Anda di halaman 1dari 27

Skenario 3

Demam disertai menggigil dan berkeringat


Tn. C, laki-laki, 42 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan utama demam sejak
satu minggu lalu. Demam dirasakan setiap dua hari sekali dimana setiap kali demam
didahului menggigil dan setelah demam berkeringat. Setelah demam dapat pulih seperti
biasa. Beliau baru kembali dari melakukan studi lapangan di Papua selama dua minggu.
Setelah melakukan pemeriksaan sedian hapus darah tepi dokter mengatakan terinfeksi
Plasmodium falciparum .

STEP 1
TIU 1. Memahami dan menjelaskan tentang Plasmodium penyebab malaria pada manusia
TIK 1.1 Definisi plasmodium
1.2 Klasifikasi dan morfologi
1.3 Daur hidup
1.4 Epidemiologi
TIU 2. Memahami dan menjelaskan tentang vektor malaria di Indonesia
TIK 2.1 Spesies vektor malaria
2.2 Morfologi
2.3 Faktor yang mempengaruhi penularan
TIU 3. Memahami dan menjelaskan tentang malaria
TIK 3.1 Definisi malaria
3.2 Etiologi
3.3 Patogenesis
3.4 Patofisiologi
3.5 Manifestasi klinik
3.6 Diagnosis dan pemeriksaan
3.7 Diagnosis banding
3.8 Komplikasi
3.9 Pencegahan
3.10 Prognosis
3.11 Epidemiologi malaria
TIU 4. Memahami dan menjelaskan tentang obat anti malaria
TIK 4.1 Farmakologi non-komplikasi
4.2 Farmakologi komplikasi
TIU 5. Memahami strategi dan kegiatan GEBRAK Malaria di Indonesia
TIK 5.1 Definisi
5.2 Strategi dan cara pemberantasan

STEP 2
MANDIRI

STEP 3
1. Memahami dan menjelaskan tentang Plasmodium penyebab malaria pada manusia
1.1 Definisi plasmodium
Plasmodium merupakan genus protozoa parasit. Penyakit yang disebabkan oleh genus
ini dikenal sebagai malaria. Parasit ini sentiasa mempunyai dua inang dalam siklus hidupnya:
vektor nyamuk dan inang vertebra. Sekurang-kurangnya sepuluh spesies menjangkiti
manusia. Spesies lain menjangkiti hewan lain, termasuk burung, reptilia dan hewan pengerat.
1.2 Klasifikasi dan morfologi
Spesies plasmodium

Plasmodium vivax

Plasmodium falciparum

Plasmodium malariae

Plasmodium ovale

Plasmodium vivax :
Pada trofozid muda terdapat bentuk cincin, eritrosit membesar, dan mulai tampak titik
schuffner. Pada trofozoid tua sitoplasma berbentuk ameboid, titik schuffner jelas. Pada skizon
muda, inti membelah 4-8 skizon matang inti membelah 12-24 buah, dan pigmen kuning
tengguli. Pada makrogametosit bulat, sitoplasma berwarna biru, initi kecil, padat berwarna
merah. Pada mikrogametosit bulat, sitoplasma pucat, biru kelabu inti pucat.
Plasmodium vivax menyebabkan malaria tertiana (malaria tertiana begigna).

Gametosit

Skizon

Tropozoit

Granula Scuffners

Plasmodium falciparum :
Trofoid muda (bentuk cincin) eritrosit tidak membesar dan terdapat titik maurer. Hanya ada
satu parasit dalam sebuah eritrosit. Pada trofozid (multipel) terdapat lebih dari satu parasit
dalam sebuah eritrosit. Skizon muda jumlah inti 2-6, pigmen sudah menggumpal warna
hitam. Skizon matang inti membelah 8-24. Makrogametosit bentuk pisang, agak lonjong,
4

plasma biru, inti padat kecil, pigmen di sekitar inti. Mikrogametosit bentuk sosis, plasma
pucat, merah muda, inti tidak padat, pigmen tersebar.
Plasmodium falciparum menyebabkan malaria topika (malaria tertiana maligna)

Tropozoit

Bentuk cincin

Skizon

Gametosit

Plasmodium malariae :
stadium trofozoid muda dalam darah tepi tidak berbeda dengan plasmodium vivax, meskipun
sitoplasmanya lebih tebal dan pada pulasan giemza lebih gelap. Trofozoid yang lebih tua bila
membulat besarnya setengah eritrosit. Pada sediaan darah tipis, stadium trofozoid dapat
melintang di sepanjang sel darah merah dan membentuk seperti pita.
Plasmodium malariae menyebabkan malaria quartana

Tropozoit

Bentuk pita

Merozoit

Skizon

Plasmodium Ovale :
trofozoid muda berukuran kira-kira 2 mikron (1/3 eritrosit). titik schufner terbentuk saat dini
dan tampak jelas. stadium trofozoid berbentuk bulat dan kompak dengan granula pigmen
yang lebih kasar tetapi tidak sekasar pigmen P.malariae.pada stadium ini eritrosit agak
membesar dan sebagian besar berbentuk lonjong. Stadium gamettosit betina bentuk
bulat.puna inti kecilkompak dan sitoplasma warna biru.gametosit jantan punya inti
difus.sitoplasma warna pucat kemerah-merahan berbentuk bulat.

Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale.

Tropozoit

Tropozoit tua

Tropozoit muda

1.3 Daur hidup

1.4 Epidemiologi
Parasit ini ditemukan didaerah tropic, terutama di Afrika dan Asia Tenggara. Di
Indonesia parasit ini terbesar di seluruh kepulauan.Perbedaan prevalensi menurut umur dan
jenis kelamin lebih berkaitan denganperbedaan derajat kekebalan tubuh. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwaperempuan mempunyai respon imun yang lebih kuat dibandingkan
dengan laki-laki, namun kehamilan dapat maningkatkan resiko malaria. Ada beberapa faktor
yang turut mempengaruhi seseorang terinfeksi malaria adalah:
1. Ras atau suku bangsa
Pada penduduk benua Afrika prevalensi Hemoglobin S (HbS) cukup
tinggisehingga lebih tahan terhadap infeksi P. falciparum karena HbS
dapatmenghambat perkembangbiakan P. falciparum.
6

2. Kekurangan terhadap enzim Glukosa 6 Phosphat Dehidrogenase (G6PD)


memberikan perlindungan terhadap infeksi P. falciparum yang berat.
Defisiensi terhadap enzim ini merupakan penyakit genetik dengan manifestasi
utama pada wanita.
3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu mengancurkan
Plasmodium yang masuk atau mampu menghalangi perkembangannya.

