____________________________________
____________________________________
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta
Pendahuluan
Epilepsy merupakan satu kelainan yang ditandai dengan gejala kejang-kejang yang
berulang. Kejang ini berlaku akibat daripada gangguan fungsi cerebral yang ditimbulkan akibat
dari ketidak seimbangan cas impuls neuron paroxymal didalam otak. Hasilnya akan
menyebabkan neuron sensoris mahupun motorik terganggu dengan kelihatan pesakit mengalami
kejang-kejang, hilang kesadaran, kesukaran bernafas serta halusinasi. Epilepsi bisa menyerang
pelbagai peringkat umur dan serangan tidak disebabkan oleh kelainan neurologis pada pesakit.
Kejang yang berlaku umumnya sebentar dan akan pulih dengan sendirinya.
Skenario 4
Seorang lelaki berusia 23 tahun dibawa ke UGD RS UKRIDA setelah mengalami kejangkejang. Sebelumnya pasien sedang belajar hingga larut malam bersama teman-temannya lalu
tiba-tiba pasien jatuh dari tempat duduknya, kedua lengannya dan tungkai terlihat kaku dan
kemudian kejang-kejang dengan kedua matanya mengarah ke atas. Menurut temannya hal
tersebut terjadi lebih kurang 30 detik dan selepas itu pasien tidak sadarkan diri. Satu bulan yang
lalu pasien pernah mengalami hal yang sama namun belum berobat secara teratur ke dokter.
Pemeriksaan saraf cranial, sensorik, motorik dan reflex dalam batas normal.
Pemeriksaan tanda vital: Tekanan darah 130/70 mmHg, suhu 36.6C, Nafas 19 kali/minit, nadi
88 kali/minit.
Anamnesis
Anamnesis merupakan satu proses temuramah dokter dengan pasien untuk mengetahui
keluhan utama yang menyebabkan datangnya pasien ke rumah sakit. Selain ditanya keluhan,
ditanya juga riwayat lalu, riwayat keluarga yang member kemungkinan menyebabkan terjadinya
kelainan. Antara yang ditanyakan secara umum kepada pasien adalah;
Riwayat pribadi merupakn segala hal yang menyangkut pribadi pasien seperti data diri pasien
seperti nama, tanggal lahir, umur, alamat, suku, agama, dan pendidikan.
Riwayat penyakit dahulu merupakan riwayat penyakit yang pernah di derita pasien pada masa
lampau yang mungkin berhubungan dengan penyakit yang dialami sekarang.
Riwayat keluarga meliputi segala hal yang berhubungan dengan peranan herediter dan kontak
antara anggota keluarga mengenai penyakit yang dialami.
Sekiranya pasien tidak dapat ditemuramah oleh kerana tidak sadar, bisa ditanyakan kepada
orang tua, saudara terdekat ataupun teman yang rapat dengan pasien. Ini dipanggil
alloanamnesis.
Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
Umumnya setiap pasien dilakukan pemeriksaan vital iatu;
Tekanan darah
Frekuensi nadi
Suhu tubuh
Frekuensi pernafasan
Setelah melalukan pemeriksaan tanda vital, perlu lihat lidah untuk memastikan ada kecederaan
atau tidak dan melihat ada atau tidak inkontinasi urin untuk melihat panjang mana serangan
kejang berlaku. Selain itu dilakukan cuba berkomunikasi dengan pasien untuk melihat tingkat
kesadarannya. Tidak banyak pemeriksaan fisik yang bisa dilakukan kerana umumnya epilepsy
mudah dikenalpasti.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan pertama seharusnya adalah pemeriksaan kira sel, gula darah sewaktu, tes
fungsi ginjal, hati dan tes serologi untuk sifilis. Ia penting untuk menyingkirkan terjadinya
infeksi yang menyebabkan timbulnya epilepsy.
Elektroenchepalography (EEG) bisa membantu didalam menegakkan diagnosis epilepsy.
