A. Diare
1. Definisi
Diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
utama, karena masih tingginya angka kesakitan dan kematian. Diare merupakan
suatu sebutan untuk buang air besar yang konsistensinya cair, baik berampas
sedikit maupun banyak yang terjadi lebih dari tiga kali dalam 24 jam.
2. Cara Penularan
Cara penularan diare melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau tidak
langsung melalui lalat (melalui 5F = faeces, flies, food, fluid, finger). Faktor
risiko terjadinya diare adalah:
1. Faktor perilaku, antara lain:
a. Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan
Makanan Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi kontak
terhadap kuman.
b. Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit
diare karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu.
c. Tidak menerapkan kebiasaaan cuci tangan pakai sabun sebelum memberi
ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah membersihkan
BAB anak.
d. Penyimpanan makanan yang tidak higienis.
2. Faktor lingkungan, antara lain:
a. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan Mandi
Cuci Kakus (MCK).
b. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk.
Disamping faktor risiko tersebut diatas ada beberapa faktor dari penderita
yang dapat meningkatkan kecenderungan untuk diare antara lain: kurang gizi/
malnutrisi terutama anak gizi buruk, penyakit imunodefisiensi/ imunosupresi dan
penderita campak.
3. Gejala Klinis
Diare terjadi dalam kurun waktu kurang atau sama dengan 15 hari disertai
dengan demam, nyeri abdomen dan muntah. Jika diare berat dapat disertai
dehidrasi. Muntah-muntah hampir selalu disertai diare akut, baik yang disebabkan
bakteri atau virus V. Cholerae. E. Coli patogen dan virus biasanya menyebabkan
watery diarrhea sedangkan campylobacter dan amoeba menyebabkan bloody
diarrhea.
Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah pada bayi dan anak menjadi
gelisah dan cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau
tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai
dengan lendir ataupun darah. Warna tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi
kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya
lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat
banyaknya asam laktat yang berasal darl laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh
usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan
dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan
keseimbangan asam-basa dan elektrolit.
Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala
dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-
ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak
kering. Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa
berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat
dibagi menjadi :
1. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena
frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda
dehidrasi. Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena
frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda
dehidrasi.
2. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih,
kadang-kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu
makan menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal
atau takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
3. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang
kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun
besar menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut
serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler
memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.
4. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh
dan biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi
yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada
penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada
produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis,
kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥
3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat.
4. Surveilans Epidemiologi Diare
C. Kecacingan
1. Definisi
Penyakit Cacingan Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan
hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes untuk
beberapa jenis cacing yang termasuk Nematoda usus. Sebagian besar dari
Nematoda ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Diantara Nematoda usus tedapat sejumlah spesies yang penularannya melalui
tanah (Soil Transmitted Helminths) diantaranya yang tersering adalah Ascaris
lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale dan Trichuris
trichiura (Gandahusada, 2000).
2. Cara Penularan
3. Gejala Klinis
Gejala cacingan sering dikacaukan dengan penyakit-penyakit lain. Pada
permulaan mungkin ada batuk-batuk dan eosinofilia. Anak yang menderita
cacingan biasanya lesu, tidak bergairah dan kurang konsentrasi belajar. Pada
anak-anak yang menderita Ascariasis lumbricoides perutnya tampak buncit, perut
sering sakit, diare, dan nafsu makan kurang. Biasanya anak masih dapat
beraktivitas walau sudah mengalami penuruanan kemampuan belajar dan
produktivitas. Pemeriksaan tinja sangat diperlukan untuk ketepatan diagnosis
yaitu dengan menemukan telur-telur cacing di dalam tinja tersebut. Jumlah telur
juga dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan beratnya infeksi (Menteri
Kesehatan, 2006).