2. Memahami dan menjelaskan tentang vektor malaria di Indonesia


2.1 Spesies vektor malaria
1) Anopheles sundaicus
Temapat perindukan larva :
Muara sungai yang mendangkal pada musim kemarau
Tambak ikan yang kurang terpelihara
Parit disepanjang pantai yang berisi air payau
Tempat penggaraman
Air tawar
Sifat :
Antropofilik > Zoofilik
Menggigit pada saat malam
Tempat istirahat di dalam rumah
2) Anopheles aconitus
Temapat perindukan larva :
Persawahan dengan saluran irigasi
Tepi sungai pada musim kemarau
Kolam ikan dengan tanaman rumput di tepinya
Sifat :
Zoofilik > Antropofilik
Menggigit pada saat senja dini hari (eksofagik)
Tempat istirahat diluar rumah
3) Anopheles sub pictus
Temapat perindukan larva :
Kumpulan air yang permanen/sementara
Celah tanah bekas kaki binatang
Tambak ikan dan bekas galian di pantai
Sifat :
Antropofilik > Zoofilik
Menggigit saat malam
Tempat istirahat di dalam rumah (terkadang di luar
rumah)
4) Anopheles berbirostris
7

Temapat perindukan larva :


Sawah dan saluran irigasi
Kolam, rawa, sumur, dan lain-lain
Sifat :
Antropofilik (Sulawesi & NT), Zoofilik (Jawa &
Sumatra)
Menggigit malam hari (Eksofagik > Endofagik)
Tempat istirahat diluar rumah (pada tanaman)

5) Anopheles Balabacensis
Temapat perindukan larva :
Genangan air
Tepi sungai saat kemarau
Kolam atau sungai yang berbatu
Sifat :
Antropofilik > Zoofilik
Menggigit saat malam (Endofilik)
Temapt istirahat diluar rumah (sekitar kandang)
6) Anopheles Maculatus
Temapat perindukan larva :
Aliran air jernih dengan arus lambat (daerah
pegunungan)
Sifat :
Zoofilik > Antropofilik
Menggigit saat malam
Tempat istirahat di luar rumah (sekitar kandang)
7) Anopheles Bancrofti
Temapat perindukan larva :
Danau dengan tumbuhan bakung
Rawa dengan tumbuhan pakis
Genangan air tawar
Sifat :
Zoofilik > antropofilik
Tempat istirahat belum jelas
8) Anopheles Barbumbrosus
Temapat perindukan larva :
Tepi sungai dengan aliran lambat (daerah hutan daratan
tinggi)
Sifat :
Antropofilik
Bionomiknya masih belum banyak dipeajari

2.2 Morfologi

Telur

Telur diletakan satu per satu diatas permukaan air berbentuk seperti perahu
yang bagian bawahnya konveks, da konkaf pada bagian atasnya. Dan mempunyai
pelampung yang terletak pada sebelah lateral.

Larva

Larva anophelini tampak mengapung sejajar dengan permukaan air,


mempunyai bagian-bagian badan yang bentuknya khas, yaitu spirakel pada bagian
posterior abdomen, tergal plate pada bagian tengah sebelah dorsal abdomen
sepasang bulu palma pada bagian lateral abdomen.

Pupa

Mempunyai tabung pernapasan (respiratory trumpet) yang bentuknya


lebar dan pendek. Digunakan untuk menganbil O2 dari udara.

Dewasa
Pada nyamuk dewasa palpus nyamuk jantan dan betina mempunyai
panjang hampir sama dengan panjang probosisnya. Perbedaannya adalah pada
9

nyamuk jantan ruas palpus bagian apikal berbentuk gada (club form), sedangkan
pada betina ruas tersebut mengecil.

Sayap pada bagian pinggir (kosta dan Vena 1) ditumbuhi sisik-sisik


sayap yang berkelompok membentuk gambaran belang-belang hitam dan
putih. Selain itu, bagian ujung sisik sayap membentuk lengkung (tumpul).
Bagian posterior abdomen tidak seruncing nyamuk Aedes dan tidak setumpul
nyamuk mansonia, tetapi sedikit lancip.
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi penularan malaria
Penularan atau transmisi malaria dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Lingkungan fisik.
Lingkungan fisik adalah faktor-faktor geografi yang berpengaruh pada
perkembangbiakan dan kemampuan hidup vektor malaria. Lingkungan fisik
yang berpengaruh pada Anopheles antara lain:
a. Suhu. Suhu atau temperatur mempengaruhi perkembangan hidup parasit
malaria, Suhu optimum adalah 20-30 C.
b. Kelembaban. Tingkat kelembaban yang masih ditolerir nyamuk anopheles
adalah 60%. Kelembaban yang rendah akan memperpendek usia nyamuk
malaria. Sebaliknya kelembaban yang tinggi akan membuat nyamuk lebih
aktif menggigit sehingga meningkatkan penularan malaria.
c.

Hujan. Hujan yang sekali-sekali dan diselingi panas akan meningkatkan


penularan. Curah hujan yang cenderung tidak teratur akan menyebabkan
terbentuknya tempat-tempat perindukan nyamuk di daerah endemis malaria.

d. Ketinggian. Nyamuk malaria tidak dapat hidup pada ketinggian lebih 2.500
meter di atas permukaan laut. Ketinggian suatu daerah berhubungan dengan
temperatur, kelembahan dan kepadatan tekanan udara.
e. Angin. Hembusan angin dapat membawa (mendukung) terbang nyamuk dari
tempat perindukannya ke daerah pemukiman penduduk. Sebaliknya hembusan
dan arah angin dapat pula menghambat terbang nyamuk malaria dari tempat
perindukan ke pemukiman pendudk apabila arah angin berlawanan.
f. Sinar matahari. Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan jentik (larva)
nyamuk malaria berbeda-beda. Ada anopheles yang menyukai tempat terbuka
(kena sinar matahari langsung), misal: An. hyrcanus dan An. punctulatus, ada
pula yang menyukai tempat yang teduh, misalnya An. sundaicus, sedangkan
yang dapat hidup baik di tempat teduh maupun terang adalah An. barbirostris.
g. Arus air. Ada nyamuk malaria yang menyukai air yang tenang (tergenang)
seperti An. letifer, ada yang menyukai air dengan arus lambat seperti An.
barbirostris, ada pula yang menyukai air yang mempunyai arus deras seperti
An. minimus.
h. Kadar garam. Ada nyamuk anopheles yang berkembang biak di air tawar tetapi
ada yang justru dapat berkembang biak di air yang mengandung garam dengan
kadar tertentu, misalnya Anopheles sundaicus yang berkembang biak dengan
10

baik di air payau (campuran air laut dengan air tawar) dengan kadar garam 1218%.
2. Lingkungan biologik.
Lingkungan biologik yang dimaksud adalah tumbuh-tumbuhan dan hewan
yang berpengaruh pada perkembangbiakan nyamuk malaria. Adanya
tumbuhan bakau, lumut dan ganggang di tepi rawa akan menghalangi sinar
matahari langsung sehingga tempat perindukan nyamuk menjadi teduh
(terlindung dari sinar matahari langsung), ini disukai oleh An. balabacencis.
Binatang pemakan jentik akan mengurangi populasi larva nyamuk, misalnya:
ikan kepala timah (panchax spp), nila dan gambusia. Adanya hewan ternak di
sekitar rumah juga akan mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia.
3. Lingkungan sosial budaya.
Di daerah endemis malaria, orang-orang yang suka keluar malam lebih
mudah tergigit nyamuk malaria. Rumah yang pintu dan jendelanya sering
terbuka pada malam hari, tidak memakai kasa nyamuk akan lebih mudah
dimasuki nyamuk malaria. memiliki banyak jendela dan lubang kena malaria.
Berbagai kegiatan (aktifitas) manusia seperti membuka hutan, pembangunan
pemukiman penduduk, pembuatan jalan, pertambangan dan perkebunan akan
mengakibatkan perubahan lingkungan yang mendukung terjadinya transmisi
malaria. Selain itu, perpindahan penduduk dan pariwisata juga menyokong
transmisi malaria dari satu daerah (negara) ke daerah (negara lain).