Epilepsy akan menyebabkan terjadinya gambaran spike wave dimana terdapat peningkatan yang
sangat tinggi pada cetusan elektrik saraf. Penentuan jenis kejang sangat penting untuk
menentukan jenis terapi yang sepatutnya. Selain itu, EEG juga dapat membantu untuk menilai
dimanakah lokasi terjadinya kelainan dan ia sangat membantu sekiranya pembedahan mahu
dilakukan.
Diagnosis
Diagnosis Kerja
Datangnya pasien dengan kejang-kejang berkemungkinan oleh kerana epilepsy ataupun
meningitis. Pemeriksaan suhu adalah normal dimana tiada demam didapati, maka meningitis bisa
disingkirkan. Selain itu, menurut teman-temannya, pasien kejang-kejang secara tiba-tiba ketika
sedang belajar. Ditambah pula, pasien belajar hingga lewat malam yang bisa menimbulkan stress
yang bisa memicu kepada sserangan epilepsy. Maka diduga pasien mengalami epilepsy.
Gejala kejang-kejang pasien adalah;
Jadi berdasarkan gejala-gejala kejang pasien ini dapat kita melakukan diagnosis kerja bahawa
pasien menderita epilepsy dengan kejangnya dikategori tonik-klonik.
Diagnosis Banding
1. Meningitis
Meningitis juga bisa menyebabkan pasien kejang-kejang, namun begitu pada meningitis
seringnya didahului dengan gejala prosormal. Pasien tidak mengalami demam berdasarkan
pengukuran suhu tubuh. Meningitis juga mempunyai tanda-tanda khas seperti kaku kuduk,
menggigil, muntah serta tidak hilang kesadaran.
2. Transient Ischemic Attack
Merupakan penyakit yang menyerang otak akibat aliran darah ke otak berkurang. Gejala yang
timbul adalah gejala neurologis fokal yang juga timbul mendadak dan bisa pulih kembali dalam
waktu 24 jam. Namun ia bisa disingkirkan berdasarkan tempoh waktu serangan berlaku, dimana
pada TIA gejalanya lebih lama, kejangnya tidak menyebar hanya berdasarkan lokasi otak yang
terjejas. Selain itu pada TIA pasien akan mengalami lemah serta kaku anggota tubuh manakala
pada epilepsy pasien akan kejang-kejang serta parestesia.
3. Sinkop
Sinkop sering terjadi akibat dari emosi yang stress, akibat sakit, regangan ataupun perubahan
postural. Namun begitu pada sinkop seringnya pasien akan mengalami nausea, berpeluh, pucat
dan lemah tubuh yang mengakibatkan terjadinya serangan kejang.
4. Cardiac Dysrhythmias
Cardiac dysrhythmias akan menyebabkan berlakunya kekurangan perfusi darah ke otak
menimbulkan gejala neurologis fokal. Ini dapat diketahui melalui riwayat pasien yang pernag
mengalami serangan jantung ataupun masalah vascular.
Etiologi
Epilepsi mempunyai pelbagai etiologi dimana etiologi ini bergantung kepada usia pasien
ketika onset serangan berlaku. Berikut adalah etiologi-etiologi epilepsy;
1. Idiopatik epilepsy
Tiada kelainan neurologis ditemui serta tiada punca spesifik yang bisa ditemukan. Seringnya
pasien adalah didalam lingkungan umur 5 hingga 20 tahun tapi juga bisa berlaku pada umur
selainnya.
2. Usia anak
Kelainan congenital serta cedera pada usia perinatal bisa menyebabkan berlakunya serangan
epilepsy pada usia anak dan dewasa.
3. Kelainan Metabolik
Gejala withdrawal alcohol ataupun narkoba merupakan punca yang sering menyebabkan
serangan epilepsy yang berulang. Selain itu, kedaan uremia, hipoglisemia, hiperglisemia juga
bisa menyebabkan berlakunya serangan epilepsy.
4. Trauma
Trauma merupakan punca yang penting yang menyebabkan berlakunya kejang pada sebarang
umur terutamanya usia muda. Epilepsy postraumatik sering berlaku sekiranya berlakunya trauma
pada duramater dan epilepsy akan tampak setelah 2 tahun trauma.
