Anda di halaman 1dari 31

Case Report

STATUS PASIEN
IDENTITAS
Nama

: Tn. E

Usia

: 87 Tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: Sukabumi

Pekerjaan

: Pensiun

Tgl Periksa

: 3 februari 2016

ANAMNESIS

Keluhan Utama
Mata terasa pegal,gatal,perih diujung mata,mengeluarkan kotoran putih,dan penglihatan
buram.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan kedua matanya terasa pegal, gatal, terasa perih dan mengeluarkan
kotoran sejak 4 hari. Keluhan lebih terasa terutama pada bagian mata sebelah kanan. Pada
mata kanan,pasien mengatakan bahwa penglihatannya memburam sejak 1 bulan. Pasien
merasa mata kanannya buram seperti melihat asap.
Pasien mengatakan bahwa mata sebelah kirinya sudah dioperasi karena katarak 21 tahun
yang lalu, pada saat ini keluhan yang dirasakan oleh pasien sama seperti pada mata
sebelah kanannya.namun pasien mengatakan pada mata sebelah kiri lebih mengalami
penurunan penglihatan dibandingkan mata kanan dan itu dirasakan lebih dari 21 tahun
Riwayat trauma disangkal oleh pasien. Keluhan seperti melihat benda-benda melayang,
melihat pelangi di sekitar lampu, dan cahaya berkedip-kedip disangkal. Sakit kepala yang
hilang timbul disangkal hanya pasien mengatakan bahwaterdapat keluhan mata lebih
banyak mengeluarkan air.

Case Report

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengalami keluhan yang sama 21 tahun yang lalu pada mata kirinya dan sudah
dioperasi 21 tahun lalu. Riwayat alergi disangkal. Riwayat hipertensi disangkal, riwayat

Diabetes Mellitus disangkal


Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengeluhkan hal yang serupa.
Riwayat Pengobatan
Sebelumnya pasien tidak pernah mengonsumsi obat apapun untuk keluhan tersebut.
Riwayat Psikososial
Pasien adalah seorang pensiun yang hanya tinggal dirumah ,pasien menggunakan tongkat
untuk aktivitas sehari-hari.

PEMERIKSAAN FISIK

Kesadaran
: Composmentis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Tanda Vital
: TD: 130/90 mmHg; Nadi: 88 x/menit; RR: 20 x/menit; Suhu: afebris

STATUS OFTALMOLOGIKUS
OD

Orthophoria
Baik ke segala arah
Benjolan (-), udem (-),
Hiperemis (-), nyeri tekan (-)
Hiperemis (+)Injeksi
konjungtiva (-) , injeksi
siliar (-), injeksi episklera (-),
sekret (+)
Infiltrat (-), sikatriks (-)
Kedalaman dangkal,
hipopion(-), hifema (-)
Warna coklat, sinekia (-)
Bulat, diameter 3 mm, reflex
cahaya (+)
Keruh, shadow test (-)
Tidak dilakukan
5/15 f

OS

Kedudukan Mata
Gerak Bola Mata

Orthophoria
Baik ke segala arah

Iris

Benjolan (-), udem (-),


Hiperemis (-), nyeri tekan (-)
Hiperemis
(+)Injeksi konjungtiva (-),
injeksi siliar (-),injeksi
episklera (-), sekret (+)
Infiltrat (-), sikatriks (-)
Kedalaman dangkal,
hipopion(-), hifema (-)
Warna coklat, sinekia (-)

Pupil

ireguler, reflex cahaya (+)

Lensa
Vitreous Humor
Visus

Afaki
Tidak dilakukan
1/60

Palpebra

Konjungtiva
Cornea
C.O.A

Case Report

RESUME
Tn.E, mengeluhkan kedua matanya terasa pegal, gatal, terasa perih dan mengeluarkan
kotoran sejak 4 hari. Keluhan lebih terasa terutama pada bagian mata sebelah kanan. Pada
mata kanan,pasien mengatakan bahwa penglihatannya memburam sejak 1 bulan. Pasien
merasa mata kanannya buram seperti melihat asap.
Pasien mengatakan bahwa mata sebelah kirinya sudah dioperasi karena katarak 21 tahun
yang lalu, pada saat ini keluhan yang dirasakan oleh pasien sama seperti pada mata
sebelah kanannya.namun pasien mengatakan pada mata sebelah kiri lebih mengalami
penurunan penglihatan dibandingkan mata kanan dan itu dirasakan lebih dari 21 tahun
Riwayat trauma disangkal oleh pasien. Keluhan seperti melihat benda-benda melayang,
melihat pelangi di sekitar lampu, dan cahaya berkedip-kedip disangkal. Sakit kepala yang
hilang timbul disangkal hanya pasien mengatakan bahwaterdapat keluhan mata lebih
banyak mengeluarkan air.

Pada pemeriksaan oftalmologikus ditemukan:

OD: lensa keruh, shadow test (-), dan visus 5/15f.


OS: Afaki, shadow test (-), dan visus 1/60.

DIAGNOSIS KERJA

OD: Katarak senilis stadium insipiens okuli dextra

OS: Post OP AFAKIA

ODS: konjungtivitis bakterial

PENATALAKSANAAN

Non-Medikamentosa:
- Edukasi terhadap pasien untuk tidak menggosok-gosok mata. Membersihkan mata
dengan tisu sekali pakai jangan menggunakan sarung tangan yang dipakai berulang.
Medikamentosa
- Gentamicyn tetes 6x1
- Rencanakan pengunaan kacamata

PROGNOSIS
3

Case Report
Quo Ad Vitam

: Ad Bonam

Quo Ad Functionam : Ad Bonam


Quo Ad Sanationam : Ad Bonam
Prognosis untuk afakia adalah bagus jika tidak terjadi komplikasi seperti edema kornea,
glaukoma sekunder, CME (cystoid macular edema). Namun, pada afakia terjadi peningkatan
resiko ablasio retina, khususnya pada miopi tinggi dan jika kapsul posterior tidak intak.

Case Report
TINJAUAN PUSTAKA
I.

KONJUNGTIVITIS

1.1 Definisi
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada konjungtiva
atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian berwarna putih pada
mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis terkadang dapat ditandai
dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan
mata rusak. Beberapa jenis konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tapi ada juga yang
memerlukan pengobatan.
1.2. Gejala dan Tanda klinis
Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu tergores atau panas,
sensasi penuh di sekitar mata, gatal dan fotofobia. Jika ada rasa sakit agaknya kornea terkena.
Sakit pada iris atau corpus siliaris mengesankan terkenanya kornea. Tanda penting
konjungtivitis adalah hiperemia, berair mata, eksudasi, pseudoptosis, hipertrofi papiler,
kemosis

(edem

stroma

konjungtiva),

folikel

(hipertrofi

lapis

limfoid

stroma),

pseudomembranosa dan membran, granuloma, dan adenopati pre-aurikuler.