3. Memahami dan menjelaskan tentang malaria


3.1 Definisi malaria
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang
eritrosit dan ditandai dengan ditemukannuya bentuk aseksual didalam darah.manifestasi
klinis yaitu demam yg khas, anemia, splenomegali ( pembesaran limpa). Definisi lain yaitu
pada zaman dahulu ditemukan di Roma di daerah rawa yang mengeluarkan bau busuk
disekitarnya sehingga disebut malaria (mal area = udara buruk). Dapat berlangsung akut
maupun kronik. Infksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami
komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat. Sejenis infeksi parasit yang
menyerupai malaria ialah infeksi babesiosa yang menyebabkan babesiosis
3.2 Etiologi
Penyebab infeksi malaria adalah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia juga
menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptil dan mamalia. Termasuk genus
plasmodium dari famili plasmodidae. Plasmodium ini pada manusia mmengifeksi eritrosit(sel
darah merah dan mengalami pembiakan aseksual di jarinagan hati dan di eritrosit.
Perkembangan seksual juga terrjadi pada tubuh nyamuk yaitu anopheles betina.

11

3.3 Patogenesis

Setelah melalui jaringan hati P.falcifarum melepaskan 18-24 merozoit kedalam


sirkulasi. Merozoit yang dilepaskan akan masuk ke dalam sel RES di limpa dan mengalami
fagositosis serta filtrasi. Merozoit yang lepas dari fagosit serta filtrasi. Merozoit yang lepas
dari filtrasi serta fagositosis dari limpa akan menginvasi eritrosit . selanjutnya parasit
berkembang biak secara aseksual dalam eritrosit. Bentuk aseksual parasit dalam eritosit (EP)
inilah yang bertanggung jawab dalam patogenesa terjadinya malaria pada manusia.
Patogenesa yang banyak di teliti adalah patogenesa malaria yang disebabkan oleh malaria
P.falcifarum.
Patogenesis malaria falcifarum di pengaruhi oleh factor parasit dan factor penjamu
(host). Yang termaksud dalam factor parasit adalah intensitas transmisi, densitas parasit dan
virulensi parasit. Sedangkan yang dimaksud dengan factor penjamu adalah tingkat
endemisitas daerah tempat tinggal, genetic, usia, status nutrisi dan status immunologi. EP
secara garis besar mengalami 2 stadium, yaitu stadium cincin pada 24 jam I dan stadium
matur pada 24 II. Permukaan stadium cincin akan memampilkan antigen RESA (Ringerythrocyte surgace antigen) yang menghilang setelah parasit masuk stadium matur.
Permukaan membrane EP stadium matur akan mengalami penonjolan dan membentuk knob
dengan histidin rich-protein-1 (HRP-1) sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP
tersebut mengalami merogoni, akan dilepaskan toxin malaria berupa GPI yaitu
glikosilfosfatidilinasitol yang merangsang pelepasan TNF- dan interleukin-1 (IL-1) dari
makrofak.

12

Singkatnya : Nyamuk yang terinfeksi plasmodium menggigit manusia Sporozoit


Schizont Merozoit - Sel hati akan pecah Merozoit - keluar dari sel hati - merozoit dapat
masuk dan tumbuh lagi dalam sel hati.
Merozoit akan masuk dalam aliran darah - siklus eritrositer - trophozoit muda (bentuk
cincin) - trophozoit tua - schizont dengan merozoit - Schizont pecah merozoit memasuki
eritrosit baru - makrogametosit dan mikro ametosit.
3.4 Patofisiologi
Daur hidup spesies malaria terdiri dari fase seksual eksogen (sporogoni) dalam badan
nyamuk Anopheles dan fase aseksual (skizogoni) dalam badan hospes vertebra termasuk
manusia.
a.

Fase aseksual

Fase aseksual terbagi atas fase jaringan dan fase eritrosit. Pada fase jaringan, sporozoit
masuk dalam aliran darah ke sel hati dan berkembang biak membentuk skizon hati yang
mengandung ribuan merozoit. Proses ini disebut skizogoni praeritrosit. Lama fase ini berbeda
untuk tiap fase. Pada akhir fase ini, skizon pecah dan merozoit keluar dan masuk aliran darah,
disebut sporulasi. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, sebagian sporozoit
membentuk hipnozoit dalam hati sehingga dapat mengakibatkan relaps jangka panjang dan
rekurens.
Fase eritrosit dimulai dan merozoit dalam darah menyerang eritrosit membentuk
trofozoit. Proses berlanjut menjadi trofozoit-skizon-merozoit. Setelah 2-3 generasi merozoit
dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara permulaan infeksi
sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten, sedangkan masa
tunas/inkubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai
timbulnya gejala klinis demam.
b.

Fase seksual

Parasit seksual masuk dalam lambung betina nyamuk. Bentuk ini mengalami
pematangan menjadi mikro dan makrogametosit dan terjadilah pembuahan yang disebut zigot
(ookinet). Ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk dan menjadi ookista. Bila
ookista pecah, ribuan sporozoit dilepaskan dan mencapai kelenjar liur nyamuk.

13

3.5 Manifestasi klinik


Masa inkubasi malaria berkisar antara 9- 30 hari. Gejala kliniknya dikenal sebagai
trias malaria yang terdiri dari demam, anemia dan splenomegali.
a. Demam
Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang
(sporulasi). Pada malaria tertiana (Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale),
pematangan skizon tiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke-3,
sedangkan malaria kuartana (Plasmodium malariae) pematangannya tiap 72
jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap serangan ditandai dengan
beberapa serangan demam periodik. Demam khas malaria terdiri atas 3
stadium, yaitu menggigil (15 menit-1 jam), puncak demam (2-6 jam), dan
berkeringat (2-4 jam). Demam akan mereda secara bertahap karena tubuh
dapat beradaptasi terhadap parasit dalam tubuh dan ada respons imun.

b. Splenomegali
Slenomegali merupakan gejala khas malaria kronik. Limpa mengalami
kongesti, menghitam, dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit
parasit dan jaringan ikat yang bertambah.
c. Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah
anemia karena Plasmodium falciparum.
Anemia disebabkan oleh:
1) Penghancuran eritrosit yang berlebihan.
2) Eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time).

