Anda di halaman 1dari 31

REFERAT

MATA KERING (DRY EYE DISEASE)

Pembimbing:
dr. Harie Basoeki Soedjono, Sp.M

Disusun Oleh:
Fransiska Ancelia

2014061148

Yohanes Kurniawan

2014061149

Joewen S. Manafe

2014061145

Maria Dominika A. F.

2014061150

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


RSUD R. SYAMSUDIN, SH, KOTA SUKABUMI
SEPTEMBER 2015

Daftar Isi
BAB I: PENDAHULUAN...........................................................................................1
1.1

Latar Belakang...............................................................................................1

1.2

Tujuan............................................................................................................2

BAB II: STUDI LITERATUR......................................................................................3


2.1

Sistem Lakrimal.............................................................................................3

2.1.1

Anatomi sistem lakrimal.........................................................................3

2.1.2

Fisiologi air mata dan sistem lakrimal....................................................5

2.2

Dry Eye Disease.............................................................................................8

2.3

Mata kering/dry eye dalam sindrom Sjogren...............................................13

2.4

Mata kering/dry eye non-sindrom Sjogren...................................................21

2.5

Mata kering evaporatif karena faktor intrinsik............................................24

2.6

Mata kering evaporatif karena faktor ekstrinsik..........................................26

BAB III: KESIMPULAN...........................................................................................27


3.1

Kesimpulan..................................................................................................27

3.2

Saran.............................................................................................................27

Daftar Pustaka.............................................................................................................28

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Dry eye disease merupakan kelainan multifaktorial pada lapisan air mata akibat

berkurangnya produksi air mata atau penguapan air mata yang berlebihan yang
berhubungan dengan rasa tidak nyaman pada mata dan atau gejala pandangan
terganggu serta berujung gangguan pada permukaan bola mata bila sudah terjadi
kerusakan epitel kornea bahkan pada kasus yang sudah lanjut dapat terjadi perforasi
kornea dan kebutaan. Kelembaban permukaan mata merupakan keseimbangan antara
produksi dan ekskresi air mata melalui sistem drainase melalui duktus nasolakrimalis
serta penguapan. Apabila keseimbangan ini terganggu, mata terasa kering, timbul
suatu dry spot.
Pada permukaan kornea menimbulkan rasa iritasi, perih diikuti refleks
berkedip, lakrimasi dan mata berair. Apabila keadaan ini dibiarkan berlarut-larut
dalam waktu yang lama akan terjadi kerusakan sel epitel kornea dan konjungtiva,
bahkan dapat terjadi infeksi, ulkus, dan kebutaan. Prevalensi dari Dry Eye ini di
Indonesia sebesar 27,5 %,dan lebih banyak menyerang negara beriklim tropis
daripada non tropis. Frekuensi insiden dry eyes lebih banyak terjadi pada ras Hispanic
dan Asia dibandingkan dengan ras kaukasius. Mata kering juga lebih cenderung terjadi
pada pasien wanita berbanding laki-laki.

Sangat banyak faktor yang berperan pada terjadinya dry eye baik pada wanita
maupun pria, beberapa diantaranya tidak dapat dihindari:
1. Usia lanjut
2. Faktor hormonal yang lebih sering dialami oleh wanita seperti kehamilan,
menyusui, pemakaian obat kontrasepsi, dan menopause.
3. Beberapa penyakit seringkali dihubungkan dengan dry eyes seperti: artritis
rematik, diabetes, kelainan tiroid, asma, lupus erythematosus, pemphigus,
Stevens-johnsons. syndrome, Sjogren syndrome, scleroderma, polyarteritis,
nodosa, sarcoidosis, Mickulick.s syndrome.
4. Obat-obatan dapat menurunkan produksi air mata seperti anti depresan,
dekongestan, antihistamin, anti hipertensi, kontrasepsi, oral, diuretik, obat-

obat tukak lambung, tranquilizers, beta bloker, antimuskarinik, anestesi


umum
5. Pemakai lensa kontak mata terutama lensa kontak lunak
6. Faktor lingkungan seperti, udara panas dan kering, asap, polusi udara, angin,
berada diruang ber-AC terus menerus
7. Mata yang menatap secara terus menerus sehingga lupa berkedip seperti saat
membaca, menjahit, menatap monitor TV, komputer, ponsel.
Terjadinya mata kering ini sangat mengganggu para penderita karena mata
terasa perih, mengganjal dan bahkan penderita dapat merasa silau. Namun, gejala ini
sering dianggap remeh oleh para pendeitanya tanpa mencari pertolongan medis lebih
lanjut. Padahal, mata kering tersebut bisa terjadi karena suatu penyakit sistemik
seperti sindrom Sjogren dan jika tidak diberikan pengobatan akan menyebabkan
komplikasi seperti ulserasi kornea. Maka dari itu, perlu ditingkatkan kesadaran dan
pengetahuan akan pentingnya menjaga kesehatan lapisan air mata.
1.2

Tujuan
Tujuan dari penulisan refrat ini antara lain untuk mengetahui:
1.
2.