Hiperemia adalah tanda paling mencolok pada konjungtiva akut. Kemerahan paling
nyata pada forniks dan mengurang ke arah limbus disebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh
konjungtiva posterior. Warna merah terang mengesankan konjungtivitis bakteri dan keputihan
mirip susu mengesankan konjungtivitis alergika. Berair mata (epiphora) sering mencolok,
diakibatkan oleh adanya sensasi benda asing, terbakar atau gatal. Kurangnya sekresi airmata
yang abnormal mengesankan keratokonjungtivitis sicca.
Eksudasi adalah ciri semua jenis konjungtivitis akut. Eksudat berlapis-lapis dan amorf
pada konjungtivitis bacterial dan dapat pula berserabut seperti pada konjungtivitis
alergika,yang biasanya menyebabkan tahi mata dan saling melengketnya palpebra saat
bangun tidur pagi hari, dan jika eksudat berlebihan agaknya disebabkan oleh bakteri atau
klamidia.
Pseudoptosis adalah turunnya palpebra superior karena infiltrasi ke muskullus muller
(M. Tarsalis superior). Keadaan ini dijumpai pada konjuntivitis berat. Misal Trachoma dan
konjungtivitis epidemica.
Pseudomembran dan membran adalah hasil proses eksudatif dan berbeda derajatnya.
Sebuah pseudomembran adalah pengentalan di atas permukaan epitel. Bila diangkat, epitel
tetap utuh. Sebuah membran adalah pengentalan yang meliputi seluruh epitel dan jika
diangkat akan meninggalkan permukaan yang kasar dan berdarah.
5

Case Report

1.3 Anatomi Konjungtiva


Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera
(konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak
(persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus. Konjungtiva terdiri dari tiga
bagian:
1. Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra).
2. Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata).
3. Konjungtiva forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian
posterior palpebra dan bola mata)
Konjungtiva palbebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat
ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada fornices
superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris.
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan melipat
berkali-kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan
konjungtiva sekretorik. (Duktus-duklus kelenjar lakrimalis bermuara ke forniks temporal
superior.) Kecuali di limbus (tempat kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu sejauh 3 mm),
konjungtiva bulbaris melekat longgar ke kapsul tenon dan sklera di bawahnya. Lipatan
konjungtiva bulbaris yang tebal, mudah bergerak dan lunak (plika semilunaris) terlelak di
kanthus internus dan membentuk kelopak mata ketiga pada beberapa binatang. Struktur
epidermoid kecil semacam daging (karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika
semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulit dan membran
mukosa.
Konjungtiva forniks struktumya sama dengan konjungtiva palpebra. Tetapi hubungan
dengan jaringan dibawahnya lebih lemah dan membentuk lekukan-lekukan. Juga
mengandung banyak pembuluh darah. Oleh karena itu, pembengkakan pada tempat ini
mudah terjadi bila terdapat peradangan mata.
Jika dilihat dari segi histologinya, lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima
lapisan sel epitel silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat
limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata
terdiri dari sel-sel epitel skuamosa. Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat
atau oval yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan
untuk dispersi lapisan air mata secara merata di seluruh prekornea. Sel-sel epitel basal
berwarna lebih pekat daripada sel-sel superfisial dan di dekat limbus dapat mengandung
pigmen.

Case Report
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan
fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat
dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid
tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa
konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian
menjadi folikuler. Lapisan fibrosa tersusun dari Jaringan penyambung yang melekat pada
lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva.
Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.
Kelenjar airmata asesori (kelenjar Krause dan Wolfring), yang struktur dan funginya
mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar Krause berada di
forniks atas, dan sedikit ada di forniks bawah. Kelenjar Wolfring terletak di tepi atas tarsus
atas.
1.4 Klasifikasi
1.4.1 Konjungtivitis Karena agen infeksi
A. Konjungtivitis Bakterial
Terdapat dua bentuk konjungtivitis bacterial: akut (dan subakut) dan menahun.
Penyebab konjungtivitis bakteri paling sering adalah Staphylococcus, Pneumococcus, dan
Haemophilus. Konjungtivitis bacterial akut dapat sembuh sendiri bila disebabkan
mikroorganisme seperti Haemophilus influenza. Lamanya penyakit dapat mencapai 2
minggu jika tidak diobati dengan memadai.
Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu dari sekian
antibacterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan ini dalam beberapa hari.
Konjungtivitis purulen yang disebabkan Neisseria gonorroeae atau Neisseria meningitides
dapat menimbulkan komplikasi berat bila tidak diobati secara dini.

Tanda dan Gejala


- Iritasi mata,
- Mata merah,
- Sekret mata,
- Palpebra terasa lengket saat bangun tidur
- Kadang-kadang edema palpebra
- Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke sebelah oleh tangan. Infeksi
dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat menyebarkan kuman

seperti seprei, kain, dan lain-lain.1,5,7


Pemeriksaan Laboratorium

Case Report
Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organisme dapat diketahui
dengan pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas
dengan pulasan Gram atau Giemsa; pemeriksaan ini mengungkapkan banyak
neutrofil

polimorfonuklear.1,2,3

Kerokan

konjungtiva

untuk

pemeriksaan

mikroskopik dan biakan disarankan untuk semua kasus dan diharuskan jika
penyakit itu purulen, bermembran atau berpseudomembran. Studi sensitivitas
antibiotika juga baik, namun sebaiknya harus dimulai terapi antibiotika empiric.
Bila hasil sensitifitas antibiotika telah ada, terapi antibiotika spesifik dapat

diteruskan.
Komplikasi dan Sekuel
Blefaritis marginal menahun sering menyertai konjungtiva stafilokokus
kecuali pada pasien sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut konjungtiva
dapat terjadi pada konjungtivitis pseudomembranosa dan pada kasus tertentu yang
diikuti ulserasi kornea dan perforasi. Ulserasi kornea marginal dapat terjadi pada
infeksi N gonorroeae, N konchii, N meningitides, H aegyptus, S gonorrhoeae

berdifusi melalui kornea masuk camera anterior, dapat timbul iritis toksik.1,3,7
Terapi
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen
mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat mulai dengan
terapi topical antimikroba. Pada setiap konjungtivitis purulen, harus dipilih
antibiotika yang cocok untuk mengobati infeksi N gonorroeae, dan N meningitides.
Terapi topical dan sistemik harus segera dilkasanakan setelah materi untuk
pemeriksaan laboratorium telah diperoleh.
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva harus
dibilas dengan larutan garam agar dapat menghilangkan secret konjungtiva. Untuk
mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan

secara khusus hygiene perorangan.


Perjalanan dan Prognosis
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat
berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali
konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan
memasuki tahap mnehun) dan konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak diobati dapat
berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat menjadi
gerbang masuk bagi meningokokus ke dalam darah dan meninges, hasil akhir
konjungtivitis meningokokus adalah septicemia dan meningitis. 1,4 Konjungtivitis

Case Report
bacterial menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan menjadi masalah
pengobatan yang menyulitkan.
B.

Konjungtivitis Virus
1. Konjungtivitis Folikuler Virus Akut
a) Demam Faringokonjungtival

Tanda dan gejala


Demam Faringokonjungtival

ditandai

oleh

demam

38,3-40

C,

sakit

tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata. Folikuler sering
sangat mencolok pada kedua konjungtiva dan pada mukosa faring. Mata merah dan
berair mata sering terjadi, dan kadang-kadang sedikit kekeruhan daerah subepitel.