14

3) Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang (diseritropoesis).
d. Ikterus
Ikterus
disebabkan
karena
hemolisis
dan
gangguan
hepar.
Malaria laten adalah masa pasien di luar masa serangan demam. Periode ini
terjadi bila parasit tidak dapat ditemukan dalam darah tepi, tetapi stadium
eksoeritrosit masih bertahan dalam jaringan hati.
Relaps adalah timbulnya gejala infeksi setelah serangan pertama. Relaps dapat
bersifat:
Relaps jangka pendek (rekrudesensi), dapat timbul 8 minggu setelah
serangan pertama hilang karena parasit dalam eritrosit yang berkembang biak.
Relaps jangka panjang (rekurens), dapat muncul 24 minggu atau lebih
setelah serangan pertama hilang karena parasit eksoeritrosit hati masuk ke
darah dan berkembang biak
Beberapa keadaan klinik dalam infeksi malaria adalah:
serangan primer : yaitu keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai
terjadinya serangan paroksismal yang terdiri dari dingin atau menggigil;
panas dan berkeringat. Serangan paroksismal ini dapat pendek atau
panjang tergantung dari perbanyakan parasit dalam imunitas penderita.
Periode latent : periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama
terjadinya infeksi malaria. Biasanya terjadi diantara 2 keadaan
paroksismal.
Recrudescense : yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah
24 minggu berakhirnya serangan primer.
Relapse atau rechute : ialah berulangnya gejala klinik atau parasitemia
yang lebih lama dari waktu diantara serangan periodiik dari infeksi primer
yaitu setelah infeksi lama dari masa latent (sampai 5 tahun), biasanya
terjadi karena infeksi tidak sembuh atau oleh bentuk di luar eritrosit (hati)
pada malaria vivaks atau ovale

3.6 Diagnosis dan pemeriksaan


Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesa yang tepat dari penderita tentang asal
penderita apakah dari daerah endemic malaria, riwayat bepergian ke daerah malaria, riawayat
pengobatan kuratip maupun preventip.
a. Pemeriksaan tetes darah untuk malaria
Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria
sangat penting untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan satu kali dengan hasil
negative tidak mengenyampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan darah tepi tiga kali
dan hasil negative maka diagnosa malaria dapat dikesampingkan. Adapun
pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui :
a) Tetesan preparat darah tebal. Merupakan cara terbaik untuk menemukan
parasit malaria karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat
15

darah tipis. Sediaan mudah dibuat khususnya untuk studi di lapangan.


Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk memudahkan identifikasi
parasit. Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100
lapang pandangan dengan pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negative
bila setelah diperiksa 200 lapang pandangan dengan pembesaran 700-1000
kali tidak ditemukan parasit. Hitung parasit dapat dilakukan pada tetes
tebal dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Bila leukosit
10.000/ul maka hitung parasitnya ialah jumlah parasit dikalikan 50
merupakan jumlah parasit per mikro-liter darah.
b) Tetesan preparat darah tipis. Digunakan untuk identifikasi jenis
plasmodium, bila dengan preparat darah tebal sulit ditentukan. Kepadatan
parasit dinyatakan sebagai hitung parasit (parasite count), dapat dilakukan
berdasar jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah
merah. Bila jumlah parasit > 100.000/ul darah menandakan infeksi yang
berat. Hitung parasit penting untuk menentukan prognosa penderita
malaria. Pengecatan dilakukan dengan pewarnaan Giemsa, atau
Leishmans, atau Fields dan juga Romanowsky. Pengecatan Giemsa yang
umum dipakai pada beberapa laboratorium dan merupakan pengecatan
yang mudah dengan hasil yang cukup baik
b. Tes Antigen : p-f test
Yaitu mendeteksi antigen dari P.falciparum (Histidine Rich Protein II). Deteksi
sangat cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya baik,
tidak memerlukan alat khusus. Deteksi untuk antigen vivaks sudah beredar dipasaran
yaitu dengan metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari
plasmodium (pLDH) dengan cara immunochromatographic telah dipasarkan dengan
nama tes OPTIMAL. Optimal dapat mendeteksi dari 0-200 parasit/ul darah dan dapat
membedakan apakah infeksi P.falciparum atau P.vivax. Sensitivitas sampai 95 % dan
hasil positif salah lebih rendah dari tes deteksi HRP-2. Tes ini sekarang dikenal
sebagai tes cepat (Rapid test).
c. Tes Serologi
Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai tekhnik
indirect fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya antibody
specific terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini
kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibody baru terjadi setelah
beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian
epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:200 dianggap sebagai infeksi
baru ; dan test > 1:20 dinyatakan positif . Metode-metode tes serologi antara lain
indirect haemagglutination test, immunoprecipitation techniques, ELISA test, radioimmunoassay.
d. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan tekhnologi amplifikasi DNA, waktu
dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulan tes ini
walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tes ini baru
dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin
3.7 Diagnosis banding

16

Demam merupakan salah satu gejala malaria yang menonjol, yang juga dijumpai
hampir pada semua penyakit infeksi seperti infeksi virus pada sistem respiratorius, influenza,
demam tifoid, demam dengue, dan infeksi bakterial lainnya seperti pneumonie, infeksi
saluran kencing, tuberkulosis.
Pada daerah hiperendemik sering dijumpai penderita dengan imunitas yang tinggi
sehingga penderita dengan infeksi malaria tetapi tidak menunjukkan gejala klinis malaria.
Pada malaria berat, diagnosa banding tergantung manifestasi malaria beratnya.
Pada malaria dengan ikterus, diagnosa banding ialah demam tifoid dengan hepatis,
kolesistitis, abses hati, dan leptospirosis. Hepatitis pada saat timbul ikterus biasanya tidak
dijumpai demam lagi. Pada malaria serebral harus dibedakan dengan infeksi pada otak
lainnya seperti meningitis, ensefalitis, tifoid ensefalopati, tripanososmiasis. Penurunan
kesadaran dan koma dapat terjadi pada gangguan metabolik (diabetes, uremi), gangguan
serebro-vaskular (strok), eklampsia, epilepsi, dan tumor otak.

3.8 Komplikasi
Komplikasi malaria umumnya disebabkan karena P.falciparum dan sering disebut
pernicious manifestasions. Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebeumnya, dan
sering terjadi pada penderita yang tidak imun seperti pada orang pendatang dan kehamilan.
Komplikasi terjadi 5-10 % pada seluruh penderita yang dirawat di RS dan 20 % diantaranya
merupakan kasus yang fatal.
Penderita malaria dengan kompikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat
yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P.falciparum dengan satu atau lebih
komplikasi sebagai berikut :
1. Malaria serebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih
dari 30 menit setelah serangan kejang ; derajat penurunan kesadaran harus
dilakukan penilaian berdasar GCS (Glasgow Coma Scale) ialah dibawah 7
atau equal dengan keadaan klinis soporous.
2. Acidemia/acidosis ; PH darah < > respiratory distress.
3. Anemia berat (Hb < > 10.000/ul; bila anemianya hipokromik atau miktositik
harus
dikesampingkan
adanya
anemia
defisiensi
besi,
talasemia/hemoglobinopati lainnya.
4. Gagal ginjal akut (urine kurang dari 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau 12
ml/kg BB pada anak-anak) setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin > 3
mg/dl.
5. Edema paru non-kardiogenik/ARDS (adult respiratory distress syndrome).
6. Hipoglikemi : gula darah < >
7. Gagal sirkulasi atau syok : tekanan sistolik < > 10C:8).
8. Perdarahan spontan dari hidung atau gusi, saluran cerna dan disertai kelainan
laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler
9. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24 jam