Penyebab penyakit mata kering/dry eye disease


Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendiagnosis mata kering/dry eye

3.

disease
Tata laksana yang diberikan pada penderita mata kering/dry eye disease

BAB II
STUDI LITERATUR
2.1

Sistem Lakrimal
2.1.1

Anatomi sistem lakrimal


Aparatus lakrimal terdiri dari bagian sekresi dan ekskresi. Komponen

sekresi terdiri atas kelenjar yang menghasilkan berbagai unsur pembentuk


cairan air mata. Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar air mata
utama yang terletak di fossa lakrimal di kuadran temporal atas orbita. Selain
kelenjar air mata utama terdapat kelenjar lakrimal tambahan. Meskipun hanya
sepersepuluh dari massa utama, namun mempunyai peran yang penting.
Bagian sekresi terdiri dari:
a) Glandula lakrimal
Glandula lakrimal terdiri dari 2 bagian, yaitu:
1) bagian atas yang lebih besar letaknya di fossa lakrimal os
frontalis
2) bagian bawah yang terletak di bawah konjungitva fornix
superior bagian temporal
b) Duktus lakrimal
Selain itu, glandula lakrimalis aksesori, glandula Krause dan Wolfring
yang terletak di dalam substansia propria di konjungtiva palpebra turut
berperan dalam mengsekresikan komponen akuos air mata. Kelenjar Krause
dan Wolfring identik dengan kelenjar utama namun tidak mempunyai system
saluran.
Bagian ekskresi dari kelenjar air mata terdiri dari:
a)
b)
c)
d)
e)

Pungtum lakrimal superior dan inferior


Kanalikuli lakrimal superior dan inferior
Sakus lakrimal
Duktus nasolakrimal
Meatus inferior

Gambar 2.1 Sistem lakrimal bagian sekresi dan ekskresi

Air mata mengalir dari lacus lakrimalis melalui pungtum superior dan inferior
dan kanalikuli ke sakus lakrimalis, yang terletak di dalam fossa glandula lakrimalis.
Duktus nasolakrimalis berlanjut ke bawah dari sakus dan bermuara ke meatus
inferior rongga hidung, lateral terhadap turbinatus inferior. Air mata diarahkan ke
dalam punctum oleh isapan kapiler, gravitasi, dan kedipan palpebral. Kombinasi
kekuatan isapan kapiler dalam kanalikuli, gravitasi dan aktivitas memompa otot
Horner ke belakang saccus lakrimalis akan meneruskan aliran air mata ke bawah
melalui duktus nasolacrimalis ke dalam hidung.
Vaskularisasi kelenjar air mata berasal dari arteria lakrimalis. Vena dari
kelenjar bergabung dengan vena ophthalmica. Drainase limfe bersatu dengan
pembuluh limfe konjungtiva dan mengalir ke kelenjar getah bening preaurikular.
Kelenjar air mata dipersarafi oleh:
a) nervus lakrimalis (sensoris), suatu cabang dari divisi pertama
trigeminus
b) nervus petrosus superficialis magna (sekretoris), yang datang dari
nucleus salivarious superior
c) saraf simpatis yang menyertai arteria dan nervus lakrimalis

2.1.2

Fisiologi air mata dan sistem lakrimal


Air mata membasahi epitel konjungtiva dan kornea dengan ketebalan

7-10 mikrometer terdiri dari campuran air mata yang dibentuk kelenjar air
mata, sekresi kelenja goblet dan kelenjar meibom. Lapisan air mata (tear
film) yang terdapat pada permukaan mata berfungsi untuk membasahi serta
melumasi mata agar terasa nyaman. Pada setiap berkedip lapisan air mata ini
terbentuk yang terdiri atas 3 lapis/komponen, yaitu lapisan lemak, lapisan
akuos dan lapisan musin.
1. Lapisan lemak
Lapisan ini memiliki ketebalan 0,1 m, merupakan lapisan
paling luar yang berfungsi mencegah penguapan berlebihan. Lapisan
lemak ini mengandung ester, gliserol dan asam lemak yang diproduksi
oleh kelenjar Meibom yang terdapat pada kelopak mata atas dan
bawah. Infeksi atau kerusakan berulang pada kelenjar ini (seperti
hordeolum, kalazion serta blefaritis) akan menyebabkan gangguan
lapisan lemak sehingga terjadi lipid deficiency dry eye akibat
penguapan berlebihan.
2. Lapisan akuos
Lapisan ini memiliki ketebalan 7 m, dihasilkan oleh kelenjar
lakrimal dan merupakan komponen yang paling besar. Lapisan ini
berfungsi

sebagai

pelarut

bagi

oksigen,

karbondioksida

dan

mengandung elektrolit, protein, antibodi, enzim, mineral, glukosa, dan


sebagainya. Lysozyme, suatu enzim glikolitik, merupakan komponen
protein

terbanyak

(20-40%),

bersifat

alkali

dan

mampu

menghancurkan dinding sel bakteri yang masuk ke mata. Lactoferrin


juga memiliki sifat antibakteri serta antioksidan sedangkan epidermal
growth factor (EGF) berfungsi mempertahankan integritas permukaan
mata normal serta mempercepat penyembuhan jika terjadi luka
kornea.

Albumin,

transferrin,

immunoglobulin

(IgA),

immunoglobulin M (IgM), dan immunoglobulin G (IgG) juga terdapat


dalam lapisan aqueous air mata.
5

3. Lapisan musin
Lapisan ini sangat tipis sekitar 0,02-0,05 m,dan dihasilkan
oleh sel Goblet yang banyak terdapat pada selaput konjungtiva
(konjungtiva bulbi, forniks dan caruncula). Lapisan musin ini akan
melapisi sel-sel epitel kornea dan konjungtiva yang bersifat
hidrofobik sehingga menjadikannya bersifat hidrofilik agar air mata
dapat membasahinya, serta berfungsi mempertahankan stabilitas
lapisan air mata.

