Anda di halaman 1dari 18

SURVEILANS EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR

A. Diare
1. Definisi
Diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
utama, karena masih tingginya angka kesakitan dan kematian. Diare merupakan
suatu sebutan untuk buang air besar yang konsistensinya cair, baik berampas
sedikit maupun banyak yang terjadi lebih dari tiga kali dalam 24 jam.
2. Cara Penularan
Cara penularan diare melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau tidak
langsung melalui lalat (melalui 5F = faeces, flies, food, fluid, finger). Faktor
risiko terjadinya diare adalah:
1. Faktor perilaku, antara lain:
a. Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan
Makanan Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi kontak
terhadap kuman.
b. Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit
diare karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu.
c. Tidak menerapkan kebiasaaan cuci tangan pakai sabun sebelum memberi
ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah membersihkan
BAB anak.
d. Penyimpanan makanan yang tidak higienis.
2. Faktor lingkungan, antara lain:
a. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan Mandi
Cuci Kakus (MCK).
b. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk.

Disamping faktor risiko tersebut diatas ada beberapa faktor dari penderita
yang dapat meningkatkan kecenderungan untuk diare antara lain: kurang gizi/
malnutrisi terutama anak gizi buruk, penyakit imunodefisiensi/ imunosupresi dan
penderita campak.
3. Gejala Klinis
Diare terjadi dalam kurun waktu kurang atau sama dengan 15 hari disertai
dengan demam, nyeri abdomen dan muntah. Jika diare berat dapat disertai
dehidrasi. Muntah-muntah hampir selalu disertai diare akut, baik yang disebabkan
bakteri atau virus V. Cholerae. E. Coli patogen dan virus biasanya menyebabkan
watery diarrhea sedangkan campylobacter dan amoeba menyebabkan bloody
diarrhea.
Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah pada bayi dan anak menjadi
gelisah dan cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau
tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai
dengan lendir ataupun darah. Warna tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi
kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya
lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat
banyaknya asam laktat yang berasal darl laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh
usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan
dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan
keseimbangan asam-basa dan elektrolit.
Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala
dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-
ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak
kering. Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa
berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat
dibagi menjadi :
1. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena
frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda
dehidrasi. Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena
frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda
dehidrasi.
2. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih,
kadang-kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu
makan menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal
atau takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
3. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang
kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun
besar menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut
serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler
memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.
4. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh
dan biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi
yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada
penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada
produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis,
kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥
3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat.
4. Surveilans Epidemiologi Diare

1. Pengumpulan Data Diare :


 Laporan rutin : laporan bulanan dan laporan mingguan (W2), yang
diambil dari register harian penderita diare.
 Laporan kejadian luar biasa (KLB) / Wabah, yang dilaporkan
dalam periode 24 jam (W1) yang dilanjutkan dengan laporan
khusus yang meliputi :
1. Kronologis terjadinya KLB
2. Cara penyebaran serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya
3. Keadaan epidemiologis penderita
4. Hasil penyelidikan yang telah dilakukan
5. Hasil penanggulangan KLB dan RTL
Kriteria KLB Diare (Permenkes RI No. 1501/Menkes/Per/X/2010) :
1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu sebagaimana
dimaksud dalam pasal 4 Permenkes Nomor
1501/Meneks/Per/X/2010 (konfirmasi kolera) yang
sebelumnya tidak ada atau tidak dkenal pada suatu daerah.
2. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3
(tiga) kurun waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-
turut.
3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali lipat atau lebih
dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun
waktu jam, hari atau minggu.
4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan
dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1
(satu) tahun menunjjukkan kenaikan dua kali atau lebih
dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan
per bulanpada tahun sebelumnya.
6. Angka kematian kasus (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu)
kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau
lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu
penykit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama

B. Tifus Perut (Abdominalis)


1. Definisi
Tifus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan
gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan
dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran yang disebabkan oleh Salmonella
typhi.
2. Cara Penularan
Ada dua sumber penularan dari Salmonella typhi, yaitu:
a. Penderita Tifus abdominalis
Yang menjadi sumber utama infeksi Tifus abdominalis adalah manusia
yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika ia
sedang menderita sakit maupun yang sedang dalam masa penyembuhan.
Pada masa penyembuhan penderita pada umumnya masih mengandung bibit
penyakit di dalam kandung empedu dan ginjalnya.
b. Karier Tifus abdominalis
Penderita tifoid karier adalah seseorang yang kotorannya (feses atau
urin) mengandung Salmonella typhi setelah satu tahun pasca Tifus
abdominalis, tanpa disertai gejala klinis. Pada penderita Tifus abdominalis
yang telah sembuh setelah 2-3 bulan masih dapat ditemukan kuman
Salmonella typhi di feses atau urin. Penderita ini disebut karier pasca
penyembuhan.
Pada Tifus abdominalis sumber infeksi dari karier kronis adalah
kandung empedu dan ginjal (infeksi kronis, batu atau kelainan anatomi).
Oleh karena itu apabila terapi medika-mentosa dengan obat anti tifoid gagal,
harus dilakukan operasi untuk menghilangkan batu atau memperbaiki
kelainan anatominya.29 Karier dapat dibagi dalam beberapa jenis:
a. Healthy carrier (inapparent) adalah mereka yang dalam sejarahnya tidak
pernah menampakkan menderita penyakit tersebut secara klinis akan
tetapi mengandung unsur penyebab yang dapat menular pada orang lain,
seperti pada penyakit Poliomyelitis, Hepatitis B dan Meningococcus.
b. Incubatory carrier (masa tunas) adalah mereka yang masih dalam masa
tunas, tetapi telah mempunyai potensi untuk menularkan penyakit/
sebagai sumber penularan, seperti pada penyakit Cacar air, Campak dan
virus Hepatitis.
c. Convalescent carrier (baru sembuh klinis) adalah mereka yang baru
sembuh dari penyakit menular tertentu, tetapi masih merupakan sumber
penularan penyakit tersebut untuk masa tertentu, yang masa
penularannya kemungkinan hanya sampai tiga bulan umpamanya
kelompok Salmonella, Hepatitis B dan pada Difteri.
d. Chronis carrier (menahun) merupakan sumber penularan yang cukup
lama seperti pada penyakit Tifus abdominalis dan Hepatitis B.
3. Gejala Klinis
Gejala-gejala yang timbul sangat bervariasi. Perbedaan tersebut tidak saja
antara berbagai bagian dunia tetapi juga di daerah dari waktu ke waktu. Gambaran
penyakit juga bervariasi mulai dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis sampai
gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian. Pada minggu
pertama penyakit, keluhan dan gejala pada saat masuk rumah sakit hampir sama
dengan infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, nyeri otot, badan
lesu, anoreksia, mual, muntah serta diare. Pada pemeriksaan fisik hanya
didapatkan peningkatan suhu tubuh. Suhu tubuh meninggi secara bertingkat dari
suhu normal sampai mencapai 38-40o C. Suhu tubuh lebih tinggi pada sore hari
dan malam hari dibandingkan pada pagi hari. Demam tinggi biasanya disertai
nyeri kepala hebat yang menyerupai gejala meningitis. Pada saluran pencernaan
terjadi gangguan seperti bibir kering dan pecah-pecah, lidah terlihat kotor dan
ditutupi selaput putih (coated tongue). Terjadi juga reaksi mual berat sampai
muntah. Hal ini disebabkan bakteri Salmonella typhi berkembang biak di hati dan
limpa. Selanjutnya terjadi pembengkakan yang menekan lambung hingga
menimbulkan rasa mual. Mual yang berlebihan menyebabkan makanan tidak
dapat masuk secara sempurna dan biasanya keluar melalui mulut. Pada beberapa
kasus Tifus abdominalis, penderita disertai dengan gejala diare. Namun dalam
beberapa kasus lainnya penderita mengalami konstipasi (sulit buang air besar).
Gejala lain yang dapat dilihat dari penderita Tifus abdominalis berupa bintik-
bintik di dada dan perut (rose spot) yang akan menghilang 2-5 hari.
Setelah minggu kedua maka tanda-tanda klinis semakin jelas berupa
demam remiten, hepatomegali (pembesaran hati), splenomegali (pembesaran
limpa) meteorismus (perut kembung), dan dapat disertai gangguan kesadaran
ringan sampai berat. Dalam minggu ketiga apabila keadaan membaik, gejala-
gejala akan berkurang dan temperatur mulai menurun. Meskipun demikian, pada
stadium ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung terjadi akibat lepasnya
kerak dari ulkus. Jika keadaan penderita memburuk maka akan terjadi tanda-tanda
yang khas berupa delirium atau stupor, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin
diikuti peningkatan tekanan abdomen serta nyeri perut. Apabila denyut nadi
penderita semakin meningkat disertai peritonitis lokal maupun umum maka hal ini
menunjukkan telah terjadinya perforasi usus, penderita akan mengalami kolaps.
Sedangkan keringat dingin, gelisah, sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang
teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial
toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita Tifus
abdominalis pada minggu ketiga. Pada minggu keempat merupakan stadium
penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia
lobar atau tromboflebitis vena femoralis.
4. Surveilans Epidemiologi Tifus Abdominalis