17

10. Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena
obat anti malaria/kelainan eritrosit (kekurangan G-6-PD)
11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada
pembuluh kapiler pada jaringan otak.
3.9 Pencegahan
Pencegahan penyakit malaria dapat dilakukan dengan Pembersihan Sarang Nyamuk
(PSN), berusaha menghindarkan diri dari gigitan nyamuk, atau upaya pencegahan dengan
pemberian obat Chloroquine bila mengunjungi daerah endemik malaria.
3.10 Prognosis
Malaria vivaks prognosis biasanya baik, tidak menyebabkan kematian. Jika tidak
mendapat pengobatan, serangan pertama dapat berlangsung selama dua bulan atau lebih.
Malaria malariae jika tidak diobati maka infeksi dapat berlangsung sangat lama. Malaria
ovale dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Malaria falciparum dapat menimbulkan
komplikasi yang menyebabkan kematian.
3.11 Epidemiologi malaria
Malaria dapat ditemukan mulai dari belahan bumi utara hingga belahan bumi selatan;
mulai dari ketinggian 2850 m sampai daerah yang letaknya 400 m dibawah permukaan laut.
Keadaan malaria di dunia saat ini diperkirakan terdapat 300-500 juta kasus malaria
klinis/tahun dengan 1,5 juta - 2,7 juta kematian. Dan 90% kematian terjadi pada anak-anak.
Menurut data yang berkembang hampir separuh dari populasi Indonesia (lebih dari 90 juta
orang atau 46% dari total populasi Indonesia) bertempat tinggal di daerah endemik malarian
dan diperkirakan ada 30 juta kasus malaria setiap tahunnya.
Malaria disuatu daerah dapat ditemukan secara :
Autokton, siklus hidup parasit malaria dapat berlangsung karena adanya
manusia yang rentan, nyamuk dapat menjadi vektor dan ada parasitnya.
Impor, terjadi bila infeksinya berasal dari luar daerah endemi malaria
Introduksi, timbul karena adanya kasus kedua yang berasal dari kasus impor
Reintroduksi, bila kasus malaria muncul kembali yang sebelumnya sudah
dilakukan eradikasi malaria.
Induksi, bila kasis berasal dari transfusi darah, suntikan atau kongenital yang
tercemar malaria.
Keadaan malaria di daerah endemi tidak sama. Derajat endemisitas dapat diukur
dengan berbagai cara seperti :

Angka limpa (Spleen Rate)


persentase orang dengan pembesaran limpa dalam suatu masyarakat, yang bisa
dilakukan dengan berbagai cara seperti cara Hackett dan Schuffner.
Average enlarge spleen (AES) adalah rata-rata pembesaran limpa yang dapat
teraba. Jumlah limpa yang membesar pada tiap ukuran limpa x pembesaran limpa
pada suatu golongan umur tersebut. AES ditujukan untuk mengukur keberhasilan
program pemberantasan.

18

Hipoendemik

Mesoendemik Hiperendemik Holoendemik

Angka limpa

10%
kurang

atau 10-50%

Lebih
50%

Angka
Parasit

10%
kurang

atau 15-50%

51-75%

Transmisi
Malaria

Rendah

dari Lebih
75%

dari

Lebih
75%

dari

Biasa
pada Meningkat
Terjadi terus
pedesaan
secara intensif menerus
dan musiman
sepanjang
tahun

Angka parasit (Parasite Rate)


Persentase orang yang sediaan darahnya positif pada saat tertentu dan angka
ini merupakan pengukuran malariometrik
o
Berat ringannya infeksi malaria pada masyarakat diukur dengan densitas
parasit (Density Parasite) yaitu jumlah rata-rata parasit dalam sediaan darah
positif.
o

Berat ringannya infeksi malaria pada seseorang diukur dengan hitung


parasit (Parasite Count) yaitu jumlah parasit dalam 1mm3 darah.

Slide Positive Rate (SPR) menyatakan persentase sediaan darah positif dalam periode
kegiatan penemuan kasus yang dapat dilakukan secara aktif (Active Case Detection)
atau secara pasif (Passive Case Detection)
Annual Parasite Index (API) menyatakan jumlah sediaan darah yang positif dari jumlah
sediaan yang diperiksa per tahun, dalam permil.
Annual Blood Rate (ABER) menyatakan jumlah sediaan darah yang diperiksa terhadap
malaria per tahun dibagi jumlah penduduk dalam persen
Disuatu daerah malaria dapat terjadi epidemi (wabah), yaitu jika pada suatu waktu jumlah
penderita meningkat secara tajam.
o Stabil (Stable malaria) adalah keadaan jika daerah itu ada transmisi yang
tinggi secara terus menerus. Dan biasanya kekebalan penduduk tinggi
o Tidak stabil (Unstable malaria) adalah keadaan jika transmisi di daerah
itu tidak tetap. Dan biasanya kekebalan penduduk rendah
Sifat malaria juga dapat berbeda dari satu daerah ke daerah lain, yang tergantung pada
beberapa faktor, yaitu :
o Parasit yang terdapat pada pengandung parasit
o Manusia yang rentan
o Nyamuk yang dapat menjadi vektor
o Lingkungan yang dapat menunjang kelangsungan hidup masing-masing

Angka sporozoit (Sporozoit rate)

