Anda di halaman 1dari 3

Nama : Marisa Gita Putri

NIM : 25010112130397
Analisis Risiko Gunung Merapi
Kelas : F-2012

Kabupaten Sleman

Data Dasar

Wilayah Sleman terdiri atas 17 kecamatan, 86 desa. Sebanyak 4 kecamatan masuk


kawasan rawan bencana Erupsi Gunung Merapi dan kawasan rawan bencana banjir lahar
dingin. Menurut Badan Geologi, Gunung Merapi memiliki tinggi 2.978 m, diameter 28 km,
luas 300-400 km2 dan volume 150 km3. Posisi geografis Merapi 7032’5” S ; longitude
110026’5” E mencakup wilayah administratif Propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa
Yogyakarta, yakni Kabupaten Sleman, Magelang, Klaten, Boyolali. Merapi adalah
fenomena alam yang mampu memberikan sumber kehidupan yang baik dari kesuburan
tanahnya dan kenyamanan untuk bertempat tinggal di sana. Material erupsi seperti pasir
dan batu menjadi penunjang pembangunan di Yogyakarta dan Jawa Tengah demikian juga
halnya dengan produk pertanian yang dihasilkan di lereng Merapi dan majunya
perkembangan wisata yang mendukung tumbuhnya ekonomi setempat. Masyarakat di
lereng Merapi berdasarkan tinjauan sosiologis relatif homogen dari segi etnisitas dan
agama, sebagian besar masih menjalankan tradisi Jawa, berbahasa Jawa, hidup komunal
dan mempunyai sifat kekeluargaan gotong royong, mayoritas mata pencaharian agraris,
sebagian kecil bergerak di bidang pertambangan, kepariwisataan dan pegawai negeri.
Penduduk yang bermukim di lereng cukup padat menyebabkan tingkat ancaman bahaya
Merapi menjadi tinggi.

Data Bahaya dan Kerentanan

Kedekatan Kabupaten Sleman dengan Gunung Merapi menjadi faktor kerentanan


penyebab bencana. Dampak gempa letusan gunung tersebut bisa dirasakan dan
menimbulkan korban di Kabupaten Sleman. Gunung Merapi memiliki periodisitas letusan
yakni 3-7 tahun. Di luar ancaman bencana yang sewaktu-waktu bisa terjadi.. Bahaya utama
yang mengancam penduduk yang tinggal di Kawasan Rawan Bencana adalah Pyroclastic
Flow atau aliran awan panas di samping bahaya sekunder lahar yang dapat terjadi pada
musim hujan.
Peta dibawah menunjukkan pembagian zonasi dilakukan hingga radius 20 Kilometer
dari puncak gunung yang merupakan sumber letusan. Zona yang berwarna coklat
merupakan Zona Terlarang I dengan radius 0-5 Km, sedangkan Zona Terlarang II
merupakan zona yang berwarna merah dengan radius 6-10 Km. Di zona ini, terdapat
bahaya primer dari letusan gunung api, seperti awan panas, lontaran batu gunung, lahar
panas, dan guguran lava. Wilayah yang berwarna kuning tua merupakan Zona Bahaya I
dengan radius 11-15 Km yang berpotensi juga terkena aliran lahar, sedangkan wilayah
dengan radius 16-20 Km merupakan wilayah yang termasuk ke dalam Zona Bahaya II
dimana memiliki potensi bahaya hujan abu yang cukup lebat dan sisa aliran lahar.

Data Kerentanan dan Kemampuan

Kerentanan fisik: Permukiman yang berada di kawasan bahaya alam gunung


meletus dapat dikatakan berada pada kondisi yang rentan karena persentase kawasan
terbangun, kepadatan bangunan. Kerentanan ekonomi: Besarnya kerugian atau rusaknya
kegiatan ekonomi penduduk di wilayah Merapi. Kerentanan Sosial: Perkiraan tingkat
kerentanan terhadap keselamatan jiwa penduduk pada bahaya gunung meletus Merapi.
Kerentanan lingkungan: Kabupaten Sleman termasuk salah satu wilayah yang memiliki
kerentanan lingkungan yang cukup tinggi.
Peningkatan kapasitas/kemampuan masyarakat yang bermukim di kawasan Merapi
yang bertujuan untuk mengembangkan suatu “kultur keselamatan” dimana seluruh anggota
masyarakat sadar akan bahaya-bahaya yang mereka hadapi melalui pendidikan bencana,
sosialisasi pengetahuan, dan pelatihan simulasi. Upaya mitigasi untuk mengurangi risiko
atau dampak dari bahaya letusan Gunung Merapi adalah sebagai berikut: Pra bencana:
Mengamati perkembangan aktivitas gunung Merapi, saling menginformasikan dan
mengkomunikasikan perkembangan. Promosi akan bangunan untuk menahan beban
tambahan dari endapan debu. Merencanakan dan mensosialisasikan kesepakatan
tujuan/tempat pengungsian, dan lain-lain. Saat bencana: Pada keadaan tanggap darurat,
pemerintah sebagai penyediaan area evakuasi, logistik, transport, kesehatan, dan lain-lain.
Masyarakat mulai melaksanakan scenario bencana, mematuhi petunjuk dari petugas yang
berwenang, dan lain-lain. Pasca bencana: Pemulihan dini, rehabilitasi dan rekonstruksi.
Selain itu, masyarakat diberi jaminan kesehatan berupa pelayanan kesehatan di hunian
sementara dilakukan secara mobile oleh Puskesmas Keliling, pendampingan kejiwaan bagi
korban bencana letusan Merapi oleh dokter dan tenaga perawat mahir, dan lain-lain.
Referensi :
Buku Pedoman Analisis Risiko Bahaya Alam: Kerjasama Teknis Jerman-Indonesia
bidang 'Mitigasi Risiko Geologi' antara Badan Geologi Indonesia di bawah
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM) dengan German Federal
Institute for Geosciences and Natural Resources (BGR). Edisi pertama: 2009, Cetak
Ulang: 2012.
http://www.merapi.bgl.esdm.go.id.
http://jurnal.lapan.go.id.

Anda mungkin juga menyukai