Anda di halaman 1dari 17

HIFEMA

I. DEFINISI
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu
daerah di antara kornea dan iris ( kamera okuli anterior ), yang dapat terjadi akibat trauma
tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor
aqueus (cairan mata) yang jernih.1
Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan primer
atau perdarahan terjadi 5-7 hari sesudah trauma yang disebut perdarahan sekunder. Hifema
sekunder biasanya terjadi akibat gangguan mekanisme pembekuan atau penyembuhan luka
sehingga mempunyai prognosis yang lebih buruk.
II. EPIDEMIOLOGI
Insiden rata-rata terjadinya hifema di Amerika Utara adalah 17-20/100.000 populasi
setiap tahunnya dengan mayoritas luas terjadi pada pasien dengan usia kecil dari 20
tahunan. Olahraga merupakan sumber utama sebesar 60% pada pasien usia muda.
Perbandingan antara laki-laki dan perempuan didapatkan 3 : 1. Trauma tumpul merupakan
penyebab paling umum yang ditemukan pada pasien dengan hifema.9
Sementara itu, United States Eye Injury Registry (USEIR) menemukan 33% dari
trauma serius pada mata akan menyebabkan terjadinya hifema. Risiko terjadinya hifema
sendiri sebesar 31% pada trauma terbuka bulbus okuli dan 35% pada trauma tertutup
bulbus okuli. USEIR juga menemukan 80% penderita hifema adalah laki-laki. 9
III. ETIOPATOGENESIS
Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena bola,
batu, peluru senapan angin, dll. Selain itu, hifema juga dapat terjadi karena kesalahan
prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat menyebabkan hifema namun jarang terjadi
adalah adanya tumor mata (contohnya retinoblastoma), dan kelainan pembuluh darah
(contohnya juvenile xanthogranuloma). 1
Perdarahan bilik depan bola mata ini terutama berasal dari pembuluh darah korpus
siliare dan sebagian kecil dari pembuluh darah iris. Sedangkan penyerapan darahnya,
menurut Cahn dan Rakusin, sebagian besar akan diserap melalui trabekular meshwork dan
selanjutnya ke Kanal SchIemm, sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan iris.2
1

Apabila pembuluh darah rusak maka sistem hemostasis tubuh akan melakukan
penutupan terhadap pembuluh darah yang rusak dan melindungi terhadap kehilangan darah
lebih lanjut. Yang pertama terjadi adalah sumbatan sementara oleh trombosit, yang
kemudian diikuti oleh perubahan sumbatan menjadi bekuan yang tetap yaitu pembentukan
fibrin.
Pada hari kelima setelah trauma biasanya terjadi perdarahan sekunder oleh karena
itu sebaiknya penderita dirawat. Perdarahan sekunder ini terjadi karena bekuan darah
terlalu cepat diserap sehingga pembuluh darah tak mendapat waktu cukup untuk regenerasi
kembali dan menimbulkan perdarahan lagi. Adanya darah di dalam bilik mata depan dapat
menghambat aliran akuos humor ke dalam trabekula sehingga dapat menimbulkan
glaukoma sekunder. Hifema dapat pula menyebabkan uveitis. Darah dapat terurai menjadi
hemosiderin yang dapat meresap masuk ke dalam kornea menyebabkan kornea berwarna
kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisi kornea.
Tingkatan dari hifema ditentukan oleh banyaknya perdarahan dalam bilik depan
bola mata. Klasifikasi hifema berbeda dari beberapa pengarang, namun pembagian yang
paling sering digunakan adalah:
Tabel 1. Derajat hifema berdasarkan luasnya darah dalam anterior chamber
Derajat (Grade )

Luas Hifema

< 1/3

II

1/3 1/2

III

1/2 - hampir total

IV

total

Mikroskopik

hanya terlihat dengan mikroskop, tidak


terlihat makroskopik

IV. DIAGNOSIS
Gambaran klinik dari penderita dengan traumatik hifema adalah :

Adanya anamnesa trauma, terutama mengenai matanya.

Ditemukan perdarahan pada bilik depan bola mata (diperiksa dengan flashlight)

Kadang-kadang ditemukan gangguan tajam penglihatan.

Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari konjungtiva dan perikorneal.

