Anda di halaman 1dari 17

Presentasi Kasus Tuberculosis Paru

Oleh :
dr. Mohammad Syarif Mas’ud

PROGRAM DOKTER INTERSIP PUSKESMAS MOYO HILIR


KABUPATEN SUMBAWA – NUSA TENGGARA BARAT
2017/2018
STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : Tn. JI

Umur : 17 tahun

Alamat : Tj. Bele

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Tanggal Berobat : 07 November 2017

A. ANAMNESIS

Keluhan utama

Batuk sejak 1 bula yang lalu

Keluhan Tambahan

Demam, keringat malam, berat badan menurun tidak nafsu makan.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke puskesmas moyo hilir dengan keluhan batuk sejak 1 bulan yang

lalu, batuk disertai dengan dahak berwarna putih tanpa disertai adanya darah. Selain itu

pasien juga megeluh demam hilang timbul dan tidak terlalu tinggi. Keluhan keringat

malam dan nafsu makan berkurang diakui pasien selama 3 minggu ini. Pasien juga

mengeluh berat badanya menurun dalam satu bulan terakhir ini. BAB dan BAK diakui

pasien tidak ada keluhan. Sebelumnya pasien telah berobat ke puskesmas 1 minggu
sebelumnya dan mendapat obat amoksisilin, ambroksol dan dexamethason tetapi tidak

ada perubahan. Pasien menyangkal adanya keluhan mual dan muntah, sesak naas, trauma

pada dada dan pasien mengaku tidak pernah merokok.

Riwayat Penyakit Dahulu

• Riwayat TB paru (-)

• Riwayat Pengobatan paru (-)

• Riwayat Diabetes Mellitus (-)

• Riwayat Asma (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

 Ayah pasien menderita penyakit yang sama

Riwayat sosial ekonomi dan kebiasaan

 Pasien tinggal di daerah padat penduduk

 Riwayat merokok disangkal

B. STATUS GENERALIS

Kesadaran : Compos Mentis

Keadaan umum : Tampak Sakit Ringan

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Nadi : 100 x/menit, reguler

Suhu : 37 °C

Pernapasan : 20 x/menit, regular


Berat badan : 40 kg

Tinggi bada :160 cm

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Kepala

Bentuk : Normochepal

2. Mata

Edema kelopak : Tidak ada

Konjungtiva Pucat : -/-

Sklera ikterik : +/+

3. Telinga

Pendengaran : Baik

Darah & cairan :Tidak ditemukan

4. Mulut

Faring : Dalam batas normal

Tonsil : T2/T2, Tidak hiperemis

Lidah : Lidah tidak kotor, tidak deviasi

Uvula : Letak ditengah, tidak deviasi

5. Leher

Trakea : Tidak deviasi

Kelenjar tiroid : Tidak ada pembesaran


Kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran

Paru-paru

Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris pada keadaan statis dan

dinamis kanan dan kiri.

Palpasi : Tidak teraba masa dan nyeri tekan,Fremitus taktil dan

fremitus vokal simetris kiri dan kanan.

Perkusi : Terdengar sonor pada seluruh lapangan paru.

Auskultasi : Terdengar suara napas dasar vesicular +/+, ronkhi -/-,

wheezing -/-.

Jantung

Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus cordis teraba ICS 5 mid clavicula sinistra

Perkusi :Batas jantung normal

Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, gallop (-) murmur (-)

Abdomen

Inspeksi : Datar

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran

Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), hepar tidak membesar, permukaan rata,

nyeri tekan (-), lien tidak teraba membesar, refleks hepato jugular (-).
Ekstremitas

 Akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah kanan kiri

 Edema negatif pada keempat ekstremitas kanan kiri

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Mikro Biologi BTA (Sputum)


04-11-17

Jenis Pemeriksaan Teknik Hasil


Mikro/Bakteriologi Ziehl neelsen
BTA (Sputum 1) -
BTA (Sputum 2) +
BTA (Sputum 3) +

Radiologi rontogen thorak


Tampak iniltrat pada lapangan paru kiri bawah
Cor: bentuk dan ukuran normal
Aorta tdk melebar
Kedua sinus dan diaragma baik
Tulang-tulang yang tervisualisasi baik.
Kesan: TB Paru Aktif

Diagnosis Kerja :

Tuberculosis paru kasus baru

Diagnosis Banding :

 Bronkhitis Kronik

Pemeriksaan Anjuran : Darah lengkap, kimia darah.