Yang khas adalah limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan).1,8


Laboratorium
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan
kadang kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan
ditetapkan oleh tes netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga
didiagnosis secara serologic dengan meningkatnya titer antibody penetral virus.
Diagnosis klinis adalah hal mudah dan jelas lebih praktis. Kerokan konjungtiva
terutama mengandung sel mononuclear, dan tak ada bakteri yang tumbuh pada
biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak daripada orang dewasa dan sukar

menular di kolam renang berchlor. 1,3,6


Terapi
Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri, umumnya

dalam sekitar 10 hari. 1,8


b) Keratokonjungtivitis Epidemika

Tanda dan gejala


Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada satu
mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya pasien merasa ada
infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian diikuti dalam 5-14 hari oleh
fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel bulat. Sensai kornea normal.
Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah khas. Edema palpebra, kemosis, dan
hyperemia konjungtiva menandai fase akut. Folikel dan perdarahan konjungtiva
sering muncul dalam 48 jam. Dapat membentuk pseudomembran dan mungkin
diikuti parut datar atau pembentukan symblepharon. 1,3,4

Case Report
Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel
terutama terdapat di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap berbulan-bulan
namun menyembuh tanpa meninggalkan parut. 1
Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian luar mata.
Namun, pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik infeksi virus seperti

demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare.


Laboratorium
Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan 37
(subgroub D dari adenovirus manusia). Virus-virus ini dapat diisolasi dalam biakan
sel dan diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan konjungtiva menampakkan
reaksi radang mononuclear primer; bila terbentuk pseudomembran, juga terdapat

banyak neutrofil. 1
Penyebaran
Transmisi nosoklomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi melalui
jari-jari tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril, atau
pemakaian larutan yang terkontaminasi. Larutan mata, terutama anestetika topical,
mungkin terkontaminasi saat ujung penetes obat menyedot materi terinfeksi dari
konjungtiva atau silia. Virus itu dapat bertahan dalam larutan itu, yang menjadi

sumber penyebaran. 1,3


Pencegahan
Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan memakai penetes steril
pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan unit-dose. Cuci tangan secara
teratur di antara pemeriksaan dan pembersihan serta sterilisasi alat-alat yang
menyentuh mata khususnya tonometer juga suatu keharusan. Tonometer aplanasi
harus dibersihkan dengan alcohol atau hipoklorit, kemudian dibilas dengan air steril

dan dikeringkan dengan hati-hati. 4,6


Terapi
Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan mengurangi
beberapa gejala. Kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat memperpanjang
keterlibatan kornea sehingga harus dihindari. Agen antibakteri harus diberikan jika
terjadi superinfeksi bacterial. 1

c) Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks

Tanda dan gejala


Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit anak kecil,
adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral,
10

Case Report
iritasi, bertahi mata mukoid, sakit, dan fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi-lesi
epithelial tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus
epithelial yang bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel
herpes kadang-kadang muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema hebat
pada palpebra. Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika
ditekan. 1,3

Laboratorium
Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan. Jika
konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama mononuclear, namun jika
pseudomembran, reaksinya terutama polimorfonuklear akibat kemotaksis dari tempat
nekrosis. Inklusi intranuklear tampak dalam sel konjungtiva dan kornea, jika dipakai
fiksasi Bouin dan pulasan Papanicolaou, tetapi tidak terlihat dengan pulasan Giemsa.
Ditemukannya sel sel epithelial raksasa multinuclear mempunyai nilai diagnostic.3
Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung kain

kering di atas konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke jaringan biakan.3


Terapi
Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa,
umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus local maupun
sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk ulkus kornea
mungkin diperlukan debridemen kornea dengan hati-hati yakni dengan mengusap ulkus
dengan kain kering, meneteskan obat antivirus, dan menutupkan mata selama 24 jam.
Antivirus topical sendiri harus diberikan 7 10 hari: trifluridine setiap 2 jam sewaktu
bangun atau salep vida rabine lima kali sehari, atau idoxuridine 0,1 %, 1 tetes setiap
jam sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2 jam di waktu malam. Keratitis herpes dapat
pula diobati dengan salep acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau dengan
acyclovir oral, 400 mg lima kali sehari selama 7 hari.3
Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang adalah
pemakaian vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus dipakai 7-10 hari.
Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan, karena makin memperburuk infeksi
herpes simplex dan mengkonversi penyakit dari proses sembuh sendiri yang singkat
menjadi infeksi yang sangat panjang dan berat.

d) Konjungtivitis Hemoragika Akut

11

Case Report

Epidemiologi
Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah mengalami epidemic besar
konjungtivitis konjungtivitis hemoregika akut ini. Pertama kali diketahui di Ghana
dalam tahun 1969. Konjungtivitis ini disebabkan oleh coxackie virus A24. Masa
inkubasi virus ini pendek (8-48 jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari). 5

Tanda dan Gejala


Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air
mata, merah, edema palpebra, dan hemoragi subkonjungtival. Kadang-kadang terjadi
kemosis. Hemoragi subkonjungtiva umumnya difus, namun dapat berupa bintik-bintik
pada awalnya, dimulai di konjungtiva bulbi superior dan menyebar ke bawah.
Kebanyaka pasien mengalami limfadenopati preaurikuler, folikel konjungtiva, dan
keratitis epithelial. Uveitis anterior pernah dilaporkan, demam, malaise, mialgia, umum

pada 25% kasus. 1,5


Penyebaran
Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh fomite
seperti sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air. Penyembuhan terjadi dalam 5-

7 hari
Terapi
Tidak ada pengobatan yang pasti.

2. Konjungtivitis Virus Menahun


a) Blefarokonjungtivitis
Molluscum Contagiosum
Sebuah nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata dapat
menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis superior, dan pannus
superior, dan mungkin menyerupai trachoma. Reaksi radang yang mononuclear
(berbeda dengan reaksi pada trachoma), dengan lesi bulat, berombak, putih mutiara,
non-radang dengan bagian pusat, adalah khas molluscum kontagiosum. Biopsy
menampakkan inklusi sitoplasma eosinofilik, yang memenuhi seluruh sitoplasma sel
yang membesar, mendesak inti ke satu sisi.3
Eksisi, insisi sederhana nodul yang memungkinkan darah tepi memasukinya, atau
krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitisnya.
b) Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster

12

Case Report

Tanda dan gejala


Hyperemia dan konjungtivitis infiltrate disertai dengan erupsi vesikuler khas sepanjang
penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika adalah khas herpes zoster.
Konjungtivitisnya biasanya papiler, namun pernah ditemukan folikel, pseudomembran,
dan vesikel temporer, yang kemudian berulserasi. Limfonodus preaurikuler yang nyeri
tekan terdapat pada awal penyakit. parut pada palpebra, entropion, dan bulu mata salah

arah adalah sekuele. 1


Laboratorium
Pada zoster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebra mengandung sel raksasa
dan banyak leukosit polimorfonuklear; kerokan konjungtiva pada varicella dan zoster
mengandung sel raksasa dan monosit. Virus dapat diperoleh dari biakan jaringan sel

sel embrio manusia. 1


Terapi
Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg oral lima kali sehari selama 10 hari), jika diberi
pada awal perjalanan penyakit, agaknya akan mengurangi dan menghambat penyakit. 1

c) Keratokonjungtivitis Morbilli

Tanda dan gejala


Pada awal penyakit, konjungtiva tampak mirip kaca yang aneh, yang dalam beberapa
hari diikuti pembengkakan lipatan semiluner. Beberapa hari sebelum erupsi kulit,
timbul konjungtivitis eksudatif dengan secret mukopurulen, dan saat muncul erupsi
kulit, timbul bercak-bercak Koplik pada konjungtiva dan kadang-kadang pada
carunculus. 1,3
Pada pasien imunokompeten, keratokonjungtivitis campak hanya meninggalkan sedikit
atau sama sekali tanpa sekuel, namun pada pasien kurang gizi atau imunokompeten,
penyakit mata ini seringkali disertai infeksi HSV atau infeksi bacterial sekunder oleh S
pneumonia, H influenza, dan organism lain. Agen ini dapat menimbulkan konjungtivitis
purulen yang disertai ulserasi kornea dan penurunan penglihatan yang berat. Infeksi
herpes dapat menimbulkan ulserasi kornea berat dengan perforasi dan kehilangan
penglihatan pada anak-anak kurang gizi di Negara berkembang. 1,3
Kerokan konjungtivitis menunjukkan reaksi sel mononuclear, kecuali jika ada
pseudomembran atau infeksi sekunder. Sedian terpulas giemsa mengandung sel-sel
raksasa. Karena tidak ada terapi spesifik, hanya tindakan penunjang saja yang

C.

dilakukan, kecuali jika ada infeksi sekunder. 1


Konjungtivitis Klamidia
13

Case Report
Trachoma
Tanda dan gejala
Trachoma mulanya adalah konjungtivitis folikuler menahun pada masa kanakkanak, yang berkembang sampai pembentukan parut konjungtiva. Pada kasus berat ,
pembalikan bulu mata kedalam terjadi pada masa dewasa muda sebagai akibat parut
konjungtiva yang berat. Abrasi terus menerus oleh bulu mata yang membalik itu dan
gangguan pada film air mata berakibat parut pada kornea, ummnya setelah usia 50
tahun. Masa inkubasi trachoma rata rata 7 hari, namun bervariasi dari 5 sampai 14
hari .pada bayi atau anak biasanya timbulnya diam diam, dan penyakit itu dapat
sembuh dengan sedikit atau tampa konplikasi.
Pada orang dewasa, timbulnya sering akut atau subakut, dan komplikasi cepat
berkembang. Pada saat timbulnya.trachoma sering mirip konjungtivitis bacteria, tanda
dan gejala biasanya berair mata, fotofobia, sakit, eksudasi, edema palpebra, kemosis
konjungtiva bulbi, hyperemia, hipertrofi papiler, folikel tarsal dan limbal, keratititis
superior, pembentukan pannus dan nodus preaurikuler kecil dan nyeri tekan.
Pada trachoma yang sudah terdiagnosis, mungkin juga terdapat keratitis epitel
superior, keratitis subepitel, panus, folikel limbus superior, dan akhirnya sisa katriks
patognomotik pada folikel- folikel ini, yang dikenal sebagai sumur sumur Herbert,
depresi kecil dalam jaringan ikat di batas limbus kornea ditutupi epitel. Pannus terkait
adalah membrane fibrovaskuler yang timbul dari limbus, dengan lengkung lengkung
vaskuler meluas ke atas kornea. Semua tanda trachoma lebih berat pada konjungtiva dan
kornea bagian atas dari pada bagian bawah.
Untuk pengendalian, World Health Organization telah mengembangakn cara
sederhana untuk memeriksakan penyakit itu. Ini mencakup tanda tanda sebagai berikut :
TF : Lima atau lebih folikel pada konjungtiva tarsal atas.
TI : Infitrasi difus dan hipertrofi papil konjungtiva atas yang sekurang kurangnya
menutupi 50% pembuluh profunda normal.
TS : Parut konjungtiva trachomatosa.
TT : Trikiasis atau entropion ( bulu mata terbalik ke dalam ).
CO : Kekeruhan kornea.
Adanya TF dan Ti menunjukan trachoma infeksiosa aktif yang harus diobati. TS
adalah bukti cedera akibat penyakit ini. TT berpotensi membutakan dan merupakan
indikasi untuk tindakan operasi kokreasi palpebra. CO adalah lesi yang terakhir
membutakan dari trachoma.
Laboratorium
14

Case Report
Inkulasi klamida dapat ditemukan pada kerokan konjungtiva yang di pulas dengan
Giemsa, namun tidak selalu ada. Inklusi ini pada sediaan dipulas Giemsa tampak sebagai
massa sitoplasma biru atau ungu gelap yang sangat halus , yang menutupi inti dari sel
epitel. Pulasan antibody fluorescein dan tes immuno assay enzim tersedia dipasaran dan
banyak dipakai dilabotarium klinik. Tes baru ini telah menggantikan pulasan Giemsa
untuk sediaan hapus konjungtiva dan isolasi agen klamidial dalam biakan sel.
Secara morfologik, agen trachoma mirip dengan agen konjungtivitis inkulasi,
namun keduanya dapat dibedakan secara serologic dengan mikroimunofluorescence.
Trachoma disebabkan oleh Chalmydia trachomatis seroipe A,B,Ba atau C.
Komplikasi dan sequele
Parut di konjungtiva dalah komplikasi yang sering terjadi pada trachoma dan
dapat merusak duktuli kelenjar lakmal tambahan dan menutupi muara kelejar lakrimal.hal
ini secara drastis mengurangi komponen air dalam film air mata pre- kornea, dan
komponen mukus film mungkin berkurang karena hilangnya sebagian sel goblet. Luka
parut itu juga mengubah bentuk palpebra superior dengan membalik bulu mata kedalam
(trikiasis) atau seluruh tepian palpebra (entropion), sehingga bulu mata terus menerus
menggesek kornea.ini berakibat ulserasi pada kornea, infeksi bacterial kornea, dan parut
pada kornea. Ptosis, obstrusi doktus nasolakrimalis, dan dakriosistitis adalah komplikasi
umum lainnya pada trachoma.
Terapi
Perbaikan klinik mencolok umumnya dicapai dengan tetracycline,1-1,5 g/ hari per
os dalam empat dosis selama 3-4 minggu ; doxycycline,100 mg per os 2 kali sehari
selama 3 minggu; atau erythromycin, 1 g / hari per os dibagi dalam empat dosis selama 34 minggu. Kadang-kadang diperlukan beberapa kali kur ( pengobatan) agar benar benar
sembuh. Tetracycline sistemik jangan diberi pada anak dibawah umur 7 tahun atau untuk
wanita hamil. Karena tetracycline mengikat kalsium pada gigi yang berkembang dan
tulang yang tumbuh dan dapat berakibat gigi permanen menjadi kekuningan dan kelainan
kerangkan (mis, clavicula).
Salep atau tetes topikal,

termasuk

preparat

sulfonamide,

tetracycline,

erythromycin dan rifampin, empat kali sehari selama enam minggu, sama efektifnya. Saat
mulai terapi, efek maksimum biasanya belum dicapai selama 10 12 minggu. Karena itu,

15

Case Report
tetap adanya folikel pada trasesus superior selama beberapa minggu setelah terapi
berjalan jangan dipakai sebagai bukti kegagalan terapi.
Koreksi bulu mata yang membalik kedalam melalui bedah adalah esensial untuk
mencegah parut trachoma lanjut di Negara berkembang. Tindakan bedah ini kadang
kadang dilakukan oleh dokter bukan ahli mata atau orang yang dilatih kusus.