Penderita mengeluh nyeri pada mata, fotofobia (tidak tahan terhadap sinar), sering
disertai blefarospasme.
2

Gambar 1. Ilustrasi Hifema

Gambar 2. Hifema pada 1/3 bilik mata depan1

Gambar 3. Hifema pada bilik mata depan1


Terdapat penumpukan darah yang terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya
cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik
mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Selain itu, dapat
terjadi peningkatan tekanan intra okular, sebuah keadaan yang harus diperhatikan untuk
menghindari terjadinya glaukoma. 1
3

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada hifema sebaiknya dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata untuk mengetahui
apakah sudah terjadi peninggian tekanan bola mata. Pemeriksaan funduskopi diperlukan
untuk mengetahui akibat trauma pada segmen posterior bola mata. Kadang-kadang
pemeriksaan ini tidak mungkin karena terdapat darah pada media penglihatan. Pada
funduskopi kadang-kadang terlihat darah dalam badan kaca. Pemberian midriatika tidak
dianjurkan kecuali utuk mencari benda asing pada polus posterior.
Pemeriksaan USG ditujukan untuk mengetahui adanya kekeruhan pada segmen
posterior bola mata, dan dapat diketahui tingkat kepadatan kekeruhannya. Pemeriksaan
USG dilakukan pada keadaan dimana oftalmoskopi tidak dapat dilakukan oleh adanya
kekeruhan kornea, bilik mata depan, lensa, karena berbagai sebab atau perdarahan di dalam
bilik mata depan (hifema penuh).
Pemeriksaan foto X-ray dilakukan untuk mengetahui adanya benda asing radioopak di
dalam bola mata pada trauma tembus okuli yang disertai kekeruhan media akibat
perdarahan.
VI. TATALAKSANA
Pada dasarnya tatalaksana hifema ditujukan untuk:
Menghentikan perdarahan atau mencegah perdarahan ulang
Mengeluarkan darah dari bilik mata depan
Mengendalikan tekanan bola mata
Mencegah terjadinya imbibisi kornea
Mengobati uveitis bila terjadi akibat hifema ini
Menemukan sedini mungkin penyulit yang mungkin terjadi
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan traumatic
hyphaema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu :
A. PERAWATAN KONSERVATIF/TANPA OPERASI
1. Tirah baring sempurna ( bed rest total)
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala diangkat
(diberi alas bantal) kurang dari 60 (1). Hal ini akan mengurangi tekanan darah pada
pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. Ada
persesuaian pendapat dari banyak sarjana mengenai tirah baring sempurna ini sebagai
4

tindakan pertama yang harus dikerjakan bila menemui kasus traumatik hifema.Bahkan Darr
(6) dan Rakusin (4) menunjukkan bahwa dengan tirah baring sempurna absorbsi dari
hifema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder.
2. Bebat mata
Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di antara
para sarjana. Edward-Layden (7) lebih condong untuk menggunakan bebat mata pada mata
yang terkena trauma saja, untuk mengurangi pergerakan bola mata yang sakit. Selanjutnya
dikatakan bahwa pemakaian bebat pada kedua mata akan menyebabkan penderita gelisah,
cemas dan merasa tak enak, dengan akibat penderita. (matanya) tidak istirahat (8) Akhirnya
Rakusin (4) mengatakan bahwa dalam pengamatannya tidak ditemukan adanya pengaruh
yang menonjol dari pemakaian bebat atau tidak terhadap absorbsi, timbulnya komplikasi
maupun prognosa bagi tajam penglihatannya:
3. Pemakaian obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik hifema tidaklah mutlak,
tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsinya dan
menekan komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas digunakan obat-obatan seperti :
(a) Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteraI,
berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan (9), Misalnya : Anaroxil, Adona AC,
Coagulen, Transamin, vitamin K dan vitamin C.
(b) Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan midriatika
atau miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan kerugian sendirisendiri: Miotika memang akan mempercepat absorbsi (3), tapi meningkatkan kongesti dan
midriatika akan mengistirahatkan perdarahan.
Gombos (1) menganjurkan pemberian midriatika bila didapatkan komplikasi
iridosiklitis. Akhirnya Rakusin (4) membuktikan bahwa pemberian midriatika dan miotika
bersama-sama dengan interval 30 menit sebanyak dua kali sehari akan mengurangi
perdarahan sekunder dibanding pemakaian salah satu obat saja. Darr (6) menentangnya
dengan tanpa menggunakan kedua golongan obat tersebut pada pengobatan traumatic
hyphaema.
(c) Ocular Hypotensive Drug
5

