Anda di halaman 1dari 56

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) terutama TB paru merupakan salah satu penyakit menular
yang masih menjadi permasalahan di dunia kesehatan hingga saat ini. Hal ini
dibuktikan dengan masih banyaknya ditemukan penderita TB di masyarakat. Situasi
TB di dunia semakin memburuk dengan meningkatnya jumlah kasus TB dan
banyaknya pasien TB yang tidak berhasil disembuhkan, terutama di 22 negara
dengan masalah TB yang tinggi (high burden countries). Pada tahun 1993, World
Health Organization (WHO) mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global
emergency). Sekitar 95% kasus dan 98% kematian terjadi akibat TB di dunia yang
terdapat di negara-negara berkembang.1
Menurut Global Tuberculosis Control tahun 2011, jumlah pasien tuberkulosis
di Indonesia menempati urutan ke-4 terbanyak di dunia setelah India, Cina dan
Afrika selatan pada tahun 2011.2 Jumlah pasien TB di Indonesia diperkirakan sekitar
5,8% dari total jumlah pasien TB di dunia. Setiap tahun terdapat 429.730 kasus baru
dan kematian 62.246 orang, sedangkan insidensi kasus TB dengan Basil Tahan Asam
(BTA) positif sekitar 102 per 100.000 penduduk.1 Berdasarkan profil data kesehatan
Indonesia tahun 2011, angka penemuan kasus TB paru BTA positif di DKI jakarta
sebesar 85%.3
Hasil Survey Prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa
angka prevalensi BTA positif secara Nasional 110 per 100.000 penduduk. Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa penyakit TB

merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskular dan


penyakit saluran pernapasan pada semua kelompok usia, serta merupakan nomor
satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi.1
Sekitar 75% pasien TB terjadi pada kelompok usia yang paling produktif (1550 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu
kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan
tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan
kehilangan pendapatan sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga
memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh
masyarakat.1 Meningkatnya angka kejadian TB secara global disebabkan karena
kondisi kehidupan yang buruk seperti kemiskinan yang terjadi tidak hanya pada
negara yang sedang berkembang tetapi juga pada penduduk perkotaan di negara
maju, kepadatan penduduk, tingkat pendidikan yang rendah, akses kesehatan yang
buruk serta kebutuhan nutrisi yang tidak tercukupi.4
Untuk menanggulangi masalah TB, maka sejak tahun 1994 Indonesia telah
mengadopsi strategi Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang
direkomendasikan oleh WHO.4 Strategi DOTS meliputi 5 komponen dimana
didalamnya terdapat tatalaksana pasien TB mulai dari menegakkan diagnosis,
penyediaan obat anti tuberkulosis (OAT), pengobatan dengan panduan OAT jangka
pendek dengan pengawasan langsung, monitoring pengobatan serta sistem
pencatatan dan pelaporan.5 Fokus utama DOTS ialah penemuan dan penyembuhan
pasien. Strategi ini akan memutuskan penularan tuberkulosis dan dengan demikian
menurunkan kejadian tuberkulosis di masyarakat.6 Mengingat tingginya angka
kejadian tuberkulosis paru, juga bahaya yang ditimbulkan akibat tuberkulosis, maka

penting kiranya dilakukan penelitian mengenai karakteristik pasien TB paru dewasa


dan analisis evaluasi pengobatan obat anti tuberkulosis, sebagai acuan untuk
perbaikan dan pencegahan tuberkulosis paru di kemudian hari serta dapat menjadi
langkah awal dalam menyusun strategi dan program pemberantasan TB paru pada
masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan, maka akan dilakukan
penelitian mengenai gambaran karaktreristik pasien TB paru dewasa dan analisis
evaluasi pengobatan obat anti tuberkulosis (OAT) di Klinik Paru Rumah Sakit Islam
Jakarta (RSIJ) Sukapura.
C. Tujuan Penelitian
1.

Tujuan Umum
Mengetahui gambaran karakteristik pasien TB paru dewasa dan analisis
evaluasi pengobatan OAT di Klinik Paru RSIJ Sukapura Periode Agustus 2011 Januari 2013.

2.

Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran karakteristik pasien TB paru dewasa yang berobat di
Klinik Paru RSIJ Sukapura Periode Agustus 2011 - Januari 2013 meliputi:
1) Jumlah Pasien
2) Usia
3) Jenis Kelamin
4) Tipe Pasien
5) Kategori OAT
6) Hasil Pengobatan
b. Mengetahui gambaran evaluasi sputum BTA sebelum pengobatan, akhir
pengobatan bulan ke-2 dan akhir pengobatan bulan ke-6

c. Mengetahui gambaran evaluasi gejala klinis sebelum pengobatan, akhir


pengobatan bulan ke-2 dan akhir pengobatan bulan ke-6
d. Mengetahui gambaran evaluasi radiologi sebelum pengobatan, akhir
e.
f.
g.
h.

pengobatan bulan ke-2 dan akhir pengobatan bulan ke-6


Mengetahui Angka Kesembuhan
Mengetahui Angka Default
Mengetahui Angka Gagal Pengobatan
Mengetahui Angka Konversi

D. Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan di Klinik Paru RSIJ Sukapura. Sebagai responden
adalah seluruh pasien TB paru dewasa yang berobat di Klinik Paru sebanyak 185
pasien. Variabel yang diteliti adalah karakteristik penderita TB paru dewasa dan
analisis evaluasi pengobatan OAT. Dilaksanakan pada 22 Oktober sampai 22
November 2013 penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan disain studi
cross sectional. Pengumpulan data menggunakan data sekunder yaitu Buku Register
TB 03 dan Rekam Medik.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Universitas Muhammadiyah Jakarta Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan digunakan sebagai pengayaan literatur di
perpustakaan mengenai TB paru dewasa.
2. Bagi peneliti sendiri dapat menambah pengetahuan mengenai gambaran
karakteristik pasien TB paru dewasa dan analisis evaluasi pengobatan OAT.
3. Bagi RSIJ Sukapura sebagai bahan masukan dan informasi yang penting.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP

A. Tinjauan Pustaka
1.

Definisi Tuberkulosis Paru


Tuberkulosis (TB) paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan

oleh kuman Mycobacterium tuberculosis dimana sebagian besar kuman


tuberkulosis menyerang paru. Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit
saluran pernapasan bagian bawah.7 Tuberkulosis umumnya menyerang paru,
tetapi dapat menyerang bagian tubuh lainnya seperti kelenjar getah bening,
selaput otak, kulit, tulang dan persendian, usus, ginjal dan organ tubuh lainnya.8
2.

Etiologi
TB paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang panjangnya

1-4 m dan lebarnya antara 0,3-0,6 m. Kuman ini berbentuk batang,


mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena
itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Dinding Mycobacterium
tuberculosis terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%), kemudian
peptidoglikan dan arabinomanan lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan
asam.4 Kuman tuberkulosis sangat rentan terhadap matahari, sehingga dalam
waktu beberapa menit saja akan mati, tetapi dapat bertahan hidup berhari-hari
sampai berbulan-bulan di tempat yang gelap dan lembab.8

3.

Fakto Risiko
Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya TB meliputi usia dimana

sekitar 75% pasien TB menyerang kelompok usia paling produktif secara


ekonomis (15-50 tahun),1 jenis kelamin, gizi buruk, kebiasaan merokok, minum
alkohol,

penggunaan

kortikosteroid

dan

imunosupresif,

penyakit

HIV,

kemiskinan. Selain itu, faktor lingkungan seperti kepadatan penduduk, ventilasi,


serta pencahayaan juga merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya TB.9
Faktor kejadian TB secara ringkas dapat digambarkan pada gambar
berikut :

Gambar 1. Faktor Kejadian Tuberkulosis


dikutip dari (1)
4.

Penularan Tuberkulosis
Sumber penularan tuberkulosis adalah pasien dengan TB BTA positif

yang dapat menularkan kepada orang yang berada disekitarnya atau


disekelilingnya terutama kontak erat dengan penderita. Dimana saat batuk atau
bersin penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak

(droplet nuclei). Percikan dahak yang mengandung kuman ini dapat bertahan di
udara bebas selama 1-2 jam, tergantung ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi
yang baik dan kelembaban. Dalam suasana yang lembab dan gelap, kuman dapat
bertahan berhari-hari sampai berbulan-bulan.1
5.

Patogenesis
Penyebaran kuman Mycobacterium tuberculosis yang masuk melalui

saluran nafas akan bersarang di jaringan paru dan membentuk sarang primer
atau afek primer. Dimana sarang primer ini timbul dalam waktu 5 tahun pertama
setelah terjadinya infeksi.8 Dari sarang primer ini terjadi peradangan saluran
getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh
pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Afek primer,
limfangitis lokal dan limfadenitis regional dikenal sebagai fokus primer. Melalui
fokus primer inilah kuman dapat menyebar melalui pembuluh darah ke seluruh
tubuh. Banyaknya kuman Mycobaterium tuberculosis serta kemampuan daya
tahan tubuh penderita akan menentukan daya tahan perjalanan penyakit
selanjutnya. Pada kebanyakan kasus, respons imun tubuh dapat menghentikan
multiplikasi kuman, sebagian kecil menjadi kuman dorman. Pada penderita
dengan daya tahan tubuh yang buruk, respons imun tidak dapat menghentikan
multiplikasi kuman sehingga akan menjadi sakit pada beberapa bulan kemudian.
Sehingga kompleks primer akan mengalami salah satu hal sebagai berikut :
a. Penderita akan sembuh dengan tidak meninggalkan cacat.
b. Sembuh dengan meninggalkan bekas (seperti sarang Ghon, garis fibrotik,
sarang perkapuran di hilus).
c. Menyebar dengan cara :
1)
Perikontinuitatum ke jaringan sekitarnya.

2)

Penyebaran secara bronkogen, baik di paru yang bersangkutan


maupun ke paru sebelahnya, atau tertelan bersama dahak sehingga

3)

terjadi penyebaran di usus.


