Oleh :
dr. Mohammad Syarif Mas’ud
IDENTITAS PASIEN
Umur : 17 tahun
Agama : Islam
A. ANAMNESIS
Keluhan utama
Keluhan Tambahan
Pasien datang ke puskesmas moyo hilir dengan keluhan batuk sejak 1 bulan yang
lalu, batuk disertai dengan dahak berwarna putih tanpa disertai adanya darah. Selain itu
pasien juga megeluh demam hilang timbul dan tidak terlalu tinggi. Keluhan keringat
malam dan nafsu makan berkurang diakui pasien selama 3 minggu ini. Pasien juga
mengeluh berat badanya menurun dalam satu bulan terakhir ini. BAB dan BAK diakui
pasien tidak ada keluhan. Sebelumnya pasien telah berobat ke puskesmas 1 minggu
sebelumnya dan mendapat obat amoksisilin, ambroksol dan dexamethason tetapi tidak
ada perubahan. Pasien menyangkal adanya keluhan mual dan muntah, sesak naas, trauma
B. STATUS GENERALIS
Suhu : 37 °C
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kepala
Bentuk : Normochepal
2. Mata
3. Telinga
Pendengaran : Baik
4. Mulut
5. Leher
Paru-paru
wheezing -/-.
Jantung
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), hepar tidak membesar, permukaan rata,
nyeri tekan (-), lien tidak teraba membesar, refleks hepato jugular (-).
Ekstremitas
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis Kerja :
Diagnosis Banding :
Bronkhitis Kronik
Farmakologi:
Non farmakologi:
- Berikan penjelasan kepada pasien tentang nutrisi adekuat untuk penyembuhan penyakit
Prognosis :
1.1 Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacteria. Pada manusia kebanyakan yang menginfeksi adalah Mycobacterium
tuberculosis. Selain itu terdapat juga Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum,
Mycobacterium canetti, dan Mycobacterium microti. Biasanya tuberkulosis menyerang paru,
namun dapat juga menyerang Central Nervus System, sistem limfatikus, sistem urinaria,
sistem pencernaan, tulang, sendi dan lainnya.
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang pleomorfik gram
positif, berukuran 0,4 – 3 μ, mempunyai sifat tahan asam, dapat hidup selama berminggu-
minggu dalam keadaan kering, serta lambat bermultiplikasi (setiap 15 sampai 20 jam).
Bakteri ini merupakan salah satu jenis bakteri yang bersifat intracellular pathogen pada
hewan dan manusia.
1.2 Patogenesis
Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan
mempermudah proses penularan dan berperan sekali dalam peningkatan jumlah kasus TB
Penularan TB biasanya melalui udara, yaitu dengan inhalasi droplet nukleus yang
mengandung basil TB. Hanya droplet nukleus ukuran 1-5 mikron yang dapat melewati atau
menembus sistem mukosilier saluran napas sehingga dapat mencapai dan bersarang di
bronkiolus maupun alveolus.
Apabila kavitas yang terbentuk ini pecah maka akan terjadi pneumotoraks di mana
udara dari dalam paru akan masuk ke dalam rongga pleura sehingga paru menjadi kolaps.
Efusi pleura dapat terjadi setiap saat setelah infeksi primer. Efusi biasanya terjadi
karena tuberkuloprotein dari paru masuk ke rongga pleura sehingga terjadi reaksi inflamasi
dan terjadi pengumpulan cairan jernih di dalamnya.
TB milier dapat terjadi pada masa dini, tetapi dapat juga terjadi setelah beberapa
waktu kemudian akibat erosi fokus di dinding pembuluh darah. TB milier dapat mengenai
banyak organ misalnya selaput otak, sehingga terjadi meningitis TB, dapat juga mengenai
tulang, ginjal dan organ lain.
Pada individu normal, respons imunologik terhadap infeksi tuberkulosis cukup
memberi perlindungan terhadap infeksi tambahan berikutnya. Risiko terjadinya reinfeksi
tergantung pada intensitas terpaparnya dan sistem imun individu yang bersangkutan.