Semua sarjana menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox) secara oral


sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler: Bahkan
Gombos dan Yasuna (1,8) menganjurkan juga pemakaian intravena urea, manitol dan
gliserin untuk menurunkan tekanan intraokuler, walaupun ditegaskan bahwa cara ini tidak
rutin.
(d) Kortikosteroid
Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi iritis dan
perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika (4). Yasuna (8) menganjurkan
pemberian prednison 40 mg/hari secara oral segera setelah terjadinya traumatic hyphaema
guna mengurangi perdarahan sekunder.
(e) Obat-obat lain
Sedativa diberikan bila penderita gelisah. Diberikan analgetika bila timbul rasa
nyeri.
Pada hifema primer penderita dipulangkan dari perawatan bila sesudah 5 hari
perdarahan hilang atau dengan koagulum yang mengecil.
Pasien yang jelas memperlihatkan hifema yang mengisi lebih dari 5% kamera
anterior diharuskan tirah baring dan harus diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada mata
yang sakit selama 5 hari. Mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya perdarahan
sekunder, glaukoma atau bercak darah di kornea akibat pigmen besi. Perdarahan berulang
terjadi pada 16-20% kasus dalam 2-3 hari. Penyulit ini memiliki risiko tinggi menimbulkan
glaukoma dan pewarnaan kornea. Beberapa penelitian mengisyaratkan bahwa penggunaan
asam aminokaproat oral untuk menstabilkan pembentukan bekuan darah menurunkan
risiko terjadinya perdarahan ulang. Dosisnya adalah 100 mg/kg setiap 4 jam sampai
maksimum 30g/hari selama 5 hari. Apabila timbul glaukoma maka tatalaksana cukup
diberikan timolol 0,25% atau 0.5% dua kali sehari; asetazolamid, 250mg oral empat kali
sehari; dan obat hiperosmotik (manitol, gliserol dan sorbitol)
Hifema harus dievakuasi secara bedah apabila tekanan intraokuler tetap tinggi
(35mmHg selama 7 hari atau 50 mmHg selama 5 hari) untuk menghindari kerusakan saraf
optikus dan pewarnaan kornea. Apabila pasien mengidap hemoglobinopati, maka besar
kemungkinannya cepat terjadi atrofi optikus glaukomatosa dan pengeluaran bekuan darah
secara bedah harus dipertimbangkan lebih awal. Instrumen-instrumen vitrektomi digunakan
untuk mengeluarkan bekuan darah disentral dan lavasa kamera anterior. Dimasukkan
tonggak irigasi dan probe mekanis disebelah anterior limbus melalui bagian kornea yang
6

jernih untuk menghindari keruskan iris dan lensa. Tidak dilakukan usaha untuk
mengeluarkan bekuan dari sudut kamera anterior atau dari jaringan iris. Kemudian
dilakukan iridektomi perifer. Cara lain untuk membersihkan kamera anterior adalah dengan
evakuasi vesikoelastik, dan sebuah insisi yang lebih besar 1800 berlawanan agar hifema
dapat didorong keluar.
Glaukoma dapat timbul belakangan setelah beberapa bulan atau tahun akibat
penyempitan sudut. Dengan sedikit perkecualian, bercak darah di kornea akan hilang secara
perlahan dalam periode sampai setahun.
B. OPERASI
Cara ini akan dikerjakan bila ditemukan :
Glaukoma sekunder yang berkurang atau menghilang dengan pengobatan konservatif (1 ,
2,10)
Kemungkinan timbulnya hemosiderosis cornea dan tidak ada pengurangan dari tingginya
hifema dengan perawatan non-operasi selama 3 - 5 hari (1,9). Atas dasar di atas Darr
menentukan cara pengobatan traumatik hifema (6), sedang Rakusin menganjurkan tindakan
operasi setelah hari kedua bila ditemukan hifema dengan tinggi perdarahannya 3/4 bilik
depan bola mata (4). Tindakan operasi yang dikerjakan adalah (4,10) :
1. Parasintesis
Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan darah atau
nanah dari bilik mata depan, dengan teknik sebagai berikut: dibuat insisi kornea 2 mm dari
limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila dilakukan
penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan keluar. Bila darah tidak
keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam fisiologis. Biasanya luka
insisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahit.
Tindakan pembedahan parasentese dilakukan bila terlihat tanda-tanda imbibisi
kornea, glaukoma, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila darah setelah 5 hari tidak
memperlihatkan tanda-tanda berkurang.
Untuk mencegah atrofi papil saraf optik dilakukan penbedahan bila :

Tekanan bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari

Tekanan bola mata maksimal > 35 mmHg selama 7hari

Untuk mencegah imbibisi kornea dilakukan pembedahan bila :

Tekanan bola mata rata-rata >25 mmHg selama 6 hari

Bila terlihat tanda-tanda dini imbibisi kornea


Untuk mencegah sinekia antreior perifer dilakukan pembedahan bila :

Hifema total bertahan selama 5 hari

Hifema difus bertahan selama 9 hari.