19

4. Memahami dan menjelaskan tentang obat anti malaria


4.1 Farmakologi dengan non-komplikasi
1) Malaria sensitif klorokuin
Malaria falsiparum yang sensitif klorokuin dan tanpa komplikasi diobati
dengan klorokuin 25 mg basa/kgbb, secara oral, selama 3 hari yaitu hari I dan hari
II 10 mg basa/kgbb, hari III 5 mg basa/kgbb, dengan dosis harian diminum
sekaligus. Pada hari I juga diberikan primakuin dengan dosis sesuai golongan
umur kecuali pada bayi dan ibu hamil (tabel 1). Penggunaan primakuin bukan
sebagai anti relaps karena P. falciparum tidak mempunyai bentuk jaringan
sekunder (eksoeritrositer sekunder), melainkan untuk membunuh gametosit
sehingga penularan dapat dicegah atau dikurangi.
Malaria vivaks yang sensitif klorokuin atau malaria ovale atau malariae
diobati juga dengan klorokuin 25 mg basa/kgbb secara oral, selama 3 hari, seperti
pengobatan pada malaria falsiparum yang sensitif klorokuin. Dalam hal ini
primakuin diberikan selama 5 14 hari sebagai anti relaps karena P. vivax
mempunyai bentuk jaringan sekunder.
2) Malaria resisten klorokuin
Malaria falsiparum yang resisten klorokuin dan tanpa komplikasi diobati
dengan sulfadoksin-pirimetamin dan pri- makuin dosis tunggal kecuali pada bayi
dan wanita hamil, diberi- kan secara oral sesuai golongan umur. Sulfadoksin
diberikan dengan dosis 25 mg/kgbb dan pirimetamin 1,25 mg/kgbb.
Pada malaria vivaks yang resisten klorokuin dianjurkan untuk mengulangi
sekali lagi pengobatan klorokuin dan prima- kuin dengan dosis sama, kemudian
dilanjutkan dengan peng- obatan klorokuin 300 mg basa dan primakuin 45 mg
basa dosis tunggal, setiap minggu sekali selama 8 12 minggu.
4.2 Farmakologi dengan komplikasi
Malaria dengan komplikasi umumnya disebabkan oleh P. falciparum yang
telah resisten terhadap klorokuin sehingga memerlukan penanganan khusus, karena
banyak mengakibatkan kematian.
1) Pengobatan kausal
Pengobatan dengan kina dihidroklorida intravena merupakan pilihan utama
karena malaria berat memerlukan pengobatan cepat dan tepat.
Kina diberikan dalam larutan infus NaCl atau dextrosa 5%, 10 ml/kgbb,
dengan dosis awal terutama untuk malaria otak adalah 20 mg garam atau 16,7
mg basa/kgbb dalam 4 jam pertama, dilanjutkan dengan dosis 10 mg garam
atau 8,3 mg basa/kgbb dalam 4 jam berikutnya dan diulang setiap 8 jam
sampai penderita dapat menelan obat untuk kemudian diselesai- kan
pengobatannya per oral sampai hari ke 7.
2) Pengobatan suportif
Pengobatan suportif pada penderita malaria berat harus pula segera dilakukan
untuk memperbaiki fungsi organ yang meng- alami gangguan. Tindakan yang
dilakukan sesuai dengan ma- nifestasi klinis malaria berat.
- Antikejang
Diberikan diasepam 0,2 mg/kgbb, intravena atau intra- muskular dan dapat
diulangi setiap 5 10 menit sampai kejang- kejangnya terkendali. Jika
20

pemberian parenteral tidak mungkin dapat diberikan perekta 10,5-1,0


mg/kgbb.
- Mempertahankan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa
Pemberian cairan sangat tergantung keadaan penderita. Cairan pada penderita
dewasa dapat diberikan sampai > 3,51/24 jam baik melalui oral maupun
intravena (cairan garam fisio- logis : dektrosa 5% = 2 : 1). Rehidrasi peroral
juga dapat diberi- kan melalui naso-gastric tube (19,40,47,50) .
- Menurunkan suhu tubuh
Jika suhu tubuh > 38,5C, dilakukan kompres dingin atau memberikan
antipiretik.
- Pemberian oksigen
Diberikan kepada penderita yang mengalami kesulitan ber- nafas dan
kesadaran yang menurun.
- Transfusi darah
Untuk mengatasi anemia berat dapat diberikan packed red blood cells.
Transfusi darah segar mungkin dibutuhkan untuk mempertahankan hematokrit
> 15% pada penderita hemoglobi- nuria atau blackwater fever dan perdarahan.
- Pemberian larutan glukosa
Pada penderita hipoglikemia diberikan larutan glukosa 50% intravena ( <=1,0
ml/kgbb) yang diteruskan dengan infus cairan Dextrosa 10 20%. Cairan
glukosa tersebut dapat juga diberi- kahn melalui naso-gastric tube.
- Pemberian vitamin K
Diberikan bila terdapat perpanjangan waktu protrombin atau tromboplastin.
- Exchanged transfusion
Dilakukan bila parasitemia > 10%.
- Dialisis
Bila didapatkan gagal ginjal yang sudah sulit diperbaiki.
Saat ini obat antimalaria yang tersedia di Indonesia terdiri dari obat-obat lama seperti,
klorokuin, pirimetamin sulfadoksin, kina dan primaquin, juga ada beberapa obat yang
penggunaanya terbatas didaerah tertentu adalah Kombinasi Golongan Artemisin.
TERAPI NON- KOMBINASI
Klorokuin
Klorokuin merupakan 4-aminokuinolin. Obat ini merupakan obat yang pemakainannya
luas karena mudah diapakai dan harganya murah. Obat ini efektif pada P. falciparum.
Dosis
Untuk malaria yang terinfeksi dengan P.vivax atau P.ovale, 5 mg/kgBB klorokuin basa
diulang pemberiannya pada hari ke 7 dan hari ke 14.
Untuk malaria berat, dimana pemberian oral tidak memungknkan, maka diberikan
klorokuin HCl parenteral. Klorokuin HCl, tersedia dalam bentuk larutan 50mg/mL yang
setara dengan 40 mg/mL klorokuin basa. Obat ini diberikan secara IV dengan kecepatan yang
tetap dan tidak melebihi 0,83 mg/kgBB klorokuin basa per jam atau dengan suntikan SK atau
IM berulang dengan dosis tidak melebihi 3,5 mg/kgBB klorokuin basa sampai tercapai dosis
total 25mg/kgBB klorokuin basa.

21

250 mg garam(150mg basa), dosis 25 mg basa/kg BB untuk 3 hari, terbagi 10 mg/kg


BB hari I dan II, 5 mg/kg BB pada hari ke III. Pada orang dewasa biasa dipakai dosis 4 tablet
hari I dan II dan 2 tablet hari III.
Farmakodinamik
Klorokuin ini bersifat Skizontosida darah, artinya obat ini efektif hanya pada fase
eritrosit, sama sekali tidak efektif terhadap parasit di jaringan. Gejala klinik dan parasitemia
serangan akut malaria akan cepat dikendalikan oleh klorokuin. Demamnya akan hilang pada
24 jam dan sediaan apus darah, umunya negatif dalam waktu 48-72 jam.
Mekanisme kerja klorokuin masih kontroversial. Salah satu mekanisme kerja yang
penting adalah penghambatan aktivitas polimerase heme plasmodia oleh klorokuin.
Polimerase heme plasmodia berperan mendetokfikasi heme ferriprotoporphyrin IX
menjadi bentuk hemozoin yang tidak toksik. Klorokuin bekerja mengikat heme
ferriprotoporphyrin IX dalam bentuk ferriprotoporphyrin IX klorokuin. Dengan
terbentuknya ikatan ini maka polimerase heme plasmodia tidak bekerja sehingga menjadi
toksik dan melisiskan membran parasit.
Farmakokinetik
Penyerapan melalui usus cepat dan sempurna, kemudian tertimbun dalam jaringan
hati, sebagian kecil pada organ yang mengandung melanin seperti kulit dan mata, juga dalam
eritrosit yang mengandung parasit. Konsentrasi puncak didalam plasma dicapai melalui
pemakaian per oral dalam 3-5 jam.
Metabolisme klorokuin dalam tubuh berlangsung lambat sekali dan metabolitnya,
monodesetilklorokuin dan bisdesetilklorokuin, diekskresi melalui urin. Klorokuin dieliminasi
lambat, senyawa dalam darah pada 56 hari dengan eliminasi waktu paruh sekitar 10 hari.
Efek samping
Penggunaan klorokuin dalam dosis pengobatan untuk malaria menimbulkan efek
samping seperti gejala gastrointestinal yaitu mual, muntah, sakit perut, dan diare terutama
bila obat diminum dalam keadaan perut kosong. Gejala lain yang jarang terjadi adalah
pandangan kabur, sakit kepala, pusing(vertigo) dan gangguan pendengaran yang akan hilang
bila obat dihentikan. Untuk mengurangi efek samping maka diminum dalam jangka 1 jam
setelah makan.
Kontra Indikasi
Klorokuin harus digunakan secara hati-hati pada pasien dengan penyakit hati, atau
pada pasien gangguan saluran cerna , neurologik, dan darah yang berat. Bila terjadi gangguan
selama terapi, maka pengobatan harus dihentikan. Pada pasien dengan difisiensi G6PD,
klorokuin dapat menyebabkan hemolisis. Dermatitis dapat timbul pada pemberian klorokuin
bersama fenil-butazon, atau preparat yang mengandung emas. Pemberian klorokuin
bersamaan dengan meflokuin tidak dianjurkan karena meningkatkan resiko kejang,
sedangkan pemberian klorokuin dengan antikonvulsan akan menurunkan efektivitas
antikonvulsan. Selain itu, pemberian klorokuin bersamaan dengan amiodaron atau halofantrin
dapat meningkatkan risiko terjadinya aritma jantung.
Pada pasien porfiria kutanea tarda atau psoriasis, klorokuin dapat menyebabkan reaksi
yang lebih berat. Untuk pasien yang menggunakan klorokuin dosisi besa jangka lama,
diperlukan pemeriksaan oftamologi dan neurologi berkala setiap 3-6 bulan.

