya ia tak akan bisa
menjawab dengan pasti pertanyaan: darimana ia berasal?, kemanakah ia setelah
mejalani hidup ini? dan untuk apa ia hidup?. Banyak filosof dan pemikir yang
mencoba mencari jawaban pertanyaan-pertanyaan ini, namun tak ada jawaban
pasti yang dapat mereka berikan. Karenanya tak mengherankan jika
jawaban-jawaban itu berbeda-beda satu dengan yang lain. Ini terjadi karena
jawaban-jawaban yang mereka berikan hnya didasarkan pada asumsi-asumsi dan
prasangka.
Jawaban pasti terhadap pertanyaan-pertanyaan diatas hanya bisa didapatkan
melui agama dan itu pun tidak semua agama. Sebab pada hakikatnya jawaban
pati itu adalah berasal dari Tuhan yang menciptakan manusia dan jagat raya
ini. Dan saat ini hanya Islamlah yang mempunyai sumber autentik firman
Tuhan, yaitu Al-Qur'an. Selain Al-Qur'an semua sudah tercampur dengan
perkataan manusia, bahkan ada yang murni hasil karya manusia namun dianggap
firman Tuhan.
2. Kebutuhan fitrah manusia
Bukti yang paling jelas membuktikan bahwa secara fitrah manusia butuh
terhadap agama adalah kenyataan bahwa semua bangsa mengenal kepercayaan
terhadap dzat yang dianggap agung. Baik itu bangsa yang primitif maupun yang
berperadaban, yang di barat maupun yang di timur, yang kuno maupun yang

modern. Sedangkan orang-orang yang mengaku tidak percaya terhadap Tuhan, itu
sebenarnya adalah hanya sebuah pelarian dari rasa kecewa terhadap agama yang
mereka lihat. Padahal yang salah adalah ajaran agama itu dan sama sekali itu
tidak membuktikan bahwa Tuhan tidak ada.
Tentang kebutuhan fitri terhadap agama ini Allah berfirman :
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah). (Tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu".(Qs.
Ar-Rum:30)
3. Kebutuhan manusia terhadap kesehatan jiwa dan kekuatan rohani
Kehidupan manusia tak selamanya mulus tanpa kerikil dan batu sandungan. Ada
saat-saat gembira, bahagia, damai dan tentram namun juga ada saat diaman ia
sedih, gundah, menderita dan tertimpa musibah. Disaat jiwa sedang dalam
kondisi lemah seperti itulah semakin terasa ia membutuhkan kekuatan yang
bisa mengembalikan rasa bahagia, tentram dan damai yang hilang. Atau paling
tidak ia bisa menghadapi semua itu dengan jiwa yang besar, ketabahan dan
kesadaran.
Keyakinan dan keimanan terhadap agamalah sumber kekuatan itu. Sebab hanya
agamalah yang mengajarkan tentang kepercayaan terhadap takdir, tawakkal,
kesabaran, pahala dan siksa. Dengan kepercayaan terhadap takdir ia bisa
dengan mudah menerima kenyataan. Dengan tawakkal ia tidak akan terlalu
kecewa jika ternyata jerih payahnya tak sesuai dengan harapan. Dan dengan
kepercayaan terhadap pahala dan siksa ia akan bisa segera bangkit kembali
tatkala didzalimi orang lain. Dengan kepercayaan semacam itulah jiwa akan
menjadi sehat dan rohani akan menjadi kuat.
Tentang kaitan antara agama dan kesehatan jiwa ini Dr. Karl Bang memberikan
kesaksian: "Setiap pasien yang berkonsultasi padaku semenjak tiga puluh
tahun yang lalu yang berasal dari seluruh penjuru dunia, ternyata
sesungguhnya penyebab sakit mereka adalah kurangnya keimanan dan goyahnya
akidah mereka. Sementara mereka tidak akan mendapatkan kesembuhan kecuali
setelah mereka mengembalikan keimana mereka".
4. Kebutuhan masyrakat terhadap motivasi dan disiplin akhlak.
Hukum dan peraturan jelas tidak bisa menjamin bahwa anggota sebuah
masyarakat akan bisa melaksanakan kebaikan, menunaikan kewajiban dan
meninggalkan larangan. Sebab hukum dan peraturan itu tidak bisa menciptakan
motivasi dan menumbuhkan kedisiplinan. Karena memanipulasi hukum adalah
suatu hal yang mungkin terjadi dan mencurangi peraturan adalah bukan hal
sulit untuk dilakukan.
Hukum dan peraturan hanyalah sebuah perwujudan dari pengawasan eksternal,
dan itu tidak cukup. Masyarakat membutuhkan motivasi internal yang kita
kenal dengan hati nurani. Dengan membina hati nurani inilah seorang manusia
akan termotivasi untuk melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan dengan

sukarela walaupun tanpa ada pengawasan dari manusia dan tekanan dari hukum
dan peraturan.
Peran pembinaan terhadap hati nurani inilah yang tak dapat dilakukan selain
oleh agama. Apalagi agama juga mengajarkan adanya "pengawasan melekat" oleh
Tuhan terhadap seluruh perbuatan manusia. Motivasi hati nurani dan
"pengawasan melekat" seperti inilah yang bisa menjamin suburnya nilai-nilai
kebaikan dan akhlak mulia dalam masyarakat.
Marilah kita simak kata-kata Voltair berikut ini:
"Mengapa kalian meragukan eksistensi Tuhan, padahal kalau bukan karena Tuhan
niscaya istriku telah mengkhianatiku (berbuat serong) dan pembantuku telah
mencuri hartaku".
5. Kebutuhan masyarakat kepada solidaritas dan soliditas.
Agama sesungguhnya memiliki peran yang sangat besar urgensinya dalam
mengeratkan hubungan antara manusia satu sama lain, dalam status mereka
semua sebagai hamba milik satu Tuhan (Allah) yang talah menciptakan mereka
dan dalam status mereka semua sebagai anak dari satu bapak (Adam) yang telah
menurunkan mereka, terlebih lagi dengan persaudaraan akidah dan ikatan iman
yang dibangun oleh agama diantara mereka. Bahkan ikatan akidah dan keimanan
ini melampaui batas-batas bangsa, suku, warna kulit jenis kelamin dan
melebihi ikatan darah dan kekerabatan. Maka tidak mengherankan jika kita
menemukan mereka mencintai yang lainnya sebagaimana ia mencintai dirinya
sendiri, rela mengorbankan nyawa demi saudaranya dan berlinang air mata
karena penderitaan saudaranya dinegeri lain yang dipisahkan jarak
beribu-ribu kilo meter. Dengan cinta dan pengorbanan semacam itulah sebuah
masyarakat menjadi solid dan kokoh

Anda mungkin juga menyukai