2. Melakukan irigasi bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik.


3 Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka corneoscleralnya
sebesar 120.
VII. KOMPLIKASI
Komplikasi yang ditimbulkan akibat hifema secara langsung dapat menimbulkan
retensi darah pada bilik mata depan. Komplikasi yang penting diantaranya adalah :
1. Perdarahan sekunder
Komplikasi ini sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 6(3,5,7,8,10,11), sedangkan
insidensinya sangat bervariasi, antara 10 - 40%. Perdarahan sekunder ini timbul karena
iritasi pada iris akibat traumanya (8), atau merupakan lanjutan dari perdarahan primernya
(3)
2. Glaukoma sekunder
Timbulnya

glaukoma

sekunder

pada

traumatik

hifema

disebabkan

oleh

tersumbatnya trabecular meshwork oleh butir-butir/gumpalan darah (3). Insidensinya 20%


(11), sedang di RS Dr: Soetomo sebesar 17,5% (9). Gejala hifema sekunder :
-

Timbul rasa sakit baru pada mata

Hifema segar baru dalam bilik mata depan.

Terlihat garis darah mengalir pada iris

Penelitian oleh Bakri tahun 2005 melaporkan adanya oftalmia simpatetik yang
mengikuti hifema.
3. Hemosiderosis kornea

Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder disertai


kenaikan tekanan intraokuler (3). Gangguan visus karena hemosiderosis tidak selalu
permanen, tetapi kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama (2 tahun).
Insidensinya 10% (9).
4. Sinekia posterior
Sinekia posterior dapat terjadi pada penderita hifema akibat trauma. Komplikasi ini
sekunder terhadap iritis atau iridosiklitis. Walau demikian, komplikasi ini jarang terjadi jika
pasien ditangani dengan baik. Sinekia posterior lebih sering terjadi pada pembedahan yang
dilakukan untuk mengevakuasi hifema
5. Sinekia anterior perifer
Sinekia anterior perifer sering terjadi pada pasien yang ditangani secara medis,
namun hifema masih tertinggak di bilik mata depan untuk waktu yang cukup lama,
biasanyal ebih dari 9 hari. Patogenesis sinekia anterior perifer mungkin disebabkan iritis
yang terjadi cukup lama disebabkan oleh trauma awal dan/atau iritia kimia akibat darah
pada bilik mata depan
Pada hifema akibat trauma bila terjadi kemunduran tajam penglihatan dapat
dipikirkan kemungkinan adanya kerusakan langsung pada mata akibat trauma tersebut,
seperti luksasi lensa, ablasi retina dan edema makula. Hifema sekunder yang terjadi pada
hari ke 5-7 sesudah trauma biasanya lebih masif dibanding dengan hifema primer dan dan
memberikan rasa sakit sekali.
Dapat terjadi keadaan yang disebut sebagai hemoftalmitis atau peradangan
intraokuler akibat adanya darah yang penuh dalam bola mata. Dapat juga terjadi siderosis
akibat hemoglobin atas siderin tersebar dan diikat oleh jaringan mata.
6. Corneal Blood Staining
Komplikasi ini terjadi pada sekitar 2 11 % kasus, terutama pada hifema yang luas
atau total, pasien dengan waktu pembekuan yang tidak normal dan adanya kerusakan pada
endotel kornea. Pada keadaan keadaan ini akan menimbulkan deposit dari hemoglobin,
hemosiderin dan degenerasi dari eosinofil di stroma kornea yang menimbulkan warna
kekuningan pada kornea yang mengakibatkan penurunan visus dan ambliopia pada anak
anak
9