Penyebaran secara hematogen dan limfogen ke organ lain seperti
tuberkulosis milier, meningitis, ke tulang, ginjal, genetalia.10
Tuberkulosis post primer akan muncul setelah lewat 5 tahun sejak

terjadinya tuberkulosis primer.8 Tuberkulosis post primer dimulai dari sarang


dini yang umumnya pada segmen apical lobus superior atau lobus inferior.
Awalnya berbentuk sarang pneumonik kecil dimana sarang ini dapat mengalami
salah satu keadaan sebagai berikut :
a.
Diresorbsi dan sembuh dengan tidak meninggalkan cacat.
b.
Sarang meluas, tetapi segera mengalami penyembuhan berupa jaringan
fibrosis dan perkapuran. Sarang dapat aktif kembali dengan membentuk
jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan
c.

keluar.
Sarang meluas dengan membentuk jaringan keju dan akan membentuk
kaviti bila dibatukkan. Kaviti ini dapat meluas, memadat membentuk
tuberkuloma atau sembuh.10

6.

Gejala Klinis Tuberkulosis


Gejala klinis pasien TB paru dapat berupa batuk kronis, produksi

sputum yang berlebih, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, demam,
berkeringat di malam hari dan hemoptisis (batuk darah).11
Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan
gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah
gejala respiratori.5
Gejala-gejala yang menunjukkan penyakit TB paru adalah :5
a. Gejala lokal/ respiratori :
1) Batuk lebih dari 2 minggu

2) Batuk darah
3) Sesak napas
4) Nyeri dada
b. Gejala sistemik :
1) Demam.
2) Gejala sistemik lain : malaise, keringat malam, anoreksia dan berat
badan menurun
Gejala-gejala tersebut dapat dijumpai pada penyakit selain TB seperti
bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain, oleh sebab itu
orang yang datang ke fasilitas kesehatan (Fasyankes) dengan gejala seperti di
atas harus dianggap suspect tuberculosis atau tersangka penderita TB dan
perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.1
7.

Pemeriksaan Fisik
Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur

paru. Pada awal perkembangan penyakit umumnya tidak atau sulit sekali
menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus
superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah
apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan antara lain
suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma dan mediastinum.5
8.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang berguna untuk membantu menegakkan

diagnosis TB paru yang meliputi :


a.
Pemeriksaan Bakteriologi
Tanda pasti penderita TB paru ditetapkan dengan pemeriksaan kultur
yang membutuhkan waktu sekitar 6-8 minggu. Pemeriksaan 3 kali, identik
dengan pemeriksaan kultur dahak yang lebih cepat dan lebih murah.

10

Pemeriksaan tersebut berupa pemeriksaan mikroskopis dari dahak yang


telah dibuat sediaan hapus dan diwarnai secara Ziehl Neelsen. Bila kuman
BTA dijumpai 2 kali dari 3 kali pemeriksaan penderita disebut penderita
BTA+ menular. Jumlah kuman yang ditemukan merupakan informasi yang
sangat penting karena berhubungan dengan derajat penularan penderita
maupun dengan beratnya penyakit. Sebagian di negara-negara berkembang,
pemeriksaan dahak secara mikroskopik merupakan satu-satunya cara
dimana diagnosis TB Paru dapat dipastikan.12
Pencatatan hasil pembacaan berdasarkan skala IUATLD (International
Union Against Tuberculosis and Lung Disease) tahun 2000 adalah sebagai
berikut :5
1) Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang disebut negatif
2) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang hasilnya meragukan
3) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + atau

b.

(1+)
4) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++ atau (2+)
5) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +++ atau (3+)
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atau indikasi

yaitu foto lateral, top-lordotic, oblik, atau CT-Scan. Pada pemeriksaan foto
toraks, TB dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).5
1) Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah:
a) Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior
lobus atas paru dan segmen lobus bawah
b) Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular
c) Bayangan bercak milier
d) Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
2) Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif :
a) Fibrotik
b) Kalsifikasi

11

c.

c) Schwarte atau penebalan pleura


Pemeriksaan penunjang lain :7
1) Pemeriksaan darah rutin kurang spesifik. LED penting sebagai
indikator kestabilan penyakit sehingga dapat digunakan untuk
2)

evaluasi penyembuhan
Pemeriksaan serologi dilakukan dengan metode Enzym Linked
Immunosorbent

Assay

(ELISA),

Myocodot,

Immunochromatograpic (ICT), Peroksidase Anti Peroksidase


(PAP), dan IgG/IgM TB. Saat ini pemeriksaan serologi tidak
3)
9.

bermakna untuk diagnosis


Polymerase Chain Reaction (PCR)

Diagnosis TB Paru
Semua suspek TB harus menjalani pemeriksaan 3 spesimen dahak dalam

waktu 2 hari yaitu sewaktu-pagi-sewaktu (SPS), diagnosis TB paru pada orang


dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB. Penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain
seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang
diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasi. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB
paru hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja, foto toraks tidak selalu
memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis.1

12

Gambar 2. Alur Diagnosis Tuberkulosis Paru


dikutip dari (1)
10.
a.

Klasifikasi Tuberkulosis Paru


Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak BTA TB paru dibagi dalam :1
1) Tuberkulosis Paru BTA positif (+)
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan
hasil BTA positif.
b) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif

dan kelainan

radiologik

menunjukkan

gambaran

tuberkulosis aktif.
c) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan biakan positif.
2) Tuberkulosis Paru BTA (-)

13

a) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,


gambaran

klinik

dan

kelainan

radiologi

menunjukkan

tuberkulosis aktif serta tidak respons dengan pemberian


antibiotik spektrum luas.
b) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan
biakan Mycobacterium tuberculosis positif.
c) Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum
diperiksa.
3) Berdasarkan Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.
Ada beberapa tipe pasien yaitu :
a) Kasus Baru
Pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
Pemeriksaan BTA bisa positif atau negatif.
b) Kasus yang sebelumnya diobati
(1) Kasus Kambuh
Pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan

tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh

atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali BTA positif


(apusan atau kultur).
(2) Kasus Setelah Putus Berobat (Default)
Pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau
lebih dengan BTA positif.
(3) Kasus Setelah Gagal (Failure)

14

Pasien yang pemeriksaan dahaknya tetap positif atau


kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih
selama pengobatan.
c) Kasus Pindahan
Pasien yang dipindahkan keregister lain untuk melanjutkan
pengobatannya.
d) Kasus Lain :
Semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, seperti
yang
(1) Tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya,
(2) Pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya,
(3) Kembali diobati dengan BTA negatif.
11.
a.

b.

Pengobatan Tuberkulosis
Tujuan pengobatan TB adalah :5
1) Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan
produktivitas
2) Mencegah kematian karena penyakit TB aktif atau efek lanjutannya.
3) Mencegah kekambuhan
4) Mengurangi transmisi atau penularan kepada orang lain
5) Mencegah terjadinya resistensi obat serta penularannya
Jenis, Sifat dan Dosis OAT (lini pertama)

Tabel 1. Jenis, Sifat dan Dosis OAT Lini Pertama


Jenis OAT

Sifat

Isoniazid (H)

Bakterisid

Rifampicin (R)

Bakterisid

Pyrazinamide (Z)

Bakterisid

Streptomycin (S)

Bakterisid

Ethambutol (E)

Bakteriostatik

Dosis yang direkomendasikan


(mg/kg)
Harian
3x seminggu
5
10
(4-6)
(8-12)
10
10
(8-12)
(8-12)
25
35
(20-30)
(30-40)
15
15
(12-18)
(12-18)
15
30
(15-20)
(20-35)

15

dikutip dari (1)


c.

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prisip sebagai berikut:1


1) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian
OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan
sangat dianjurkan.
2) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan lagsung (DOT= Directly Observed Treatment) oleh
seseorang pengawas minum obat (PMO).
3) Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
tahap lanjutan.
a) Tahap awal (Intensif)
(1) Pada tahap ini pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
resistensi obat.
(2) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara
tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu.
(3) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA
negatif (konversi) dalam 2 bulan.
b) Tahap lanjutan
(1) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih
sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.
(2) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

d.

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia :


Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian
Tuberkulosis di Indonesia:1

16

1)

Kategori 1 : 2 (HRZE)/4(HR)3
Artinya pengobtan tahap awal selama 2 bulan diberikan setiap hari
dan tahap lanjutan selama 4 bulan diberikan 3 kali dalam seminggu.
Jadi lama pengobatan seluruhnya 6 bulan. Obat ini diberikan untuk :
a) Pasien baru TB paru BTA positif.
b) Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif.
c) Pasien TB ekstra paru.

Tabel 2. Dosis OAT-Kombinasi dosis tetap Kategori I HRZE/4H3R3

Berat
Badan
30-37 kg
38-54 kg
55-70 kg
71 kg
2)

Tahap intensif
Tahap Lanjutan
Tiap hari selama 56 hari 3kali seminggu selama 16 minggu
RHZE (150/75/400/275)
RH (150/150)
2 tablet 4KDT
3 tablet 4KDT
4 tablet 4KDT
5 tablet 4KDT

2 tablet 2KDT
3 tablet 2KDT
4 tablet 2KDT
5 tablet 2KDT
dikutip dari (1)

Kategori 2 : 2 (HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Pada kategori 2, tahap awal pengobatan selama 3 bulan terdiri dari 2
bulan HRZE ditambah suntikan streptomisin, dan 1 bulan HRZE.
Pegobatan tahap awal diberikan setiap hari. Tahap lanjutan diberikan
HRE selama 5 bulan, 3 kali seminggu jadi lama pengobatan 8 bulan.
Obat ini diberikan untuk :
a) Pasien kambuh.
b) Pasien gagal.
c) Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default).