5. Tumor
Ia bisa menimbulkan epilepsy pada sebarang umur terutamanya pada usia pertengahan dan lanjut
usia. Kejang merupakan antara tanda awal terdapatnya tumor di otak dan selalunya kejang ini
muncul sekiranya lesi melibatkan bahagian frontal, parietal serta temporal serebrum.
6. Kelainan Vaskular
Penyakit vascular meningkatkan risiko terjadinya kejang terutama pada usia lanjut dan antara
sebab utama terjadinya epilepsy pada usia di atas 60 tahun.
7. Kelainan Degeneratif
Kelainan degenerative seperti Alzheimer merupakan antara punca terjadinya kejang pada usia
lanjut.
8. Penyakit Infeksi
Ia bisa terjadi pada sebarang umur. Contoh-contoh penyakit yang bisa menyebabkan berlakunya
kejangngan adalah meningitis bakterialis, herpes enchepalitis, neurosifilis, toxoplasmosis,
cryptococcal meningitis serta bases otak.
Epidemiologi
Secara garis besar epilepsy terbahagi kepada dua iatu kejang partial dan kejang general.
Setiap kejang ini pula kana terbahagi pula kepada bahagian-bahagian tersendiri. Berikut adalah
klasifikasi kejang;
Kejang Partial;
Simple partial
Complex partial
Kejang General
1.
Menifestasi klinisnya terjadi oleh symptom motorik fokal seperti kejang ataupun juga symptom
somatosensori dimana pasien merasakan seperti kesemutan serta parasthesia. Selain itu pasien
juga merasakan sensasi seperti kerdipan cahaya di mata serta bunyi berdengung di telinga
dimana bisa melibatkan organ-organ sensoris. Selain sensoris, pasien juga bisa merasakan rasa
seperti kelainan di epigastrik, berpeluh, flushing serta dilatasi pupil. Kadang kala ia juga bisa
mendatangkan halusinasi saat serangan. Pasien tidak mengalami kehilangan kesedaran pada
2,5
ketika ini.
4. Kejang Atipikal
Perubahan tonus kejang pasien terlihat lebih jelas serta onset serangan berlaku secara perlahanlahan.
5. Kejang Myoclonic
Pasien mengalami sentakkan single ataupun multiple
6. Kejang Tonik-klonik (Grand Mal)
Pasien hilang kesadaran dengan tiba-tiba, tubuh menjadi keras dan jatuh sekiranya duduk atau
berdiri. Pernafasan juga bisa terbehenti. Fasa ini dipanggil fasa tonik dan berlangsung tidak lebih
dari satu minit sentakan tubuh ataupun klonik akan menyusul selepas itu dan akan berlangsung
sekitar dua atau tiga minit lalu diikuti fasa koma. Semasa serangan pasien mungkin akan tergigit
1,6
lidahnya, inkontinasi urin dan feses dan bisa menyebabkan kecederaan pada pasien.
Patofisiologi
Epilepsy adalah satu gabungan gejala kelainan neurologis dimana ditandai dengan
serangan kejang dan serangan epilepsy yang berulang-ulang. Epilepsy berlaku akibat berlakunya
ketidak seimbangan diantara rangsangan excitatory dan inhibitory didalam neuron cortex yang
berlaku secara tiba-tiba lalu menyebabkan berlakunya berlebihan excitatory. Sekiranya keadaan
ini berlaku di cortex visual, maka menifestasi klinis pasien adalah kelainan didalam penglihatan.
2,3
Menifestasi Klinis
Berubahan nonspesifik akan berlaku pada pasien dimana pasien bisa mengalami gejala
seperti;
Pusing
Perubahan mood/emosi
Capet
Otok-otok menyentap ssendirinya
Gejala diatas jelas kelihatan pada saat aura dimana ia akan timbul beberapa saat hingga minit
sebelum serangan kejang bermula. Aura ataupun kejang simple partial juga merupakan salah satu
gejala serangan epilepsy dimana ia timbul akibat dari jejas bahagian tertentu. Pada individu
tertentu, datangnya aura bisa membuatkan dirinya bersedia untuk menghadapi serangan kejangkejang seperti seseorang itu sedang memandu lalu timbul rasa seperti pening, perubahan mood,
telinga berbunyi maka ia akan memberhentikan mobilnya untuk memastikan serangan berlaku
dengan selamat. Selang beberapa minit setelah kejang selesai, pasien akan kembali normal dan
2,3
akan menyambung kembali pemanduan.