3.4.2 Konjungtivitis Imunologik (Alergik)


Reaksi Hipersensitivitas Humoral Langsung
1) Konjungtivitis Demam Jerami (Hay Fever)

Tanda dan gejala


Radang konjungtivitis non-spesifik ringan umumnya menyertai demam jerami (rhinitis
alergika). Bianya ada riwayat alergi terhadap tepung sari, rumput, bulu hewan, dan
lainnya. Pasien mengeluh tentang gatal-gatal, berair mata, mata merah, dan sering
mengatakan bahwa matanya seakan-akan tenggelam dalam jaringan sekitarnya.
Terdapat sedikit penambahan pembuluh pada palpebra dan konjungtiva bulbi, dan selama
serangan akut sering terdapat kemosis berat (yang menjadi sebab tenggelamnya tadi).

Mungkin terdapat sedikit tahi mata, khususnya jika pasien telah mengucek matanya.
Laboratorium
Sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan konjungtiva.
Terapi
Meneteskan vasokonstriktor local pada tahap akut (epineprin, larutan 1:1000 yang
diberikan secara topical, akan menghilangkan kemosis dan gejalanya dalam 30 menit).
Kompres dingin membantu mengatasi gatal-gatal dan antihistamin hanya sedikit
manfaatnya. Respon langsung terhadap pengobatan cukup baik, namun sering kambuh
kecuali anti-gennya dapat dihilangkan.

2) Konjungtivitis Vernalis

Definisi
Penyakit ini, juga dikenal sebagai catarrh musim semi dan konjungtivitis musiman
atau konjungtivitis musim kemarau, adalah penyakit alergi bilateral yang jarang. 1,3
Penyakit ini lebih jarang di daerah beriklim sedang daripada di daerah dingin. Penyakit
ini hamper selalu lebih parah selama musim semi, musim panas dan musim gugur

daripada musim gugur.


Insiden

16

Case Report
Biasanya mulai dalam tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5 10 tahun. Penyakit
ini lebih banyak pada anak laki-laki daripada perempuan. 5

Tanda dan gejala


Pasien mengeluh gatal-gatal yang sangat dan bertahi mata berserat-serat. Biasanya
terdapat riwayat keluarga alergi (demam jerami, eczema, dan lainnya). Konjungtiva
tampak putih seperti susu, dan terdapat banyak papilla halus di konjungtiva tarsalis
inferior. Konjungtiva palpebra superior sering memiliki papilla raksasa mirip batu kali.
Setiap papilla raksasa berbentuk polygonal, dengan atap rata, dan mengandung berkas

kapiler. 1,2,3
Laboratorium
Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak eosinofil dan

granula eosinofilik bebas. 1


Terapi
Penyakit ini sembuh sendiri tetapi medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya member
hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai untuk jangka panjang. steroid sisremik, yang
mengurangi rasa gatal, hanya sedikit mempengharuhi penyakit kornea ini, dan efek
sampingnya (glaucoma, katarak, dan komplikasi lain) dapat sangat merugikan. Crmolyn
topical adalah agen profilaktik yang baik untuk kasus sedang sampai berat.
Vasokonstriktor, kompres dingin dan kompres es ada manfaatnya, dan tidur di tempat ber
AC sangat menyamankan pasien. Agaknya yang paling baik adalah pindah ke tempat
beriklim sejuk dan lembab. Pasien yang melakukan ini sangat tertolong bahkan dapat
sembuh total. 1,3

3) Konjungtivitis Atopik

Tanda dan gejala


Sensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah, dan fotofobia. Tepian palpebra
eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat papilla halus, namun
papilla raksasa tidak berkembang seperti pada keratokonjungtivitis vernal, dan lebih
sering

terdapat

di

tarsus

inferior.

Berbeda

dengan

papilla

raksasa

pada

keratokonjungtivitis vernal, yang terdapat di tarsus superior. Tanda-tanda kornea yang


berat muncul pada perjalanan lanjut penyakit setelah eksaserbasi konjungtivitis terjadi
berulangkali. Timbul keratitis perifer superficial yang diikuti dengan vaskularisasi.

17

Case Report
Pada kasus berat, seluruh kornea tampak kabur dan bervaskularisasi, dan ketajaman
penglihatan. 1,3
Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau eczema) pada pasien atau
keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopic sejak bayi. Parut
pada lipatan-lipatan fleksura lipat siku dan pergelangan tangan dan lutut sering
ditemukan. Seperti dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopic berlangsung berlarut-larut
dan sering mengalami eksaserbasi dan remisi. Seperti keratokonjungtivitis vernal,
penyakit ini cenderung kurang aktif bila pasien telah berusia 50 tahun.

Laboratorium
Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak yang terlihat
sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal. 1

Terapi
Atihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari), astemizole (10 mg
empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan sampai 200 mg)
ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang non-steroid yang lebih baru, seperti
ketorolac dan iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala pada pasien-pasien ini. Pada
kasus berat, plasmaferesis merupakan terapi tambahan. Pada kasus lanjut dengan
komplikasi

kornea

berat,

mungkin

diperlukan

transplantasi

kornea

untuk

mengembalikan ketajaman penglihatannya. 1,3


Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat
1) Phlyctenulosis
Definisi
Keratokonjungtivitis phlcytenularis adalah respon hipersensitivitas lambat terhadap
protein mikroba, termasuk protein dari basil tuberkel, Staphylococcus spp, Candida
albicans, Coccidioides immitis, Haemophilus aegyptus, dan Chlamydia trachomatis
serotype L1, L2, dan L3. 1
Tanda dan Gejala
Phlyctenule konjungtiva mulai berupa lesi kecil yang keras, merah, menimbul, dan
dikelilingi zona hyperemia. Di limbus sering berbentuk segitiga, dengan apeks
mengarah ke kornea. Di sini terbentuk pusat putih kelabu, yang segera menjadi ulkus
dan mereda dalam 10-12 hari. Phlyctenule pertama pada pasien dan pada kebanyakan
18