C. Kecacingan
1. Definisi
Penyakit Cacingan Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan
hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes untuk
beberapa jenis cacing yang termasuk Nematoda usus. Sebagian besar dari
Nematoda ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Diantara Nematoda usus tedapat sejumlah spesies yang penularannya melalui
tanah (Soil Transmitted Helminths) diantaranya yang tersering adalah Ascaris
lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale dan Trichuris
trichiura (Gandahusada, 2000).
2. Cara Penularan

3. Gejala Klinis
Gejala cacingan sering dikacaukan dengan penyakit-penyakit lain. Pada
permulaan mungkin ada batuk-batuk dan eosinofilia. Anak yang menderita
cacingan biasanya lesu, tidak bergairah dan kurang konsentrasi belajar. Pada
anak-anak yang menderita Ascariasis lumbricoides perutnya tampak buncit, perut
sering sakit, diare, dan nafsu makan kurang. Biasanya anak masih dapat
beraktivitas walau sudah mengalami penuruanan kemampuan belajar dan
produktivitas. Pemeriksaan tinja sangat diperlukan untuk ketepatan diagnosis
yaitu dengan menemukan telur-telur cacing di dalam tinja tersebut. Jumlah telur
juga dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan beratnya infeksi (Menteri
Kesehatan, 2006).
Menurut Hotes (2003) mengemukakan bahwa faktor-faktor risiko yang
dapat mempengaruhi terjadinya penyakit cacingan yang penyebarannya melalui
tanah antara lain :
a. Lingkungan
Penyakit cacingan biasanya terjadi di lingkungan yang kumuh
terutama di daerah kota atau daerah pinggiran (Hotes, 2003). Sedangkan
menurut Phiri (2000) yang dikutip Hotes (2003) bahwa jumlah prevalensi
Ascaris lumbricoides banyak ditemukan di daerah perkotaan. Sedangkan
menurut Albonico yang dikutip Hotes (2003) bahwa jumlah prevalensi
tertinggi ditemukan di daerah pinggiran atau pedesaan yang masyarakat
sebagian besar masih hidup dalam kekurangan.
b. Tanah
Penyebaran penyakit cacingan dapat melalui terkontaminasinya tanah
dengan tinja yang mengandung telur Trichuris trichiura, telur tumbuh dalam
tanah liat yang lembab dan tanah dengan suhu optimal ± 30ºC (Depkes R.I,
2004:18). Tanah liat dengan kelembapan tinggi dan suhu yang berkisar
antara25ºC-30ºC sangat baik untuk berkembangnya telur Ascaris
lumbricoides sampai menjadi bentuk infektif (Srisasi Gandahusada,
2000:11).Sedangkan untuk pertumbuhan larva Necator americanus yaitu
memerlukan suhu optimum 28ºC-32ºC dan tanah gembur seperti pasir atau
humus, dan untuk Ancylostoma duodenale lebih rendah yaitu 23ºC-25ºC
tetapi umumnya lebih kuat (Gandahusada, 2000).
c. Iklim
Penyebaran Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura yaitu di
daerah tropis karena tingkat kelembabannya cukup tinggi. Sedangkan untuk
Necator americanus dan Ancylostoma duodenale penyebaran ini paling
banyak di daerah panas dan lembab. Lingkungan yang paling cocok sebagai
habitat dengan suhu dan kelembapan yang tinggi terutama di daerah
perkebunan dan pertambangan (Onggowaluyo, 2002). 2.2.4. Perilaku
Perilaku mempengaruhi terjadinya infeksi cacingan yaitu yang ditularkan
lewat tanah (Peter J. Hotes, 2003:21). Anak-anak paling sering terserang
penyakit cacingan karena biasanya jari-jari tangan mereka dimasukkan ke
dalam mulut, atau makan nasi tanpa cuci tangan (Oswari, 1991).
d. Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi mempengaruhi terjadinya cacingan menurut Tshikuka
(1995) dikutip Hotes (2003) yaitu faktor sanitasi yang buruk berhubungan
dengan sosial ekonomi yang rendah.
e. Status Gizi
Cacingan dapat mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan
(digestif), penyerapan (absorbsi), dan metabolisme makanan. Secara
keseluruhan (kumulatif), infeksi cacingan dapat menimbulkan kekurangan
zat gizi berupa kalori dan dapat menyebabkan kekurangan protein serta
kehilangan darah. Selain dapat menghambat perkembangan fisik,anemia,
kecerdasan dan produktifitas kerja, juga berpengaruh besar dapat
menurunkan ketahanan tubuh sehinggamudah terkena penyakit lainnya
(Depkes R.I, 2006).
4. Surveilans Epidemiologi Kecacingan