Gambar 2.2 Lapisan air mata yang terdiri dari 3 lapis

Air mata dikeluarkan melalui 6-12 saluran yang berjalan kebawah dan
bermuara di konjungtiva forniks superior bagian temporal. Pada bayi yang
baru lahir, air mata belum dibentuk dan baru di bentuk pada umur 3 minggu.
Mekanisme terbentuknya lapisan air mata adalah sebagai berikut;
pada saat mata terbuka, lapisan air mata (aquous) akan berkurang akibat
evaporasi serta aliran keluar melalui pungtum dan duktus nasolakrimal.
Apabila mata mulai terasa kering dan terjadi dry spot pada kornea, mata akan
terasa perih, menimbulkan rangsangan pada saraf sensoris dan terjadi refleks
mengedip sehingga lapisan air mata terbentuk lagi dan seterusnya.
Dengan berkedip, air mata disalurkan ke seluruh bagian anterior mata
dan terkumpul di daerah sakus lakrimal. Dalam berkedip, otot orbukularis
okuli menekan sakus lakrimal, sehingga menimbulkan tekanan negatif
didalamnya.

Gambar 2.3 Mekanisme terbentuknya dry spot

Pada waktu mata dibuka, dengan adanya tekanan negatif ini, air mata
dapat terserap pungtum lakrimal dan seterusnya sampai ke meatus inferior,
yang bermuara di bawah konka nasalis inferior. Air mata tidak meleleh
melalui hidung, oleh karena rongga hidung mengandung banyak pembuluh
darah, sehingga suhunya panas, ditambah dengan pernafasan, sehingga
mempercepat penguapan. Air mata tidak meleleh melalui pipi juga, karena isi
dari glandula meibom menjaga tertutup rapatnya margo palpebral pada waktu
berkedip.

Gambar 2.4 Fisiologi ekskresi air mata; saat mata menutup, kelopak mendorong air
mata menuju pungta lakrimal

2.2

Dry Eye Disease


Penyakit mata kering atau dry eye disease didefinisikan oleh American

Academy of Opthalmology (2013) sebagai kelainan multifaktorial pada lapisan air


mata akibat berkurangnya produksi air mata atau penguapan air mata yang
berlebihan yang berhubungan dengan rasa tidak nyaman pada mata dan atau gejala
pandangan terganggu serta berujung gangguan pada permukaan bola mata.
Dry Eye Workshop 2007 mendefiniskan dry eye disease sebagai penyakit
multifaktorial dari air mata dan permukaan mata yang menyebabkan gejala tidak
nyaman, gangguan visual dan instabilitas lapisan air mata dengan potensi kerusakan
terhadap permukaan mata. Penyakit ini disertai dengan peningkatan osmolaritas
lapisan air mata dan inflamasi permukaan mata.
Epidemiologi
Informasi epidemiologi dari mata kering sendiri

bersifat terbatas

akibat dari macam-macam definisi dari mata kering sendiri dan


ketidakmampuan dari diagnosa ataupun alat diagnosa yang dapat memastikan
suatu keadaan dry eye. Di Amerika Serikat sendiri, 1 hingga 4,3 miliar orang
di kelompok umur 65 tahun hingga 84 tahun memiliki penyakit dry eye.
Penyebab tersering dari mata kering sendiri paling banyak adalah disfungsi
dari kelenjar meibom berkisar antara 30,5 % hingga 54,1%.

Gambar 2.5 Penyebaran insiden gangguan mata kering/dry eye disease menurut penelitian pada
tahun 2004

Faktor Resiko
Sebagian besar orang tua dengan umur > 65 tahun akan mengalami
gejala mata kering. Mata kering sendiri memiliki etiologi dan faktor resiko
yang bermacam macam. Termasuk di dalamnya:

Usia
Mata kering merupakan salah satu proses fisiologis penuaan
Jenis kelamin
Jenis kelamin wanita memiliki kecenderungan untuk menderita mata
kering akibat perubahan hormon
Medikasi
Beberapa pengobatan tertentu, seperti antihistamin, dekongestan, obat
antihipertensi, isotretinoin dan anti depresan, bisa mengurangi

produksi air mata


Penyakit lain
Sindrom Sjogren rheumatoid arthritis, diabetes, maupun penyakit
tiroid memiliki kecenderungan untuk menderita mata kering, Selain
itu, inflamasi dari kelopak mata, permukaan mata, entropion dan

ektropion.
Lingkungan
Paparan asap, angin, dan cuaca kering dapat meningkatkan evaporasi
air mata yang berujung mata kering. Kegagalan untuk berkedip secara
teratur, seperti pada saat memandang layar komputer dalam waktu

yang lama, juga berkontribusi terhadap mata yang kering.


Faktor lain
Penggunaan jangka panjang dari lensa kontak

Etiopatogenesis
Permukaan bola mata dan kelenjar air mata merupakan suatu
kesatuan, apabila terjadi gangguan pada salah satu bagian ini akan
menyebabkan ketidakstabilan dan produksi lapisan air mata yang buruk yang
menyebabkan gejala mata iritasi maupun kemungkinan gangguan pada epitel
permukaan mata Pada orang yang memiliki mata kering ada 2 kemungkinan
yang terjadi,entah terjadi kekurangan produksi air mata maupun kualitas dari
air mata orang tersebut. Mata kering merupakan masalah umum yang sering
terjadi dan biasanya kronik dan terdapat pada orang dewasa tua.