7. Atrofi papil
Atrofi papilla nervus optikus terjadi pada peningkatan TIO yang lama ataupun bila
terdapat kontusio pada N. optikus. Hal ini bisa terjadi pada TIO yang menetap tinggi 50
mmHg selama 5 hari atau 35 mmHg selama 7 hari.
VIII. PROGNOSIS
Prognosis hifema bergantung pada jumlah darah dalam bilik mata depan. Bila darah
sedikit di dalam bilik mata maka darah ini akan hilang dan jernih dengan sempurna.
Sedangkan bila darah lebih dari setengah tingginya bilik mata depan, maka prognosis
buruk yang akan disertai dengan beberapa penyulit. Hifema yang penuh di dalam boilik
mata depan akan memberikan prognosis lebih buruk dibanding dengan hifema sebagian.
Keberhasilan penyembuhan hifema tergantung dari tiga hal, yaitu:
- Jumlah kerusakan lain akibat hifema pada struktur mata (ruptur koroid,
pembentukan scar makula)
- Apakah terjadi hifema sekunder
- Apakah terjadi komplikasi akibat hifema seperti glaukoma, bercak darah pada
kornea dan atrofi optikus
Keberhasilan penyembuhan terjadi hampir 80 % pada hifema derajat 1. sementara
pada hifema derajat 4 angka kesembuhan mencapai 35%.

IRIDOPLEGIA
Kalau mata terkena trauma tumpul, pupil dapat melebar akibat iridoplegia, karena
parese dari serabut saraf yang mengurus otot sfingter pupil, sehingga pupil kadang-kadang
berbentuk sedikit lonjong.
Iridoplegia dapat terjadi temporer 2-3 minggu, dapat juga permanen, tergantung
adanya parese atau paralise dari otot sfingter pupil. Dalam waktu ini mata terasa silau.
Pengobatan :

Istirahat di tempat tidur, memakai kacamata hitam.

Dilarang membaca, oleh karena bersamaan dengan iridoplegia terdapat juga parese
dari otot siliar, sehingga tidak dapat bekerja untuk mengadakan akomodasi.

Beri pilokarpin sebagai miotika.

( nana wijana )
10

ILUSTRASI KASUS

Seorang laki-laki berusia 8 tahun dirawat di bangsal Mata RSUP Dr. M. Djamil
Padang pada tanggal 3 Desember 2008 dengan :
Keluhan Utama:
Mata kanan kabur sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang :
-

Mata kanan kabur sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit

Mata kanan terasa nyeri dan terlihat gumpalan darah sejak 1 jam sebelum masuk
rumah sakit

Tidak terdapat darah mengalir keluar dari mata

Sebelumnya mata kanan pasien terkena lemparan mainan kertas oleh temannya dari
arah depan. Kemudian pasien berobat ke dokter umum dan tidak diberi obat apaapa, dikarenakan tidak adanya alat pemeriksaan mata, sehingga pasien hanya
dirujuk ke IGD RS. Dr. M.Djamil Padang

Riwayat Penyakit Dahulu :


-

Pasien tidak memakai kacamata dan tidak pernah menderita trauma mata
sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga :


-

Tidak ada keluarga yang sakit seperti yang dikeluhkan pasien ini.

Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis cooperatif

Tekanan darah

: 120/70 mmHg
11

Pernafasan

: teratur, frekuensi 25 x/mnt

Nadi

: 80x/ mnt

Suhu

: afebris

Kulit

: tidak ditemukan kelainan

KGB

: tidak membesar

Mata

: status oftalmologi

Thorax

: dalam batas normal

Abdomen

: palpasi: hepar tidak teraba

Ekstremitas

: reflek fifiologis +/+


Reflek patologis-/-

STATUS
OFTALMIKUS
Visus tanpa koreksi
Visus dengan koreksi
Refleks fundus
Silia/supersilia
Palpebra superior
Palpebra inferior

OD

OS

5/5

5/5

(+)
Madarosis (-), trichiasis (-)
Edema (-)
Edema (-)

(+)
Madarosis (-), trichiasis (-)
Edema (-)
Edema (-)

12

Margo palpebra
Aparat lakrimalis
Konjungtiva tarsalis

Konjungtiva forniks

Konjungtiva bulbi

Sclera
Kornea

Edema(-)
Lakrimasi N
Hiperemis ()

Edema(-)
Lakrimasi N
Hiperemis ()

Folikel (-)

Folikel (-)

Papil (-)

Papil (-)

Hiperemis (-)

Hiperemis ()

Folikel (-)

Folikel (-)

Papil(-)

Papil(-)

Hiperemis ()

Hiperemis ()

Folikel ()

Folikel (-)

Papil (-)

Papil (-)

Putih
Bening

Putih
Bening

13

Kamera okuli anterior

Iris
Pupil
Lensa
Korpus vitreum
Fundus :

Koagulum dan hifema (+) di

Cukup dalam

bagian bawah
Coklat, rugae (+)
midriasis, refleks (-)
Bening
Jernih

Coklat, rugae (+)