D. Kusta
1. Definisi

Istilah kusta berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kustha berarti


kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta atau lepra disebut juga
Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman. Kusta adalah
penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae.

2. Cara Penularan

Mycobacterium leprae menular kepada manusia melalui kontak langsung


dengan penderita (keduanya harus ada lesi baik mikroskopis maupun
makroskopis, dan ada kontak yang lama dan berulang-ulang) dan melalui
pernapasan, bakteri kusta ini mengalami proses perkembangbiakan dalam waktu
2-3 minggu, pertahanan bakteri ini dalam tubuh manusia mampu bertahan 9 hari
di luar tubuh manusia kemudian kuman membelah dalam jangka 14-21 hari
dengan masa inkubasi rata-rata 2 hingga 5 tahun bahkan juga dapat memakan
waktu lebih dari 5 tahun.

3. Gejala Klinis

Tanda-tanda seseorang menderita penyakit kusta antara lain, kulit


mengalami bercak putih seperti panu pada awalnya hanya sedikit tetapi lama
kelamaan semakin lebar dan banyak, adanya bintil-bintil kemerahan yang tersebar
pada kulit, ada bagian tubuh tidak berkeringat, rasa kesemutan pada anggota
badan atau bagian raut muka, muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut
fascies leomina (muka singa), dan mati rasa karena kerusakan syaraf tepi.
Gejalanya memang tidak selalu tampak. Justru sebaiknya waspada jika ada
anggota keluarga yang menderita luka tak kunjung sembuh dalam jangka waktu
lama. Juga luka ditekan dengan jari tidak terasa sakit.

4. Surveilans Epidemiologi Kusta

E. HIV/AIDS

1. Definisi

HIV yang merupakan singkatan dari HUMAN IMMUNODEFICIENCY


VIRUS adalah Virus Penyebab AIDS. Virus ini menyerang dan merusak sistem
kekebalan tubuh sehingga kita tidak bisa bertahan terhadap penyakit-penyakit
yang menyerang tubuh kita.
AIDS yang merupakan kependekan dari ACQUIRED IMMUNE
DEFICIENCY SYNDROME adalah sindroma menurunnya kekebalan tubuh yang
disebabkan oleh HIV.
2. Cara Penularan

HIV dapat didapat ditularkan melalui 4 cara, yaitu:


Hubungan seks ( Anal, Oral, Vaginal ) yang tidak terlindung dengan orang yang
telah terinfeksi HIV.
• Penggunaan jarum suntik atau jarum tindik secara bergantian dengan orang
yang terinfeksi HIV.
• Ibu hamil penderita HIV kepada bayi yang dikandungnya.
• Kontak darah / luka dan transfusi darah yang sudah tercemar virus HIV.

