Anda di halaman 1dari 13

Bahan Sealant Berbasis Resin

a. Bahan matriks resin


Bahan matriksnya adalah bisfenol A-glisidil metakrilat (bis-GMA), suatu resin dimetakrilat.
Karena bis-GMA memiliki berat molekul yang lebih tinggi dari metal metakrilat, kepadatan
gugus metakrilat berikatan ganda adalah lebih rendah dalam monomer bis-GMA, suatu faktor
yang mengurangi pengerutan polimerisasi. Penggunaan dimetakrilat juga menyebabkan
bertambahnya ikatan silang dan perbaikan sifat polimer (Kenneth J Anusavice, 2004: 230).
Bis-GMA, urethane dimetrakilat (UEDMA), dan trietil glikol dimetakrilat (TEGDMA)
adalah dimetakrilat yang umum digunakan dalam komposit gigi. Monomer dengan berat
molekul tinggi, khususnya bis-GMA amatlah kental pada temperature ruang. Penggunaan
monomer pengental penting untuk memperoleh tingkat pengisi yang tinggi dan menghasilkan
konsistensi pasta yang dapat digunakan secara klinis. Pengencer bisa berupa monomer
metakrilat dan monomer dimetakrilat (Kenneth J Anusavice, 2004: 230).
Kebanyakan bahan resin saat ini menggunakan molekul bis-GMA, yang merupakan
monomer dimetakrilat yang disintesis oleh reaksi antara bisfenol-A dan glisidil metakrilat.
Reaksi ini dikatalisasi melalui sistem amine-peroksida (Lloyd Baum, 1997: 254).
b. Partikel bahan pengisi
Dimasukkannya partikel bahan pengisi ke dalam suatu matriks secara nyata meningkatkan
sifat bahan matriks bila partikel pengisi benar-benar berikatan dengan matriks. Penyerapan
air dan koefisiensi termal dari komposit juga lebih kecil dibandingkan dengan resin tanpa
bahan pengisi. Sifat mekanis seperti kekuatan kompresi, kekuatan tarik, dan modulus elastis
membaik, begitu juga ketahanan aus. Semua perbaikan ini terjadi dengan peningkatan
volume fraksi bahan pengisi (Kenneth J Anusavice, 2004: 230-1).
Bis-GMA saat ini merupakan matriks resin pilihan sebagai bahan sealant. Bisa dengan atau
tanpa bahan pengisi. Penambahan bahan pengisi meliputi serpih kaca mikroskopis, partikel
quartz dan bahan pengisi lainnya. Bahan ini membuat sealant lebih tahan terhadap abrasi
(Norman O. Harris, 1999: 246).
Bahan yang digunakan bahan pengisi makro adalah partikel-partikel halus dari komponen
silika, cristalin quartz, atau silikat glass boron. Quartz telah digunakan secara luas sebagai
bahan pengisi. Quartz memiliki keunggulan sebagai bahan kimia yang kuat. Sementara sifat

radiopak bahan pengisi disebabkan oleh sejumlah kaca dan porselen yang mengandung
logam berat seperti barium, strontium dan zirconium. Penambahan bahan pengisi mengurangi
pengerutan pada saat polimerisasi dan menambah kekerasan (Lloyd Baum, 1997: 254).
c. Bahan coupling
Bahan pengisi sangatlah penting berikatan dengan matriks resin. Hal ini memungkinkan
matriks polimer lebih fleksibel dalam meneruskan tekanan ke partikel yang lebih kaku. Ikatan
antara 2 fase komposit diperoleh dengan bahan coupling. Aplikasi bahan coupling yang tepat
dapat meningkatan sifat mekanis dan fisik serta memberikan kestabilan hidrolitik dengan
mencegah

air

menembus

sepanjang

antar

bahan

pengisi

dan

resin.