Menurut Hotes (2003) mengemukakan bahwa faktor-faktor risiko yang
dapat mempengaruhi terjadinya penyakit cacingan yang penyebarannya melalui
tanah antara lain :
a. Lingkungan
Penyakit cacingan biasanya terjadi di lingkungan yang kumuh
terutama di daerah kota atau daerah pinggiran (Hotes, 2003). Sedangkan
menurut Phiri (2000) yang dikutip Hotes (2003) bahwa jumlah prevalensi
Ascaris lumbricoides banyak ditemukan di daerah perkotaan. Sedangkan
menurut Albonico yang dikutip Hotes (2003) bahwa jumlah prevalensi
tertinggi ditemukan di daerah pinggiran atau pedesaan yang masyarakat
sebagian besar masih hidup dalam kekurangan.
b. Tanah
Penyebaran penyakit cacingan dapat melalui terkontaminasinya tanah
dengan tinja yang mengandung telur Trichuris trichiura, telur tumbuh dalam
tanah liat yang lembab dan tanah dengan suhu optimal ± 30ºC (Depkes R.I,
2004:18). Tanah liat dengan kelembapan tinggi dan suhu yang berkisar
antara25ºC-30ºC sangat baik untuk berkembangnya telur Ascaris
lumbricoides sampai menjadi bentuk infektif (Srisasi Gandahusada,
2000:11).Sedangkan untuk pertumbuhan larva Necator americanus yaitu
memerlukan suhu optimum 28ºC-32ºC dan tanah gembur seperti pasir atau
humus, dan untuk Ancylostoma duodenale lebih rendah yaitu 23ºC-25ºC
tetapi umumnya lebih kuat (Gandahusada, 2000).
c. Iklim
Penyebaran Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura yaitu di
daerah tropis karena tingkat kelembabannya cukup tinggi. Sedangkan untuk
Necator americanus dan Ancylostoma duodenale penyebaran ini paling
banyak di daerah panas dan lembab. Lingkungan yang paling cocok sebagai
habitat dengan suhu dan kelembapan yang tinggi terutama di daerah
perkebunan dan pertambangan (Onggowaluyo, 2002). 2.2.4. Perilaku
Perilaku mempengaruhi terjadinya infeksi cacingan yaitu yang ditularkan
lewat tanah (Peter J. Hotes, 2003:21). Anak-anak paling sering terserang
penyakit cacingan karena biasanya jari-jari tangan mereka dimasukkan ke
dalam mulut, atau makan nasi tanpa cuci tangan (Oswari, 1991).
d. Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi mempengaruhi terjadinya cacingan menurut Tshikuka
(1995) dikutip Hotes (2003) yaitu faktor sanitasi yang buruk berhubungan
dengan sosial ekonomi yang rendah.
e. Status Gizi
Cacingan dapat mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan
(digestif), penyerapan (absorbsi), dan metabolisme makanan. Secara
keseluruhan (kumulatif), infeksi cacingan dapat menimbulkan kekurangan
zat gizi berupa kalori dan dapat menyebabkan kekurangan protein serta
kehilangan darah. Selain dapat menghambat perkembangan fisik,anemia,
kecerdasan dan produktifitas kerja, juga berpengaruh besar dapat
menurunkan ketahanan tubuh sehinggamudah terkena penyakit lainnya
(Depkes R.I, 2006).
4. Surveilans Epidemiologi Kecacingan
D. Kusta
1. Definisi
2. Cara Penularan
3. Gejala Klinis
E. HIV/AIDS
1. Definisi
3. Gejala Klinis
Biasanya tidak ada gejala khusus pada orang-orang yang terinfeksi HIV
dalam waktu 5-10 tahun. Setelah itu, AIDS mulai berkembang dan menunjukkan
tanda-tanda atau gejala –gejala seperti berikut :
1. Definisi
Infeksi menular seksual (IMS) adalah infeksi yang menyebar terutama
melalui kontak seksual orang-ke-orang. Ada bakteri menular seksual lebih dari 30
yang berbeda, virus dan parasit.
2. Cara Penularan
Beberapa, dalam HIV tertentu dan sifilis, juga dapat ditularkan dari ibu ke
anak selama kehamilan dan persalinan, dan melalui produk darah dan transfer
jaringan.
Beberapa patogen menular seksual yang paling umum dapat dibagi menjadi
orang-orang yang disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit.
3. Gejala Klinis