3. Gejala Klinis
Biasanya tidak ada gejala khusus pada orang-orang yang terinfeksi HIV
dalam waktu 5-10 tahun. Setelah itu, AIDS mulai berkembang dan menunjukkan
tanda-tanda atau gejala –gejala seperti berikut :

• Kehilangan berat badan secara drastis

• Diare yang berkelanjutan

• Pembengkakan pada leher dan/ atau ketiak

• Batuk terus menerus

4. Surveilans Epidemiologi HIV/AIDS

Surveilans epidemiologi ini dilakukan pada suatu wilayah administrasi


atau pada kelompok populasi tertentu. Dengan analisis secara teratur
berkesinambungan terhadap data yang dikumpulkan mengenai kejadian kesakitan
atau kematian, dapat memberikan kesempatan lebih mengenal kecenderungan
penyakit menurut variabel yang diteliti. Variabel tersebut diantaranya adalah
distribusi penyakit menurut musim atau periode waktu tertentu, mengetahui
daerah geografis dimana jumlah kasus/penularan meningkat atau berkurang, serta
berbagai kelompok risiko tinggi menurut umur, jenis kelamin, ras, agama, status
sosial ekonomi serta pekerjaan.
F. Penyakit Menular Seksual (PMS)

1. Definisi
Infeksi menular seksual (IMS) adalah infeksi yang menyebar terutama
melalui kontak seksual orang-ke-orang. Ada bakteri menular seksual lebih dari 30
yang berbeda, virus dan parasit.
2. Cara Penularan
Beberapa, dalam HIV tertentu dan sifilis, juga dapat ditularkan dari ibu ke
anak selama kehamilan dan persalinan, dan melalui produk darah dan transfer
jaringan.
Beberapa patogen menular seksual yang paling umum dapat dibagi menjadi
orang-orang yang disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit.