metakriloksipropiltrimetoksi silane adalah bahan yang sering digunakan sebagai bahan


coupling (Kenneth J Anusavice, 2004: 230-1).
d. Penghambat
Untuk mencegah polimerisasi spontan dari monomer, bahan penghambat ditambahkan pada
sistem resin. Penghambat ini mempunyai potensi reaksi kuat dengan radikal bebas. Bila
radikal bebas telah terbentuk, bahan penghambat akan bereaksi dengan radikal bebas
kemudian menghambat perpanjangan rantai dengan mengakhiri kemampuan radikal bebas
untuk mengawali proses polimerisasi. Bahan penghambat yang umum digunakan adalah
butylated hydroxytoluene (Kenneth J. Anusavice, 2004: 232).
e. Sifat bahan resin
Secara umum resin memiliki sifat mekanis yang baik, kelarutan bahan resin sangat rendah.
Sifat termis bahan resin sebagai isolator termis yang baik. Bahan resin memiliki koefisien
termal yang tinggi. Kebanyakan resin bersifat radiopaque (E.C Combe, 1992: 176-7).
Resin memiliki karakteristik warna yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan
perawatan. Sifat mekanis yang baik sehingga dapat digunakan pada gigi dengan beban
kunyah besar. Terjadinya pengerutan selama proses polimerisasi yang tinggi menyebabkan
kelemahan klinis dan sering menyebabkan kegagalan. Kebocoran tepi akibat pengerutan
dalam proses polimerisasi dapat menyebabkan karies sekunder. Pemolesan bahan harus
bagus karena kekasaran pada permukaan komposit dapat dijadikan tempat menempelnya plak
(Kenneth J Anusavice, 2004: 247).
f. Indikasi fisure sealant berbasis resin

Penggunaan sealant berbasis resin digukanan pada hal berikut:


a. Digunakan pada geligi permanen
b. Kekuatan kunyah besar
c. Insidensi karies relatif rendah
d. Gigi sudah erupsi sempurna
e. Area bebas kontaminasi atau mudah dikontrol
f. Pasien kooperatif, karena banyaknya tahapan yang membutuhkan waktu lebih lama.

2.7 Pengerasan Sealant Berbasis Resin


Terdapat dua tipe bis-GMA yaitu yang mengalami polimerisasi setelah pencampuran
komponen katalis dan yang mengalami polimerisasi hanya setelah sumber sinar yang sesuai.
Sampai sekarang sinar ultraviolet (panjang gelombang 365 nm) telah digunakan, tetapi telah
banyak digantikan oleh sinar tampak (biru) dengan panjang gelombang 430-490 nm (R.J
Andlaw, 1992: 58).
2.7.1 Pengerasan Sealant Berbasis Resin secara Otomatis
Proses ini kadang disebut dengan cold curing, chemical curing, atau self curing. Bahan yang
dipasok dalam 2 pasta, satu mengandung inisiator benzoil peroksida dan lainnya mengandung
amin tersier. Bila kedua pasta diaduk, amin bereaksi dengan benzoil peroksida untuk
membentuk radikal bebas dan polimerisasi tambahan dimulai (Kenneth J. Anusavice, 2004:
232).
Sealant bis-GMA dipolimerisasi oleh bahan amina organik akselerator yang terdiri atas dua
sistem komponen. Komponen pertama berisi bis-GMA tipe monomer dan inisiator benzoil
peroksida, dan komponen kedua berisi tipe monomer bis-GMA dengan akselerator 5% amina
organik. Monomer bis-GMA dilarutkan dengan monomer metal metakrilat. Sebuah bahan
sealant komersil berisi pigmen putih, dimana mengandung 40% bahan partikel quartz dengan
diameter rata-rata 2 mikrometer. Kedua komponen tadi bercampur sebelum diaplikasikan ke
gigi dan berpolimerisasi ikatan silang sebagai reaksi sederhana (Norman O.Harris, 1979: 30)

Pada bahan ini operator tidak memiliki kemampuan mengendalikan waktu kerja setelah
bahan diaduk. Jadi pembentukan kontur restorasi harus diselesaikan begitu tahap inisiasi
selesai. Jadi proses polimerisasi terus-menerus terganggu sampai operator telah
menyelesaikan proses pembentukan kontur restorasi (Kenneth J. Anusavice, 2004: 235).