N, refleks (+)
Bening
Jernih

Papil optikus

Bulat, batas tegas, C/D = 0,3

Bulat, batas tegas, C/D = 0,3

Retina

Perdarahan (-), eksudat ()

Perdarahan (-), eksudat ()

Macula

Refleks fovea (+)

Refleks fovea (+)

2/3
N palpasi
Bebas kesegala arah

2/3
N palpasi
Bebas kesegala arah

- aa / vv retina
Tekanan bulbus okuli
Gerakan bulbus okuli

14

Gambar

Koagulum
Diagnosis kerja

hifema

Hifema grade 1 OD
Iridoplegi OD

Diagnosis banding
Anjuran terapi

Tirah baring dengan posisi kepala < 60 0

Tutup mata

Antikoagulansia

Kortikosteroid

Sikloplegik

Asam amino kaproat

DISKUSI

15

Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien merasa mata kanannya menjadi


kabur, nyeri, dan terdapat gumpalan darah di bola mata bagian bawah. Sebelumnya mata
kanan pasien terkena lemparan mainan kertas oleh temannya dari arah depan. Data yang
diperoleh dari anamnesis menunjukkan bahwa pasien mengalami trauma tumpul pada mata
kanannya. Berdasarkan literatur, kelainan yang terjadi akibat trauma tumpul pada mata bisa berupa
kelainan orbita, kelainan kelopak mata, kelainan konjungtiva, kelainan kornea, kelainan bilik mata
depan, kelainan pupil dan iris, kelainan lensa, kelainan fundus, perubahan tekanan bola mata, dan
kelainan gerakan bola mata. Pada kasus ini, berdasarkan kecepatan dan kekuatan trauma, kelainan
yang muncul dapat berupa kelainan konjungtiva, kelainan kornea, kelainan bilik mata depan,
kelainan pupil dan iris, dan kelainan lensa.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan visus mata kanan dan kiri 5/5. Pada reflex fundus (+)
mata kanan dan kiri, konjungtiva tarsal, forniks dan bulbi kanan dan kiri tidak hiperemis, kornea
mata kanan dan kiri bening, kamera okuli anterior kanan terdapat koagulum dan hifema di bagian
bawah, kamera okuli anterior kiri cukup dalam, pupil kanan midriasis, refleks cahaya (-), pupil kiri
N, reflek cahaya (+) iris kanan dan kiri cokloat, rugae (+),lensa mata kanan dan kiri bening. Pada
pemeriksaan funduskopi ditemukan papil optikus bulat, batas tegas, C/D 0,3, retina perdarahan
tidak ada, eksudat tidak ada, makula refleks fovea (+) kanan dan kiri. Pemeriksaan tekanan bulbus
okuli kanan dan kiri N secara palpasi. Berdasarkan data dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
didapatkan diagnosis kerja hifema Grade 1 mata kanan dan iridoplegi mata kanan.

Pada kasus ini seharusnya dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan


PT/APTT untuk mengetahui adanya kelainan waktu pembekuan. Penderita ditidurkan dalam
keadaan terlentang dengan posisi kepala diangkat (diberi alas bantal) kurang dari 60. Hal ini akan

mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah
perdarahannya.Selainitu,matayangterkenatraumaditutup,untukmengurangipergerakanmata.

Obat-obatan yang diberikan antara lain antikoagulansia yang berguna untuk menghentikan
perdarahan, kortikosteroid untuk mengurangi komplikasi iritis dan perdarahan sekunder,
siklopegik untuk

, dan asam amino kaproat untuk menstabilkan

pembentukan bekuan darah sehingga menurunkan risiko perdarahan ulang.


16

Prognosis hifema bergantung pada jumlah darah dalam bilik mata depan. Bila darah sedikit
di dalam bilik mata maka darah ini akan hilang dan jernih dengan sempurna. Sedangkan
bila darah lebih dari setengah tingginya bilik mata depan, maka prognosis buruk yang akan
disertai dengan beberapa penyulit.
Keberhasilan penyembuhan hifema tergantung dari tiga hal, yaitu:
Jumlah kerusakan lain akibat hifema pada struktur mata (ruptur koroid, pembentukan scar
makula)
Apakah terjadi hifema sekunder
Apakah terjadi komplikasi akibat hifema seperti glaukoma, bercak darah pada kornea dan
atrofi optikus
Keberhasilan penyembuhan terjadi hampir 80 % pada hifema derajat 1. sementara pada
hifema derajat 4 angka kesembuhan mencapai 35%.

DAFTAR PUSTAKA

17

Anda mungkin juga menyukai