Tabel 3. Dosis OAT- Kombinasi Dosis Tetap Kategori II


Tahap Intensif
Tahap Lanjutan
Tiap hari
3 kali seminggu
Berat
RHZE (150/75/400/275)+8
RH (150/150)
Badan
+ (400)
Selama 56 hari
Selama 28
Selama 20
hari
minggu
30-37 kg 2 tab 4KDT + 500 mg
2 tab 4
2 tab 2 KDT + 2
Streptomisin Inj.
KDT
tab Etambumol
38-54 kg 3 tab 4KDT + 750 mg
3 tab 4
3 tab 2 KDT + 3
Streptomisin Inj.
KDT
tab Etambutol
55-70 kg 4 tab 4KDT + 1000mg
4 tab 4
4 tab 2 KDT + 4
Streptomisin Inj.
KDT
tab Etambutol
71 kg
5 tab 4KDT + 1000mg
5 tab 4
5 tab 2 KDT + 5
Streptomin Inj.
KDT
tab Etambutol

17

dikutip dari (1)


Catatan :
Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk

streptomisin adalah 500 mg tanpa memperhatikan berat badan.


Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4ml. (1ml=250mg).
3)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti panduan paket untuk tahap
intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).1

Tabel 4. Dosis kombinasi Dosis Tetap Sisipan


Berat badan
30-37 kg
38-54 kg
55-70 kg
71 kg

Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari


RHZE (150/75/400/275)
2 tablet 4KDT
3 tablet 4KDT
4 tablet 4KDT
5 tablet 4KDT
dikutip dari (1)

e.

Kemasan Obat
Panduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT) dimana kombinasi dosis
tetap ini terdiri dari 2 sampai 4 obat dalam satu tablet. Sedangkan kategori
anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak yaitu paket
obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamide dan
Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.5

18

12.

Hasil Pengobatan

Hasil pengobatan pada penderita TB paru yang mendapat OAT dapat


dikategorikan sebagai berikut :1
a. Sembuh
Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap
dan pemeriksaan apusan dahak ulang (follow-up) hasilnya negatif pada
akhir pengobatan dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya.
b. Pengobatan Lengkap
Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap
tetapi tidak ada hasil pemeriksaan apusan dahak ulang pada akhir
pengobatan dan pada satu pemeriksaan sebelumnya.
c. Meninggal
Adalah penderita TB paru yang meninggal dalam

masa pengobatan

karena sebab apapun.


d. Putus Berobat (default)
Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum
masa pengobatannya selesai
e. Gagal
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan ke lima atau lebih selama pengobatan.
f. Pindah (Transfer out)

19

Adalah pasien yang dipindahkan ke unit pencatatan dan pelaporan


(register) lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.
g. Keberhasilan Pengobatan
Jumlah pasien yang sembuh ditambah dengan pengobatan lengkap.
Digunakan pada pasien dengan BTA + atau biakan positif.
13. Evaluasi Pengobatan
a.

Evaluasi Klinis
Biasanya pasien dikontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya setiap 2
minggu selama tahap intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir
pengobatan. Secara klinis hendaknya terdapat berbaikan keluhan-keluhan
pasien seperti batuk-batuk berkurang, batuk darah hilang, nafsu makan
bertambah, berat badan meningkat, dll.4

b.

Evaluasi Bakteriologi ( 0 - 2 6/8 bulan pengobatan ).5


1) Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak.
2) Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis.
a) Sebelum pengobatan dimulai
b) Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
c) Pada akhir pengobatan
3) Bila ada fasilitas biakan, dilakukan pemeriksaan biakan dan uji
kepekaan.

20

c.

Evaluasi Radiologi (0 - 2 6/8 bulan pengobatan).5


Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada :
1) Sebelum pengobatan
2)

Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga


dipikirkan kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan
pengobatan).

3) Pada akhir pengobatan.

14.

Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu elemen yang sangat

penting dalam sistem informasi penanggulangan TB. Semua unit pelaksana


pengobatan TB harus melaksanakan suatu sistem pencatatan dan pelaporan
yang baku. Pencatatan dilaksanakan di unit pelayanan kesehatan meliputi
beberapa formulir yaitu :1
a. Daftar tersangka pasien (suspek) yang diperiksa dahak SPS (TB.06)
b. Formulir permohonan

laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak

(TB.05)
c. Kartu pengobatan pasien TB (TB.01)
d. Kartu indentitas pasien TB (TB.02)
e. Register TB fasyankes (TB.03 fasilitas kesehatan)
f. Formulir rujukan/ pindah pasien (TB.09)
g. Formulir hasil akhir pengobatan dari pasien Tb pindahan (TB.10)

21

h. Register Laboratoriun TB (TB.04)


B. Kerangka Teori
Sebelum pengobatan TB:
Kriteria diagnosis pasien
TB paru:
Gejala Klinis

Faktor Risiko
- Usia
-

Jenis kelamin

- Gizi buruk
- Kebiasaan merokok
- Minum Alkohol
- Penggunaan Imunosupresif
- Penyakit HIV
- Faktor lingkungan
(kepadatan, ventilasi,
Hasil Pengobatan
Sembuh
-

Pengobatan
Lengkap
Gagal
Pengobatan
Default

Meninggal

Pindah

Pemeriksaan
Bakteriologi

Kategori I

Kategori II

Pemeriksaan
Radiologi

Evaluasi Pengobatan
akhir bulan ke-6
(setelah fase lanjutan)
-

Pengobatan OAT

Evaluasi Pengobatan
akhir bulan ke-2
(setelah fase Intensif).

Gejala Klinis

Pemeriksaan
Bakteriologi

Pemeriksaan
Radiologi

Keterangan :
Variabel yang akan diteliti

Gambar 3. Kerangka Teori

Gejala Klinis
Pemeriksaan
Bakteriologi
Pemeriksaan
Radiologi

22

C. Kerangka Konsep

Karakteristik pasien TB paru dewasa : Usia, Jenis


Kelamin,Tipe Pasien, Kategori OAT dan Hasil
Pengobatan (Angka Kesembuhan, Angka Gagal
Pengobatan dan Angka Default).

Sebelum pengobatan
TB :
Kriteria diagnosis
pasien TB paru :
Gejala Klinis
Pemerikasaan
Bakteriologi
Pemeriksaan
Radiologi

Pengobatan
TB fase
Intensif

Evaluasi pengobatan
akhir bulan ke 2 :
Gejala Klinis
Pemerikasaan
Bakteriologi
Pemeriksaan
Radiologi

Pengobatan
TB fase
lanjutan

Angka Konversi

Gambar 4. Kerangka Konsep

Evaluasi pengobatan
akhir bulan ke 6 :
Gejala Klinis
Pemerikasaan
Bakteriologi
Pemeriksaan
Radiologi

23

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Model Penelitian Kualitatif


1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Klinik Paru Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ)
Sukapura. Penelitian ini dilaksanakan pada 22 Oktober - 22 November.

2. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu menggambarkan
karakteristik penderita TB paru dewasa dan analisis evaluasi

pengobatan

penderita TB paru dewasa. Disain studi penelitian ini menggunakan studi


potong lintang (cross sectional).

3. Variabel dan Definisi Operasional


Tabel 5. Variabel dan Definisi Operasional
No

Variabel

Definisi
Operasional

Alat
Ukur

Usia

Usia
pasien Buku
saat mendapat Register
pengobatan
TB 03
OAT
di
Poliklinik Paru
RSIJ Sukapura

Cara
Ukur
Melihat
Buku
Register
TB 03

Hasil Ukur
1.
2.
3.
4.
5.

18-29
30-41
42-53
54-65
Tidak ada
keterangan.13

Skala
Ukur
Ordinal

24

Jenis
Kelamin

Status gender Buku


yang dibawa Register
sejak lahir
TB 03

Tipe
Pasien

Ditentukan
berdasarkan
riwayat
pengobatan
sebelumnya.1

Buku
Register
TB 03

Kategori
OAT

Buku
Register
TB 03

Melihat
buku
Register
TB 03

Hasil
Pengobat
an

Jenis
pengobatan
yang diberikan
pada pasien TB
Paru.1
Hasil
pengobatan
pada pasien TB
paru
yang
mendapat
OAT.1

Buku
Register
TB 03

Angka
kesembu
han

Melihat 1.Selesai Pengobatan


Nominal
buku
1. Sembuh
Register
2. Pengobatan
TB 03
Lengkap
3. Gagal
Tidak
Selesai
Pengobatan
1. Default
2. Pindah
3. Meninggal
Melihat . Ratio
Buku
Register
TB 03

Angka
yang Buku
menunjukkan
Register
presentase
TB 03
pasien TB paru
BTA (+) yang
sembuh setelah
masa
pengobatan,
diantara pasien
TB paru BTA
(+)
yang
tercatat. Pasien
yang pindah,
meninggal dan

Melihat
Buku
Regiser
TB 03
Melihat
Buku
Register
TB 03

1. Laki-laki
2. Perempuan

Nominal

Baru
Kambuh
Gagal
Default
Pindahan
Kasus lain
Kategori I
Kategori II

Nominal

1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.