Setiap kali mata berkedip, air mata akan tersebar secara merata pada
permukaan mata (kornea). Air mata memberikan lubrikasi, dan mengurangi
resiko infeksi. Menghilangkan benda asing di permukaan mata, serta menjaga
permukaan mata halus dan jernih. Kelebihan air mata akan disalurkan ke
duktus lakrimalis yang terletak di sudut dalam mata, dan akan diserap
kembali ke hidung.
Secara garis besar penyebab dari mata kering ada pada gambar
berikut:

Pembahasan lebih lanjut pada bagian berikutnya mengenai gangguan


mata kering akan dilakukan menurut penyebabnya, yaitu defisiensi lapisan
akuos yang terdiri dari mata kering karena sindrom Sjogren atau non-sindrom
Sjogren, dan evaporatif yang terdiri dari faktor intrinsic dan faktor ekstrinsik.

Manifestasi Klinis
Orang yang memiliki mata kering merasakan gejala seperti:

iritasi,
10

rasa terbakar,
terasa berpasir,
fotofobia,
sensasi benda asing,
mata berair,
pandangan kabur

Tingkat keparahan dari dry eye akan dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 1. Tingkat beratnya gejala berdasarkan Dry Eye Workshop (2007)

Diagnosa
Diagnosa dari mata kering bisa didapatkan dari pemeriksaan mata
secara komprehensif, yaitu:
1. Riwayat keluhan pasien

11

Untuk mengetahui semua gejala yang pasien rasakan apakah


berhubungan dengan keadaan kesehatan pasien secara umum, riwayat
pengobatan,atau faktor lingkungan yang ternyata memiliki hubungan
langsung terhadap gejala yang muncul.
2. Pemeriksaan fisik mata bagian luar
Struktur kelopak mata dan dinamika kedipan mata (termasuk
pemeriksaan saraf)
3. Evaluasi kelopak mata dan kornea menggunakan penlight dan kaca
pembesar
4. Pengkuran kualitas dan kuantitas dari airmata untuk menilai
normalitas air mata
Tata laksana
Salah satu tata laksana utama adalah dengan menggunakan air mata
buatan. Inti pengobatan ada 4 yaitu penambahan air mata buatan, konservasi
air mata, peningkatan produksi air mata, pengobatan pada inflamasi kelopak
mata atau permukaan mata

Penggunaan air mata buatan


Mata kering yang ringan seringkali diobati dengan menambahkan air
mata buatan yang diteteskan pada mata. Penggunaan air mata buatan
ini sangat direkomendasikan karena efek samping dari penggunaanya
yang minimal.

Konservasi Airmata
Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan menyumbat duktus lakrimal
dimana terjadi penyerapan air mata secara normal. Penutupan saluran
ini bisa menggunakan silikon kecil atau sumbatan seperti gel yang
bersifat reversibel. Jika diperlukan, bisa dilakukan operasi untuk
menutup duktus lakrimalis secara permanen.

Meningkatkan produksi airmata

12

Pemberian tetes mata untuk meningkatkan produksi air mata dengan


Pilocarpin

Pengobatan untuk inflamasi kelopak mata dan permukaan mata


Pemberian tetes mata (Siklosporin maupun Fluorometolon) dan
antibiotik, kompres hangat, pemijatan kelopak mata, dan pembersihan
kelopak mata untuk mengurangi inflamasi.

Tata laksana non-medikamentosa yang dapat diberikan pada pasien dengan


mata kering antara lain:

Edukasi untuk berkedip secara teratur


Meningkatkan kelembapan udara di tempat kerja maupun di rumah
Menggunakan kacamata hitam ketika berada di ruangan terbuka
Menggunakan suplemen nutrisi yang mengandung asam amino

esensial
Minum air yang cukup setiap harinya
Komplikasi
Komplikasi awal dari dry eye disease adalah gangguan penglihatan.
Pada kasus-kasus yang berat, dapat terjadi ulkus kornea, penebalan kornea,
dapat juga terjadi perforasi. Infeksi sekunder bakteri juga dapat terjadi, dan
skar pada kornea dan vaskularisasi juga dapat menurunkan visus.
Prognosis
Dry eye disease dengan etiologi penurunan produksi air mata,
prognosisnya dubia ad bonam, sebab jika tidak menggunakan obat tetes mata
artifisial, gejala klinisnya akan tetap ada. Pada mata kering yang produksi air
matanya normal, namun terjadi peningkatan evaporasi air mata akibat
penyakit tertentu misalnya eksoftalmos, atau karena pengaruh lingkungan
yang kelembabannya rendah, prognosisnya dubia ad bonam, karena jika
penyakitnya diatasi, dan mata tidak terpapar pada lingkungan udara dengan
kelembaban rendah, gejala mata kering dapat tidak muncul.
2.3