Case Report
kasus kambuh terjadi di limbus, namun ada juga yang di kornea, bulbus, dan sangat
jarang di tarsus. 1
Phlyctenule konjungtiva biasanya hanya menimbulkan iritasi dan air mata, namun
phlyctenule kornea dan limbus umumnya disertai fotofobia hebat. Phlyctenulosis sering
dipicu oleh blefaritis aktif, konjungtivitis bacterial akut, dan defisiensi diet.
Terapi
Phlyctenulosis yang diinduksi oleh tuberkuloprotein dan protein dari infeksi
sistemik lain berespon secara dramatis terhadap kortikosteroid topical. Terjadi reduksi
sebagian besar gejala dalam 24 jam dan lesi hilang dalam 24 jam berikutnya.
Antibiotika topical hendaknya ditambahkan untuk blefarikonjungtivitis stafilokokus
aktif. Pengobatan hendaknya ditujukan terhadap penyakit penyebab, dan steroid bila
efektif, hendaknya hanya dipakai untuk mengatasi gejala akut dan parut kornea yang
menetap. Parut kornea berat mungkin memerlukan tranplantasi. 1
2) Konjungtivitis Ringan Sekunder terhadap Blefaritis kontak
Blefaritis kontak yang disebabkan oleh atropine, neomycin, antibiotika spectrum
luas, dan medikasi topical lain sering diikuti oleh konjungtivitis infiltrate ringan yang
menimbukan hyperemia, hipertropi papiler ringan, bertahi mata mukoid ringan, dan
sedikit iritasi. Pemeriksaan kerokan berpulas giemsa sering hanya menampakkan
sedikit sel epitel matim, sedikit sel polimorfonuklear dan mononuclear tanpa eosinofil. 1
Pengobatan diarahkan pada penemuan agen penyebab dan menghilangkannya.
Blefaritis kontak dengan cepat membaik dengan kortikosteroid topical, namun
pemakaiannya harus dibatasi. Penggunaan steroid jangka panjang pada palpebra dapat
menimbulkan glaucoma steroid dan atropi kulit dengan telangiektasis yang
menjelekkan.
3.4.3 Konjungtivitis Akibat Penyakit Autoimun
Keratokonjungtivitis Sicca
Berkaitan dgn. Sindrom Sjorgen (trias: keratokonj. sika, xerostomia, artritis).

Gejala:
-

Khas: hiperemia konjungtivitis bulbi dan gejala iritasi yang tidak sebanding dengan

tanda-tanda radang.
Dimulai dengan konjungtivitis kataralis
19

Case Report
-

Pada pagi hari tidak ada atau hampir tidak ada rasa sakit, tetapi menjelang siang atau

malam hari rasa sakit semakin hebat.


Lapisan air mata berkurang (uji Schirmer: abnormal)
Pewarnaan Rose bengal uji diagnostik.

Pengobatan:
-

air mata buatan


obliterasi pungta lakrimal.

3.4.4 Konjungtivitis Kimia atau Iritatif


1) Konjungtivitis Iatrogenik Pemberian Obat Topikal
Konjungtivitis folikular toksik atau konjungtivitis non-spesifik infiltrate, yang diikuti
pembentukan parut, sering kali terjadi akibat pemberian lama dipivefrin, miotika,
idoxuridine, neomycin, dan obat-obat lain yang disiapkan dalam bahanpengawet atau
vehikel toksik atau yang menimbulakan iritasi. Perak nitrat yang diteteskan ke dalam
saccus conjingtiva saat lahir sering menjadi penyebab konjungtivitis kimia ringan. Jika
produksi air mata berkurang akibat iritasi yang kontinyu, konjungtiva kemudian akan
cedera karena tidak ada pengenceran terhadap agen yang merusak saat diteteskan kedalam
saccus conjungtivae.
Kerokan konjungtiva sering mengandung sel-sel epitel berkeratin, beberapa neutrofil
polimorfonuklear, dan sesekali ada sel berbentuk aneh. Pengobatan terdiri atas
menghentikan agen penyebab dan memakai tetesan yang lembut atau lunak, atau sama
sekali tanpa tetesan. Sering reaksi konjungtiva menetap sampai berminggu-minggu atau
berbulan-bulan lamanya setelah penyebabnya dihilangkan.
2) Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan Iritans
Asam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan yang masuk ke saccus
conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan umum adalah pupuk,
sabun, deodorant, spray rambut, tembakau, bahan-bahan make-up, dan berbagai asam dan
alkali. Di daerah tertentu,asbut (campuran asap dan kabut) menjadi penyebab utama
konjungtivitis kimia ringan. Iritan spesifik dalam asbut belum dapat ditetapkan secara
positif, dan pengobatannya non-spesifik. Tidak ada efek pada mata yang permanen, namun
mata yang terkena seringkali merah dan terasa mengganggu secara menahun. 1
20

Case Report
Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan efek langsung.
Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup kedalam jaringan dan
menetap di dalam jaringan konjungtiva. Disini mereka terus menerus merusak selama
berjam-jam atau berhari-hari lamanya, tergantung konsentrasi molar alkali tersebut dan
jumlah yang masuk. Perlekatan antara konjungtiva bulbi dan palpebra dan leokoma kornea
lebih besar kemungkinan terjadi jika agen penyebabnya adalah alkali. Pada kejadian
manapun, gejala utama luka bahan kimia adalah sakit, pelebaran pembuluh darah,
fotofobia, dan blefarospasme. Riwayat kejadian pemicu biasanya dapat diungkapkan.
Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjungtivae dengan air atau larutan garam
sangat penting, dan setiap materi padat harus disingkirkan secara mekanik. Jangan
memakai antidotum kimiawi. Tindakan simtomatik umum adalah kompres dingin selama
20 menit setiap jam, teteskan atropine 1% dua kali sehari, dan beri analgetika sistemik bila
perlu. Konjungtivitis bacterial dapat diobati dengan agen antibakteri yang cocok. Parut
kornea mungkin memerlukan transplantasi kornea, dan symblepharon mungkin
memerlukan bedah plastic terhadap konjungtiva. Luka bakar berat pada kojungtiva dan
kornea prognosisnya buruk meskipun dibedah. Namun jika pengobatan memadai dimulai
segera, parut yang terbentuk akan minim dan prognosisnya lebih baik.

II.

AFAKIA
Afakia adalah suatu keadaan dimana mata tidak mempunyai lensa sehingga mata
tersebut menjadi hipermetropia tinggi. Penelitian di Swedia pada tahun 1997-2001
menyebutkan bahwa satu dari dua ratus operasi katarak adalah afakia. Alasan paling
sering terjadinya afakia yang tidak direncanakan adalah adanya masalah kapsul ketika
operasi dan prolaps vitreous. Penyebab paling sering afakia adalah operasi pengangkatan
lensa.
Gejala yang dikeluhkan pasien afakia adalah tajam penglihatan menurun. Sedangkan
pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan visus 1/60 atau lebih rendah jika afakia tidak ada
komplikasi, limbal scar yang dapat ditemukan pada afakia akibat pembedahan, pasien
mengalami penurunan tajam penglihatan(biasanya hiperopia yang sangat tinggi) yang
dapat dikoreksi dengan lensa positif, bilik mata depan dalam, iris tremulans, jet black
pupil, test bayangan purkinje hanya memperlihatkan 2 bayangan (normalnya 4 bayangan),
pemeriksaan

fundus

memperlihatkan

diskus

kecil

hipermetropi,

retinoscopy

memperlihatkan hipermetropi tinggi, biasanya terlihat bekas operasi, jika sudah


21

Case Report
mengalami komplikasi dapat ditemukan edema kornea, peningkatan TIO, iritis, kerusakan
iris, CME(cystoid macular edema).
Tatalaksana
Afakia dapat dikoreksi menggunakan lensa kontak, kacamata, atau operasi. Kaca
mata afakia hanya dapat digunakan jika kondisinya afakia bilateral, jika hanya satu mata
maka akan terjadi perbedaan ukuran bayangan pada kedua mata (aniseikonia). Jika
pasien tidak dapat memakai lensa kontak atau kaca mata, maka dipertimbangkan
penanaman lensa intraokuler(pseudofakia). Dan diperlukan tatalaksana untuk
komplikasi.
Pada afakia bilateral, koreksi dapat dikoreksi dengan kacamata. Sedangkan pada
afakia unilateral, koreksi menggunakan kacamata tidak dapat ditoleransi karena
anisometrop. Lensa kontak dapat mengurangi aniseikonia. Namun, pasien biasanya tidak
nyaman menggunakan lensa kontak karena kesusahan memasang lensa, tidak nyaman,
dapat terjadi komplikasi seperti konjungtivitis giant papil.