Pada kebanyakkan pasien serangan berlaku secara tiba-tiba dan tidak bisa diandalkan.
Namun begitu ia sering berlaku pada waktu-waktu tertentu seperti sewaktu tidur ataupun dalam
keadaan tertentu seperti;
Kurang tidur
Tidak makan/kelaparan
Menstruasi
Withdrawal alcohol ataupun obat
Selain itu, kejang juga bisa dicetuskan oleh demam ataupun infeksi. Pada sesetangah pasien,
kejang bisa dicetuskan oleh kerana cahaya flash televisi ataupun skrin computer yang berkelip
ataupun dari music atau juga akibat dari membaca.
Penatalaksanaan Epilepsi
Penatalaksanaan Umum
Untuk pasien dengan kejang yang berulang penatalaksanaan dengan obat adalah bertujuan untuk
menghalang dari berlakunya serangan yang berikutnya dan dan diteruskan sehingga tiada lagi
kejang selama 3 tahun. Pasien dengan epilepsi dinasihatkan untuk mengelakkan dari situasi yang
dapat membahayakan dan mengancam nyawa sekiranya berlaku kejang yang seterusnya.
1. Pemilihan Obat
Pengobatan yang terbaik dimulai tergantung pada jenis kejang harus diperlakukan (Tabel).
Dosis obat yang dipilih secara bertahap ditingkatkan sampai kejang dapat dikendalikan ataupun
kenaikan lebih lanjut dicegah untuk mengelakkan efek samping . Jika kejang terus berlanjut
walaupun pengobatan di dosis toleransi maksimal, obat kedua ditambahkan dan dosis
ditingkatkan tergantung pada toleransi, obat pertama kemudian secara bertahap ditarik. Dalam
pengobatan kejang tonik-klonik parsial dan umum sekunder, tingkat keberhasilan yang lebih
tinggi dengan carbamazepine, fenitoin, atau asam valproik dibandingkan dengan fenobarbital
atau primidone.Gabapentin, topiramate, lamotrigin, oxcarbazepine, levetiracetam, dan
zonisamide adalah obat antiepilepsi baru yang efektif untuk kejang umum sebagian atau
sekunder. Felbamate juga efektif untuk kejang seperti ini, tetapi, karena dapat menimbulkan
anemia aplastik atau kegagalan hati fulminan, harus digunakan hanya pada pasien tertentu tidak
1,2,3
responsif terhadap obat lain. Tiagabine adalah agen adjuntif lain untuk kejang parsial.
Valproate lebih baik ditoleransi daripada lamotrigin topiramate dan lebih mujarab dari dan
dengan demikian banyak pilihan untuk pasien dengan kejang umum atau unclassified, tetapi
potensi teratogenik yang membuat penggunaannya tidak diinginkan pada wanita usia
subur. Fenitoin, fenobarbital, dan carbamazepine juga berpotensi teratogenik. Para teratogenisitas
dari obat anti kejang baru kurang jelas, walaupun ada bukti bahwa lamotrigin, oxcarbazepine,
dan mungkin topiramate teratogenik. Pada kebanyakan pasien dengan kejang dari jenis tunggal,
kontrol memuaskan dapat dicapai dengan obat antikonvulsan tunggal. Pengobatan dengan dua
obat lebih lanjut dapat mengurangi frekuensi serangan atau keparahan, tetapi biasanya hanya
pada biaya toksisitas yang lebih besar. Pengobatan dengan lebih dari dua obat ini hampir selalu
2,3
Obat
Dosis
dewasa
Jumlah
Dosis
harian
Waktu
Kadar
mencapai
obat
kadar steady optimal
state
5-10 hari
10-20
Nystagmus, ataxia,
dysarthria, sedation,
confusion, gingival
hyperplasia,
hirsutism,
megaloblastic
anemia, blood
dyscrasias, skin
rashes, fever,
systemic lupus
erythematosus,
lymphadenopathy,
peripheral
neuropathy,
dyskinesias.
