Oleh:
Evi Kurniawati
051414153005
BAB I
PENDAHULUAN..............................................................................................
3
BAB II APLIKASI..........................................................................................................
6
1. Next day Salmonella spp. detection method based on real-time PCR for
meat, dairy and vegetable food products (Lazaro et al., 2014)
6
2. Practical coliforms and Escherichia coli detection and enumeration for
industrial food samples using low-cost digital microscopy (Sangadkit et
al., 2012)
13
3. Prevalence, identication and molecular characterization of Cronobacter
sakazakii isolated from retail meat products (Mohammed et al., et al.,
2015)
18
BAB III PENUTUP..........................................................................................................
24
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................
25
BAB I
PENDAHULUAN
Produk makanan, seperti susu dan produk daging yang mencakup keju,
susu bubuk, susu fermentasi, sosis, dan sebagainya, peka terhadap pencemaran
dengan Enterobcter sakazakii pada susu bubuk formula bayi telah diduga menjadi
penyebab beberapa wabah penyakit pada bayi (Chen et al., dalam Chiang et al.,
2012).
Metode diagnostik molekuler berdasarkan analisis DNA, misalnya
polymerase chain reaction (PCR), multipleks PCR, DNA probe, dan biochip,
telah digunakan untuk mendeteksi patogen makanan (de Boer dan
Beumer, dalam Chiang et al., 2012). Biochips memungkinkan deteksi simultan
dan identifikasi dari beberapa mikroorganisme patogen dalam waktu yang relatif
singkat. Warsen et al. (2004) secara bersamaan mendiskriminasi 18
mikroba termasuk 15 patogen pada ikan dalam satu array berdasarkan kaca
slide. Laporan juga menunjukkan bahwa macroarray berbasis DNA bisa
digunakan sebagai alat yang ampuh untuk mendeteksi patogen yang ada pada
makanan.
Wang et al (2015) telah mengembangkan metode fluoroimmunoassay
dengan menggunakan multicolor qantum dots (Qds) sebagai probe fluorescent
untuk deteksi simultan, sensitif, dan cepat tiga spesies bakteri patogen utama,
yaitu, Salmonella enteritidis, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Multicolor Qds, dengan panjang gelombang emisi yang berbeda pada 504 nm,
557 nm dan 604 nm, yang masing-masing terkonjugasi dengan antibodi anti-S.
enteritidis, anti-S. aureus dan anti-E. coli. Melalui pengenalan imunologi, bakteri
sasaran ditangkap oleh QD-antibodi konjugat secara selektif dan cepat. Intensitas
fluorescence kompleks final (diukur pada 504 nm, 557 nm dan 604 nm) telah
meningkat secara teratur sesuai dengan peningkatan jumlah sel bakteri target.
Perubahan Intensitas fluorescence (F) sebagai fungsi dari jumlah sel (N) telah
ditemukan untuk masing-masing tiga bakteri sasaran. Metode fluoroimmunoassay
multipleks ini telah diterapkan untuk sembilan jenis sampel makanan, yaitu air
soda, air mineral, jus apel, susu, saus tomat, saus ayam, puding, keju dan daging
yang dijual super market lokal di Cina, untuk membuktikan kemampuan antiinterferensi yang kuat dan berbagai aplikasi.
Tujuan dari tulisan ini akan membahas secara singkat beberapa metode
yang dapat digunakan dalam mendeteksi mikrobia berbahaya pada bahan pangan,
yang meliputi Salmonella, E. Colli dan E. sakazaki untuk tujuan pengawasan dan
pengendalian mutu yang akurat.
BAB II
APLIKASI
Pada penjelasan berikut, akan dipaparkan contoh aplikasi metode untuk
pengembangan metode deteksi dalam rangka pengawasan dan pengendalian yang
akurat terhadap mikrobia berbahaya pada bahan pangan (salmonella, e. coli dan e.
sakazaki):
1. Next day Salmonella spp. detection method based on real-time PCR for meat,
dairy and vegetable food products (Lazaro et al., 2014).
Metode mikrobiologi standar untuk mendeteksi Salmonella bergantung
pada beberapa langkah kultural dan membutuhkan waktu lebih dari 5 hari untuk
konfirmasi akhir, dan sebagai akibatnya ada kebutuhan untuk metodologi yang
cepat sebagai alternatif untuk deteksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
EDTA, pH 8,0; dan 1,2% Triton X-100, dan DNA bakteri diekstrak menggunakan
QIAamp DNA Mini kit (QIAGEN, Hilden, Jerman) sesuai instruksi pabrik.