Tatalaksana :

Farmakologi:

 OAT Kategori 1, 4 FDC 1 x 3 tablet


 Paracetamol tablet 3 x 500mg

Non farmakologi:

Edukasi kepada pasien :

- Kurangi makanan manis, asam, pedas, berminyak dan minuman dingin

- Istirahat yang cukup, jangan beraktifitas terlalu berat

- Berikan penjelasan kepada pasien tentang nutrisi adekuat untuk penyembuhan penyakit

Prognosis :

• Ad vitam : dubia ad bonam

• Ad fungsionam : dubia ad bonam

• Ad sanationam : dubia ad bonam


TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacteria. Pada manusia kebanyakan yang menginfeksi adalah Mycobacterium
tuberculosis. Selain itu terdapat juga Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum,
Mycobacterium canetti, dan Mycobacterium microti. Biasanya tuberkulosis menyerang paru,
namun dapat juga menyerang Central Nervus System, sistem limfatikus, sistem urinaria,
sistem pencernaan, tulang, sendi dan lainnya.
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang pleomorfik gram
positif, berukuran 0,4 – 3 μ, mempunyai sifat tahan asam, dapat hidup selama berminggu-
minggu dalam keadaan kering, serta lambat bermultiplikasi (setiap 15 sampai 20 jam).
Bakteri ini merupakan salah satu jenis bakteri yang bersifat intracellular pathogen pada
hewan dan manusia.

1.2 Patogenesis
Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan
mempermudah proses penularan dan berperan sekali dalam peningkatan jumlah kasus TB
Penularan TB biasanya melalui udara, yaitu dengan inhalasi droplet nukleus yang
mengandung basil TB. Hanya droplet nukleus ukuran 1-5 mikron yang dapat melewati atau
menembus sistem mukosilier saluran napas sehingga dapat mencapai dan bersarang di
bronkiolus maupun alveolus.

Gambar 2. Tuberkulosis menyebar lewat udara


Di bronkiolus dan alveolus inilah basil tuberkulosis berkembang biak dan menyebar
melalui saluran limfe dan aliran darah tanpa perlawanan yang berarti dari pejamu karena
belum ada kekebalan awal. Di dalam alveolus makrofag akan memfagositosis sebagian basil
tuberkulosis tetapi belum mampu membunuhnya. Sebagian basil TB dalam makrofag
umumnya dapat tetap hidup dan berkembang biak dan menyebar melalui saluran limfe
regional maupun melalui aliran darah sehingga dapat mencapai berbagai organ tubuh. Di
dalam organ tersebut akan terjadi transfer antigen ke limfosit.
Basil TB hampir selalu dapat bersarang di sumsum tulang, hepar dan limfe tetapi
tidak selalu dapat berkembang biak secara luas. Basil TB di lapangan atas paru, ginjal, tulang,
dan otak lebih mudah berkembang biak terutama sebelum imunitas spesifik terbentuk.
Imunitas spesifik yang terbentuk biasanya cukup kuat untuk menghambat
perkembangbiakan basil TB lebih lanjut. Dengan demikian lesi TB akan sembuh dan tidak
ada tanda dan gejala klinis. Pada sebagian kasus imunitas spesifik yang terbentuk tidak cukup
kuat sehingga terjadi penyakit TB dalam 12 bulan setelah infeksi dan pada sebagian penderita
TB terjadi setelah lebih dari 12 bulan setelah infeksi.
Kurang lebih 10% individu yang terkena infeksi TB akan menderita penyakit TB
dalam beberapa bulan atau beberapa tahun setelah infeksi. Kemungkinan menjadi sakit TB
lebih besar pada balita, pubertas dan akil balik. Keadaan yang menyebabkan turunnya
imunitas memperbesar kemungkinan sakit TB, misalnya karena infeksi HIV dan pemakaian
kortikosteroid atau obat imunosupresif lainnya yang lama, demikian juga pada diabetes
melitus.
Hipersensitivitas terhadap beberapa komponen basil TB dapat dilihat pada uji kulit
dengan tuberkulin yang biasanya terjadi 2-10 minggu setelah infeksi.
Dalam waktu 2-10 minggu ini juga terjadi cell-mediated immune response. Setelah
terjadi infeksi pertama, basil TB yang menyebar ke seluruh badan suatu saat di kemudian hari
dapat berkembang biak dan menyebabkan penyakit. Penyakit TB dapat timbul dalam 12
bulan setelah infeksi, tapi dapat juga setelah 1 tahun atau lebih. Lesi TB paling sering terjadi
di lapangan atas paru.
Tuberkulosis post primer dimulai dengan serangan dini, yang umumnya terletak di
segmen apikal dari lobus superior maupun anterior. Sarang dini mula-mula berbentuk suatu
sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan berikut
:
1. Direabsorbsi kembali dan sembuh dengan tidak meninggalkan cacat.
2. Sarang tadi mula-mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan
jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri, menjadi lebih keras, terjadi
perkapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga terjadi
bahwa sarang tadi menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan
kavitas, bila jaringan keju dibatukan keluar.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kavitas
mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya akan menjadi tebal (kavitas
sklerotik). Yang kemudian akan terjadi :
- Mungkin belum kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru, sarang ini
akan mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan di atas.
- Dapat memadati dan membungkus diri (encapsulated) dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi mungkin juga aktif kembali
mencair lagi dan menjadi kavitas lagi.
- Kavitas bisa juga menjadi bersih dan menyembuh dengan membungkus diri dan
akhirnya mengecil. Mungkin berakhir sebagai kavitas yang terbungkus, dan
menciut kelihatan seperti bintang (stellate shaped).
- Sarang-sarang aktif, eksudatif.
- Sarang-sarang yang terletak antara aktif dan sembuh.