2.7.2 Pengerasan Sealant Berbasis Resin dengan Sinar


Radikal bebas pemula reaksi polimerisasi terdiri atas foto-inisiator dan activator amin
terdapat dalam satu pasta. Bila tidak terkena sinar, maka kedua komponen tersebut tidak
bereaksi. Pemaparan terhadap sinar dengan panjang gelombang yang tepat (468 nm)
merangsang fotoinisiator berinteraksi dengan amin untuk membentuk radikal bebas yang
mengawali polimerisasi tambahan.
Foto-inisiator yang digunakan adalah camphoroquinone. Sumber sinar modern biasanya
berasal dari bohlam tungsten halogen melalui suatu filter sinar ultra merah dan spectrum sinar
tampak dengan panjang gelombang 500 nm (Gambar10). Waktu polimerisasi sekitar 20-60
detik. Untuk mengimbangi penurunan intensitas sinar, waktu pemaparan harus diperpanjang
2 atau 3 kali (Kenneth J. Anusavice, 2004: 232-5).
Saat ini telah tersedia bahan fissure sealant berbasis resin dalam syringe yang akan
berpolimerisasi setelah diaktivasi dengan sinar (Gambar 9). Sealant bis-GMA berpolimerisasi
dengan sinar ultraviolet (340-400 nm) adalah satu sistem tanpa diperlukan adanya
pencampuran. Tiga bahan kental monomer bis-GMA dilarutkan dengan 1 bagian monomer
metil metakrilat. Dengan aktivator berupa 2% benzoin metil eter (Robert G. Craig, 1979: 30).
2.8 Teknik Aplikasi Fissure Sealant Berbasis Resin
2.8.1 Pembersihan pit dan fisura pada gigi yang akan dilakukan aplikasi fissure sealant
menggunakan brush dan pumis (Gambar 1)
Syarat pumis yang digunakan dalam perawatan gigi:
a. Memiliki kemampuan abrasif ringan
b. Tanpa ada pencampur bahan perasa
c. Tidak mengandung minyak

d. Tidak mengandung Fluor


e. Mampu membersihkan dan menghilangkan debris, plak dan stain
f. Memiliki kemampuan poles yang bagus
2.8.2 Pembilasan dengan air
Syarat air:
a. Air bersih
b. Air tidak mengandung mineral
c. Air tidak mengandung bahan kontaminan
2.8.3 Isolasi gigi
Gunakan cotton roll atau gunakan rubber dam
2.8.4 Keringkan permukaan gigi selama 20-30 detik dengan udara.
Syarat udara :
a. Udara harus kering
b. Udara tidak membawa air (tidak lembab)
c. Udara tidak mengandung minyak
d. Udara sebaiknya tersimpan dalam syringe udara dan dihembuskan langsung ke
permukaan gigi.
2.8.4 Lakukan pengetsaan pada permukaan gigi
a. Lama etsa tergantung petunjuk pabrik
b. Jika jenis etsa yang digunakan adalah gel, maka etsa bentuk gel tersebut harus
dipertahankan pada permukaan gigi yang dietsa hingga waktu etsa telah cukup.
c. Jika jenis etsa yang digunakan adalah berbentuk cair, maka etsa bentuk cair tersebut
harus terus-menerus diberikan pada permukaan gigi yang dietsa hingga waktu etsa
telah cukup.

2.8.5 Pembilasan dengan air selama 60 detik


Syarat air sama dengan point 2.
2.8.6 Pengeringan dengan udara setelah pengetsaan permukaan pit dan fisura
a. Syarat udara sama dengan point 3.
b. Cek keberhasilan pengetsaan dengan mengeringkannya dengan udara, permukaan
yang teretsa akan tampak lebih putih
c. Jika tidak berhasil, ulangi proses etsa
d. Letakkan cotton roll baru, dan keringkan
e. Keringkan dengan udara selama 20-30 detik
2.8.7 Aplikasi bahan sealant
a. Self curing: campurkan kedua bagian komponen bahan, polimerisasi akan terjadi
selama 60-90 detik.
b. Light curing: aplikasi dengan alat pabrikan (semacam syringe), aplikasi penyinaran
pada bahan, polimerisasi akan terjadi dalam 20-30 detik.
2.8.8 Evaluasi permukaan oklusal
a. Cek oklusi dengan articulating paper
b. Penyesuaian dilakukan bila terdapat kontak berlebih (spot grinding)
(Donna Lesser, 2001)

2.9 Bahan Sealant Semen Ionomer Kaca


Semen ionomer kaca adalah nama generik dari sekelompok bahan yang menggunakan bubuk
kaca silikat dan larutan asam poliakrilat. Bahan ini mendapatkan namanya dari formulanya
yaitu suatu bubuk kaca dan asam ionomer yang mengandung gugus karboksil. Juga disebut
sebagai semen polialkenoat. Bahan dalam semen ionomer kaca terdiri atas bubuk dan cairan.
a. Bubuk semen ionomer kaca

Bubuk adalah kaca kalsium fluoroaluminosilikat yang larut dalam asam. Komposisi dari
bubuk semen ionomer kaca adalah silica, alumina, aluminium fluoride, calsium fluoride,
sodium fluoride, dan aluminium phosphate.