Interval

25

Angka
Gagal
Pengobat
an

Angka
Default

Angka
konversi

10

Gejala
Klinis

default tidak
diperhitungka.1
Angka Gagal
Pengobatan
menunjukkan
presentase
pasien TB paru
gagal BTA (+)
diantara pasein
TB paru BTA
(+)
yang
tercatat.1
Angka
yang
menunjukkan
presentase
pasien TB paru
yang
default
pada
waktu
tertentu
diantara pasien
yang berisiko
default
di
waktu
yang
sama.1
Angka
yang
menunjukkan
presentase
pasien TB paru
BTA (+) yang
mengalami
konversi
menjadi BTA
(-)
setelah
menjalani fase
intensif.1
Gejala klinis
yang dialami
pasien TB Paru
sebelum
pengobatan,
akhir
pengobatan
bulan ke-2 dan
akhir
pengobatan

Buku
Register
TB 03

Melihat
Buku
Ragister
TB 03

Ratio

Buku
Register
TB 03

Melihat
Buku
Register
TB 03

Ratio

Buku
Register
TB 03

Melihat
Buku
Register
TB 03

Ratio

Rekam
Medik

Melihat
ke
Rekam
Medik

1. Batuk
Ya
Tidak
2. Batuk
berdarah
Ya
Tidak
3. Keringat
Malam
Ya

Nominal

26

Tidak

bulan ke-6.6

4. BB menurun
Ya
Tidak
5. Nafsu Makan

menurun
Ya
Tidak

11

12

Pemeriks
aan
Bakteriol
ogi

Pemeriksaan
Buku
mikroskopik
Register
kuman
BTA TB 03
pada sediaan
langsung
dengan
pewarnaan
Ziehl Nielsen
sebelum
pengobatan,
akhir
pengobatan
bulan ke-2 dan
bulan
akhir
pengobatan
bulan ke-6.6

Pemeriks Pemeriksaan
Rekam
aan
foto toraks PA, Medik
Radiologi di bulan ke 0,
bulan ke-2 dan
bulan ke-6.6

Melihat
ke buku
Register
TB 03

Melihat
ke
Rekam
Medik

6. Demam
Ya
Tidak
7. Nyeri Dada
Ya
Tidak
8. Sesak Napas
Ya
Tidak
1. BTA (+)
2. BTA (-)
3. Tidak

Nominal

dilakukan
pemeriksaan

1.Sebelum
Nominal
pengobatan:
(+)
(-)
2.Akhir pengobatan
bulan ke 2 :
Perbaikan
(Berkurangnya
infiltrat
dan
kavitas)

27

Perburukan

(Meluasnya
infiltrat
dan
kavitas)
3.Akhir pengobatan
bulan ke 6 :
Perbaikan
(Berkurangnya
infiltrat dan
kavitas)
Perburukan
(Meluasnya
infiltrat
dan
kavitas)
4. Populasi dan Sampel Penelitian
a. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien TB paru dewasa yang
berobat di Klinik Paru RSIJ Sukapura Periode Agustus 2011-Januari
2013.
b. Sampel
Jumlah sampel adalah seluruh jumlah populasi yang ada di RSIJ
Sukapura Periode Agustus 2011- Januari 2013.
1) Kriteria Inklusi
a) Pasien TB paru usia 18 - 65 tahun
b) Pasien dengan data rekam medis dan nomor rekam medis lengkap
c) Analisis evaluasi pengobatan : pasien dengan pengobatan OAT

kategori I dan telah menyelesaikan pengobatan


2) Kriteria Ekslusi
a) Pasien TB ekstra paru

28

5. Pengukuran dan Pengamatan Variabel Penelitian


Pengukuran dan pengamatan variabel diambil dari data sekunder yang tercatat di
Buku Register TB 03 dan Rekam Medik.

6. Tehnik Pengumpulan Data


a.

Data sekunder
Berupa data tentang kejadian TB paru hasil diagnosa yang tercantum
dalam Buku Register TB 03 dan Rekam Medik. Data diambil dari arsip di
Poliklinik Paru dan rekam medik pasien TB paru dewasa yang mendapat
pengobatan OAT di Klinik Paru RSIJ Sukapura Periode Agustus 2011 Januari 2013. Data yang dikumpulkan meliputi: Jumlah penderita, Usia,
Jenis Kelamin, Kategori OAT, serta gejala klinis, pemeriksaan
bakteriologi dan gambaran radiologi sebelum pengobatan, akhir
pengobatan bulan ke-2 dan akhir pengobatan bulan ke-6.

7. Analisis data
Analisa data yang digunakan adalah analisis univariat. Analisa Univariat
dimaksudkan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi dari tiap variabel.

29

BAB IV
HASIL PENELITIAN

Selama periode Agustus 2011 sampai Januari 2013 didapatkan 240 pasien TB paru
yang berobat ke Klinik Paru RSIJ Sukapura. Dari total 215 pasien terdapat 30 pasien
tidak memiliki data dan nomor rekam medik yang lengkap. Sehingga hanya 185 pasien
yang dapat di teliti.
Tabel 6. Karakteristik Berdasarkan Jumlah Pasien TB Paru Dewasa yang berobat
ke Klinik Paru RSIJ Sukapura Periode Agustus 2011 - Januari 2013.

Karakteristik
Jumlah Pasien
Agustus 2011- Desember 2011
Januari 2012 Desember 2012
Januari 2013
Usia
18-29
30-41
42-53
54-65
Tidak ada keterangan
Jenis Kelamin
Perempuan
Laki-laki
Tipe Pasien
Baru
Kambuh
Gagal
Default
Pindahan
Lain-lain
Kategori OAT
Kategori I
Kategori II

n
(185)

46
129
10

24,86
69,73
5,41

68
59
31
19
8

36,76
31,89
16,76
10,27
4,32

95
90

51,35
48,65

175
9
0
1
0
0

94,59
4,86
0,00
0,54
0,00
0,00

175
10

94,59
5,41

30

Hasil Pengobatan
Selesai Pengobatan (n=141)
Sembuh
Pengobatan Lengkap
Gagal
Tidak Selesai Pengobatan (n=44)
Default
Pindah
Meninggal

35
103
3

18,92
55,68
1,62

12
55
7

6,49
29,73
3,78

Tabel 6 menunjukkan, jumlah pasien TB paru dewasa periode Agustus 2011 Desember 2011 sebanyak 46 pasien, pada bulan Januari 2012 - Desember 2012
sebanyak 129 pasien dan pada bulan Januari 2013 sebanyak 10 pasien. Berdasarkan
kelompok umur didapatkan pasien TB paru dewasa yang berobat ke Klinik Paru RSIJ
Sukapura selama periode Agustus 2011 - Januari 2013 terbanyak pada kelompok usia 18
- 29 tahun sebanyak 68 pasien (36,76%), sedangkan kelompok usia terendah adalah usia
56 - 65 tahun sebanyak 19 pasien (10,27%). Secara umum pasien TB paru dewasa yang
berobat di Klinik Paru RSIJ Sukapura adalah kelompok usia produktif.
Pasien TB paru dewasa yang berobat ke Klinik Paru RSIJ Sukapura mayoritas
perempuan sebanyak 95 pasien (51,35%) sedangkan laki- laki sebanyak 90 pasien
(48,65%). Berdasarkan tipe pasien terbanyak adalah kasus baru 175 pasien (94,59%) ,
kasus kambuh 9 pasien (4,86%) dan kasus default 1 pasien (0,54%).
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kategori I yang paling banyak digunakan 175
pasien (94,59%) karena kebanyakan pasien merupakan kasus baru, sedangkan untuk
kategori II sebanyak 10 pasien (5,41%). Berdasarkan hasil pengobatan dari 185 pasien
TB paru dewasa yang berobat di Klinik Paru RSIJ Sukapura terdapat sebanyak 141
pasien (76,22%) menyelesaikan pengobatan sampai tuntas dan 44 pasien (23,78%) tidak
menyelesaikan pengobatan. Diantara yang menyelesaikan pengobatan, sembuh 35

31

pasien (18,92%), pengobatan lengkap 103 pasien (55,68%) dan gagal pengobatan 3
pasien (1,62%). Sementara itu, yang tidak menyelesaikan pengobatan, default 12 pasien
(6,49%), pindah 55 pasien (29,73%) dan meninggal 7 pasien (3,78%).
Tabel 7.

Angka Kesembuhan, Angka Gagal Pengobatan PasienTB Paru Dewasa


yang berobat ke Klinik Paru RSIJ Sukapura Periode Agustus 2011Januari 2013.
Hasil Pengobatan

Angka Kesembuhan
Pasien dengan Pengobatan Lengkap
Angka Gagal Pengobatan
Total

BTA Negatif
n
%
101
100,00
101
100,00

BTA Positif
N
%
35
87,50
2
5,00
3
7,50
40
100,00

Tabel 7 menunjukkan, pasien TB paru BTA (+) yang sembuh sebanyak 35 pasien
(87,50%), pengobatan lengkap 2 pasien (5,00%) dan gagal pengobatan sebanyak 3
pasien (7,50%). Sedangkan pasien TB paru BTA (-) dengan pengobatan lengkap
sebanyak 101 pasien (100%).
Pada analisis evaluasi pengobatan OAT, hanya pasien yang telah menyelesaikan
pengobatan dan pasien yang mendapatkan pengobatan OAT kategori

I yang dapat

diteliti. Dimana diantara 141 pasien yang telah menyelesaikan pengobatan terdapat 6
pasien yang mendapatkan pengobatan OAT kategori II sehingga tidak dapat dievaluasi.
Oleh karena itu, untuk analisis evaluasi pengobatan OAT hanya dilakukan pada 135
pasien.

Tabel 8. Evaluasi Pengobatan OAT Berdasarkan Gejala Klinis PasienTB Paru


Dewasa yang berobat ke Klinik Paru RSIJ Sukapura Periode Agustus

32

2011 - Januari 2013.

Gejala
Batuk Lama
Ya
Tidak
Batuk Darah
Ya
Tidak
Keringat Malam
Ya
Tidak
BB Turun
Ya
Tidak
Nafsu
Makan
Menurun
Ya
Tidak
Demam
Ya
Tidak
Nyeri Dada
Ya
Tidak
Sesak Napas
Ya
Tidak

Sebelum
Pengobatan
n
%
(135)

Akhir Pengobatan
Bulan ke-2
n
%
(135)

Akhir Pengobatan
Bulan ke-6
n
%
(135)

130
5

96,30
3,70

50
85

37,04
62,96

21
114

15,56
84,44

21
114

15,56
84,44

0
135

0,00
100,0

0
135

0,00
100,00

84
51

62,22
37,78

5
130

3,70
96,30

0
135

100,00

121
14

89,63
10,37

18
117

13,33
86,67

15
120

11,11
88,89

16
119

11,85
88,15

4
131

2,96
97,04

0
135

100,00

68
67

50,37
49,63

11
124

8,15
91,85

2
133

1,48
98,52

23
112

17,04
82,96

7
128

5,19
94,81

2
133

1,48
98,52

41
94

30,37
69,63

16
119

11,85
88,15

9
126

6,67
93,33

Hasil Tabel 8 menunjukkan, gejala yang paling sering muncul sebelum


pengobatan TB paru adalah batuk lama sebanyak 130 pasien (96,30%), berat badan
menurun sebanyak 121 pasien

(89,63%) dan keringat malam sebanyak 84 pasien

(62,22%) . Selanjutnya gejala nafsu makan menurun yang paling jarang dikeluhkan
sebanyak 16 pasien (11,85%). Pada akhir pengobatan bulan ke-2, 135 pasien kemudian
dievaluasi kembali. Hasil evalusi menunjukkan penurunan jumlah pasien yang mengeluh
batuk menjadi 50 pasien (37,04%). Sedangkan gejala yang sudah tidak dikeluhkan

33

adalah batuk darah. Pada akhir pengobatan bulan ke 6, gejala yang masih dikeluhkan
sebagian besar pasien adalah batuk sebanyak 21 pasien (15,56%). Jika dibandingkan
dengan akhir pengobatan bulan ke-2 keluhan batuk mengalami penurunan. Sedangkan
batuk darah, keringat malam dan nafsu makan menurun sudah tidak dirasakan oleh
seluruh pasien. Hal ini menunjukkan penurunan gejala pasien TB paru dewasa yang
sangat bermakna di akhir pengobatan bulan ke-2 dan akhir pengobatan bulan ke-6.
Tabel 9. Evaluasi Pengobatan OAT Berdasarkan Sputum BTA Pasien TB Paru
Dewasa yang berobat ke Klinik Paru RSIJ Sukapura Periode Agustus
2011 - Januari 2013.