Apabila kavitas yang terbentuk ini pecah maka akan terjadi pneumotoraks di mana
udara dari dalam paru akan masuk ke dalam rongga pleura sehingga paru menjadi kolaps.
Efusi pleura dapat terjadi setiap saat setelah infeksi primer. Efusi biasanya terjadi
karena tuberkuloprotein dari paru masuk ke rongga pleura sehingga terjadi reaksi inflamasi
dan terjadi pengumpulan cairan jernih di dalamnya.
TB milier dapat terjadi pada masa dini, tetapi dapat juga terjadi setelah beberapa
waktu kemudian akibat erosi fokus di dinding pembuluh darah. TB milier dapat mengenai
banyak organ misalnya selaput otak, sehingga terjadi meningitis TB, dapat juga mengenai
tulang, ginjal dan organ lain.
Pada individu normal, respons imunologik terhadap infeksi tuberkulosis cukup
memberi perlindungan terhadap infeksi tambahan berikutnya. Risiko terjadinya reinfeksi
tergantung pada intensitas terpaparnya dan sistem imun individu yang bersangkutan.
Pada pasien dengan infeksi HIV terjadi penekanan pada imun respons. Jadi kalau
terkena TB sering terjadi TB yang berat dan sering gambaran klinik TB dengan HIV berbeda
dengan TB biasa.
1.3 Klasifikasi Tuberkulosis
1.3.1 Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)
1. Tuberkulosis paru BTA (+) :
a. sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak hasilnya BTA(+)
b. satu spesimen dahak BTA(+) dan radiologis menunjukkan gambaran
tuberkulosis aktif
c. satu spesimen dahak BTA (+) dan biakan (+)
2. Tuberkulosis paru BTA (-)
a. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA (-), gambaran klinis
dan kelainan radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif
b. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA (-) dan biakan M.
Tuberculosis (+)

1.3.2 Berdasarkan tipe pasien


a. Kasus baru
Pasien belum pernah mendapat pengobatan OAT atau pernah mendapat OAT
kurang dari 1 bulan.
b. Kasus relaps
Pasien sebelumnya sudah mendapat pengobatan tuberkulosis kemudian
dinyatakan sembuh, kemudian kembali berobat karena BTA (+) atau biakan (+)
c. Kasus drop out
Pasien menjalani pengobatan ≥ 1 bulan dan tidak mengambil obat dalam 2 bulan
berturut-turut sebelum pengobatan selesai.
d. Kasus gagal pengobatan
Pasien BTA (+) yang masih (+) atau kembali menjadi (+) lagi pada akhir bulan
ke-5 atau pada akhir pengobatan.
e. Kasus kronik
Pasien dengan BTA (+) setelai selesai pengobatan ulang dengan pengobatan
kategori 2 dan dengan pengawasan yang baik
f. Kasus Bekas TB
- Hasil pemeriksaan BTA (-), biakan (-), gambaran radiologis TB tidak aktif
atau foto serial menunjukan gambaran menetap. Riwayat pengobatan OAT
adekuat akan lebih mendukung.
- Pada kasus dengan gambaran radiologis meragukan atau telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologis.

