Anda di halaman 1dari 5

FAKTOR RISIKO KANKER MENURUT TEORI

Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia.
Pada tahun 2012, sekitar 8,2 juta kematian disebabkan oleh kanker. Kanker paru, hati,
perut, kolorektal, dan kanker payudara adalah penyebab terbesar kematian akibat kanker
setiap tahunnya. Lebih dari 30% dari kematian akibat kanker disebabkan oleh lima faktor
risiko perilaku dan pola makan, yaitu: (1) Indeks massa tubuh tinggi, (2) Kurang konsumsi
buah dan sayur, (3) Kurang aktivitas fisik, (4) Penggunaan rokok, dan (5) Konsumsi alkohol
berlebihan. Merokok merupakan faktor risiko utama kanker yang menyebabkan terjadinya
lebih dari 20% kematian akibat kanker di dunia dan sekitar 70% kematian akibat kanker paru
di seluruh dunia. Kanker yang menyebabkan infeksi virus seperti virus hepatitis B/hepatitis C
dan virus human papilloma berkontribusi terhadap 20% kematian akibat kanker di negara
berpenghasilan rendah dan menengah. Lebih dari 60% kasus baru dan sekitar 70%
kematian akibat kanker di dunia setiap tahunnya terjadi di Afrika, Asia dan Amerika Tengah
dan Selatan. Diperkirakan kasus kanker tahunan akan meningkat dari 14 juta pada 2012
menjadi 22 juta dalam dua dekade berikutnya.
1. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks massa tubuh merupakan salah satu pengukuran rasio berat badan
terhadap tinggi badan yang dapat digunakan untuk menilai status gizi (Arisman
2002). Status gizi atau tingkat konsumsi pangan merupakan bagian penting dari
status kesehatan seseorang. Tidak hanya status gizi yang mempengaruhi kesehatan
seseorang, tetapi status kesehatan juga mempengaruhi status gizi seseorang
(Suhardjo 2003). Hubungan antara berat badan, indeks massa tubuh, dan berat
badan relatif dalam studi epidemiologi telah membuktikan adanya sebuah asosiasi
positif dengan kanker payudara, endometrium, dan ginjal. Pada kanker payudara,
hubungan yang positif terlihat pada wanita post menopause, sedangkan pada wanita
pre menopause hubungan ini relatif kecil. IMT pada masa remaja memiliki implikasi
untuk risiko kematian akibat kanker pada masa mendatang. Oleh karena itu,
mengukur IMT sepanjang hidup sangat penting untuk menentukan peningkatan risiko
obesitas (Mahan & Escott-Stump 2008). Penelitian Maso et al. (2008) menemukan
bahwa terdapat hubungan langsung antara IMT dengan kematian penderita kanker
payudara, hal ini juga telah ditemukan pada penelitian-penelitian sebelumnya.
Jika dilihat nilai IMT (berdasarkan kriteria WHO) prevalensi OR (jika
dibandingkan dengan yang kategori kurus) maka risiko kanker makin besar pada
mereka yang memiliki IMT yang besar. Hal ini diperkuat dengan kategori 0 besitas

abdominalis dimana OR (dibandingkan dengan yang tidak 0 besitas abdominalis)


sebesar 1,31 (95% CI 1,11 - 1,47). Untuk menetapkan keadaan 0 besitas dan berat
badan lebih, sering digunakan acuan BMI (Body Massa Index) atau Indeks Massa
Tubuh (IMT), yaitu berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (rn"). BMI digunakan
untuk menilai kegemukan berdasarkan massa tulang. The International Diabetes
Institute dari WHO untuk penelitian epidemiologi diabetes mellitus dan promosi
kesehatan bagi penyakit tidak menular, baru-baru ini mengusulkan klasifikasi berat
badan berdasarkan BMI untuk wilayah Asia Pasifik bagi orang Asia golongan usia
dewasa (Tabe1).
Tabel 1. Klasifikasi Berat Badan Berdasarkan IMT Versi WHO

2. Konsumsi Sayur dan Buah


Menurut Almatsier (2006) sayuran merupakan sumber vitamin A, vitamin C,
asam folat, magnesium, kalium dan serat, serta tidak mengandung lemak dan
kolesterol. Dianjurkan sayuran yang dimakan setiap hari terdiri dari campuran
sayuran daun, kacang-kacangan, dan sayuran berwarna jingga. Porsi sayuran dalam
bentuk tercampur yang dianjurkan sehari untuk orang dewasa adalah sebanyak 150200 gram atau 1.5-2 mangkok sehari. Buah secara keseluruhan merupakan sumber
vitamin A, vitamin C, kalium, dan serat. Buah tidak mengandung natrium, lemak
(kecuali alpukat), dan kolesterol. Porsi buah yang dianjurkan sehari untuk orang
dewasa adalah sebanyak 200- 300 gram atau 2-3 potong sehari berupa pepaya atau
buah lainnya.
World Cancer Research Fund dan American Institute for Cancer Reserch
pada tahun 2007 merekomendasikan untuk personal mengonsumsi sedikitnya lima
porsi/penyajian (sedikitnya 400 g) berbagai sayuran non-pati dan buah-buahan
setiap hari (Damayanthi 2008). Menurut Depkes (2007) salah satu cara mencegah