3. Gejala Klinis

4. Surveilans Epidemiologi PMS

G. Pneumonia (termasuk SARS)


1. Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah suatu proses peradangan di mana terdapat konsolidasi
yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak
dapat berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi dan darah dialirkan
ke sekitar alveoli yang tidak berfungsi.
Pneumonia merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan akut yang
mengenai paru-paru (jaringan alveoli). Pada penderita pneumonia, nanah dan
cairan akan mengisi alveoli sehingga terjadi kesulitan dalam menyerap oksigen
dan membuat sulit bernapas. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri, virus atau
jamur.
Bakteri penyebab pneumonia yang paling sering adalah Streptococcus
pneumoniae (pneumokokus), Hemophilus influenzae tipe b (Hib) dan
Staphylococcus aureus (S.aureus).4,5 Penyakit pneumonia dapat berkaitan dengan
penyakit AIDS yang agen utamanya adalah jamur. Namun ada sumber lain yang
menyatakan bahwa pneumonia disebabkan oleh faktor biologis diataranya:
1. Bakteri : pneumococcus, streptococcus, stafilococcus, haemophylus
influenza, klbsiela mycoplasma pneumonia
2. Virus : virus adeno, virus infuenza
3. Jamur : candida, histoplasma, capsulatum, coccydiodess
4. Protozoa : pneumocystis carinii
2. Tanda dan Gejala
Pneumonia adalah radang paru yang disebabkan oleh bakteri dengan gejala
panas tinggi disertai batuk berdahak, napas cepat (frekuensi nafas >50
kali/menit), sesak, dan gejala lainnya (sakit kepala, gelisah dan nafsu makan
berkurang).
Penyakit ini dapat diderita oleh bayi sampai dengan usia lanjut. Pecandu
alkohol, pasie pasca operasi, orang-orang dengan gangguan pernapasan, sedang
teinfeksi virus atau turunnya kekebalan tubuh. Pada dasarnya bakteri pneumonia
hidup normal di paru-paru. Namun dapat berkembang apabila faktor risiko di atas
terpenuhi. Pneumonia merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Streptococcus pneumoniae. Kuman pneumokokus dapat menyerang paru selaput
otak, atau masuk ke pembuluh darah hingga mampu menginfiltrasi organ lainnya.
infeksi pneumokokus invasif bisa berdampak pada kecacatan permanen berupa
ketulian, gangguan mental, kemunduran intelegensi, kelumpuhan, dan gangguan
saraf, hingga kematian.
3. Cara Penularan
Faktor Host
a. Umur
Pada anak di bawah usia 2 tahun umumnya pneumonia disebabkan
oleh Respiratory Syncytial Virus (RSV), adenovirus, virus influenza dan
parainfluenza. Chlamydia trachomatis Infeksi dapat ditularkan kepada bayi
dari saluran kelamin ibu selama kelahiran mengakibatkan pneumonia.
Pneumonia merupakan penyebab penting dari morbiditas dan mortalitas
padasemua kelompok umur. Secara global diperkirakan bahwa 5 juta anak di
bawah usia 5 tahun meninggal akibat pneumonia setiap tahun (95% di negara-
negara berkembang).9
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin pada kasus pneumonia di Massachusetts antara tahun
1921 dan 1930 lebih didominasi oleh kaum laki – laki dari pada perempuan
dalam semua kelompok umur. Di RS. Boston dilaporkan kasus pnemonia lebih
dominan laki –laki dengan perbandingan 51,7 % : 48,3 % untuk perempuan.
Dan di Firlandia pada tahun 1977 dilaporkan laki – laki lebih dominan sekitar
65 %. Anak laki – laki lebih sering terkena pneumonia dari pada anak
perempuan.10
c. Ras / etnis/ warna kulit
Orang kulit hitam lebih peka dibandingkan dengan ras lain karena
berhubungan dengan iklim yang hangat, sehingga peka terhadap peradangan
paru akibat pneumococcus. Perbedaan ras menyebabkan terjadinya perbedaan
komposisi genetik sehinggga berperan terhadap kepekaan ataupun kekebalan
terhadap penyakit tertentu. Dan ras berhubungan dengan lingkungan luar
sehingga penyakit paru, misalnya TBC dan Pnemonia mudah berkembang
pada kulit hitam.11
d. Status imunisasi balita
Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat
efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Memberikan
anti bodi (kekebalan tubuh) terhadap beberapa penyakit yang disebabkan oleh
PD3I (Penyakit dapat dicegah dengan imunisasi) terutama imunisasi BCG dan
DPT yang dapat mencegah penyakit TB, difteri pertusis dan batuk rejan, selain
itu imunisasi juga memberikan kekebalan tubuh. Diperlukan sejumlah
imunisasi dalam beberapa tahun pertama kehidupan seorang anak untuk
memproteksi anak tersebut melawan penyakit – penyakit kanak-kanak yang
menular yang paling serius. Sistem imunitas pada anak kecil tidak bekerja
sebaik sistem imunitas pada anak-anak yang lebih besar dan orang dewasa,