1.4 Gejala-gejala Tuberkulosis


Keluhan yang dirasakan oleh pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam. Bahkan
tidak jarang, pasien TB paru tidak mengeluhkan apapun.
Keluhan yang banyak dijumpai:
a. Demam
Biasanya demam subfebris yang menyerupai demam influenza. Tapi kadang-
kadang demam dapat mencapai suhu 40-41 0C. Demam dapat hilang timbul.
Keadaan ini dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi
kuman tuberkulosis yang masuk.
b. Batuk, batuk berdarah
Gejala ini sering ditemukan. Batuk terjadi karena iritasi bronkus. Batuk diperlukan
untuk membuang produk-produk radang. Karena terlibatnya bronkus pada setiap
penyakit tidak sama, maka munculnya batuk maupun sifat batuk bisa bermacam-
macam. Batuk umumnya lebih dari 3 minggu.
Keadaan lanjut adalah berupa batuk berdarah. Hal itu disebabkan karena adanya
pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk berdarah terjadi pada kavitas,
maupun ulkus dinding bronkus.
c. Berkeringat malam, nafsu makan menurun, kehilangan berat badan dan mudah
menjadi lelah.

1.5 Pengobatan Tuberkulosis

Pengobatan TB memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6 bulan agar dapat

mencegah perkembangan resistensi obat, oleh karena itu WHO telah menerapkan strategi

DOTS dimana petugas kesehatan tambahan yang berfungsi secara ketat mengawasi

pasien minum obat untuk memastikan kepatuhannya. Oleh karena itu WHO juga telah
menetapkan regimen pengobatan standar yang membagi pasien menjadi 4 kategori

berbeda menurut definisi kasus tersebut, seperti bisa dilihat pada tabel di bawah ini:

Berbagai Paduan Alternatif Untuk Setiap Kategori Pengobatan


Kategori Paduan pengobatan TB
pengobatan Pasien TB alternatif
TB Fase awal Fase lanjutan
(setiap hari / 3 x
seminggu)
I Kasus baru TB paru 2 EHRZ 6 HE
dahak positif; kasus baru (SHRZ) 4 HR
TB paru dahak negatif 2 EHRZ 4 H3 R3
dengan kelainan luas di (SHRZ)
paru; kasus baru TB 2 EHRZ
ekstra-pulmonal berat (SHRZ)

II Kambuh, dahak positif; 2 SHRZE / 1 5 H3R3E3


pengobatan gagal; HRZE 5 HRE
pengobatan setelah 2 SHRZE / 1
terputus HRZE

III Kasus baru TB paru 2 HRZ atau 6 HE


dahak negatif (selain 2H3R3Z3
dari kategori I); kasus 2 HRZ atau 2 HR/4H
baru TB ekstra- 2H3R3Z3
pulmonal yang tidak 2 HRZ atau 2 H3R3/4H
berat 2H3R3Z3
IV Kasus kronis (dahak TIDAK DIPERGUNAKAN
masih positif setelah (merujuk ke penuntun WHO
menjalankan pengobatan guna pemakaian obat lini kedua
ulang) yang diawasi pada pusat-pusat
spesialis)

Sesuai tabel di atas, maka paduan OAT yang digunakan untuk program

penanggulangan tuberkulosis di Indonesia adalah:

Kategori I : 2HRZE (S) / 6HE.

Pengobatan fase inisial regimennya terdiri dari 2HRZE (S) setiap hari selama 2

bulan obat H, R, Z, E atau S. Sputum BTA awal yang positif setelah 2 bulan diharapkan

menjadi negatif, dan kemudian dilanjutkan ke fase lanjutan 4HR atau 4 H3 R3 atau 6 HE.
Apabila sputum BTA masih positif setelah 2 bulan, fase intensif diperpanjang dengan 4

minggu lagi tanpa melihat apakah sputum sudah negatif atau tidak.

Kategori II : 2HRZES/1HRZE/5H3R3E3

Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZES/1HRZE yaitu R dengan H, Z, E, setiap

hari selama 3 bulan, ditambah dengan S selama 2 bulan pertama. Apabila sputum BTA

menjadi negatif fase lanjutan bisa segera dimulai. Apabila sputum BTA masih positif

pada minggu ke-12, fase inisial dengan 4 obat dilanjutkan 1 bulan lagi. Bila akhir bulan

ke-2 sputum BTA masih positif, semua obat dihentikan selama 2-3 hari dan dilakukan

kultur sputum untuk uji kepekaan, obat dilanjutkan memakai fase lanjutan, yaitu

5H3R3E3 atau 5 HRE.

Kategori III : 2HRZ/2H3R3

Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZ atau 2 H3R3, yang dilanjutkan dengan fase

lanjutan 2HR atau 2 H3R3.