22

Sulfadoksin-Pirimetamin
Obat ini sangat efektif untuk mengobati pasien malaria oelh P. falciparum yang sudah
resisten terhadap Klorokuin. Namun penggunaan rutin untuk keperluan kemoprofilaksis
malaria tidak dianjurkan sebab obat ini relatif toksik.
Dosis
500 mg sulfadoksin +25 mg pirimetamin) dosis orang dewasa 3 tablet dosis tunggal (1
kali). Atau dosis anak memakai takaran pirimetamin 1,25 mg/kg BB.
Farmakodinamik
Sulfadoksin-Pirimetamin ini bersifat Skizontosida jaringan , skizontosida darah, dan
sporontosidal. Secara mekanisme nya Pirimetamin ini bekerja menghambat enzim
tetrahidrofolat (dihidrofolat reduktase), sehingga proses terbentuknya purin terganggu. Kerja
Pirimetamin ini sinergis dengan sulfonamid, dia menghambat kerja enzim dihidropteroat
sintetase pada perubahan PABA menjadi asam dihidrofolat.
Farmakokinetik
Konsentrasi puncak didalam plasma darah dicapai dalam 2-4 jam dengan waktu paruh
sulfonamide adalah 180 jam dan pirimetamin adalah 90 jam.
Efek Samping
Yang pernah dilaporkan adalah kulit kemerahan dengan gatal dan sindroma Steven
Johnson.
Kontra Indikasi
Sulfadoksin Pirimetamin dikontraindikasikan untuk ibu menyusui, anak berusia < 2
bulan, dan pasien yang mempunyai riwayat bereaksi buruk terhadap sufonamid.
Kina
Kina merupaka obat antimalaria kelompok alkaloid penting yang diperoleh dari kulit
pohon sinkona. Obat ini merupaka obat alternatif untuk pengobatan radikal malaria
falciparum tanpa komplikasi yang resisten terhadapt klorokuin dan pirimetamin
sulfadoksin.
Dosis
Dosis pada pemberian Kina dianjurkan 3 x 10 mg /kg BB selama 7 hari (1 tablet 220
mg)
Farmakodinamik
Kina merupaka obat yang bersifat Skizontosida darah untuk semua jjenis plasmodium
dan gametosida P. vivax dan P. ovale. Mekanisme kerjanya berkaitan dengan gugus kuinolin
yang dimiliknya, dan sebagian disebabkan karena kina merupakan basa lemah, sehingga akan
memiliki kepekatan yang tinggi didalam vakuola makanan P. falciparum. Diperkirakan obat
ini bekerja didalam organel ini melalu penghambatan aktivitas heme polimerasi, sehingga
terjadi penumpukan substrat yang bersifat sitotoksik yaitu heme. Sebenarnya makanisme nya
masih belum jelas. Apakah heme sendiri yang menginduksi sitotoksik atau melalui
penggabungan dengan kina.
Farmakokinetik
23

Setelah melewati lambung, kina dengan cepat dan sempurna diserap usus halus,
kemudian sebagian besar (70%) beredar dalam bentuk basa yang terikat pada protein plasma.
Konsentrasi puncak dalam plasma dicapai dalam 1-3 jam setelah dosis tunggal yang pertama,
konsentrasi dalam eritrosit seperlima konsentrasi dalam plasma. Metabolisme oksidatif
primakuin menghasilkan 3 macam metabolit; turunan karboksil merupakan metabolit utama
pada manusia dan merupakan metabolit yang tidak toksik, sedangkan metabolit yang lain
memiliki aktivitas hemolitik, yang lebih besar dari primakuin. Ketiga metabolit ini juga
memiliki aktivitas antimalaria yang lebih ringan dari primakuin. Distribusi luas, terutama ke
hati, tetapi kurang ke paru, ginjal, dan limpa; kina juga melalui plasenta. Kina waktu paruh
eliminasinya 10-12 jam dan diekskresikan melalui urin.
Efek Samping
Dosis terapi kina sering menyebabkan sinkonisme yang tidak selalu memerlukan
penghentian pengobatan. Gejalanya mirip salisilismus yaitu tinnitus, sakit kepala, gangguan
pendengaran, pandangan kabur, diare, dan mual. Gejala yang ringan, lebih dahulu tampak
disistem pendengaran dan penglihatan. Pada keracunan yang lebih berat terlihat gangguan
gastrointestinal, saraf, kardiovaskular, dan kulit. Lebih lanjut lagi terjadi perangsangan SSP,
seperti bingung, gelisah, dan delirium. Dosis fatal kina per oral untuk orang dewasa berkisar
2-8 g. Kina juga dapat menyebabkan gangguan ginjal, hipoprotombinema, dan
agranulositosis.
Kontra Indikasi
Obat ini tidak dianjurkan untuk wanita malaria yang sedang hamil, ini akan
mengakibatkan Black water fever dengan gejala hemolisi berat, hemoglobuinemia, dan
hemoglobinuri. Pada penderita difisiensi glukosa 6 fosfat dehidrogenase pasien akan
mengalami hipersensivitas yang lebih ringan. Kina dan kuinidin merupakan perangsang kuat
sel pankreas, sehingga terjadi hiperinsulinemia dan hipoglikemia berat. Kondisi ini dapat
menimbulkan komplikasi yang fatal terutama pada wanita hamil dan pasien infeksi berat
yang berkepanjangan.
Primakuin
Pirimakuin adalah obat antimalaria kelompok 8-aminokuinolin. Diindonesia obat ini
tersedia dalam bentuk tablet pirimakuin difosdat.
Dosis
Dosis yang diapakai, karena 1 tablet berisi 15 mg, yang dibutuhkan untuk malaria
falsiparum adalah 45 mg maka tablet diberikan 3 tablet , dosis tunggal untuk membunuh
gamet.
Farmakodinamik
Primakuin ini bersifat Skizontosida jaringan, gametosida, dan sporontosida. Proses obat
ini memiliki efek menghambat proses respirasi mithokondrial didalam parasit malaria melalui
metabolitnya yang bersifat oksidan.
Farmakokinetik
Primakuin mudah diabsorbsi pada penggunaan per oral. Puncak konsentrasi plasma
terjadi dalam 1-3 jam, dengan waktu paruh eliminasinya 6 jam. Primakuin cepat
dimetabolisme dalam liver/hati dan hanya sejumlah kecil di ekskresikan melalui urin.
Efek Samping
24

