Anda di halaman 1dari 3

II.

Dampak Gangguan Ekosisitem Terhadap Peyakit Zoonotik

Perubahan ekosistem disebut sebagai pencemaran, yaitu suatu kondisi masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup. Zat energi dan atau komponen lain kedalam media transmisi seperti
air, udara, tanah dan makanan. Perubahan lingkungan adlah suatu kondisi terjadinya gangguan
tatanan media transmisi, sehingga kualitas atau standarnya tidak sesuai dengan peruntukannya.
Pencemaran terhadap lingkungan dapat terjadi setiap saat dengan laju yang sangat cepat, sehingga
penanganan yang tidak tepat dan cepat akan meningkatkan terjadinya kasus. Penyakit adalahsuatu
kondisi ketidakmampuan tubuh mengatasi gangguan eksternal maupun internal sehingga
menyebabkan gangguan fungsi normal didalam tubuh. Gangguan eksternal berupa lingkungan, salah
satunya adalah problem pencemaran lingkungan, sedangkan gangguan internal lain, daya tahan
tubuh, perilaku, pengetahuan, dan sebagainya. Didalam lingkungan terdapat sumber daya alam yang
sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. Komponen lingkungan akan berinteraksi dengan manusia
melalui suatu transmisi seperti tanah, air, udara, makanan, tanaman, hewan/satwa liar, dan manusia.
Kualitas lingkungan akan berubah apabila terjadi nteraksi antara media transmisi dan faktor agen,
yaitu secara fisik,kimia dan biologi. Dalam jumlah tertentu, pengaruh faktor agen akan menyebabkan
kualitas lingkungan berubah, yaitu melebihi atau kurang dari standarnya sehingga akan menyebabkan
gangguan ekosistem. Jelas bahwa lingkungan merupakan salah satu faktor penentu dalam terjadinya
suatu penyakit.

Dalam bidang kesehatan tedapat konsep dasar dalam epidemiologi yang dikenal sebagai Segitiga
Epidemiologi (Trias Epidemiologi), suatu konsep dasar dalam epidemiologi yang menggambarkan
hubungan antara tiga faktor utama yang berperan dalam terjadinya penyakit atau masalah kesehatan,
yaitu host (pejamu), agent (penyebab), dan environment (lingkungan). Disimpulkan bahwa terjadinya
penyakit adalah akibat ketidakseimbangan ketiga faktor tersebut.

Saat ini, dunia sedang menghadapi peningkatan ancaman dari penyakit-penyakit infeksius yang
bersumber dari hewan atau satwa liar sebagai dampak kerusakan lingkungan akibat dari aktivitas
manusia seperti penebangan hutan, laju pembangunan perkotaan disuatu kawasan seperti
perkembangan industri, pembakaran hutan, peningkatan transportasi sehingga terjadi kerusakan
alam, serta pembuangan limbah yang berdampak pada perubahan ekosistem. Keadaan ini berdampak
pada peningkatan suhu di permukaan bumi yang dikenal sebagai pemanasan global, yang kemudian
berakibat terjadinya perubahan pola cuaca atau iklim yang dapat menimbulkan peningkatan dan
perubahan curah hujan, angin dan badai, serta lelehnya gletser yang dapat berdampak pada terjadinya
bencana alam. Dampak dari pemanasan global pada manusia yang bersifat noninfeksius anatar lain
penyakit kardiovaskuler dan stroke, penyakit bawaan makanan dan gizi, efek perkembangan manusia,
kesehatan mental dan gangguan yang berhubungan dengan stres, penyakit saraf, vectorborne, dan
penyakit-penyakit infeksius yang berkaitan dengan hewan, yaitu penyakit zoonotik seperti
leptospirosis, rabies, flu burung, brucelosis dan antraks. Sementara itu, pada hewan pemanasan global
akan berpegaruh pada kebutuhan makanan,gangguan migrasi hewan pada musim – musim tertentu
dan juga tempat tinggal.