Mata kering/dry eye dalam sindrom Sjogren


Dry Eye Syndrome karena kekurangan lapisan akuos dapat dibagi menjadi

dua tipe utama, yaitu yang berhubungan dengan Sjogren Syndrome (SS) dan yang
13

tidak berhubungan dengan Sjogren Syndrome. Sindrom Sjogren sendiri terbagi


menjadi dua tipe, yaitu primer dan sekunder.
Sindrom Sjogren merupakan penyakit inflamasi kronik sistemik yang ditandai
dengan infiltrate limfositik pada organ-organ eksokrin. Sindrom Sjogren primer
adalah ketika sindrom ini muncul tanpa adanya gangguan reumatik lainnya.
Sementara itu, sindrom Sjogren sekunder terjadi bersama dengan penyakit reumatik
lainnya seperti systemic lupus erythematosus (SLE), rheumatoid arthritis (RA) atau
skleroderma. Karena gejala sindrom Sjogren sering muncul bersama gejala
rheumatoid lainnya, sering sulit untuk menentukan apakah sindroma Sjogren yang
terjadi berhubungan dengan penyakit reumatik yang dialami.
Epidemiologi
Sekitar 10% pasien dengan mata kering yang signifikan memiliki
penyakit sindrom Sjogren. Penyakit ini jauh lebih sering dialami perempuan
dengan perbandingan perempuan : laki-laki = 9:1. Tidak ada ras yang
memiliki prevalensi lebih tinggi dan penyakit ini menyerang sekitar 1-2 juta
orang di dunia. Walaupun SS dapat menyerang segala usia, namun penyakit
ini lebih sering ditemukan pada usia tua, dengan onset pada dekade ke 4-5.
Etiopatologi
Etiologi sindrom Sjogren hingga saat ini belum diketahui secara pasti.
Adanya epitel kelenjar liur yang aktif mengekspresikan MHC II dan adanya
marker yang diduga diturunkan menunjukkan adanya kemungkinan antigen
lingkungan atau endogen yang memicu respon inflamasi dalam penderita.
Inflamasi yang terjadi dalam penderita SS juga menunjukkan interaksi yang
terus berlangsung antara sistem imun innate dan adaptif.
Sindrom Sjogren berhubungan dengan human leukocyte antigen
(HLA), terutama HLA-DR52 pada pasien dengan sindrom sjogren primer.
Virus diduga kuat sebagai pencetus lingkungan, seperti contoh infeksi virus
Epstein-Barr (EBV), Human T-cell lymphotropic virus tipe 1 (HTLV-1),
herpes (HHV-6), HIV, virus hepatitis C (HCV), dan sitomegalovirus (CMV).
Patologi kelenjar lakrimal dan kelenjar liur dalam penderita SS
menunjukkan adanya agregat limfosit yang berawal di periduktal dan
kemudian panlobular, dengan dominasi sel CD4 (75%) dan sel B (10%).
14

Ditemukan juga peningkatan kadar IL-6 dan TNF alfa dalam air mata. Kadar
IL-6 memiliki hubungan dengan beratnya penyakit dan parameter lapisan air
mata dan permukaan mata seperti tear break-up time, uji Scirmer, uji
clearance, densitas sel goblet, skor keratoepitelioplasti.
Penelitian

pada

tahun-tahun

terakhir

menunjukkan

adanya

kemungkinan bahwa sindrom Sjogren tidak hanya menyebabkan defisiensi


lapisan akuos air mata, namun juga berkontribusi pada disfungsi lakrimal
secara keseluruhan, termasuk gangguan kelenjar meibom.
Manifestasi klinis
Gejala klinis utama adalah xeropthalmia (mata kering) dan xerostomia
(mulut kering). Pada anak-anak, pembengkakan kelenjar parotid bilateral
merupakan tanda utama onset SS.
Gejala pada mata:

mata merah, gatal, nyeri


rasa berpasir
sensasi benda asing
fotofobia
kelelahan mata
gejala terasa lebih berat saat malam hari, awal bangun tidur, dan saat

beraktivitas
kesulitan membuka mata di pagi hari

Gejala pada mulut terasa sebagai:

tidak bisa memakan makanan kering


lidah menempel pada langit-langit mulut
gangguan berbicara dalam waktu lama / serak
gangguan periodontal
gangguan rasa kecap

15

Gambar 2.6 Mulut kering (Xerostomia)

Trias sindrom Sjogren (minimal 2 dari 3 komponen harus terpenuhi):


1. mata kering
2. mulut kering
3. penyakit autoimun
Gejala ekstraglandular pada SS dapat dibagi menjadi dua kategori,
yaitu (1) proses infiltratif periepitel dimana terjadi nefritis intersisial,
gangguan hepar, dan bronchitis, namun biasanya penyakit tidak berjalan
secara ganas serta (2) gejala ekstraepitel ekstraglandular dimana gangguan
berhubungan dengan hiperreaktivitas sel B, hipergammaglobulinemia,
pembentukan

imun

kompleks

seperti

adanya

palpable

purpura,

glomerulonephritis, and peripheral neuropathy.


Sindrom Sjogren sekunder biasanya memiliki gejala yang lebih
ringan, dengan gejala sistemik yang lebih sedikit.
Gejala-gejala sistemik yang dapat ditemukan pada penderita sindrom
Sjogren dapat dilihat pada tabel berikut:
Gejala lainnya pada penderita sindrom Sjogren:
Parotitis
Gejala neurologis:
Gejala kulit:
myelopathy
kulit kering
neurupati optic
dermatitis kelopak mata
kejang
gatal
disfungsi kognitif
eritema anular
ensefalopati
vaskulitis (purpura)
lemah progresif dan paralisis
Gangguan paru (xerotrachea):
Gangguan ginjal:
batuk kering
nefritis interisisal
dispnea
asidosis tubulus renal
bronchitis
osteomalacia
Gejala gastrointestinal:
diabetes insipidus
16

gangguan menelan
refluks gastroesofagal
esophagitis
nyeri perut
diare
malabsorpsi
Gejala kardiak:
pericarditis
hipertensi pulmoner

hipokalemia
sistitis interisisal
Gejala lainnya:
hidung kering
riwayat aborsi atau lahir mati
nyeri dan pembengkakan sendi
vagina kering

Pemeriksaan
Pada pemeriksaan fisik mata akan didapatkan:

Pelebaran pembuluh konjungtiva


Injeksi perikorneal
Kornea ireguler
Blefaritis
Keratosis filamen
Ketidakadaan refleks air mata nasal-lakrimal

Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada mata:


Tear break up time yang cepat (<15 detik)
Tes Schirmer yang dibawah normal (nilai definitif adalah <5mm
dalam 5 menit) (sensitivitas 42% dan spesifisitas 76% untuk SS)
pewarnaan Rose Bengal
lissamine green B
uji phenol red thread

Gambar 2.7 Uji Schirmer

Uji laboratorium yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi gejala


oftalmik dari SS antara lain: osmolaritas air mata, uji clearance florescin,
indeks fungsi air mata. Pemeriksaan serologis termasuk antibody antinuclear
17

(ANA), faktor rheumatoid (RF), dan antibody spesifik sindrom Sjogren (SSA dan SS-B) dapat dilakukan untuk membantu diagnosis SS. Namun,
pemeriksaan serologi yang negatif tidak menyingkirkan diagnosis SS.
Pemeriksaan fisik mulut didapatkan:

Mulut kering
Lidah merah, halus, kering
Karies gigi
Bibir merah, kering, bersisik
Perbesaran kelenjar parotid bilateral
Pemeriksaan pada bagian tubuh lainnya sesuai dengan gejala-gejala

yang timbul
Kriteria diagnosis dari sindrom Sjogren (2012) harus memenuri dia
dari tiga kriteria yaitu:
1. Bukti objektif mata kering (ocular surface staining score 4
berdasarkan sistem skoring SICCA)
2. Anti-SSA dan/atau anti-SSB serum atau rheumatoid factor atau
antibody antinuclear yang positif
3. Adanya sialadenitis limfositik fokal pada sampel biopsy kelenjar
ludah labial

18

Gambar 2.8 Form skoring pewarnaan okuler berdasarkan Sjogrens International Collaboration
Clinical Alliance (SICCA)

Biopsi sebagai salah satu pemeriksaan untuk mendiagnosis SS


dilakukan karena banyaknya pasien yang seronegatif walaupun menunjukkan
tanda-tanda klinis yang mengarah ke SS. Biopsi dilakukan lebih banyak pada
kelenjar saliva karena akses yang lebih mudah dan potensi komplikasi yang
lebih rendah.
Pemeriksaan histologis dapat dilakukan pada mukosa bukal dan pada
konjungtiva. Pada penderita SS berat atau kronis, dapat ditemukan penurunan
jumlah sel goblet, metaplasia skuamosa, dan keratinisasi epitel konjungtiva.

19

Gambar 2.9 Hasil biopsi dari kelenjar parotid, ditemukan limfoma sel B tipe MALT

Diagnosis banding
Beberapa diagnosis banding dari penyakit dengan gejala mata kering
dan ulut kering antara lain:

Efek pengobatan (antidepresan, antikolinergis, beta-bloker, diuretik,

antihistamin)
Infeksi viral
Sarcoidosis
Blepharitis kronis
Konjungtivitis kronis
Hipervitaminosis A
Bell palsy
Limfoma

Tata laksana
Tata laksana SS bertujuan untuk mempertahankan integritas lapisan
air mata melalui preservasi, augmentasi dan/atau penggantian sekresi yang
berkurang.
Preservasi sekresi air mata dapat dipertahankan dengan oklusi pungta
lakrimal atau penggunaan lensa hidrofilik untuk menutup kornea. Augmentasi
produksi/sekresi air mata dapat dilakukan dengan pengobatan seperti
bromhexine dan 3-isobutyl 1-methylxanthine (IBMX) untuk meningkatkan
sekresi kelenjar lakrimal. Pilocarpine dan cevimeline oral dapat digunakan
sebagai stimulant reseptor muskarinik untuk meningkatkan jumlah sel goblet
20

dan memperbaiki kesehatan epitel konjungtiva. Pengganti air mata dengan


artificial tear dapat meringankan gejala mata kering pada SS.
Asam amino esensial omega-6 telah menunjukkan adanya perbaikan
tanda dan gejala mata dari SS. Steroid topical bersama dengan antibiotik
dapat digunakan untuk obat jangka pendek dari inflamasi ocular. Radioterapi
pada kelenjar lakrimal juga telah menunjukkan adanya regresi dari infiltrasi
dan menunjukkan perbaikan gejala.
2.4

Mata kering/dry eye non-sindrom Sjogren


Non Sjogren syndrome dry eye adalah bentuk aquous tear-deficient dry eye.

Terdapat beberapa kondisi yang dapat menyebabkan non-sjogren syndrome dry eye,
antara defisiensi lakrimal, obstruksi duktus kelenjar lakrimal, reflex block, dan obatobatan sistemik. Defisiensi kelenjar lakrimal sendiri terbagi menjadi primer dan
sekunder. Sedangkan reflex block akan dikelompokkan menjadi dua, yaitu reflex
sensory block dan reflex motor block.
1. Defisiensi Kelenjar Lakrimal Primer
Defisiensi kelenjar lakrimal primer dapat disebabkan oleh beberapa keadaan
antara lain :
Age-related dry eye.
Dinamika air mata dipengaruhi oleh usia. Penelitian Mathers et al
menunjukan hubungan yang bermakna antara evaporasi air mata, volume,
aliran dan osmolaritas air mata dengan usia. Usia yang semakin tua dapat
meningkatkan resiko disfungsi kelenjar lakrimal akibat obstruksi pada

duktus.
Congenital alacrima
Congenital alacrima merupakan salah satu etiologi dry eye pada remaja.
Meskipun demikian, kasus ini sangat jarang ditemui. Keadaan ini
disebabkan oleh mutasi genetik.