BTA

Positif
Negatif
Tidak dilakukan
pemeriksaan

Sebelum
Pengobatan
n
%
(135)
34
101
-

25,19
74,81
-

Akhir Pengobatan
Bulan ke-2
n
%
(135)
1
102
32

0,74
75,56
23,70

Akhir Pengobatan
Bulan ke-6
N
%
(135)
1
38
96

0,74
28,15
71,11

Hasil Tabel 9 menunjukkan, sebelum pengobatan pasien dengan BTA positif


sebanyak 34 pasien (25,19%), pasien dengan BTA negatif sebanyak 101 pasien. Pada
akhir pengobatan bulan ke-2, pasien dengan BTA positif sebanyak 1 pasien (0,74%),
pasien dengan BTA negatif 102 pasien (75,567%) dan pasien yang tidak melakukan
pemeriksaan dahak 32 pasien (23,70%). Pada akhir pengobatan bulan ke-6 pasien
dengan BTA positif sebanyak 1 pasien (0,74%), pasien dengan BTA negatif 38 pasien
(28,15%) dan yang tidak melakukan pemeriksaan BTA 96 pasien (71,11%).
Tabel 10. Angka Konversi Pasien TB Paru Dewasa yang berobat di Klinik Paru
RSIJ Sukapura Periode Agustus 2011 - Januari 2013.

34

Konversi
Konversi
Tidak Konversi
Jumlah

N
(34)
29
5
34

%
85,29
14,71
100,00

Hasil Tabel 10 menunjukkan, perubahan dari BTA sputum positif menjadi negatif
setelah fase intensif 2 bulan sebanyak 29 pasien (85,29%) sedangkan yang tidak
mengalami konversi sebanyak 6 pasien (14,71%) .
Tabel 11. Evaluasi Pengobatan OAT Berdasarkan Foto Toraks PasienTB Paru
Dewasa yang berobat ke Klinik Paru RSIJ Sukapura Periode Agustus
2011 - Januari 2013.
Sebelum Pengobatan
Foto Toraks
Positif
Negatif

n
(135)
129
6

%
95,56
4,44

Hasil Tabel 11 menunjukan, sebelum pengobatan pasien dengan hasil foto toraks
positif sebanyak 129 pasien (95,56%) , sedangkan hasil foto toraks negatif sebanyak 6
pasien (4,44%).

Tabel 12. Evaluasi Pengobatan OAT Berdasarkan Foto Toraks PasienTB Paru
Dewasa yang berobat ke Klinik Paru RSIJ Sukapura Periode Agustus
2011 - Januari 2013.

35

Foto Toraks
Baik
Buruk

Akhir Pengobatan
Bulan ke-2
n
%
(135)
117
86,67
18
13,33

Akhir Pengobatan
Bulan ke-6
n
%
(135)
128
94,81
7
5,19

Hasil Tabel 12 menunjukkan, pada akhir pengobatan bulan ke-2, foto toraks yang
mengalami perbaikan sebanyak 117 pasien (86,67%), hasil foto toraks yang mengalami
perburukan sebanyak 18 pasien (13,33%). Pada akhir pengobatan bulan ke-6 hasil foto
toraks yang mengalami perbaikan sebanyak 128 pasien (94,81%), foto toraks yang
mengalami perburukan sebanyak 7 pasien (5,19%).

BAB V
PEMBAHASAN

36

A. PEMBAHASAN PENELITIAN
Pada penelitian ini didapatkan bahwa kelompok usia pasien tuberkulosis (TB)
paru dewasa yang berobat di Klinik Paru RSIJ Sukapura periode Agustus 2011 - Januari
2013 mayoritas adalah usia produktif yaitu usia 18-29 tahun sebanyak 68 pasien. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian Deni di Puskesmas Ciputat tahun 2012 dimana
penyakit TB lebih banyak menyerang kelompok usia produktif.14 Selain itu, penelitian
oleh Mulyadi, Suangkupon dan Dermawan tahun 2010 di Puskesmas Blangpidie
menunjukkan hasil yang sesuai bahwa penyakit TB paru memiliki tingkat kerentanan
terhadap mereka yang berusia produktif.15 Berdasarkan Pedoman Nasional TB tahun
2011 sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15-50 tahun).1 Keadaan ini diduga ada hubungannya dengan tingkat aktivitas
dan pekerjaan sebagai tenaga kerja produktif yang memungkinkan untuk mudah tertular
kuman TB setiap saat dari penderita, khususnya dengan basil tahan asam (BTA) positif.
Meningkatnya kebiasaan merokok pada usia muda di negara-negara miskin juga menjadi
salah satu faktor banyaknya kejadian tuberkulosis paru pada usia produktif. Sedangkan
terdapat 8 pasien yang tidak memiliki keterangan usia, tetapi memiliki keterangan
lengkap untuk variabel penelitian yang lain sehingga tetap diteliti untuk dievaluasi
pengobatannya.
Distibusi pasien berdasarkan jenis kelamin pada penelitian ini terbanyak pada
perempuan sebanyak 95 pasien jika dibandingkan dengan laki-laki sebanyak 90 pasien.
Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Eka di Puskesmas Ketanggungan Brebes tahun
2012 dimana pasien TB paru

mayoritas laki laki. 16 Penelitian Ika Septiana di

Puskesmas Petamburan tahun 2012, menunjukkan bahwa pasien laki - laki lebih banyak

37

dibanding dengan pasien perempuan. 17 Dengan demikian, jumlah kasus yang selama ini
dilaporkan bahwa perempuan lebih sedikit kasusnya disebabkan oleh karena kurang
terdiagnosis. Beberapa alasan perempuan tidak terdiagnosis sebagaimana mestinya,
diantaranya yaitu perempuan merasa tidak ada waktu karena kesibukannya mengurus
keluarga, perlunya teman laki-laki yang mendampingi untuk pergi ke fasilitas kesehatan,
masalah biaya dan transportasi, tingkat pendidikan yang relatif masih rendah dan faktor
sosiobudaya, yang menghambat perempuan untuk kontak dengan petugas kesehatan
laki-laki.18 Pada penelitian ini menunjukkan jumlah pasien perempuan lebih banyak, ini
kemungkinan disebabkan beberapa alasan di atas tidak menjadi masalah lagi seperti
transportasi, tingkat pendidikan yang semakin tinggi saat ini dan faktor sosiobudaya.
Tipe pasien TB paru yang datang berobat ke Klinik Paru RSIJ Sukapura periode
Agustus 2011 - Januari 2013 terbanyak merupakan kasus baru yaitu sebanyak 175
pasien, sedangkan kasus kambuh sebanyak 9 pasien dan 1 pasien default. Hasil
penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Freddy di RSU. DR. Soedarso Pontianak
tahun 2010 dimana pasien TB paru yang berobat ke RSU. DR. Soerdarso kebanyakan
kasus baru yaitu sebesar 62,2%.19 Penelitian oleh Vethreeany, Heedy dan Wenya di
RSUP Prof. DR. R.D. Kandou Manado tahun 2010 menunjukkan mayoritas tipe pasien
merupakan kasus baru.20 Menurut laporan Situasi Epidemiologi Tuberkulosis di
Indonesia Tahun 2010 yang dikeluarkan oleh Subdit TB Depkes RI, kasus tuberkulosis
menurut tipenya masih didominasi oleh kasus baru, yaitu sebesar 94,74% pada tahun
2009 triwulan pertama (dengan rincian 56,58% dengan BTA positif dan 38,16% BTA
negatif) serta 94,20% pada tahun 2010 triwulan pertama (dengan rincian 59,5% dengan
BTA positif dan 34,7% dengan BTA negatif). 21 Dengan, tingginya jumlah penderita TB

38

paru kasus baru yang di temukan menunjukkan bahwa RSIJ Sukapura cukup berhasil
dalam melakukan penemuan kasus baru. Sedangkan penyebab terjadinya kasus putus
berobat (default) adalah karena tingkat pengetahuan pasien yang rendah sehingga
motivasi untuk berobat penuh kurang dan lebih suka berobat ke pengobatan alternatif,
adanya efek samping dari obat tuberkulosis, kurangnya pengetahuan pasien mengenai
lamanya waktu pengobatan, dan kurangnya dukungan dari keluarga sekitar.
Kebanyakan pasien default menghentikan pengobatan segera setelah mereka merasa
agak baikan atau sekitar dua bulan setelah pengobatan dimulai. Kesalahan persepsi
yang ada di masyarakat bahwa merasa baik atau sehat adalah berarti sembuh yang dapat
meningkatkan angka putus obat.22 Oleh karena kasus tertinggi pada penelitian ini
adalah kasus baru maka kategori terapi yang sesuai diberikan adalah OAT kategori I.
Hasil pengobatan pasien TB paru dewasa secara umum adalah telah
menyelesaikan pengobatan dimana didominasi sembuh 35 pasien (18,92%) dan
pengobatan lengkap 103 pasien (55,86%). Hasil ini sesuai dengan penelitian Meirtha di
balai pengobatan penyakit paru-paru (BP4) Medan tahun 2000-2007 bahwa hasil
pengobatan mayoritas adalah sembuh dan pengobatan lengkap sebesar 75,7%.23
Sedangkan angka kesembuhan (Cure Rate) pasien yang berobat ke Klinik Paru RSIJ
Sukapura ditetapkan dari jumlah pasien TB paru BTA (+) yang sembuh diantara seluruh
pasienTB paru BTA (+) yang tercatat dimana didapatkan cure rate sebesar 87,50%.
Hasil ini sangat memuaskan dimana cure rate yang dicapai melebihi angka target
nasional yang ditetapkan dimana minimal cure rate sebesar 85%.1 Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian Madelina di Puskesmas Banjarbaru Utara Kalimantan tahun
2011 dimana angka kesembuhan sebesar 92,59%.24 Sedangkan untuk angka gagal