Kategori IV : Rujuk ke ahli paru atau menggunakan INH seumur hidup

Pada pasien kategori ini mungkin mengalami resistensi ganda, sputumnya harus

dikultur dan dilakukan uji kepekaan obat. Seumur hidup diberikan H saja sesuai

rekomendasi WHO atau menggunakan pengobatan TB resistensi ganda (MDR-TB).

Selain 4 kategori di atas, disediakan juga paduan obat sisipan (HRZE).

Obat sisipan akan diberikan bila pasien tuberkulosis kategori I dan kategori II pada

tahap akhir intensif pengobatan (setelah melakukan pengobatan selama 2 minggu), hasil

pemeriksaan dahak/sputum masih BTA positif (Depkes RI, 2006).

Dosis obat

Tabel di bawah ini menunjukkan dosis obat yang dipakai di Indonesia secara harian

maupun berkala dan disesuaikan dengan berat badan pasien:

Dosis Obat yang Dipakai di Indonesia


Jenis Dosis
Isoniazid (H)  harian : 5mg/kg BB

 intermiten : 10 mg/kg BB 3x seminggu

Rifampisin (R) harian = intermiten : 10 mg/kgBB

Pirazinamid (Z)  harian : 25mg/kg BB

 intermiten : 35 mg/kg BB 3x seminggu

Streptomisin (S)  harian = intermiten : 15 mg/kgBB

 usia sampai 60 th : 0,75 gr/hari

 usia > 60 th : 0,50 gr/hari

Etambutol (E)  harian : 15mg/kg BB

 intermiten : 30 mg/kg BB 3x seminggu

Kombinasi obat

Pada tahun 1998 WHO dan IUATLD merekomendasikan pemakaian obat kombinasi

dosis tetap 4 obat sebagai dosis yang efektif dalam terapi TB untuk menggantikan

paduan obat tunggal sebagai bagian dari strategi DOTS. Paduan OAT ini disediakan

dalam bentuk paket dengan tujuan memudahkan pemberian obat dan menjamin

kelangsungan pengobatan sampai selesai. Tersedia obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-

KDT) untuk paduan OAT kategori I dan II. Tablet OAT-KDT ini adalah kombinasi 2

atau 4 jenis obat dalam 1 tablet. Dosisnya (jumlah tablet yang diminum) disesuaikan

dengan berat badan pasien, paduan ini dikemas dalam 1 paket untuk 1 pasien dalam 1

masa pengobatan. Dosis paduan OAT-KDT untuk kategori I dan II dapat dilihat pada

tabel di bawah ini:

Dosis Paduan OAT KDT Kategori I : 2(RHZE)/4(RH)3


Berat badan Tahap Intensif tiap hari Tahap Lanjutan 3x seminggu
selama 56 hari selama 16 minggu
RHZE (150/75/400/275) RH (150/150)
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 4KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 4KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 4KDT
> 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 4KDT

Dosis Paduan OAT KDT Kategori II: 2(RHZE)S/(RHZE)/5(HR)3E3


Berat Tahap Intensif tiap hari Tahap Lanjutan3x seminggu
badan RHZE (150/75/400/275) RH (150/150) + E (400)
+S
Selama 58 hari Selama 28 hari Selama 20 Minggu
30 – 37 kg 2 tab 4KDT + 500mg 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT + 2
Streptomisin inj tab Etambutol
38 – 54 kg 3 tab 4KDT + 750mg 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT + 3
Streptomisin inj tab Etambutol
55 – 70 kg 4 tab 4KDT + 1000mg 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4
Streptomisin inj tab Etambutol
> 71 kg 5 tab 4KDT + 1000mg 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT + 5
Streptomisin inj tab Etambutol

1.6 Komplikasi tuberkulosis

Tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan

komplikasi. Komplikasi dini antara lain dapat timbul pleuritis, efusi pleura, empiema,

laringitis, usus Poncet’s arthropathy. Sedangkan komplikasi lanjut dapat menyebabkan

obstruksi jalan nafas, kerusakan parenkim paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma

paru, dan sindrom gagal napas (sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB).
DAFTAR PUSTAKA

1. Crofton, John. Tuberkulosis Klinis Edisi 2. Jakarta : Widya Medika: 2002.

2. FK UI. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III. Jakarta: 2009.

3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasioanal Pengendalian


Tuberkulosis. Jakarta: 2014.

4. PDPI. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Jakarta.


2016.

Anda mungkin juga menyukai