Familial dysautonomia
Merupakan penyakit yang diturunkan secara autosomal resesif yang sering
pula disebut Riley Day Syndrome. Kelainan utama yang ditemukan adalah
disfungsi lakrimal. Pada keadaan ini ditemukan abnormalitas pada
persarafan kelenjar lakrimal dan kerusakan pada saraf sensorik permukaan
21

okular, sehingga mempengaruhi kerja lakrimal dan produksi air mata.


Kerusakan system saraf pada kelenjar lakrimal dapat menurunkan produksi
air mata dan protein pada airmata.
2. Defisiensi Kelenjar Lakrimal Sekunder
Sekresi lakrimal dapat terganggu akibat terjadinya infiltrasi zat asing pada
kelenjar lakrimal.

Pada penyakit sarcoidosis, dapat terjadi infiltrasi granuloma sarcoid

pada kelenjar lakrimal.


Pada penyakit limfoma dapat terjadi infiltrasi sel limfomatous pada

lacrimal gland.
Pada penderita HIV-AIDS, dry eye dapat terjadi sebagai akibat dari

infiltrasi T-cells pada kelenjar lakrimal.


Graft versus host disease (GVHD). Merupakan komplikasi yang
didapatkan setelah tindakan stem cell atau transplantasi sumsum
tulang. Pada keadaan ini, sel dari donor menyerang sel resipien.
Dalam hubungannya dengan dry eye, kondisi ini dapat menyebabkan
terjadinya fibrosis kelenjar lakrimal akibat reaksi antara limfosit T dan
antigen presenting fibroblast dari resipien dan donor.

Selain keadaan tersebut, defisiensi lakrimal sekunder juga dapat diakibatkan


oleh ablasi kelenjar lakrimal.
3. Obstruksi Duktus Kelenjar Lakrimal
Obstruksi duktus kelenjar lakrimal dapat menyebabkan terjadinya aqueousdeficient dry eye. Obstruksi dapat diakibatkan oleh berbagai keadaaan yang
dapat menyebabkan sikatriks pada konjungtiva, antara lain :

Trachoma. Trakoma merupakan penyakit mata yang menular dan


merupakan salah satu penyebab kebutaan. Trakoma disebabkan oleh
infeksi bakteri Chlamydia trachomatis. Infeksi trakoma dapat
menyebabkantimbulnya scar dan sikatrik pada konjungtiva dan
kelenjar meibom.

22

Gambar 2.10 Infeksi trakoma

Cicatricial pemphigoid dan mucous membrane pemphigoid

Gambar 2.11 Pemphigoid

Eritema multiformis, yang dapat menyebabkan terjadinya skar pada


konjungtiva sehingga merusak kelenjar meibom

Gambar 2.12 Eritema multiformis

Trauma kimia dan suhu

4. Gangguan Refleks
Reflex sensory block
Sekresi kelenjar lakrimal dipengaruhi oleh input sensorik dari nervus
trigeminal. Ketika mata terbuka, terdapat peningkatan rangsang
23

refleks sensorik dari permukaan ocular yang terpapar. Penurunan


input sensorik dari ocular surface dapat mengakibatkan mata kering
melalui dua jalur yaitu pengurangi produksi lakrimal dan menurunkan
frekuensi berkedip sehingga meningkatkan terjadinya evaporasi. Hal
yang dapat mengakibatkan blokade pada input sensorik antara lain
penggunaan lensa kontak yang terlalu lama. Penggunaan lensa kontak
dapat menurunkan sensitifitas dari kornea, serta menyebabkan
kelemahan otot yang dapat mengganggu proses berkedip seseorang.
Selain itu, pada keadaan neurotrophic keratitis juga terjadi denervasi
sensorik yang mempengaruhi kornea dan konjungtiva palpebra. Oleh
karena itu hal tersebut dapat menyebabkan penurunan sekresi lakrimal
dan pengurangan frekuensi berkedip.

Reflex motor block


Kerusakan pada nerus VII dapat mengakibatkan dry eye disease
akibat penurunan fungsi sekretomotor. Pada kelumpuhan nervus VII
dry eye terjadi akibat penurunan sekresi lakrimal karena terjadinya
lagoftalmus.

Kelumpuhan

nervus

VII

mengakibatkan

pasien

kehilangan kemampuan untuk menutup mata. Hal tersebut dapat


mengakibatkan dry eye akibat penurunan produksi air mata dan
penguapan berlebih akibat lapisan lipid yang tidak rata.
2.5

Mata kering evaporatif karena faktor intrinsik


1. Defisiensi minyak kelenjar Meibom
Kelenjar Meibom merupakan kelenjar yang menghasilkan
lapisan minyak pada lapisan air mata. Lapisan minyak pada air mata
sendiri berguna untuk mengurangi terjadinya penguapan secara
berlebihan pada lapisan akuos pada air mata. Apabila terjadi gangguan
produksi maupun defisiensi pada minyak kelenjar meibom akan
mengakibatkan evaporasi berlebih sehingga muncul gejala mata
kering.

24

Gambar 2.13 Kelenjar Meibom tersumbat

2. Kelainan dari kelopak mata


Kelainan kelopak mata seperti lagoftalmos maupun hal lain
menyebabkan kelopak mata tidak dapat menutup dengan sempurna
sehingga terjadi penguapan berlebih yang berujung pada gejala dry
eye disease.