Nystagmus,
dysarthria, diplopia,
ataxia, drowsiness,
nausea, blood
dyscrasias,
hepatotoxicity,
hyponatremia. May
exacerbate
myoclonic seizures.
Nausea, vomiting,
diarrhea,
drowsiness,
alopecia, weight
gain, hepatotoxicity,
thrombocytopenia,
tremor, pancreatitis.
Drowsiness,
nystagmus, ataxia,
skin rashes, learning
difficulties,
hyperactivity
Carbamazepin
e (extendedrelease
formulation)
6001200mg
2-3(2)
3-4
4-8
Valproic acid
15002000mg
2-4
50-100
Phenobarbital
100-200 mg 14-21
12-14
10-40
Primidone
7501500mg
4-7
Sedation,
nystagmus, ataxia,
vertigo, nausea, skin
rashes,
megaloblastic
anemia, irritability.
Lamotrigine1,2,5
100-500mg
45
Topiramate14
200-400mg
Oxcarbazepine1,
9001800mg
10003000mg
2-3
Zonisamide1
200-600mg
1-2
10
Tiagabine1
32-56mg
Levetiracetam1,
2
Sedation, skin
rash, visual
disturbances,
dyspepsia, ataxia.
Somnolence,
nausea,
dyspepsia,
irritability,
dizziness, ataxia,
nystagmus,
diplopia,
glaucoma, renal
calculi, weight
loss,
hypohidrosis,
hyperthermia.
Seperti
carbamazepine
Somnolence,
ataxia, headache,
behavioral
changes.
Somnolence,
ataxia, anorexia,
nausea, vomiting,
rash, confusion,
renal calculi. Do
not use in patients
with sulfonamide
allergy.
Somnolence,
Pregabalin1
150300 mg 2
2-4
Gabapentin1
9003600
mg
Felbamate1,3,6
12003600
mg
4-5
anxiety,
dizziness, poor
concentration,
tremor, diarrhea.
Somnolence,
dizziness, poor
concentration,
weight gain,
thrombocytopeni
a, skin rashes,
anaphylactoid
reactions.
Sedation, fatigue,
ataxia,
nystagmus,
weight loss
Anorexia, nausea,
vomiting,
headache,
insomnia, weight
loss, dizziness,
hepatotoxicity,
aplastic anemia.
5-10
40-100
mcg/mL
Valproic acid
2-4
50100mcg/mL
20-80 ng/mL
Clonazepam
15002000
mg
0.040.2
Nausea,
vomiting,
anorexia,
headache,
lethargy,
unsteadiness,
blood
dyscrasias,
systemic
lupus
erythematosus
, urticaria,
pruritus
Lihat diatas
Drowsiness,
mg/kg
ataxia,
irritability,
behavioral
changes,
exacerbation
of tonic-clonic
seizures
Myoclonic seizures
Valproic acid 15002000
mg
Clonazepam 0.040.2
mg/kg
2-4
50-100
mcg/mL
20-80
ng/mL
Lihat diatas
Lihat diatas
2,3
Pemantauan tingkat serum obat telah menyebabkan kemajuan besar dalam pengelolaan gangguan
kejang. Dosis harian yang sama bagi obat tertentu menyebabkan konsentrasi darah sangat
berbeda pada pasien yang berbeda, dan ini akan mempengaruhi respon terapeutik. Secara umum,
dosis agen antiepilepsi ditiingkatkan tergantung pada respon klinis tanpa melihat dari tingkat
serum obat. Tingkat obat paling rendah kemudian diukur untuk memberikan titik acuan untuk
dosis toleransi maksimal.Takaran dosis tidak harus didasarkan hanya pada tingkat serum karena
banyak pasien membutuhkan tingkat yang melebihi kisaran terapeutik ("toxicity level") tetapi
mentoleransinya tanpa efek sakit. Tingkat obat Steady-state dalam darah harus diukur setelah
pengobatan dimulai, dosis berubah, atau obat lain yang ditambahkan pada rejimen terapeutik dan
ketika kejang yang kurang terkontrol. Dosis penyesuaian kemudian dipandu oleh hasil
laboratorium. Penyebab paling umum dari konsentrasi obat lebih rendah dari yang diharapkan
untuk dosis yang diresepkan adalah ketidakpatuhan pasien . Kepatuhan dapat ditingkatkan
dengan membatasi hingga minimum jumlah dosis harian. Kejang berulang atau status epilepticus
dapat terjadi jika obat yang diambil tak menentu, dan pada beberapa keadaan pasien patuh
mungkin lebih baik tanpa obat apa pun.