39

pengobatan sebesar 7,50%, angka ini masih diatas angka yang diharapkan dimana
angka gagal pengobatan diharapkan tidak lebih dari 4%. 1 Gagal pengobatan dapat
disebabkan karena resistensi obat, waktu pengobatan yang kurang dari semestinya,
minum obat tidak teratur atau tidak sesuai dengan petunjuk yang diberikan.4 Sedangkan,
angka default didapatkan dari jumlah pasien TB paru yang default di suatu waktu
diantara seluruh pasien TB paru yang berisiko di waktu yang sama didapatkan sebesar
6,49%, angka ini sesuai dengan target nasional dimana angka default harus <10%.1
Hasil ini serupa dengan angka default provinsi DKI Jakarta pada tahun 2009 yaitu
sebesar 5,7%.21
Pada penelitian ini, gejala yang sering dirasakan adalah batuk lama. Hasil ini
sesuai dengan penelitian Reviono, Ari dan Eti di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun
2007 dimana kebanyakan pasien TB paru mengeluh batuk yang lama yaitu sekitar
93,1%.25 Penelitian oleh, Risyah, Rohani dan Fauzia di RSUD Arifin Achmad tahun
2012, menunjukkan keluhan utama pasien TB paru yang terbanyak yaitu batuk sebanyak
38,3%.26 Secara umum gejala-gejala yang dirasakan pasien TB paru dewasa sebelum
pengobatan mengalami perbaikan klinis yang cukup bermakna pada akhir bulan ke 2 dan
akhir bulan ke 6. Hal ini kemungkinan disebabkan efek bakterisid dan bakteriosidal
OAT, sehingga dapat mematikan dan menghambat pertumbuhan kuman Mycobacterium
tuberculosis.
Jumlah pasien dengan sputum BTA positif pada akhir bulan ke-2 menunjukkan
penurunan jika dibandingkan dengan sebelum pengobatan. Ini membuktikan bahwa
sebagian besar pasien yang telah menjalani pengobatan obat anti tuberkulosis fase

40

intensif telah mengalami konversi dalam waktu 2 bulan yaitu perubahan BTA (+)
menjadi BTA (-). Pada akhir pengobatan bulan ke 6 masih terdapat 1 pasien BTA(+),
yang menunjukkan gagal pengobatan. Sedangkan pasien yang tidak melakukan
pemeriksaan dahak bertambah. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Henny,
Abiyoso, Teguh dan Solihun di RSU dr. Syaiful Anwar Malang tahun 2000-2001 dimana
sebagian besar pasien TB BTA positif pada akhir pengobatan bulan ke-2 dan bulan ke-6
menjadi negatif.27 Menurut penelitian Farida di RSU dr. Soetomo Surabaya tahun 2005
dimana pasien yang tidak melakukan pemeriksaan dahak disebabkan karena pasien yang
telah mendapatkan terapi lebih dari satu bulan, gejala batuk dan produksi dahak akan
berkurang sehingga sulit untuk mengeluarkan dahaknya secara spontan. Keadaan ini
dapat menyebabkan terjadinya false-negative, dimana sebenarnya dahak pasien masih
mengandung kuman BTA tetapi karena tidak dapat mengekspektorasikan dahaknya
maka hanya akan didapatkan spesimen saliva yang memberikan hasil BTA negatif. Hasil
hapusan dahak BTA yang false-negative ini membuat klinisi berpikir bahwa terapi yang
diberikan telah adekuat dan tidak ada kemungkinan adanya MDR-TB (perbandingan
kepekaan pemeriksaan kuman). Bila keadaan ini berlanjut terus dikhawatirkan akan
semakin meningkatkan angka resistensi kuman TB terhadap OAT.28 Menurut penelitian
Adolfina di Puskesmas Jakarta Pusat tahun 2000 menunjukkan bahwa salah satu faktor
yang berhubungan dengan tidak dilaksanakannya pemeriksaan ulang dahak adalah
sulitnya dahak untuk dikeluarkan.29
Angka konversi (Convertion rate) yang didapatkan pada penelitian ini sebesar
85,29% dimana hasil ini sudah melebihi target nasional yaitu minimal mencapai 80%.
Hasil ini lebih baik dibandingkan dengan angka konversi pasien TB paru yang berobat

41

ke RSUP dr. Kariadi di Semarang pada tahun 2009-2010 sebesar 47,5%. 30 Selain itu
pada penelitian oleh Ruth, Lampus dan Pandelaki di Puskesmas Bahu Malalayang I
tahun 2012 menunjukkan angka konversi sebesar 94,23%.31 Konversi BTA sputum BTA
(+) menjadi BTA (-) dinilai pada akhir pengobatan fase intensif atau akhir pengobatan
bulan ke-2. Konversi sangat penting dalam mencegah penularan penyakit TB paru
karena akan menyebabkan penderita yang sebelumnya berpotensi untuk menular
menjadi tidak menular. Selain itu, konversi menunjukkan bahwa terapi OAT yang
diberikan memberikan respon yang baik terhadap pasien TB paru dewasa.
Pada akhir pengobatan bulan ke-2 dan akhir pengobatan bulan ke-6 terjadi
perbaikan gambaran foto toraks. Perbaikan foto toraks dilihat dari berkurangnya jumlah
infiltrat dan kavitas di paru-paru. Hasil ini sesuai dengan penelitian Nurul Izman di
Poliklinik Paru RS Persahabatan Jakarta tahun 2006 dimana perbaikan foto toraks
berkorelasi dengan perbaikan klinis setelah pengobatan antituberkulosis (OAT) yang
lengkap.32 Hal ini menunjukkan bahwa pengobatan OAT cukup berhasil mematikan dan
menghambat pertumbuhan kuman sehingga terjadi perbaikan.

B. KETERBATASAN PENELITIAN
Penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan dan keterbatasan, penelitian
ini merupakan penelitian deskriptif dimana data yang didapat hanya berdasarkan data
sekunder berupa buku register TB 03 dan rekam medik. Banyak data yang tidak
diketahui nomor rekam medik sehingga tidak dapat dijadikan sebagai sample penelitian

42

sehingga sample dalam penelitian ini terbatas. Selain itu, beberapa data yang memiliki
nomor rekam medik yang lengkap tidak tersedia.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1. Penelitian dilakukan kepada 185 pasien. Pasien TB paru dewasa yang berobat
di RSIJ Sukapura terbanyak berjenis kelamin perempuan dan berusi 18-29
tahun. Kasus baru merupakan kasus terbanyak dan menggunakan OAT kategori
I. Hasil pengobatan pasien TB paru dewasa adalah sembuh dan pengobatan
lengkap.
2. Angka kesembuhan, Angka default dan Angka konversi pada penelitian ini
sudah mencapai Target Nasional.
3. Evaluasi gejala klinis, sputum BTA dan foto toraks mengalami perbaikan yang
bermakna di akhir pengobatan bulan ke-2 dan akhir pengobatan bulan ke 6.

43

B. SARAN
1. Diharapkan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai evaluasi pasien TB
Paru dan TB Ekstra Paru.
2. Sample pada penelitian ini sangat terbatas, sehingga diharapkan dilakukan
penelitian serupa dengan jumlah sample penelitian yang lebih banyak.
3. Kesulitan mengambil data dimana tidak terdapat nomor rekam medik di formulir
pencatatan dan pelaporan program Tuberkulosis Nasional, sehingga diharapkan
untuk dilengkapi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Rebuplik Indonesia. Pedoman Nasional Pengendalian


Tuberkulosis. 2nd ed. Jakarta : Kemenkes RI; 2011.p. 2-90.
2. World Health Organization. Global Tuberculosis Report 2012. Geneva : WHO;
2012.p. 8-50.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Data Kesehatan Indonesia
Tahun 2011. Jakarta: Kemenkes RI; 2012.p. 84-8.
4. Amin Z. Tuberkulosis Paru. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al, editors.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 3. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing;
2009.p. 2230-8.
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis Pedoman diagnosis dan
penatalaksaan di Indonesia. Jakarta : PDPI; 2011.p. 3-55.
6. Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia.
Pedoman

Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis. 2nd ed. Jakarta: Depkes RI; 2007.p. 3-35.


7. Alsagaff, Hood. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Universitas
Airlangga Press; 2005.p. 73-95.

44

8. Danusantoso H. Tuberkulosis Paru. In: Suyono J, editor. Buku Saku Ilmu


Penyakit Paru. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2010.p. 95-153.
9. Crofton J, Home N, Miller F. Tuberkulosis Pulmonal pada Orang Dewasa. In:
Harun M, editor. Tuberkulosis Klinis. 2nd . Jakarta: Widya Medika; 2002.p. 11-30.
10. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis Pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI; 2006.p. 1-55.
11. Zumla A, Raviglione M. Tuberculosis. N Engl J Med 2013; 368: 745-755.
12. Aditama TY. Tuberkulosis, Diagnosa, Terapi dan Masalahnya.4th ed. Jakarta:
Yayasan Ikatan Dokter Indonesia; 2002. p.12-95.
13. Mutiara E. Karakteristik Penduduk Lanjut Usia di Propinsi Sumatra Utara tahun
1990.