Hutan memiliki kedudukan yang sangat penting di dunia karena mempunyai banyak fungsi seperti
mengubah gas karbon dioksida menjadi oksigen. Hutan memiliki keanekaragaman hayati yang
melimpah, dan menjadikannya paru –paru dunia yang utama, sekaligus tempat hidup berbagai spesies
hewan dan tumbuhan. Hutan memiliki mekanisme “siklus hara tertutup”. Kerusakan hutan dapat
terjadi karena ulah manusia, yaiutu melakukan penebangan, pembakaran atau akibat musim kemarau
yang panjang, sehingga memudahkan terjadinya kebakaran hutan. Macam – macam hutan yang ada
di Indonesia adalah hutan bakau, hutan tropis, hutan rawa, hutan musim, dan sabana.
Penebangan atau perusakan hutan akan menyebabkan tumbuhan yang hidup diatasnya akan hilang
sehingga tanah akan kehilangan kesuburannya. Hal ini disebabkan kandungan unsur hara yang
dibutuhkan untuk kesuburan tanah 70 % nya terdapat pada tanaman atau pohon –pohon yang sudah
ada. Penebangan hutan dapat mengakibatkan kesuburan tanah berkurang, sehingga daerah resapan
air terganggu. Kegiatan penebangan liar yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab
dapat menyebabkan hutan gundul. Dampak jangka panjangnya adalah terjadinya resiko pemanasan
global. Penyerapan karbon dioksida yang seharusnya dilakukan oleh pepohonan hijau, sepertidi taman
kota maupun dihutan, menjadi tidak berjalan dengan maksial sehingga keberadaan karbon dioksida
yang menumpuk diudara akan menjadi racun yang mematikan bagi manusia dan makhluk hidup
lainnya. Fungsi tanaman hijau adalah menyimpan karbon dioksida yang nantinya dlam proses
fotosinteis akan diubah menjadi oksigen dan karbohidrat. Kedua zat ini sangat diperlukan oleh seluruh
makhluk hidup.

Kebakaran hutan akan mengakibatkan banyak binatang kehilangan tempat tinggal yang digunakan
untuk berlndung, serta tempat untuk mencari makan. Dengan demikian hewan yang tidak dapat
beradaptasi dengan lingungan baru setelah terjadinya kebakaran tersebut akan mengalami
kepunahan secara perlahan lahan. Kerusakan hutan akibat kebakaran yang hebat akan sulit dipulihkan
karena struktur tanahnya mengalami kerusakan. Hilangnya tmbuh- tumbuhan juga menyebabkan
lahan terbuka sehingga mudah terjadi erosi dan tidak dapat lagi menahan banjir. Hal ini juga
mengakibatkan bencana banjir saat musim hujan diberbagai daerah hutan yang terbakar.

Dampak negatif dari kebakaran hutan lainnya adalah dapat membunuh organisme (makroorganime
dan mikroorganisme) tanah yang sangat bermanfaat dalam meningkatkan kesuburan tanah.
Makroorganisme tanah misalnya cacing tanah yang dapat meningkatkan aerasi dan drainase tanah,
dan mikroorganisme tanah misalnya mikorisa yang dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara
P,Zn,Cu,Ca,Mg dan Fe akan terbunuh. Selain itu bakteri penambat (Fiksasi) nitrogen pada bintil – bintil
akar tumbuhan leguminosae juga akan mati sehingga laju fiksasinitrogen akan menurun.
Mikroorganime, seperti bakteri dkomposer yang ada pada lapisan serasah saat kebakaran akan mati.
Temperatur yang melebihi normal akan membuat mikroorganisme mati, karena sebagian besar
mikroorganisme tanah memiliki adaptas suhu yang sempit. Namun demikian, apabila mikroorganisme
tanah tersebut mampu bertahan hidup maka ancaman berikutnya adalah terjadinya perubahan iklim
mikro yang juga dapat membunuhnya. Hilangnya mikroorganisme ditanah dan dekomposer seperti
telah dijelaskan diatas akan mengakibatkan proses humifikasi dan dekomposisi menjadi terhenti.

Pembakaran dan penebangan hutan akan melepaskan karbon dioksida keudara sehingga dapat
menyebakan peningkatan kadar karbon dioksida pada atmosfer bumi. Eksploitasihutan yang tidak
dibarengi dengan penanaman kembali dapat menyebabkan kelangkaan sumber daya alam karena
hutan akan mengalami kesulitan untuk memperbarui diri. Butuh ratusan tahun untuk mengembalikan
kondisi hutan seperti semula. Kegiatan penebangan hutan secara terus menerus akan merusak
ekosistem didalamnya. Berbagai macam flora dan fauna akan punah karena ketidaktersediaan
makanan atau akan menyebabkan hewan bermigrasi ke pemukiman dan menganggu penduduk
disekitarnya. Karena hewan kehilangan buruannya untuk disantap.