Semua obat antikonvulsan memiliki efek samping, dan beberapa di antaranya ditunjukkan dalam
Tabel pengobatan. Pada kebanyakan pasien, periksaan darah lengkap harus dilakukan setidaknya
setiap tahun karena adanya risiko anemia atau dyscrasia darah . Pengobatan dengan obat-obatan
tertentu mungkin membutuhkan pemantauan lebih sering atau penggunaan tes skrining
tambahan. Misalnya, tes periodik fungsi hepatik diperlukan jika asam valproik, karbamazepin,
atau felbamate digunakan, dan test darah serial penting pada penggunaan carbamazepine,
2,3,4
Pengurangan Dosis harus dilakukan secara bertahap selama beberapa minggu atau
bulan, dan obat harus ditarik satu per satu. Jika kejang
berulang, pengobatan dikembalikan dengan obat yang sama digunakan
sebelumnya. Kejang tidak lebih sulit untuk dikontrol setelah kambuhnya kejang daripada
2,3
sebelumnya.
Penatalaksanaan Bedah
Pasien epilepsi yang dapat disembukan secara pembedahan atau kejang refrakter akibat
pengobatan farmakologis mungkin menjadi kandidat untuk pengobatan operasi, .
Pengobatan oleh stimulasi kronis saraf vagal adalah untuk orang dewasa dan remaja dengan
kejang refractory onset parsial secara medikal disetujui di Amerika Serikat dan
memberikan pendekatan alternatif bagi pasien yang tidak layak secara optimal untuk
perawatan bedah. Mekanisme tindakan terapeutiknya tidak diketahui. Efek samping
2,3
Pada pasien yang hanya mengalamii satu kejang, sepertii yang diuraikan di atas seharusnya
dikecualikan dari diberikan pengobatan khusus kepada penyebab yang mendasarinya. Sebuah
EEG juga harus dilakukan, sebaiknya dalam waktu 24 jam setelah pkejang , karena hasilnya
dapat mempengaruhi manajemen-terutama bila kelainan fokal hadir. Terapi obat profilaksis
antikonvulsan umumnya tidak diperlukan kecuali serangan lebih lanjut terjadi atau hasil
investigasi mengungkapkan beberapa patologi yang mendasari bahwa itu sendiri adalah tidak
dapat diobati. Risiko kekambuhan kejang bervariasi dalam seri yang berbeda antara sekitar 30%
dan 70%. Epilepsi tidak boleh didiagnosis berdasarkan suatu kejang soliter . Diagnosis epilepsi
tidak akurat, dan terapi jangka panjang obat antikonvulsan profilaksis tidak diperlukan jika
kejang terjadi dalam konteks sementara, gangguan sistemik nonrecurrent seperti anoksia
2,3
serebral akut.