[Online].

2013

[Cited

2013

November

7].

Available

from:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3734/1/fkmerna%20mutiara.pdf.
14. Deni S. Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Karakteristik Individu dengan
Kejadian Tuberkulosis Paru BTA Positif yang Berobat di Puskesmas Ciputat
Kota Tangerang Selatan Tahun 2012. Skripsi FKM UMJ; 2012.p.95-110.
15. Mulyadi, Suangkupon R, Dermawan I. Profil Penderita Paru di Pesisir Pantai
Aceh Barat Daya (Kajian Puskesmas Blangpidie). J Respir Indo 2011;30:105-8.
16. Eka. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Tuberkulosis Paru.
Unnes Journal of Public Health. 2012;1:2-6.
17. Ika S. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian TB Paru BTA (+) di
Wilayah Kerja Puskesmas Petamburan Kota Jakarta Pusat Tahun 2012. Skripsi
FKM UMJ; 2012.p.80-5.
18. Aditama TY. Tuberkulosis, Rokok dan Perempuan. Jakarta: FKUI; 2006.p.1-25.
19. Freedy. Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru Dewasa Rawat Inap di
Rumah Sakit Umum DR. Soedarso Pontianak Periode September-November
2010. Naskah Publikasi FK Universitas Tanjungpura; 2010.p.1-16.
20. Vethreeany, Heedy, Weny. Evaluasi Penggunaan Obat Antituberkulosis Pada
Pasien Tuberkulosis Paru di Instalasi Rawat Inap BLU RSUP Prof. DR. R. D.

45

Kandaou Manado Periode Janauari-Desember 2010. Jurnal Farmasi FMIPA


UNSRAT. 2011;3:27-9.
21. Subdit TB. Situasi Epidemiologi Tuberkulosis di Indonesia 2010. Depkes RI;
2010.p.1-20.
22. Hoa NP, Thorson AEK, Long NH,Diwan VK. Knowledge of tuberculosis and
associated health-seeking behavior among rural Vietnamese adults with a coguh
for at least three weeks. Scand J Public Health 2003;62:59-65.
23. Meirtha. Karakteristik Penderita TB Paru Relaps Yang Berobat di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan Tahun 2000-2007. Skripsi FKM
USU; 2009.p.46-61.
24. Madelina P. Analisis Pencapaian Target Angka Penemuan Kasus Tuberkulosis
(TB) di Puskesmas Banjarbaru Utara 2011. BIMKMI 2012;1:10-13.
25. Reviono, Ari NP, Eti PP. Kelambatan Diagnosis Pasien Tuberkulosis Paru di
RSUD Dr. Moewardi Surakarta Juni-Oktober 2007. J Respir Indo 2008; 28:10-8.
26. Risyah, Rohani, Fauziah. Karakteristik Pasien Tuberkulosis Paru Kasus Baru
dengan BTA Positif di RSUD Arifin Achmad Periode Januari 2009 sampai
Desember 2012. Jurnal FK Universitas Riau 2012;2:1-13.
27. Henny C, Abiyoso, Teguh RS, Solimun. Hubungan Indeks Massa Tubuh dan
Laju Endap Darah dengan Perbaikan Klinis Pada Tuberkulosis Paru Pasca 6
Bulan Pengobatan Obat Antituberkulosis September 200-Mei 2001. J Respir
Indo 2008;28:27-31.
28. Soetedjo FA. Perbandingan Kepekaan Pemeriksaan Kuman BTA dari Dahak
Spontan dengan Dahak Induksi Salin 0,9% Pada Akhir Terapi Fase Intensif
DOTS. Jurnal FK Universitas Wijaya Kusuma Surabaya 2009;1:1-9.
29. Adolfina P. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tidak Dilaksanakannya
Pemeriksaan Ulang Dahak Pada Penderita TB Paru BTA Positif di Puskesmas
Jakarta Pusat. Tesis FKM UI; 2001.p.52-70.

46

30. Artika. Pengaruh Pelaksanaan Pengawas Menelan Obat (PMO) Terhadap


Konversi BTA (+) Pada Pasien Tuberkulosis Paru di RSDK Tahun 2009/2010.
Jurnal Media Medika Muda FK UNDIP 2012;6:4-21.
31. Ruth HS, Lampus B, Pandelaki. Gambaran Penderita Tuberkulosis Paru yang
Berobat Menggunakan DOTS di Puskesmas Bahu Malalayang I Periode
Januari-Desember 2012. Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik Universitas
Sam Ratulangi 2013;1:68-71.
32. Nurul Izman. Pengamatan Foto Toraks Penderita TB Paru BTA Negatif yang
mendapat

Terapi

Antituberkulosis.

[Online]

2013.

Available

from:

mru.fk.ui.ac.id.