Kerusakan dan kebakaran hutan dapat menyebabkan pemanasan global dimuka bumi dan akan
berdampak pada peningkatan agen patogen dari hewan yang akan meningkatkan penyakit zoonotik.
Proses penularan virus dn bakteri penyebab penyakit zoonosis pada manusia dapat melalui kontak
langsung maupun tidak langsung. Penularan kontak langsung dapat terjadi melalui gigitan serangga
yang menjadi vektor infeksi penyakit atau hewan lainnya yang terinfeksi penyakt, sedangkan
penularan tidak langsung dapat terjadi melalui konsumsi pangan asal hewan yang tidak diolah secara
tepat (susu hewan yang tidak dipasteurisasi, mengosumsi daging hewan setengah matang) serta
menghirup debu yang terkontaminasi kotoran hewan.

Indonesia dan negara negara didunia menghadapi permasalahan penyakit hewan yang secara alami
dapat menular ke manusia atau sebaliknya yang disebut zoonosis. Hewan hewan yang berpotensi
dapat menyebabkan penyakit pada manusia antara lain burung, kuda, kucing, anjing, kera, babi, tikus
cacing serta hewan – hewan pemamah biak seperti sapi, kerbau, kambing.

Dampak kebakaran hutan yaitu hilangnya spesies binatang dan tumbuhan sehingga terjadi
ketidakseimbangan ekosistem dan lingkungan manusia, punahnya spesies flora dan fauna yang telah
langka serta terganggunya peresapan air tanah sehingga mengakibatkan terjadinya longsor maupun
banjir.

Hewan yang kehilangan tempat tingal dan sumber makanannya akibat kerusakan hutan akan
menyerang pemukiman disekitar hutan. Hewan –hewan yang berpotesi menyebabkan penyakit
adalah kelelawar, yang menular secara sporadis kepada anjing, kucing, babi hutan, kera. Hewan –
hewan tersebut berpotensi menyebarkan penyakit rabies. Rabies adalah penyakit yang menyerang
binatang. Pada anjing dan kucing biasanya mengeluarkan virus 3 -7 hari sebelum muncul gejala klinis
dan selama periode sakit. Sedangkan suatu studi mengatakan bahwa kelelawar mengeluarkan virus
tinjanya 12 hari sebelum sakit. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa cara penularan rabies adalah
melalui air liur binatang yang sakit, yang kemudian menularkan virus melalui gigitan atau cakaran. Hal
ini menunjukkan perlunya menjaga kebersihan sanitasi lingkungan disekitar tempat tinggal terutama
bagi yang mempunyai hewan ternak dan peliharaan. Selain itu pemeriksaan kesehatan hewan juga
perlu diterapkan.

Sanitasi yang buruk pada negara berkembang mengakibatkan penumpukan sampah dimana mana.
Sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat mnjadi sumber penyakit dan merupakan tempat yang
cocok bagi beberapa organisme seperti lalat, kucing, anjing, tikus untuk hidup dan berkembang biak.
Dampak sanitasi yang buruk lainnya adalah pada sistem drainase yang dapat menjadi salah satu faktor
penyebab terjadinya banjir. Dampak banjir pada kehidupan manusia adalah rusaknya sistem
pertanian, lomgsor, kerusakan pada rumah, jembatan , infrastruktur dan sebagainya. Banjir dapat
menggelontorkan bahan bahan pencemar air yang mengendap, sampah, bangkai hewan ternak
maupun vektor seperti tikus. Tikus hidup dan berkembang biak di hutan, di kebun, juga di lingkungan
rumah. Untuk kebutuhan hidupnya tikus mencari makan dari sisa sisa makanan yang dibuang
sembarangan, seperti pembuangan sampah baik di dalam rumah maupun di tempat pembuangan
akhir (TPA).

Kondisi pasca banjir akan memicu munculnya penyakit. Salah satu penyakit pascabanjir adalah
leptospirosis yakni penyakit yang disebabkan oleh baketri leptospira sp yang ada pada feses dan tinja
dari tikus. Masa inkubasi dari penyakit ini 4-9 hari sebelum kemudian memunculkan beberapa gejala

Anda mungkin juga menyukai