karena sistem itu belum matang. Oleh karena itu diperlukan lebih banyak dosis
vaksin. Dalam beberapa bulan pertama kehidupannya, seorang bayi telah
terproteksi terhadap kebanyakan penyakit menular oleh antibodi dari ibunya
yang dialihkan kepada bayi selama masa kehamilan. Pada saat antibodi
tersebut telah habis, bayi tersebut menghadapi risiko infeksi yang serius dan
dengan demikian imunisasi pertama diberikan sebelum antibodi tersebut habis
sama sekali. Alasan lain mengapa anak-anak mendapatkan banyak imunisasi
ialah karena vaksin-vaksin baru melawan infeksi-infeksi serius terus dibikin.
Jumlah injeksi berkurang dengan digunakannya kombinasi vaksin-vaksin, di
mana beberapa vaksin digabung menjadi satu suntikan.12
e. Riwayat penyakit campak
Campak adalah penyakit serius akibat infeksi virus yang sangat
menular yang menimbulkan demam, bintik-bintik merah, pilek, batuk dan
mata merah serta pedih. Komplikasi yang mengikuti sakit karena campak
dapat sangat berbahaya, dan pneumonia terjadi dalam 4% di antara penderita
campak. Sekitar satu di setiap 2.000 orang anak yang terkena campak akan
berkembang menjadi inflamasi otak (ensefalitis). Dari 10 orang anak yang
terkena campak ensefalitis, satu akan meninggal dan sampai empat orang anak
akan menderita kerusakan otak permanen. Suatu penyakit yang serius tetapi
jarang yang disebut Subacute sclerosing panencephalitis (SSPE) dapat terjadi
pada anak-anak beberapa tahun setelah infeksi campak. SSPE adalah penyakit
yang secara cepat merusak otak dan selalu berakhir pada kematian. SSPE
timbul dalam sekitar satu dari 25.000 yang terkena campak.12
Yang mempunyai riwayat penyakit ISPA merupakan faktor risiko
terhadap pneumoni sebagai penyebab kematian pada balita usia 2 bulan.
Hampir 70 % penyebab kematian pada balita disebabkan oleh penyakit diare,
pneumonia, campak, malaria dan malnutrisi.12 Bronkopneumonia sering
terjadi pada umur dibawah 3 tahun dan dapat berhubungan dengan penyakit
lain seperti campak atau pertusis.16 Penyakit campak disebabkan oleh virus
morbilli; ditularkan melalui sekret pernafasan atau melalui udara. Virus dalam
jumlah sedikit saja dapat menyebabkan infeksi pada individu yang rentan.
Penyakit campak sangat infeksius selama masa prodromal yang ditandai
dengan demam, malaise, mata merah, pilek, dan trakeobronkitis dengan
manifestasi batuk. Infeksi campak pertama kali terjadi pada epitelium saluran
pernafasan dari nasofaring, konjungtiva, dengan penyebaran ke daerah limfa.
Viremia primer terjadi 2-3 hari setelah individu terpapar virus campak, diikuti
dengan viremia sekunder 3-4 hari kemudian. Viremia sekunder menyebabkan
infeksi dan replikasi virus lebih lanjut pada kulit, konjungtiva, saluran
pernafasan dan organ lainnya. Replikasi virus memerlukan waktu 24 jam.13
f. Pemberian ASI Eksklusif.
Kandungan kolostrum pada susu ibu terkonsentrasi sebagai sumber
vitamin A. Untuk balita 6-12 bulan pertama kehidupan bayi banyak
bergantung hampir sepenuhnya pada vitamin A yang diberikan dalam ASI,
yang mudah diserap. Bila ibu kekurangan vitamin A bagaimanapun, jumlah
yang disediakan dalam susunya berkurang.14 Penelitian yang dilakukan di
RSUD Labuang Baji Kota Makassar, dengan rancangan penelitian case
control pada sampel sebanyak 136 terdiri dari 49 kasus dan 87 kontrol.
Ternyata lamanya pemberian ASI (ASI Eksklusif) terbukti melindungi tidak
terjadi pneumonia pada anak dengan Odd Ratio = 7, 954 (95 % CI= 1,783 -
35,483 ).15
g. Status gizi
Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh status keseimbangan
antara asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (requirement) oleh
tubuh untuk berbagai fungsi biologis (pertumbuhan fisik, perkembangan,
aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan lainya), Status gizi adalah tanda - tanda
atau penampilan yang di akibatkan dari nutrisi yang dilihat melalui variabel
tertentu (indikator status gizi) seperti berat, tinggi badan dll.16 Kekurangan
nutrisi pada anak mempunyai risiko tinggi terhadap kematian pada anak usia
0-4 tahun. Kekurangan nutrisi merupakan faktor risiko terjadinya penyakit
pneumonia, hal ini disebabkan karena lemahnya sistem kekebalan tubuh
karena asupan protein dan energi berkurang, dan kekurangan gizi dapat
melemahkan otot pernafasan.17
h. Pemberian Vitamin A
Vitamin A adalah nutrisi penting yang dibutuhkan dalam jumlah kecil
untuk fungsi normal dari sistem visual, dan pemeliharaan fungsi sel untuk
pertumbuhan, integritas epitel, merah produksi sel darah merah, kekebalan dan