III.
KATARAK
a) Definisi
Katarak adalah kelainan pada lensa berupa
kekeruhan lensa, atau setiap keadaan kekeruhan
pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein
lensa terjadi akibat kedua-duanya.Kata katarak
berasal

dari

Yunani

Katarrhakies,

Inggris

Cataract, dan Latin Cataracta, yang berarti air


terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular
dimana penglihatan seperti tertutup air terjun
akibat lensa yang keruh.
Lensa yang mengalami katarak

b) Epidemiologi
Katarak merupakan penyebab kebutaan terbanyak dan menempati urutan pertama di
dunia. Penelitian-penelitian potong lintang mengidentifikasi adanya katarak pada
sekitar 10% orang Amerika Serat dan prevalensi ini meningkat sampai sekitar 50%
22

Case Report
untuk mereka yang berusia antara 65 dan 74 tahun dan sampai sekitar 70% untuk
mereka yang berusia lebih dari 75 tahun.
c) Faktor Risiko
Beberapa faktor resiko untuk terjadinya katarak, yaitu usia, fisik/trauma (pajanan
terhadap sinar ultraviolet, riwayat pembedahan mata), penyakit predisposisi (diabetes
mellitus, galaktosemia, glaucoma, uveitis), dan infeksi virus di masa pertumbuhan
janin.
d) Gejala Klinis
Pasien dengan katarak mengeluh, gangguan penglihatan dapat berupa :
Penglihatan kabur dan berkabut
Terasa silau
Penglihatan ganda
Warna mata berubah putih
Kesulitan melihat di waktu malam
Visus menurun
Melihat dekat jelas
e) Patogenesis
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan
serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukuranya yang
terkecil, dalam posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya paralel
akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda yang dekat, otot
siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang.Kapsul lensa yang elastic
kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya
biasnya.Kerjasama fisiologik antara korpus siliaris, zonula, dan lensa untuk
memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan
pertambahan usia, konsistensi materi lensa berubah selama kehidupan.
Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat
kelainan kongenital atau penyulit penyakit mata local menahun. Bermacam-macam
penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaucoma, ablasi, uveitis, dan
retinitis pigmentosa. Katarak dapat pula berhubungan dengan proses penyakit
intraocular lainnya. Gangguan lensa seperti kekeruhan, distorsi, dislokasi, dan anomaly

23

Case Report
geometric.Pasien yang mengalami gangguan-gangguan tersebut mengalami kekaburan
penglihatan tanpa nyeri.
Lensa katarak memiliki ciri berupa edema lensa, perubahan protein, peningkatan
proliferasi, dan kerusakan kontinuitas normal serat-serat lensa.Lensa mata mempunyai
bagian yang disebut pembungkus lensa atau kapsul lensa, korteks lensa yang terletak
antara nukelus bersifat lembek sedangkan pada orang tua nucleus ini menjadi
keras.Katarak dapat mulai dari nucleus, korteks, dan kapsularis lensa.Secara umum,
edema lensa bervariasi sesuai stadium perkembangan katarak.
Pembentukan katarak secara kimiawi ditandai oleh penurunan penyerapan oksigen dan
mula-mula terjadi peningkatan kandungan air diikuti oleh dehidrasi.Kandungan
natrium dan kalsium meningkat; kandungan kalium, asam askorbat, dan protein
berkurang.Pada lensa yang mengalami katarak tidak ditemukan glutation.Usaha-usaha
untuk mempercepat atau menahan perubahan-perubahan kimiawi ini dengan terapi
medis sampai saat ini belum berhasil.
f) Klasifikasi
Klasifikasi katarak berdasarkan usia terbagi menjadi:
Katarak kongenital
Katarak juvenile
Katarak senilis
Katarak berdasarkan tempat terjadi (morfologi):

Katarak inti (nuclear)


Katarak kortikal
Katarak subkapsular

Lain-lain :

Katarak akibat Traumatik

Katarak komplikata

Akibat penyakit sistemik

Terinduksi obat

g) Katarak Senilis

24

Case Report
Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia
di atas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui secara pasti.
Patogenesis
Patogenesis katarak senilis sendiri kompleks dan belum bisa dimengerti secara
menyeluruh. Penyebabnya multifaktorial, meliputi interaksi yang kompleks antara
bermacam-macam proses fisiologis. Seiring pertambahan usia lensa, berat, dan
ketebalannya bertambah sementara kekuatan akomodasinya berkurang. Ditambah lagi,
terdapat pengurangan transport dari air, nutrisi, dan antioksidan. Akibatnya kerusakan
oksidatif yang progresif pada lensa menyebabkan berkembangnya katarak senilis.
Satu-satunya gejala adalah distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur.
Konsep penuaan meliputi beberapa teori, antara lain teori putaran biologik (biologic
clock), teori mutasi spontan, teori radikal bebas (free radical), dan teori cross-link.
Perubahan kondisi lensa pada orang tua:
1) Kapsul:
-

Menebal dan kurang elastis (seperempat kali dibanding anak)

Mulai presbyopia

Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur

Terlihat bahan granular

2) Epitel-makin tipis
-

Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat

Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata

3) Serat lensa:
-

Lebih ireguler

Pada korteks jelas terdapat kerusakan antarsel

Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein


nukleus (histidin, triptofan, metionin, sistein dan tirosin) lensa, sedang warna
coklat protein lensa nukleus mengandung histidin dan triptofan dibanding
normal.

Korteks lensa tidak berwarna karena kadar asam askorbat tinggi dan
menghalangi fotooksidasi, sinar tidak banyak mengubah protein pada serat
muda.

Stadium
25

Case Report
Katarak senil secara klinik dikenal dalam 4 stadium, yaitu insipien, imatur, intumesen,
matur, hipermatur, dan morgagni.
Katarak Insipien
Kekeruhan

mulai

dari

tepi

ekuator

berbentuk gerigi menuju korteks anterior


dan posterior (katarak kortikal). Vakuol
mulai terlihat di dalam korteks. Katarak
subkapsular posterior, kekeruhan mulai
terlihat anterior subkapsular posterior,
Katarak Insipien

celah terbentuk antara serat lensa dan


korteks berisi jaringan degeneratif (benda

morgagni) pada katarak insipien. Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh
karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bila dilakukan
uji bayangan iris akan negatif.
Katarak Imatur
Belum seluruh lapis lensa, hanya sebagian lensa
yang keruh. Pada katarak imatur akan bertambah
volume

lensa

akibat

meningkatnya

tekanan

osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada


stadium

ini

terjadi

hidrasi

korteks

yang

mengakibatkan lensa menjadi cembung sehingga

Katarak Imatur

memberikan perubahan indeks refraksi dimana


mata akan menjadi miopi. Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan
iris kedepan sehingga bilik mata depan akan semakin sempit dan dapat
menimbulkan hambatan pupil sehingga terjadi glaukoma sekunder. Uji bayangan
iris pada keadaan ini positif.
Katarak Matur
Pada katarak matur, kekeruhan telah
mengenai