Satu atau lebih kejang tonik-klonik umum mungkin terjadi dalam waktu 48 jam atau lebih dari
penarikan dari alkohol setelah periode asupan tinggi atau kronis. Pasien harus dirawat di rumah
sakit selama paling sedikit 24 jam untuk observasi dan mengikut tahap keparahan gejala
penarikan. Jika kejang memiliki fitur fokus konsisten, kemungkinan kelainan struktural terkait,
sering akibat trauma, harus dipertimbangkan. Head CT scan atau MRI harus dilakukan pada
pasien dengan onset baru kejang umum dan apabila terdapat fitur fokus berhubungan dengan
kejang. Pengobatan dengan obat-obat anticonvulsant umumnya tidak diperlukan untuk kejang
penarikan alkohol, karena mereka sendiri terbatas. Benzodiazepin (diazepam atau lorazepam)
adalah efektif dan aman untuk mencegah serangan lebih lanjut. Status epilepticus mungkin
jarang mengikuti penarikan alkohol dan dikelola sepanjang garis konvensional (lihat di
bawah). serangan lebih lanjut tidak akan terjadi jika pasien menahan diri dari menkonsumsi
2,3
alkohol.
Ketidakpatuhan dengan regimen obat antikonvulsan adalah penyebab paling umum Status
epilepticus Tonik-klonik ; penyebab lain mencakup penarikan alkohol, infeksi intrakranial atau
neoplasma, gangguan metabolisme, dan overdosis obat. Angka kematian bisa setinggi 20%, dan
di antara korban kejadian gejala sisa neurologis dan mental mungkin tinggi.Prognosis berkaitan
dengan jangka waktu antara onset epilepticus status dan awal pengobatan yang efektif.
Status epilepticus adalah keadaan gawat darurat . Penatalaksanaan awal meliputi pemeliharaan
jalan napas dan dekstrosa 50% (25-50 mL) infus dalam kasus yang disebabkan oleh
hipoglikemia. Jika kejang terus berlanjut, sebuah bolus intravena lorazepam, 4 mg, diberikan dan
diulang sekali setelah 10 menit jika diperlukan; alternatif, 10 mg diazepam diberikan intravena
selama 2 menit, dan dosis diulang setelah 10 menit jika perlu . Ini biasanya efektif dalam
menghentikan kejang untuk periode singkat tapi kadang-kadang menyebabkan depresi
2,3
pernafasan.
Tanpa menghiraukan dari respon terhadap lorazepam atau diazepam, fenitoin (18-20 mg / kg)
diberikan lewat intravena pada tingkat 50 mg / menit, ini memberikan inisiasi kepada kontrol
terhadap kejang jangka panjang. Obat ini terbaik disuntikkan langsung tetapi juga dapat
diberikan dalam bentuk Saline, namun Saline akan menjadi presipitat, jika disuntikkan ke dalam
solusi yang mengandung glukosa. Karena aritmia dapat terjadi selama administrasi cepat
fenitoin, pemantauan elektrokardiografi adalah diperlukan. Hipotensi dapat mempersulit
administrasi fenitoin, terutama jika diazepam juga telah diberikan. Di banyak negara, fenitoin
yang disuntik telah digantikan oleh fosphenytoin, yang cepat dan benar-benar dikonversi ke
fenitoin setelah pemberian intravena. Tidak ada penyesuaian dosis diperlukan karena
fosphenytoin dinyatakan dalam kadar yang setara dengan fenitoin (PE); fosphenytoin cenderung
tidak menyebabkan reaksi di lokasi infus, fosphenytoin dapat diberikan dengan semua solusi
1,5
infus umum, dan dapat diberikan pada tingkat yang lebih cepat (150 mg PE / menit).
Jika kejang terus, fenobarbital kemudian diberikan dalam dosis muatan 10-20 mg / kg intravena
melalui suntikan lambat atau intermittent (50 mg / menit). depresi pernapasan dan hipotensi
adalah komplikasi umum dan harus diantisipasi,ini mungkin terjadi juga dengan diazepam ,
walaupun jarang berlaku. Jika langkah-langkah ini gagal, anestesi umum dengan bantuan
ventilasi dan blokade neuromuskuler junction mungkin diperlukan. Alternatif lain adalah dengan
pemberian midazolam intravena kerana pemberian midazolam intravena dapat menyediakan
kontrol terhadap status epilepticus refraktori, dosis muatan yang disarankan adalah 0,2 mg / kg,
diikuti dengan 0,05-0,2 mg / kg / jam.