reproduksi.17 Vitamin A diyakini penting di semua tingkat dari sistem
kekebalan tubuh berbagai fungsi termasuk mempertahankan integritas epitel,
meningkatkan tingkat reaktan fase akut sebagai respon terhadap infeksi,
mengatur diverentiation monosit dan fungsi, meningkatkan sitotoksisitas sel
pembunuh alami, meningkatkan respon jumlah limfosit total. Demikian pula,
berbagai vitamin lain mengatur fungsi imun seluler dan humoral pada berbagai
tingkat.18 Anak-anak juga pada peningkatan risiko kekurangan vitamin A
sebagai hasil dari infestasi usus dan infeksi, yang mengganggu penyerapan
vitamin A, infeksi pernapasan, TBC, dan campak (dan exanthems anak
lainnya), yang meningkatkan kebutuhan metabolik, dan kekurangan energi
protein, yang mengganggu dengan penyimpanan transportasi, dan
pemanfaatan vitamin.14 Vitamin A berhubungan dengan daya tahan tubuh
balita, sehingga jika balita tidak mendapatkan kapsul vitamin A dosis tinggi
berpeluang terjadi pneumonia.19
Faktor Agent
Pneumonia biasanya disebabkan karena beberapa faktor di antaranya
adalah :
a. Faktor Biologis
1) Bakteri (pneumococcus, Streptococcus, Stafilococcus, H. Influenza,
Klebsiela mycoplasma pneumonia).
2) Virus (virus adeno, virus para influenza, virus influenza).
3) Jamur / fungi (candida, histoplasma, capsulatum, coccydiodess).
4) Protozoa (pneumocystis carinii)20
Faktor Lingkungan
a. Karakteristik Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada disekitar manusia, yang
terdiri atas lingkungan fisik, biologi, kimia dan sosial budaya. Jadi lingkungan
adalah kumpulan dari semua kondisi dari luar yang mempunyai kehidupan dan
perkembangan dari organisme hidup manusia. Lingkungan hidup manusia
pada dasarnya terdiri dari dua bagian, yaitu internal dan eksternal. Lingkungan
internal merupakan suatu keadaan dinamis dan seimbang (homeostatis),
sedangkan lingkungan eksternal merupakan lingkungan diluar tubuh yang
terdiri dari tiga (3) komponen :
1) Lingkungan fisik, bersifat abiotik (benda mati) seperti air, udara, tanah,
cuaca/iklim, geografis, perumahan, pangan, panas, radiasi, dan lain-lain.
Lingkungan fisik berinteraksi secara konstan dengan manusia sepanjang
waktu dan masa serta memegang peranan penting dalam proses terjadinya
penyakit pada masyarakat, misal kekurangan persediaan air bersih
terutama pada musim kemarau dapat menimbulkan penyakit diare.
2) Lingkungan biologis, bersifat biotik (benda hidup) seperti
mikroorganisme, serangga, binatang, jamur, parasit, dan lain-lain yang
dapat berperan sebagai agent penyakit, reservoir infeksi, vektor penyakit
dan hospes intermediat. Hubungannya dengan manusia bersifat dinamis
dan pada keadaan tertentu dimana tidak terjadi keseimbangan diantara
hubungan tersebut maka manusia menjadi sakit.
3) Lingkungan sosial berupa kultur, adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan,
agama, sikap/perilaku, standar dan gaya hidup, pekerjaan, kehidupan
kemasyarakatan, organisasi sosial dan politik. Manusia dipengaruhi oleh
lingkungan sosial, jika tidak dapat menyesuaikan diri maka akan terjadi
konflik kejiwaan dan menibulkan gejala psikosomatik seperti stress,
insomnia, depresi dan lainnya sehingga dapat juga mengganggu kesehatan
lainya.
b. Kepadatan hunian
Banyaknya orang yang tinggal dalam satu rumah mempunyai peranan
penting dalam kecepatan transmisi mikroorganisma di dalam lingkungan,
sehingga kepadatan hunian rumah perlu menjadi perhatian semua anggota
keluarga, terutama dikaitkan dengan penyebaran penyakit menular.21
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kebumen dengan jumlah sampel 68
dengan menggunakan desain case control, menunjukkan bahwa sebagian
besar balita penderita pneumonia (83,8%) tinggal di rumah dengan kondisi
padat.21 Semakin banyak penghuni rumah yang berkumpul dalam satu ruangan
kemungkinan risiko untuk terjadinya penularan suatu penyakit akan lebih
mudah, khususnya bagi balita yang relatif rentan terhadap penularan
penyakit.22
c. Ventilasi Rumah
Ventilasi mempunyai fungsi sebagai sarana sirkulasi udara segar
masuk ke dalam rumah dan udara kotor keluar rumah. Rumah yang tidak
dilengkapi sarana ventilasi akan menyebabkan suplai udara segar dalam rumah
menjadi sangat minimal. Kecukupan udara segar dalam rumah menjadi sangat
dibutuhkan untuk kehidupan bagi penguninya, karena ketidak cukupan suplai
udara akan berpengaruh pada fungsi fisiologis alat pernafasan bagi
penghuninya, terutama bayi dan balita.21,22

Anda mungkin juga menyukai