Deteksi Salmonella spp. dengan RTi-PCR dilakukan dengan menggunakan
3 l direct DNA extract sebagai template. Reaksi dijalankan pada Applied
BioSystems 7500-Applied BioSystems, Foster City, USA. Amplifikasi dilakukan
dengan menggunakan tahap pemanasan awal pada 95C selama 10 menit, diikuti
40 tahap siklus denaturasi pada 95C selama 30 detik dan tahap annealing pada
55C selama 60 detik. Fluorescence tercatat hanya pada tahap akhir annealing.
Tiga replikasi PCR digunakan untuk masing-masing sampel. Jika assay
menunjukkan nilai quantification cycle (Cq) 40 dan tidak tergantung pada nilai
IAC Cq, hasilnya diinterpretasikan sebagai positif. Jika assay menunjukkan nilai
Cq 40 dengan nilai IAC Cq 40 diinterpretasikan sebagai negatif. Jika assay
menunjukkan baik target dan berhubungan dengan nilai IAC Cq 40 reaksi
dianggap gagal. Ketika setidaknya satu dari tiga replikasi PCR positif, sampel
diidentifikasi terkontaminasi Salmonella spp.
Kemudian nilai-nilai Cq yang teramati dari replikasi per kondisi yang diuji
dianlisis dengan uji t dan analisis ANOVA pada derajat kepercayaan 95% untuk
mempelajari apakah ada perbedaan signifikan dalam nilai-nilai Ct yang diperoleh
diantara matriks makanan yang berbeda, metode PCR, ukuran sampel, jumlah
bakteri dan waktu inkubasi, dan dilanjutkan dengan Post-hoc Duncan test.
Hasil RTi-PCR kualitatif diperoleh untuk produk makanan yang dianalisis
dan dari semua kombinasi ditunjukkan pada Tabel 1-4. Dalam semua
matriks makanan, deteksi semua sampel mengandung kontaminasi artifisial
Salmonella spp. rendah. (2-4 CFU per sampel) tidak teramati setelah 6 jam
inkubasi dengan mengabaikan protokol ekstraksi DNA yang digunakan (Tabel 14). Deteksi baru mungkin pada saat inkubasi, setidaknya, selama 10 jam, kecuali
untuk metode rapid DNA extraction perebusan pada daging babi dan unggas
(Tabel 1-4). Namun, nilai-nilai Cq diperoleh berbeda untuk matriks dan variabel
uji yang berbeda: nilai-nilai Cq lebih variabel untuk keju dan RTE salad (Gbr. 2).
Gambar
rata
variasi
dari 3
ekstraksi
berbeda
berbagai
makanan
2. Ratakoefisien
(CV%)
metode
yang
dalam
matriks
Tabel 1. Mean SD untuk nilai Ct pada Salmonella spp. dalam sampel daging babi. Huruf besar
menunjukkan perbedaan yang bermakna antar metode dalam analisis ANOVA, sementara huruf
kecil menunjukkan perbedaan yang bermakna dalam grup (p < 0,05). Blank sample (tanpa
Salmonella) kesemuanya negatif
Untuk daging babi, unggas, dan RTE salad, tiga variabel yang diuji
menunjukkan dampak yang berbeda pada hasil Cq (Tabel 1-3). Sementara
hasil Cq yang diperoleh dengan menggunakan metode ekstraksi DNA dan ukuran
sampel yang berbeda tidak berbeda secara statistik (p > 0,05) (Tabel 1-3), hasil Cq
yang diperoleh setelah waktu inkubasi yang berbeda secara statistik berbeda (p <
0,05), dan hasil Cq diperoleh untuk tingkat kontaminasi artifisial yang berbeda
adalah berbeda secara statistik (p < 0,05).
Tabel 2. Mean SD untuk nilai Ct pada Salmonella spp. dalam sampel daging unggas. Huruf
besar menunjukkan perbedaan yang bermakna antar metode dalam analisis ANOVA, sementara
huruf kecil menunjukkan perbedaan yang bermakna dalam grup (p < 0,05). Blank sample (tanpa
Salmonella) kesemuanya negatif
Tabel 3. Mean SD untuk nilai Ct pada Salmonella spp. dalam sampel RTE salad. Huruf besar
menunjukkan perbedaan yang bermakna antar metode dalam analisis ANOVA, sementara huruf
kecil menunjukkan perbedaan yang bermakna dalam grup (p < 0,05). Blank sample (tanpa
Salmonella) kesemuanya negatif
10
Hasil yang berbeda diperoleh untuk keju dari susu domba mentah.