Katarak Matur

seluruh

masa

lensa.
26

Case Report
Kekeruhan ini dapat terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila proses
degenerasi berjalan terus-menerus akan terjadi pengeluaran air bersama-sama
hasil desintegrasi melalui kapsul, di dalam stadium ini lensa akan berukuran
normal, iris tidak terdorong kedepan dan bilik mata depan akan mempunyai
kedalaman normal kembali. Lensa berwarna putih keruh akibat perkapuran
menyeluruh karena deposit kalsium. Bila dilakukan uji bayangan iris akan terlihat
negatif.
Katarak Hipermatur
Katarak

yang

mengalami

proses

degenerasi lanjut, lensa menjadi cair


dan dapat keluar melalui kapsul lensa.
Masa lensa yang berdegenerasi keluar
dari kapsul lensa sehingga lensa
Katarak Hipermatur

menjadi mengecil, berwarna kuning


dan kering. Pada pemeriksaan terlihat

bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa, kadang-kadang pengerutan berlanjut
sehingga hubungan dengan zonula Zinn menjadi kendor. Bila proses berjalan terus
disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak
dapat keluar sehingga korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong
susu disertai nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat
(keadaan ini disebut katarak Morgagni). Uji bayangan iris memberikan gambaran
pseudopositif.

Perbedaan Stadium Katarak Senil


27

Case Report

Insipien

Imatur

Matur

Hipermatur

Kekeruhan

Ringan

Sebagian

Seluruh

Masif

Cairan Lensa

Normal

Bertambah

Normal

Berkurang

Iris

Normal

Terdorong

Normal

Tremulans

Bilik Mata Depan

Normal

Dangkal

Normal

Dalam

Sudut Bilik Mata

Normal

Sempit

Normal

Terbuka

Shadow Test

Negatif

Positif

Negatif

Pseudopositif

Glaukoma

Uveitis+Glaukoma

Penyulit

Pemeriksaan Oftalmologi

Pemeriksaan tajam penglihatan dengan Snellen chart mempunyai manfaat untuk

menentukan tajam penglihatan.


Pemeriksaan lampu celah/Slit-lamp, untuk melihat semua susunan mata bagian
depan dengan pembesaran. Dengan alat ini dapat dilihat keadaan kornea, pupil,
selaput hitam dan lensa.

Kejernihan lensa/shadow test, dilakukan untuk mengetahui derajat kekeruhan


lensa. Karena makin sedikit lensa keruh pada bagian posterior maka makin besar
bayangan iris pada lensa yang keruh tersebut, sedang makin tebal kekeruhan lensa
makin kecil bayangan iris pada lensa.

Penatalaksanaan
Tidak ada satupun obat yang dapat diberikan untuk katarak senil kecuali tindakan
bedah. Persiapan pasien dengan katarak yang akan dibedah dilakukan sebagai berikut:

28

Case Report

Uji Anel positif, di mana tidak terjadi obstruksi fungsi ekskresi saluran lakrimal

sehingga tidak ada dakriosistitis.


Tidak ada infeksi di sekitar mata seperti keratitis, konjungtivitis, blefaritis,

hordeolum, dan kalazion.


Tekanan bola mata normal dan tidak ada glaukoma.
Tekanan darah telah terkontrol
Gula darah telah terkontrol.
Tidak batuk, terutama pada saat pembedahan.
Biometri

Ekstraksi lensa intrakapsular


Ekstraksi jenis ini merupakan tindakan bedah yang umum dilakukan pada katarak
senilis.Lensa dikeluarkan bersama-sama dengan kapsul lensanya dengan memutus
zonula Zinn yang telah pula mengalami degenerasi.
Pada ekstraksi lensa intrakapsular dilakukan tindakan dengan urutan berikut:

Dibuat flep konjungtiva dari jam 9-3 melalui jam 12


Dilakukan pungsi bilik mata depan dengan pisau
Luka kornea di perlebar seluas 160 derajat
Dibuat iridektomi untuk mencegah galukoma blockade pupil pasca bedah
Dibuat jahitan korneosklera
Lensa dikeluarkan dengan krio
Jahitan kornea dieratkan dan ditambah

Flep konjungtiva dijahit

Penyulit pada saat pembedahan yang terjadi adalah:


Kapsul lensa pecah sehingga lensa tidak dapat dikeluarkan bersama-sama
kapsulnya. Pada keadaan ini terjadi ekstraksi lensa ekstrakapsular tanpa rencana
karena kapsul posterior akan tertinggal.

Prolaps vitreous pada saat lensa dikeluarkan.

Ekstraksi lensa ekstrakapsular


Pada ekstraksi lensa ekstrakapsular dilakukan tindakan sebagai berikut:

Flep konjungtiva antara dasar dengan fornik pada limbus dibuat dari jam 10

sampai jam 2
Dibuat pungsi bilik mata depan
Melalui pungsi ini dimasukkan jarum untuk kapsulotomi anterior
Dibuat luka kornea dari jam 10 2
Nukleus lensa di keluarkan
29

Case Report

Sisa korteks lensa dilakukan irigasi sehingga tinggal kapsul posterior saja
Luka kornea dijahit
Flep konjungtiva dijahit.

Fakoemulsifikasi
Pembedahan dengan menghacurkan lensa dengan getaran ultrasonik melalui insisi
minimal, kemudian kepingan diaspirasi dan lensa diganti dengan foldable IOL (lensa
intraokuler yang dapat dilipat). Keuntungannya adalah luka op minimal, operasi cepat
(30 menit), memperkecil kejadian astigmat. Kerugiannya adalah masih tertinggalnya
sisa-sisa bahan lensa, sehingga bila nukleus lensa keras, memerlukan banyak
manipulasi dan waktu lama.

30

Case Report

DAFTAR PUSTAKA
-

Ilyas,Sidharta,

Ilmu

Penyakit

Mata.

Edisi

keempat. Balai penerbit FKUI: Jakarta, 2012.


-

Ilyas,Sidharta dkk. Ilmu Penyakit Mata untuk


Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi II. Sagung Seto: Jakarta, 2002.

Riordan-Eva,

Paul.

Vaughan

&

Asbury

Oftalmologi Umum. Edisi 17. EGC: Jakarta, 2013.


-

Vaughan, Daniel G. dkk. Oftalmologi Umum.

Widya Medika. Jakarta. 2000


James, Brus, dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta. 2005
Ilyas DSM, Sidarta,. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jakarta. 1998
Conjunctivitis.

Available

at

www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001010.htm.

accessed oct 31, 2012


-

Pink Eye (Conjunctivitis). Available at www.medicinenet.com/pink_eye/article.htm.

accessed oct 31,2012


Pink Eye. Available at www.emedicinehealth.com/pinkeye/article_em.htm. accessed oct

31,2012
Bacterial Conjunctivitis. Available at emedicine.medscape.com/article/1191730-overview.

Accessed oct 31, 2012


Viral Conjunctivitis. Available at emedicine.medscape.com/article/1191370-overview.
Accessed oct 31, 2012

31

Anda mungkin juga menyukai