Setelah status epilepticus dikendalikan, penatalaksanaan obat oral untuk pengelolaan jangka
panjang kejang dimulai, dan investigasi penyebab gangguan adalah dikenalpasti.
1,4
Absen (petit mal) dan kompleks status epilepticus parsial ditandai dengan fluktuasi status mental
abnormal, kebingungan, gangguan untuk berespon, dan otomatisme . Elektroensefalografi sangat
membantu baik dalam membangun diagnosis mahupun dalam membezakan kedua dua jenis
kejang ini . Perawatan awal dengan diazepam intravena atau lorazepam biasanya membant ,
tetapi fenitoin, fenobarbital, carbamazepine, dan obat-obatan lainnya juga mungkin diperlukan
2,3
untuk mendapatkan dan mempertahankan kontrol di status epilepticus parsial kompleks.
2. Trauma
Trauma atau cedera bisa berlaku akibat kejang menyerang tiba-tiba dimana pasien mungkin
terjatuh dari posisi sedang duduk atau berdiri. Kecelakaan mobil juga bisa terjadi saat serangan
4,5
Kerosakan bisa terjadi berdasarkan beratnya serangan serta lokasi serangan. Biasanya
kerosakkan otak terjadi apabila epilepsy yang berlaku yang disebabkan oleh masalah vaskuler.
4. Perubahan Emosional
Perubahan emosional berkemungkinan akibat berlaku kerosakkan bahagian tertentu otak.
5. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku juga berhubungan dengan kerosakkan bahagian tertentu otak.
Pengobatan
Prognosis
Epilepsi secara umumnya tidak merbahaya serta pasien epilepsy bisa hidup secara
normal. Epilepsy tidak bisa diobati cuma ia bisa dicegah. Kebanyakkan serangan epilepsy juga
jarang menimbulkan kerosakkan otak. Pengobatan yang teratur lebih dari 2 tahun bisa membantu
pasien mengawal serangan.
Pencegahan
1.Obat anti-kejang bisa sepenuhnya mencegah terjadinya grand mal pada lebih dari separuh
penderita epilepsi.
2.Pasien menahan diri dari menkonsumsi alkohol.
3.Elakkan trauma kapitis pada olahraga dengan memakai helm
Penutup
Epilepsi umumnya bukanlah satu serangan yang membahayakan kesihatan manusia.
Serangan yang berlaku akibat dari ketidak seimbangan impuls listrik di neural paroxysmal akan
menyebabkan berlaku kelainan pada saraf motori juga sensorik yang membawa kepada gejalagejala seperti kejang-kejang, inkontinensi urin dan feses, hilang kesadaran, depresi pernafasan
serta halusinasi. Hasil pengobatan yang teratur memberi hasil yang baik dan secara umumnya
serangan epilepsy tidak fatal melainkan serangan berlaku pada ketika memandu atau berenang
yang bisa mendatangkan kecelakaan.
Daftar Pustaka
1. Micheal J. Aminoff, DSc , MD , FRCP (UK),Epilepsy, Current Medical Diagnosis and
Treatment 2010 49th edition Lange Medical Publications ,949-956
2. Warrell, David A.; Cox, Timothy M.; Firth, John D.; Benz, Edward J., Diabetes Oxford
Textbook of Medicine Ebook, 4th edition (September 15, 2005)
3. Daniel H. Lowenstein Seizures and Epilepsy. Harrisons Principles of Internal Medicine
17th ed 2009. Vol. 2 2354-2368
4. Bertram G. Katzung, MD, PhD Pancreatic hormon and antidiabetic drugs Basic &
Clinical Pharmacology 11th ed 2009 Ebook ,Lange Medical Publications
5. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/epilepsy.html
7. Benjamin C. Wedro, MD, FACEP, FAAEM Epilepsy, diunduh pada 24/1/2011 dari :
http://www.medicinenet.com/seizure/article.htm