Bahan-bahan mentah digabung sehingga

membentuk kaca yang seragam dengan memanaskannya samapi temperature 1100-1500 C.


Lanthanum, strontium, barium, atau oksida seng ditambahkan untuk menimbulkan sifat
radiopak (Kenneth J. Anusavice, 2004: 449).
b. Cairan semen ionomer kaca
Cairan yang digunakan untuk semen ini adalah larutan asam poliakrilat dengan konsentrasi
50%. Cairannya cukup kental dan cenderung membentuk gel setelah beberapa waktu. Pada
sebagian besar semen, asam poliakrilat dalam cairan adalah dalam bentuk kopolimer dengan
asam itikonik, maleik atau trikarbalik. Asam-asam ini cenderung menambah reaktivitas dari
cairan, mengurangi kekentalan, dan mengurangi kecenderungan membentuk gel. Selain itu,
memperbaiki karakteristik manipulasi dan meningkatkan waktu kerja dan memperpendek
waktu pengerasan (Lloyd Baum, 1997: 254).
c. Pengerasan
Ketika bubuk dan cairan dicampur untuk membentuk suatu pasta (gambar 2), permukan
partikel kaca akan terpajan asam. Ion-ion kalsium, aluminium, natrium dan fluorin dilepaskan
ke dalam media yang bersifat cair. Rantai asam poliakrilat akan berikatan silang dengan ionion kalsium dan membentuk masa yang padat.
Selama 24 jam berikutnya, terbentuk fase baru dimana ion-ion aluminium menjadi terikat
dalam campuran semen. Ini membuat semen menjadi lebih kaku. Ion natrium dan fluorin
tidak berperan serta di dalam ikatan silang dari semen. Beberapa ion natrium dapat
menngantikan ion-ion hidrogen dari gugus karboksil, sementara sisanya bergabung dengan
ion-ion fluorin membentuk natrium fluoride yang menyebar merata di dalam semen yang
mengeras (Kenneth J. Anusavice, 2004: 451).
Mekanisme pengikatan ionomer kaca dengan struktur gigi belum dapat diterangkan dengan
jelas. Meskipun demikian, perekatan ini diduga terutama melibatkan proses kelasi dari gugus
karboksil dari poliasam dengan kalsium di kristal apatit pada enamel dan dentin. Ikatan antara
semen dengan enamel selalu lebih besar daripada ikatannya dengan dentin, mungkin karena
kandungan anorganiknya enamel yang lebih banyak dan homogenitasnya lebih besar
(Kenneth J. Anusavice, 2004: 452).

d. Sifat semen ionomer kaca


Semen ini memiliki sifat kekerasan yang baik, namun jauh inferior dibanding kekerasan
bahan resin. Kemampuan adhesi melibatkan proses kelasi dari gugus karboksil dari poliasam
dengan kalsium di kristal apatit enamel dan dentin. Semen ini memiliki sifat anti karies
karena kemampuannya melepaskan fluor. Dalam proses pengerasan harus dihindarkan dari
saliva karena mudah larut dalam cairan dan menurunkan kemampuan adhesi. Ikatan fisiko
kimiawi antara bahan dan permukaan gigi sangat baik sehingga mengurangi kebocoran tepi
tumpatan (Kenneth J. Anusavice, 2004: 453).
e. Indikasi fisure sealant semen ionomer kaca
Indikasi penggunaan Fissure sealant dengan semen ionomer kaca sebagai berikut:
a. Digunakan pada geligi sulung
b. Kekuatan kunyah relatif tidak besar
c. Pada insidensi karies tinggi
d. Gigi yang belum erupsi sempurna
e. Area yang kontaminasi sulit dihindari
f. Pasien kurang kooperatif