penyakit kanker adalah mengonsumsi sayur dan buah lebih dari 500 gram per hari.
Masyarakat yang mengonsumsi banyak sayur dan buah lebih sehat dengan risiko
penyakit degeneratif termasuk kanker yang rendah. Sifat protektif ini diyakini karena
kandungan berbagai jenis antioksidan yang terdapat di dalam sayur dan buah
(Silalahi 2006).
Hasil penelitian Zhang et al. (2009) di salah satu rumah sakit Guangdong,
Cina menunjukkan bahwa konsumsi sayur dan buah menjadi kebalikan dari faktor
risiko kanker payudara. Konsumsi sayur dan buah seperti sayur berdaun hijau tua,
sayur kursifera, wortel, tomat, pisang, semangka, dan pepaya merupakan kebalikan
dan memiliki hubungan yang signifikan terhadap kanker payudara. Sayur dan buah
bersifat melindungi atau mencegah perkembangan kanker termasuk kanker
payudara. Hal ini berkaitan dengan substansi potensial berupa antikarsinogenik yang
dikandung dalam sayur dan buah seperti karotenoid, vitamin C, vitamin E,
dihtiolthiones, isoflavon, dan isotiosianat.
Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan Perry (2009) pada wanita di
Asia Timur dan wanita di negara barat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
asupan tinggi sayuran dan buah segar dapat mengurangi risiko kanker payudara
baik pada wanita di Asia Timur maupun wanita di negara barat. Berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa makanan tradisional Asia Timur memiliki penekanan pada
penggunaan sayuran segar yang dapat menekan terjadinya kanker payudara.
3. Lama Melakukan Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor risiko dari kanker. Telah diketahui
bahwa semakin rendah aktivitas fisik, faktor risiko terjadinya kanker semakin besar.
Aktivitas fisik adalah faktor risiko dari kanker payudara yang dapat diubah. Faktor
risiko kanker akan menurun dengan adanya perubahan peningkatan aktivitas fisik
yang dilakukan (Margolis et al. 2005). Menurut hasil penelitian Indrati (2005) wanita
yang memiliki aktivitas fisik <4 jam/minggu memiliki risiko 9.7 kali lebih besar terkena
kanker payudara dibandingkan dengan wanita yang memiliki aktivitas fisik 4
jam/minggu.
Aktivitas fisik dapat mengurangi risiko kanker payudara. Dalam mengurangi
risiko kanker payudara aktivitas fisik dikaitkan dengan kemampuannya meningkatkan
fungsi kekebalan tubuh, menurunkan lemak tubuh, dan mempengaruhi tingkat
hormon (Vogel 2000). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Peters et al. (2009)
diketahui bahwa hubungan aktivitas fisik dengan risiko kanker payudara secara
sugestif dimodifikasi oleh IMT. Hal ini banyak ditemukan pada wanita yang memiliki
kelebihan berat badan (IMT >25 kg/m2) dibandingkan dengan wanita yang kurus
(IMT <25 kg/m2).

4. Merokok
Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling
penting, yaitu 85% dari seluruh kasus (Wilson, 2005). Rokok mengandung lebih dari
4000 bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker.
Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah
batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya
berhenti merokok (Stoppler, 2010).
5. Alkohol
Asupan alkohol yang berlebihan juga dapat meningkatkan risiko, berdasarkan
analisis terbaru berdasarkan 53 penelitian menunjukkan bahwa sekitar 4% kanker
payudara di negara maju mungkin dikaitkan dengan konsumsi alkohol.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustakan Utama.
Arisman. 2002. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran.
Damayanthi E. 2008. Gizi dan kanker. Indonesia Journal of Cancer 3(2):109-113.
[Depkes RI]. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Petunjuk Teknis
Pencegahan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim & Kanker Payudara.
Indrati R. 2005. Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian kanker payudara
wanita (studi kasus di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang) [tesis]. Semarang:
Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro. [terhubung berkala]. http://
eprints.undip.ac.id/14998/1/2005E4D002071.pdf.
Mahan LK, Escott-Stump. 2008. Food, Nutrition, & Diet Therapy. Canada: Elsevier. Inc.
Margolis et al. 2005. Physical Activity in Different Periods of Life and the Risk of Breast
Cancer: The Norwegian-Swedish Women's Lifestyle and Health Cohort Study. Cancer
Epidemiol Biomarkers 14:27-32.

Maso LD et al. 2008. Effect of obesity and other lifestyle factors on mortality in women with
breast cancer. Int. J. Cancer 123:2188-2194.
Oktaviana, Devi Nur. 2011. Faktor-Faktor Risiko Kanker Payudara Pada Pasien Kanker
Payudara Wanita Di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta. Departemen Gizi
Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.
Perry CS, Otero JC, Palmer JL, Gross AS. 2009. Risk factors for breast cancer in East Asian
women relative to women in the West. Journal of Clinical Oncology 5:219-231.
Pusat Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-kanker.pdf.
Diakses pada tanggal 25 Oktober 2015.
Ratih Oemiati. 2011. Prevalensi Tumor dan Beberapa Faktor yang Mempengaruhinya di
Indonesia, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Silalahi J. 2006. Antioksidan dalam diet dan karsinogenesis. Cermin Dunia Kedokteran
153:39-42.
Suhardjo. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara.
Tannenbaum A, Dependence of Tumor Formation on Composition of Colored Restricted Diet
as Well as on Degree Restriction, Nutrition, 1996, 12; p.653-654.
Vogel VG. 2000. Breast cancer prevention: A review of current evidence. Cancer Journal for
Clinicians 50(3):156-170.
Zheng T et al. 2001. Lactation and breast cancer risk: a case-control study in Connecticut.
British Journal of Cancer 84(11):1472-1476.

Anda mungkin juga menyukai