Gambar 2.14 Lagopthalmos

Gambar 2.15 Trikiasis

3. Frekuensi berkedip
Frekuensi kedipan juga berpengaruh secara langsung dimana
kedipan akan meratakan air mata pada permukaan mata serta memicu
produksi air mata dan sekresi dari kelenjar air mata, Rata-rata orang
normal mengedipkan mata 17 kali /menit. Frekuensi akan
meningkat apabila sedang melakukan konversasi dan akan menurun
apabila sedang membaca.
25

4. Obat-obatan
Obat-obatan tertentu seperti antihistamin, dekongestan, obat
antihipertensi, isotretinoin dan anti depresan, bisa mengurangi
produksi air mata
2.6

Mata kering evaporatif karena faktor ekstrinsik


1. Defisiensi vitamin A
Defisiensi vitamin A dan kondisi lainnya seperti sindroma
Steven-Johnson, konjungtivitis kronik, dan trakoma menyebabkan
produksi musin menurun, sehingga lapisan air mata menjadi tidak stabil
dan menyebabkan mata kering.
2. Penggunaan obat-obatatan topikal yang berpengawet
Bahan-bahan pengawet pada obat-obatan tetes mata dapat
mengganggu kestabilan lapisan air mata sehingga dapat menyebabkan
mata kering, salah satu jenis pengawet obat tetes mata adalah
benzalkonium

klorida

beberapa

penelitian

menunjukan

bahwa

penggunaan jangka panjang obat tetes mata yang mengandung


komponen ini dapat meyebabkan ketidakstabilan lapisan air mata,
kerusakan sel-sel goblet, disrupsi sistem barrier kornea dan merusak
jaringan mata yang lebih dalam lagi.
3. Penggunaan lensa kontak
Pada penggunaan lensa kontak terjadi kelemahan otot-otot
Muller sehingga menurunkan frekuensi kedipan mata.
4. Faktor lingkungan seperti kelembaban dan alergi
Mata yang terpapar udara pada daerah yang kelembabannya
rendah, tingkat evaporasinya lebih tinggi, sehingga dapat memicu mata
kering.

26

BAB III
KESIMPULAN
3.1

Kesimpulan
Dry eye disease merupakan kelainan multifaktorial pada lapisan airmata

akibat berkurangnya produksi airmata atau penguapan airmata yang berlebihan yang
berhubungan dengan rasa tidak nyaman pada mata dan atau gejala pandangan
terganggu serta berujung gangguan pada permukaan bola mata.
Etiologi dan faktor resikonya bermacam-macam termasuk didalamnya adalah
usia, jenis kelamin, penggunaan obat-obatan tertentu, penyakit lain dan faktor
lainnya seperti penggunaan lensa kontak jangka panjang.
Penggunaan tetes mata artifisial direkomendasikan untuk tatalaksana mata
kering oleh karena efek samping dari penggunaannya minimal.
Selain dengan pengobatan, mata kering dapat dibantu dengan berkedip secara
teratur, meningkatkan kelembaban udara di rumah dan sekitar tempat kerja,
menggunakan kacamata hitam ketika berada di luar rumah
3.2

Saran
1. Di

bidang

penelitian

dan

pendidikan,

sebaiknya

penelitian

untuk

etiopatogenesis dari mata kering terus di lakukan dengan maksud penggunaan


teknologi terbaru dapat menjelaskan lebih detail berbagai faktor yang terkait
dengan perjalanan penyakit dari dry eye disease, sehingga dapat dicari solusi
untuk pencegahan serta tatalasananya.
2. Di bidang kemasyarakatan, sebaiknya masyarakat lebih waspada terhadap
faktor resiko dry eye disease terkait dengan pekerjaan, untuk mencegah
komplikasi buruk akibat mata kering.

27

Daftar Pustaka
-

Sidarta I.

Ilmu Penyakit mata Edisi

ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 2004, hal 140 141


-

James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes


Oftalmologi Edisi 9. Alih Bahasa Asri Dwi Rachmawati. Editor Amalia Safitri.
Penerbit Erlangga . Jakarta Hal 55-57

Vaughan,

Asbury

dkk.

Oftalmologi

Umum. Edisi 17. Paul Riordan-Eva, John P. Whitcher. Alih bahasa, Brahm.
Pendit ; Editor edisi bahasa indonesia, Diana Susanto. Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta. 2009. Hal : 91-95
-

International

Dry

Eye

Workshop

Subcommittee. The definition and classification of dry eye disease: report of the
definition and classification subcommittee of the International Dry Eye Work
-

Shop (DEWS - 2007). Ocul Surf 2007; 5: 75-92.


Dry eye disease - India Ophtalmology

Society : www.aios.org/cme/pppseries1.pdf
Dry eye disease
classification,

and

diagnosis

pathophysiology,

available

from

:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18452371
Khunara,

Opthalmology. 4th ed. New Age International. New Delhi: 2007.


Dry Eye Syndrome: Practice Essentials,

K.

Comprehensive

Background, Anatomy. 2015 Aug 17 [cited 2015 Sep 7]; Available from:
-

http://emedicine.medscape.com/article/1210417-overview
Sjogren Syndrome: Background, Etiology,
Epidemiology.

2015

Jun

19

[cited

2015

Sep

http://emedicine.medscape.com/article/332125-overview
Ophthalmologic

7];

Available

Manifestations

from:
of

Sjogren Syndrome: Overview, Etiopathophysiology, Clinical Evaluation. 2015


Aug
-

[cited

2015

Sep

7];

Available

from:

http://emedicine.medscape.com/article/1192919-overview
Herranz , Raul Martim , Herran, Rosa M.
Corrales.

OCULAR SURFACE Anatomy and Physiology, Disorders and

Therapeutic Care. CRC Press. New York: 2013


28

- Riordan-Eva, Paul & Whitcher, John P. Vaughan & Asbury General


Opthalmology. 17th ed. McGraw-Hill. New York: 2007

29

Anda mungkin juga menyukai