Meskipun hasil Cq diperoleh dengan menggunakan ukuran sampel yang berbeda,
tetapi secara statistik tidak berbeda (p > 0,05), untuk metode ekstraksi DNA,
tingkat kontaminasi artifisial dan waktu enrichment yang berbeda, berbeda secara
statistik (p < 0,05) (Tabel 4). Hasil Cq secara statistik lebih tinggi (p < 0,05)
ketika digunakan resin Chelex, dan tidak ada perbedaan yang signifikan teramati
untuk dua prosedur ekstraksi DNA lainnya (P > 0,05).
Tabel 4. Mean SD untuk nilai Ct pada Salmonella spp. dalam sampel keju. Huruf besar
menunjukkan perbedaan yang bermakna antar metode dalam analisis ANOVA, sementara huruf
kecil menunjukkan perbedaan yang bermakna dalam grup (p < 0,05). Blank sample (tanpa
Salmonella) kesemuanya negatif
11
12
13
mini Petri dish pour plate technique, CCA menggunakan full-size and mini Petri
dish spread plate technique, dan CCA dalam format microtiter (yaitu, 24-wells
and 96 wells microtiter plate). Analisis bakteriologis dimulai dalam waktu 3 jam
setelah sampling. 25 g unit analisis setiap makanan dihomogenisasi dengan 225
ml sterile water-pepton (0,1% b/v) selama 2 menit dan kemudian dilakukan
pengenceran serial 10 kali lipat dengan steril water-pepton.
Deteksi dengan mengggunakan Petrifilm TM E. coli/coliform Count (EC)
Plate dilakukan dengan mengambil 1 ml suspensi sampel pada pengenceran yang
tepat dipipet ke permukaan Petrifilm E.coli/Coliform count (EC) plate. Secara
perlahan cover film diaplikasikan pada plate dan plate diinkubasi pada 35C
selama 24 jam. Menurut petunjuk produsen, koloni merah yang dikelilingi dengan
gas terperangkap adalah coliform dan koloni biru dengan gas terperangkap adalah
E. coli. Kontrol positif menggunakan E. coli digunakan dalam percobaan.
Untuk deteksi dengan Reguler and Mini standar Petri dish Chromocult
pour plate cultivation dilakukan dengan mengambil 1 ml sampel dicampur dengan
baik dengan 14 dan 4 ml CCA masing-masing untuk membentuk full-size dan
mini Petri dish pour plate. Suhu lebur CCA dikontrol pada 45oC. Pour plate
cultivation diinkubasi pada 35 2C selama 24 jam. Setiap pengenceran diuji
dengan pengulangan duplikat CCA. Sebuah plate dengan koloni terdistribusi baik
dengan 15-150 koloni didigitalisasi menggunakan low cost digital microscope
(Dino BW-908). Chromocult Coliform Agar (CCA) disediakan oleh Merck,
Jerman.
Reguler and Mini standar Petri dish Chromocult spread plate cultivation
dilakukan serupa dengan eksperimen pour plate, CCA dimanfaatkan untuk
membentuk solid agar plate menggunakan full-size dan mini Petri dish format.
0,1 dan 0,02 ml suspensi sampel dipipet ke plate dan digunakan spreader steril
untuk mendispersikan sampel sampai permukaan agar kering. Koloni yang
tumbuh dimonitor selama 24 jam pada 35 2C. Sisa protokol mirip dengan pour
plate technique.
Untuk Chromocult Micro Inoculation Culture (yaitu, 24-well dan 96-well
microtiter plates, volume kultivasi ditetapkan pada 5 dan 10 l di atas 24, 96wells microtiter plate CCA agar surface dan diinkubasi pada 35 2C. Kemudian
biasanya dalam waktu 12-15 jam akan terdeteksi dan tertangkap dengan low cost
digital microscopy.
14
Gambar 3. Gambar kultur murni koloni E. coli setelah 12 jam inkubasi pada 352C. (a).
Regular pour plate. (b). Mini Petri dish por plate. (c). Mini Petri dish spread plate. (d).
PetrifilmTM EC plate. (e). Regular spread plate. (f). Spread plate in 24-well microtiter plate
format.
15
Gambar 4. Profil
ekspansi koloni E. coli
dengan protokol deteksi
yang bervariasi
Untuk melakukan
penghitungan koloni
pada produk makanan, mini Petri dish format dan spread plate technique
dibandingkan dengan PetrifilmTM EC plate dan conventional pour plate routine.