Pada pasien dengan infeksi HIV terjadi penekanan pada imun respons. Jadi kalau
terkena TB sering terjadi TB yang berat dan sering gambaran klinik TB dengan HIV berbeda
dengan TB biasa.
1.3 Klasifikasi Tuberkulosis
1.3.1 Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)
1. Tuberkulosis paru BTA (+) :
a. sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak hasilnya BTA(+)
b. satu spesimen dahak BTA(+) dan radiologis menunjukkan gambaran
tuberkulosis aktif
c. satu spesimen dahak BTA (+) dan biakan (+)
2. Tuberkulosis paru BTA (-)
a. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA (-), gambaran klinis
dan kelainan radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif
b. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA (-) dan biakan M.
Tuberculosis (+)
mencegah perkembangan resistensi obat, oleh karena itu WHO telah menerapkan strategi
DOTS dimana petugas kesehatan tambahan yang berfungsi secara ketat mengawasi
pasien minum obat untuk memastikan kepatuhannya. Oleh karena itu WHO juga telah
menetapkan regimen pengobatan standar yang membagi pasien menjadi 4 kategori
berbeda menurut definisi kasus tersebut, seperti bisa dilihat pada tabel di bawah ini:
Sesuai tabel di atas, maka paduan OAT yang digunakan untuk program
Pengobatan fase inisial regimennya terdiri dari 2HRZE (S) setiap hari selama 2
bulan obat H, R, Z, E atau S. Sputum BTA awal yang positif setelah 2 bulan diharapkan
menjadi negatif, dan kemudian dilanjutkan ke fase lanjutan 4HR atau 4 H3 R3 atau 6 HE.
Apabila sputum BTA masih positif setelah 2 bulan, fase intensif diperpanjang dengan 4
minggu lagi tanpa melihat apakah sputum sudah negatif atau tidak.
Kategori II : 2HRZES/1HRZE/5H3R3E3
hari selama 3 bulan, ditambah dengan S selama 2 bulan pertama. Apabila sputum BTA
menjadi negatif fase lanjutan bisa segera dimulai. Apabila sputum BTA masih positif
pada minggu ke-12, fase inisial dengan 4 obat dilanjutkan 1 bulan lagi. Bila akhir bulan
ke-2 sputum BTA masih positif, semua obat dihentikan selama 2-3 hari dan dilakukan
kultur sputum untuk uji kepekaan, obat dilanjutkan memakai fase lanjutan, yaitu
Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZ atau 2 H3R3, yang dilanjutkan dengan fase
Pada pasien kategori ini mungkin mengalami resistensi ganda, sputumnya harus
dikultur dan dilakukan uji kepekaan obat. Seumur hidup diberikan H saja sesuai
Obat sisipan akan diberikan bila pasien tuberkulosis kategori I dan kategori II pada
tahap akhir intensif pengobatan (setelah melakukan pengobatan selama 2 minggu), hasil
Dosis obat
Tabel di bawah ini menunjukkan dosis obat yang dipakai di Indonesia secara harian
Kombinasi obat
Pada tahun 1998 WHO dan IUATLD merekomendasikan pemakaian obat kombinasi
dosis tetap 4 obat sebagai dosis yang efektif dalam terapi TB untuk menggantikan
paduan obat tunggal sebagai bagian dari strategi DOTS. Paduan OAT ini disediakan
dalam bentuk paket dengan tujuan memudahkan pemberian obat dan menjamin
kelangsungan pengobatan sampai selesai. Tersedia obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-
KDT) untuk paduan OAT kategori I dan II. Tablet OAT-KDT ini adalah kombinasi 2
atau 4 jenis obat dalam 1 tablet. Dosisnya (jumlah tablet yang diminum) disesuaikan
dengan berat badan pasien, paduan ini dikemas dalam 1 paket untuk 1 pasien dalam 1
masa pengobatan. Dosis paduan OAT-KDT untuk kategori I dan II dapat dilihat pada
komplikasi. Komplikasi dini antara lain dapat timbul pleuritis, efusi pleura, empiema,
obstruksi jalan nafas, kerusakan parenkim paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma
paru, dan sindrom gagal napas (sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB).
DAFTAR PUSTAKA
2. FK UI. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III. Jakarta: 2009.