LAMPIRAN I
No

Tahun

Usia

Jenis
Kelamin

TP

Kategori
OAT

HP

No

Tahun

Usia

Jenis
Kelamin

TP

Kategori
OAT

HP

2011

23

38

2011

22

PL

2011

18

PL

39

2011

47

PL

2011

32

40

2011

45

2011

48

41

2011

22

2011

21

PL

42

2011

35

2011

27

43

2011

59

2011

30

44

2011

2011

36

PL

45

2011

29

PL

2011

46

2011

20

10

2011

28

PL

47

2012

58

PL

11

2011

22

PL

48

2012

60

12

2011

50

PL

49

2012

21

PL

13

2011

41

50

2012

26

PL

14

2011

44

PL

51

2012

27

15

2011

54

52

2012

21

PL

16

2011

43

53

2012

31

PL

47

17

2011

24

PL

54

2012

18

2011

23

55

2012

27

19

2011

34

PL

56

2012

56

PL

20

2011

50

PL

21

2011

42

57

2012

60

58

2012

34

22

2011

21

59

2012

43

23

2011

31

60

2012

36

24

2011

31

25

2011

61

2012

33

62

2012

27

PL

26

2011

PL

63

2012

35

27

2011

64

2012

31

PL

28

2011

29

2011

40

PL

65

2012

48

PL

45

66

2012

29

30

2011

19

67

2012

63

PL

31

2011

26

68

2012

19

PL

32

2011

36

PL

69

2012

25

33

2011

70

2012

41

PL

34

2011

28

PL

71

2012

42

35

2011

30

PL

72

2012

43

PL

36

2011

44

PL

73

2012

32

37

2011

34

74

2012

36

75

2012

20

PL

115

2012

23

PL

76

2012

30

PL

116

2012

27

77

2012

36

PL

117

2012

32

PL

78

2012

26

PL

118

2012

28

PL

79

2012

30

PL

119

2012

37

PL

80

2012

32

PL

120

2012

45

PL

81

2012

49

PL

121

2012

36

82

2012

35

122

2012

21

83

2012

34

PL

123

2012

19

PL

84

2012

37

PL

124

2012

49

PL

85

2012

30

PL

125

2012

57

PL

86

2012

53

126

2012

36

87

2012

49

127

2012

29

88

2012

60

PL

128

2012

30

89

2012

60

129

2012

37

PL

90

2012

28

130

2012

47

Pl

91

2012

30

131

2012

27

92

2012

35

PL

132

2012

55

PL

93

2012

27

PL

133

2012

18

PL

94

2012

39

134

2012

21

PL

95

2012

35

135

2012

35

Pl

28

48

96

2012

37

PL

136

2012

25

PL

97

2012

30

PL

137

2012

28

98

2012

29

138

2012

30

PL

99

2012

29

PL

139

2012

23

PL

100

2012

31

140

2012

36

PL

101

2012

22

PL

141

2012

26

PL

102

2012

27

PL

142

2012

51

PL

103

2012

57

143

2012

51

104

2012

34

PL

144

2012

53

105

2012

26

145

2012

60

PL

106

2012

51

146

2012

55

107

2012

46

PL

147

2012

31

PL

108

2012

33

PL

148

2012

28

109

2012

29

PL

149

2012

30

110

2012

22

PL

150

2012

35

111

2012

21

151

2012

55

PL

112

2012

25

PL

152

2012

20

PL

113

2012

57

PL

153

2012

20

PL

114

2012

27

154

2012

PL

155

2012

36

156

2012

43

PL

157

2012

19

PL

158

2012

33

PL

159

2012

61

160

2012

35

PL

161

2012

19

PL

162

2012

52

PL

163

2012

22

PL

164

2012

26

PL

165

2012

27

PL

166

2012

47

PL

167

2012

22

168

2012

20

169

2012

36

170

2012

65

PL

171

2012

52

172

2012

33

PL

173

2012

40

PL

174

2012

35

PL

49

175

2012

21

176

2013

23

177

2013

23

178

2013

37

PL

179

2013

36

PL

180

2013

21

181

2013

65

PL

182

2013

PL

183

2013

19

PL

184

2013

46

PL

185

2013

43

50

No

Tahun

2011

2011

2011

2011

2011

2011

2011

2011

2011

10

2011

11

2011

12

2011

13

2011

14

2011

15

2011

16

2011

17

2011

18

2011

19

2011

20

2011

21

2011

22

2011

23

2011

24

2011

25

2011

26

2012

27

2012

28

2012

29

2012

30

2012

31

2012

32

2012

33

2012

34

2012

35

2012

36

2012

37

2012

38

2012

39

2012

77

2012

BTA bln-0

BTA bln-2

BTA bln-6

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

tdk dlkn pem BTA

tdk dlkn pem BTA

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

negatif

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

tdk dlkn pem BTA

negatif
negatif

negatif
negatif

tdk dlkn pem BTA


tdk dlkn pem BTA

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif
positif
negatif

tdk dlkn pem BTA


tdk dlkn pem BTA
negatif

tdk dlkn pem BTA


tdk dlkn pem BTA
negatif

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

positif

negatif

negatif

positif

negatif

negatif

positif
negatif

negatif
negatif

negatif
negatif

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

negatif

negatif

negatif
positif
negatif

tdk dlkn pem BTA


negatif
negatif

tdk dlkn pem BTA


tdk dlkn pem BTA
negatif

positif

tdk dlkn pem BTA

tdk dlkn pem BTA

positif

positif

tdk dlkn pem BTA

negatif
negatif
negatif

negatif
negatif
negatif

tdk dlkn pem BTA


tdk dlkn pem BTA
tdk dlkn pem BTA

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

positif

negatif

negatif

negatif
negatif
negatif

negatif
negatif
tdk dlkn pem BTA

tdk dlkn pem BTA


tdk dlkn pem BTA
tdk dlkn pem BTA

positif

negatif

tdk dlkn pem BTA

positif

negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif
negatif

negatif
negatif

tdk dlkn pem BTA


negatif

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

tdk dlkn pem BTA

tdk dlkn pem BTA

negatif

tdk dlkn pem BTA

tdk dlkn pem BTA

negatif

tdk dlkn pem BTA

tdk dlkn pem BTA

No

Tahun

40

2012

41

2012

42

2012

43

2012

44

2012

45

2012

46

2012

47

2012

48

2012

49

2012

50

2012

51

2012

52

2012

53

2012

54

2012

55

2012

56

2012

57

2012

58

2012

59

2012

60

2012

61

2012

62

2012

63

2012

64

2012

65

2012

66

2012

67

2012

68

2012

69

2012

70

2012

71

2012

72

2012

73

2012

74

2012

75

2012

76

2012

BTA bln-0

BTA bln-2

BTA bln-6

negatif

Negatif

Negatif

positif

Negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

Negatif

Negatif

negatif

Negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

Negatif

Negatif

negatif

Negatif

Negatif

negatif

Negatif

Negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

tdk dlkn pem BTA

negatif

Negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

Negatif

Negatif

negatif

Negatif

Negatif

negatif

Negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

Negatif

Negatif

positif

Negatif

tdk dlkn pem BTA

positif

Negatif

Negatif

negatif

Negatif

tdk dlkn pem BTA

positif

Negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

Negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

tdk dlkn pem BTA

tdk dlkn pem BTA

negatif

Negatif

Negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

tdk dlkn pem BTA

positif

Negatif

Negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

tdk dlkn pem BTA

negatif

Negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

Negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

Negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

tdk dlkn pem BTA

tdk dlkn pem BTA

negatif

Negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

Negatif

Negatif

negatif

Negatif

Negatif

positif

Negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

tdk dlkn pem BTA

tdk dlkn pem BTA

negatif

tdk dlkn pem BTA

tdk dlkn pem BTA

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

tdk dlkn pem BTA

tdk dlkn pem BTA

51

78

2012

79

2012

80

2012

81

2012

82

2012

83

2012

84

2012

85

2012

86

2012

87

2012

88

2012

89

2012

90

2012

91

2012

92

2012

93

2012

94

2012

95

2012

96

2012

97

2012

98

2012

99

2012

100

2012

101

2012

102

2012

103

2012

104

2012

105

2012

106

2012

107

2012

108

2012

109

2012

110

2012

111

2012

112

2012

113

2012

114

2012

115

2012

positif
negatif
negatif

negatif
tdk dlkn pem BTA
negatif

tdk dlkn pem BTA


tdk dlkn pem BTA
negatif

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

positif

tdk dlkn pem BTA

tdk dlkn pem BTA

positif
negatif
negatif

negatif
negatif
negatif

negatif
tdk dlkn pem BTA
tdk dlkn pem BTA

positif

negatif

negatif

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif
negatif
negatif

tdk dlkn pem BTA


tdk dlkn pem BTA
tdk dlkn pem BTA

tdk dlkn pem BTA


tdk dlkn pem BTA
tdk dlkn pem BTA

negatif

tdk dlkn pem BTA

tdk dlkn pem BTA

positif

negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif
negatif

negatif
negatif

tdk dlkn pem BTA


tdk dlkn pem BTA

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

tdk dlkn pem BTA

tdk dlkn pem BTA

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

positif

negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

tdk dlkn pem BTA

tdk dlkn pem BTA

positif

negatif

Negatif

positif

negatif

tdk dlkn pem BTA

positif

negatif

Positif

positif

negatif

Negatif

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

tdk dlkn pem BTA

tdk dlkn pem BTA

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

negatif

Negatif

positif

negatif

Negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

tdk dlkn pem BTA

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

negatif

Negatif

negatif

negatif

Negatif

positif

tdk dlkn pem BTA

tdk dlkn pem BTA

negatif

negatif

Negatif

116

2012

117

2012

118

2012

119

2012

120

2012

121

2012

122

2012

123

2012

124

2012

125

2012

126

2012

127

2012

128

2013

129

2013

130

2013

131

2013

132

2013

133

2013

134

2013

135

2013

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

negatif

negatif

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

positif

negatif

tdk dlkn pem BTA

positif

negatif

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

tdk dlkn pem BTA

positif

negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

positif

negatif

negatif

positif

negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

negatif

negatif

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

positif

negatif

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

tdk dlkn pem BTA

negatif

tdk dlkn pem BTA

tdk dlkn pem BTA

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

negatif

negatif

tdk dlkn pem BTA

52

No

Tahun

Foto toraks
bln-0

Foto toraks
bln - 2

Foto toraks bln


-6

No

Tahun

Foto toraks
bln-0

Foto torak
bln-2

Foto toraks
bln-6

2011

positif

baik

Baik

40

2012

negatif

baik

baik

2011

positif

baik

Baik

41

2012

positif

baik

baik

2011

positif

baik

Baik

42

2012

positif

baik

baik

2011

positif

baik

Baik

43

2012

positif

baik

buruk

2011

positif

baik

Baik

44

2012

positif

buruk

baik

2011

positif

baik

Baik

45

2012

positif

baik

baik

2011

positif

baik

Baik

46

2012

positif

baik

baik

2011

positif

baik

Baik

47

2012

positif

baik

baik

2011

positif

baik

Baik

48

2012

positif

baik

baik

10

2011

positif

baik

Baik

49

2012

negatif

baik

baik

11

2011

positif

baik

Baik

50

2012

positif

baik

baik

12

2011

positif

baik

Baik

51

2012

positif

baik

baik

13

2011

positif

baik

Baik

52

2012

positif

buruk

baik

14

2011

positif

baik

Baik

53

2012

positif

baik

baik

15

2011

positif

baik

Baik

54

2012

positif

baik

baik

16

2011

positif

baik

Baik

55

2012

positif

baik

baik

17

2011

positif

baik

Baik

56

2012

positif

baik

baik

18

2011

positif

buruk

Buruk

57

2012

positif

baik

baik

19

2011

positif

baik

Baik

58

2012

positif

buruk

buruk

20

2011

positif

baik

Baik

59

2012

positif

baik

baik

21

2011

positif

baik

Baik

60

2012

positif

baik

baik

22

2011

positif

baik

Baik

61

2012

positif

baik

baik

23

2011

positif

buruk

Baik

62

2012

positif

baik

baik

24

2011

positif

baik

Baik

63

2012

positif

baik

baik

25

2011

positif

baik

Baik

64

2012

positif

baik

baik

26

2012

positif

baik

Baik

65

2012

positif

baik

baik

27

2012

positif

baik

Baik

66

2012

positif

baik

baik

28

2012

positif

baik

Baik

67

2012

negatif

baik

baik

29

2012

positif

baik

Baik

68

2012

positif

baik

baik

30

2012

positif

baik

Baik

69

2012

positif

baik

baik

31

2012

positif

buruk

Baik

70

2012

positif

baik

baik

32

2012

positif

baik

Baik

71

2012

positif

baik

baik

33

2012

positif

buruk

Baik

72

2012

positif

baik

baik

34

2012

positif

baik

Baik

73

2012

positif

baik

baik

35

2012

positif

baik

Baik

74

2012

positif

baik

baik

36

2012

positif

baik

Baik

75

2012

positif

baik

baik

37

2012

positif

baik

Baik

76

2012

positif

baik

baik

77

2012

positif

baik

Baik

117

2012

positif

baik

baik

78

2012

positif

baik

Baik

118

2012

positif

buruk

baik

79

2012

positif

baik

Baik

119

2012

positif

baik

baik

80

2012

negatif

baik

Baik

120

2012

positif

baik

baik

53

81

2012

positif

buruk

Baik

121

2012

positif

baik

baik

82

2012

positif

baik

Baik

122

2012

positif

baik

baik

83

2012

positif

baik

Baik

123

2012

positif

buruk

baik

84

2012

positif

baik

Baik

124

2012

positif

buruk

baik

85

2012

positif

baik

Baik

125

2012

positif

buruk

baik

86

2012

positif

baik

Baik

126

2012

positif

baik

baik

87

2012

positif

baik

Baik

127

2012

positif

baik

baik

88

2012

positif

baik

Baik

128

2013

positif

baik

baik

89

2012

positif

baik

Baik

129

2013

positif

baik

baik

90

2012

positif

baik

Baik

130

2013

positif

baik

baik

91

2012

positif

baik

Baik

131

2013

positif

baik

baik

92

2012

positif

baik

Baik

132

2013

positif

baik

buruk

93

2012

positif

baik

Baik

133

2013

positif

baik

baik

94

2012

positif

buruk

Baik

134

2013

positif

buruk

baik

95

2012

negatif

baik

Baik

135

2013

Positif

baik

baik

96

2012

positif

baik

Baik

97

2012

positif

baik

Baik

98

2012

positif

baik

Baik

99

2012

positif

baik

Baik

100

2012

positif

buruk

Buruk

101

2012

positif

buruk

Buruk

102

2012

positif

baik

baik

103

2012

positif

buruk

buruk

104

2012

negatif

baik

baik

105

2012

positif

baik

baik

106

2012

positif

baik

baik

107

2012

positif

baik

baik

108

2012

positif

baik

baik

109

2012

positif

baik

baik

110

2012

positif

baik

baik

111

2012

positif

baik

baik

112

2012

positif

buruk

baik

113

2012

positif

baik

baik

114

2012

positif

baik

baik

115

2012

positif

baik

baik

116

2012

positif

baik

baik

54

LAMPIRAN II

55

LAMPIRAN III

56

Anda mungkin juga menyukai