2.10 Teknik Aplikasi Fissure Sealant dengan Sealant Semen Ionomer Kaca
2.10.1 Pembersihan pit dan fisura pada gigi yang akan dilakukan aplikasi fissure sealant
menggunakan brush dan pumis (Gambar 1)
Syarat pumis yang digunakan dalam perawatan gigi:
a. Memiliki kemampuan abrasif ringan
b. Tanpa ada pencampur bahan perasa
c. Tidak mengandung minyak
d. Tidak mengandung Fluor

e. Mampu membersihkan dan menghilangkan debris, plak dan stain


f. Memiliki kemampuan poles yang bagus
2.10.2 Pembilasan dengan air
Syarat air:
a. Air bersih
b. Air tidak mengandung mineral
c. Air tidak mengandung bahan kontaminan
2.10.3 Isolasi gigi
Gunakan cotton roll atau gunakan rubber dam
2.10.4 Keringkan permukaan gigi selama 20-30 detik dengan udara.
Syarat udara :
a. Udara harus kering
b. Udara tidak membawa air (tidak lembab)
c. Udara tidak mengandung minyak
d. Udara sebaiknya tersimpan dalam syringe udara dan dihembuskan langsung ke
permukaan gigi.
2.10.5 Aplikasi bahan dentin kondisioner selama 10-20 detik (tergantung instruksi pabrik).
Hal ini akan menghilangkan plak dan pelikel dan mempersiapkan semen beradaptasi dengan
baik dengan permukaan gigi dan memberikan perlekatan yang bagus (Gambar 3).
2.10.6 Pembilasan dengan air selama 60 detik
Syarat air sama dengan point 2.
2.10.7 Pengeringan dengan udara setelah aplikasi dentin kondisioner permukaan pit dan
fisura dilakukan pembilasan
a. Syarat udara sama dengan point 3.

b. Keringkan dengan udara selama 20-30 detik


2.10.8 Aplikasikan bahan SIK pada pit dan fisura (Gambar 4).
2.10.9 Segera aplikasi bahan varnish setelah aplikasi fissure sealant dilakukan (Gambar 5).
2.10.10 Evaluasi permukaan oklusal
a. Cek oklusi dengan articulating paper
b. Penyesuaian dilakukan bila terdapat kontak berlebih (spot grinding)
(Departemen Kesehatan North Sidney, 2008)
TAHAPAN APLIKASI FISSURE SEALANT BERBASIS SEMEN IONOMER
KACA (Gambar 1-6)
(Dr J. Lucas dalam www. gcasia.info, 2008)

Gambar 1. Gigi molar yang baru erupsi


setelah

dilakukan

penyikatan

guna

menghilangkan plak dan debris.

Gambar 2. Pencampuran bahan fissure


sealant hingga merata.

Gambar 3. Pemberian kondisioner setelah


gigi dibersihkan dan dikeringkan.

Gambar 4. Aplikasi bahan pada pit dan


fisura.
Gambar 5. Aplikasi bahan varnish segera
setelah aplikasi bahan selesai.

Gambar 6. gigi molar yang telah dilakukan


fissure sealant.

TAHAPAN APLIKASI FISSURE SEALANT BERBASIS RESIN (Gambar 7-12)


(Dr. Crist Bryant dalam Donna Lesser, RDH, BS. 2001)

Gambar 7. Pit dan fisura pada gigi.

Gambar 8. Gigi molar yang telah dilakukan fissure


sealant dengan fissure sealant berbasis resin.

Gambar 9. Bahan fissure sealant berbasis resin


(light cure).
Gambar

10.

Aplikasi

sinar

tampak

untuk

membantu proses polimerisasi fissure sealant


berbasis resin

Gambar 11. Gigi-gigi yang telah dilakukan fissure


sealant berbasis resin berwarna pink sebelum
polimerisasi.

Gambar 12. Gigi-gigi yang telah dilakukan fissure


sealant

berbasis

polimerisasi.

resin

sewarna

gigi

setelah

Departement of Health North Sidney. 2008. Pit and Fissure Sealants: Use of in Oral Health
Service

NSW.

Diakses

dari

http://www.health.nsw.gov.au/policies/pd/2008/pdf/PD2008_028.pdf
Anusavice, Kenneth J. 1994. Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC
Harris, O Norman. 1999. Primary Preventive Dentistry Fifth Edition. USA: Appleton &
Lange
Lesser, Donna, RDH, BS. 2001. An Overview of Dental Sealants. Diakses dari
http://www.adha.org/downloads/sup_sealant.pdf pada 8 Juni 2009
Lucas,

J,

Dr

2008.

Fuji

VII

Pink

or

White.

Diakses

http://www.gcasia.info/australia/brochures/pdfs/7704_FUJI%20VII_NEW
%20FORMAT.pdf pada 8 Juni 2009

dari

Anda mungkin juga menyukai