Anoreksia, mual, muntah, sakit perut, dan kram. Sakit pada lambung/perut dapat
dihindari bila minum obat bersama makanan. Kejang-kejang/gangguan kesadaran, yang
paling berat anemia hemolitik akut pada pasien yang mengalami defisiensi enzim glukosa-6fosfat dehidrogenase (G6PD).
Kontra Indikasi
Primakuin dikontraindikasikan pada pasien dengan penyakit sistemik yang berat
cenderung mengalami granulositopenia misalnya artritis reumatoid dan lupus erittematosus.
Primakuin juga tidak dianjurkan diberikan bersamaan dengan obat lain yang dapat
menimbulkan hemolisis , dan obat yang dapat menyebabkan depresi sumsum tulang.
Primakuin sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil sebab fetus relatif mengalami
defisiensi G6PD sehingga berisiko menimbulkan hemolisis.

TERAPI KOMBINASI.
Kombinasi Klorokuin & Sulfadoksin-Pirimetamin
Kombinasi ini merupakan kombinasi pertama yang dipakai untuk penanganan Malaria.
Obat ini kerjanya saling melengkapi. Kombinasi Klorokuin dan Pirimetamin-Sulfadoksin
dibandingkan dengan Pirimetamin-Sulfadoksin sendiri lebih efektif untuk menghilangkan
parasit dalam darah dan lebih cepat menghilangkan demam.
Kombinasi Kina & Tetrasiklin
Kombinasi ini digunakan pada daerah yang resisten terhadap Klorokuin dan
Pirimetamin-Sulfadoksin. Dimana penambahan tetrasiklin ini berguna untuk memberikan
efek potensial terhadap Kina.
TERAPI MALARIA TERKINI
Pengobatan kombinasi dilakukan bila sudah ada studi tentang pola resistensi disuatu
daerah melalui survei resistensi Bila suatu obat sudah mengalami resitensi >25 % maka obat
ini sudah dianjurkan untuk tidak digunakan lagi. Tujuan diberikan obat kombinasi adalah
untuk meningkatkan efekasi obat antimalaria maupun aktivitas sinergestik antimalaria, dan
memperlambat progresifitas resistensi parasit terhadap obat-obat yang baru.
Golongan Artemisin ini merupakan obat yang dipilih untuk pengobatan yang baik
malaria. Ini dikarenakan :
1. Kemampuan untuk menurunkan parasitemia lebih cepat 10 kalidari pada obat
anti malaria lainnya.
2. Mempunyai efek samping minimal.
3. 2 juta kasus dilaporkan telah diobati dengan basis artemisin tanpa adanya efek
toksik.
4. Artemisin diabsorpsi cepat melalui oral
5. Dapat diberi melalui intervana maupun intra muskular, dengan pemberian 1
kali sehari
6. Dapat mengurangi karier gametosit pada manusia
7. Belum ada laporan resistensi terhadap artemisin.
Kombinasi golongan artemisin yang saat ini menurut WHO digunakan adalah :
25

1. Kombinasi Artemether dengan Lufemantrine


2. Kombinasi Artesunat dengan Amodiaquine
3. Kombinasi Artesunat dengan Pirimetamin Sulfadoksin (pada daerah dimana
Pirimetamin-Sulfadoksin efekasinya tinggi).
4. Kombinasi Amodiaquine dengan Pirimetamin Sulfadoksin (Pada daerah
Amodiaquine dan Pirimetamin Sulfadoksin efekasinya tinggi)
5. Kombinasi Artesunat dengan meflokuin (direkomendasikan pada daerah
penyebaran malaria yang rendah)
6. Kombinasi Atovaquone dan Proguanil
7. Dll.

5. Memahami strategi dan kegiatan GEBRAK Malaria di Indonesia


5.1 Definisi
Gebrak malaria adalah gerakan nasional yang mencakup seluruh komponen lapisan
masyarakat dalam rangka mengontrol malaria melalui kemitraan bersama antara pemerintah,
perorangan, LSM, badan donor lokal dan internasional. Yaitu dengan strategi deteksi dini dan
pengobatan yang tepat , peran serta aktif masyarakat dalam pencegahan malaria, perbaikan
kualitas pencegahan dan pengobatan malaria melalui perbaikan kapasitas petugas kesehatan
yang terlibat.
5.2 Strategi dan cara pemberantasan
Pemberantasan malaria dapat dilakukan melalui berbagai cara, di antaranya:
1.

mengobati penderita malaria.

2.

mengusahakan agar tidak terjadi kontak antara nyamuk anophelini dan manusia,yaitu
dengan memasang kawat kasa di bagian terbuka rumah (jendela dan pintu)
menggunakan kelambu dan repellent.

3.

mengadakan penyuluhan tentang sanitasi lingkungan dan pendidikan kesehatan


kepada masyarakat yang berkaitan dengan upaya memusnahkan tempat-tempat
perindukan nyamuk dan penetapan kandang ternak di antara tempat perindukan dan
rumah penduduk.

Dalam pemberantasan dibedakan menjadi 2 yaitu pemberantasan dan pembasmian. Di


Indonesia hanya pada taraf pemberantasan, meliputi :
a)
Diagnosis awal dan pengobatan yg tepat
b)
Progam kelambu dengan insektisida
c)
Penyemprotan
d)
Pengawasan detektif aktif dan pasif
e)
Survey demam dan pengawasan migrant
f)
Deteksi control epidemic

26

DAFTAR PUSTAKA
1. Gandahusada S,Illahude HHD, Pribadi W (2004) Parasitologi Kedokteran edisi 3
2. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi (2007) Farmakologi dan Terapi ed 5, FKUI,
Jakarta
3. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan (1999) Kapita Selekta
Kedokteran jilid I edisi ke 3, Media Aesculapius FKUI, Jakarta
4. Soedarmo, et al. (2010) Infeksi dan Pediatri Tropis, Ikatan Dokter Anak Indonesia,
Jakarta
5. Sudoyo AW, dkk (2006) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV, jilid III, FKUI,
Jakarta
6. www.medicastore.com
7. www.majalah-farmacia.com

27

Anda mungkin juga menyukai