Seperti disimpulkan dalam protokol validasi eksperimen, implementasi pour plate
dan spread plate technique atau Petri dish format tidak mengubah jumlah koloni
akhir dari sampel produk makanan seperti yang terlihat pada Tabel 1. Semua
protokol mengakibatkan pembacaan koloni akhir yang sama secara statistik.
Hanya ada kontaminasi coliform dan tidak ada koloni E. coli.
Tabel 6. Perhitungan coliforms dalam sampel makanan dengan berbagai variasi teknik
16
17
18
Dari isolat yang dimurnikan secara individual di plate TSA, koloni tunggal
dipindahkan ke 5 ml nutrienth broth (Oxoid CM0001), dan diinkubasi semalam
pada 35C. DNA diisolasi dengan memanen sel dari 1 ml kultur dengan
sentrifugasi pada 13000 rpm selama 2 menit kemudian dicuci dua kali dengan air
suling dan diresuspensi dalam 200 l air suling kemudian dipanaskan dalam
water bath selama 10 menit untuk melisiskan sel, setelah itu, cell debris
disentrifugasi pada 13000 rpm selama 2 menit dan kemudian, supernatan
dipindahkan ke dalam tabung microcentrifuge baru dan disimpan pada 20C untuk
digunakan sebagai DNA template PCR untuk mengkarakterisasi isolat.
Selanjutnya dilakukan identifikasi isolat dengan amplifikasi Gen glucosidase, yang dilakukan untuk mengamplifikasi 1.680 bp amplikon
menggunakan EsAG primer (Tabel 4) dalam PCR reaction mixture (50 l), yang
terdiri dari 4 l dan 0,5 l DNA template (masing-masing forward dan reverse
primer), 0,4 l Taq DNA polymerase, 5 L 10x PCR buffer, 2 l (0,4 mM)
dNTPs, dengan kondisi cycling: denaturasi awal pada 94C selama 2 menit, 29
siklus denaturasi pada 94C selama 30 detik, annealing pada 58C selama 60
detik, elongasi pada 72C selama 90 detik dan elongasi final pada 72C selama 5
menit. Sedangkan identifikasi isolat dengan amplifikasi PCR 16S rRNA gene
sequencing dilakukan dengan menggunakan dua set spesies primer spesifik.
Primer set yang pertama, digunakan untuk amplifikasi 1533 amplikon bp dalam
PCR reaction mixture (25 l), yang terdiri dari 2 l dan 1 l DNA template
(masing-masing forward dan reverse primer), 0,5 l Taq DNA polymerase, 2.5 l
10x PCR buffer, 1,25 l DMSO dan 1 l (0,2 mM) dNTP, menggunakan kondisi
cycling: denaturasi awal pada 95C selama 3 menit, 30 siklus denaturasi pada
19
95C selama 30 detik, annealing pada 55C selama 30 detik, elongasi 72C
selama 90 detik, dan elongasi final pada 72C selama 5 menit (Tabel 4). Primer
set yang kedua (Hassan et al., 2007) digunakan untuk amplifikasi 952 bp
amplikon dalam PCR reaction mixture (30 l), yang terdiri dari 2,5 l dan 1 l
DNA template (masing-masing forward dan reverse primer), 0,2 l Taq DNA
poyimerase, 3 L 10x PCR buffer, 1,8 l (1,5 mM) MgCl2 dan 0,6 l (0,2 mM)
dNTP; menggunakan kondisi cycling: denaturasi awal pada 95 C selama 4 menit,
30 siklus denaturasi pada 95C selama 60 detik, annealing pada 50C selama 60
detik, elongasi pada 72C selama 90 detik dan elongasi final pada 72C selama 4
menit (Tabel 4).
Identifikasi isolat dengan amplifikasi PCR ITS sequence dilakukan untuk
amplifikasi 232 bp amplikon menggunakan SG primer (Tabel 4) dalam PCR
reaction mixture (50 l), yang terdiri dari 5 l dan 1,25 l DNA template (masingmasing forward dan reverse primer), 0,4 l Taq DNA polymerase, 6 l (3 mM)
MgCl2 dan 4 l (0,8 mM) dNTP, 2,5 l (50 mM) KCl, 0,5 l (10 mM) Tris-HCl,
menggunakan kondisi cycling: denaturasi awal pada 94C selama 10 menit; 30
siklus denaturasi pada 94C selama 30 detik, annealing pada 57C selama 60
detik, elongasi 72C selama 60 detik dan elongasi final pada 72C selama 5 menit.
Selanjutnya produk PCR dimurnikan menggunakan QIAquick Gel
Extraction Kit (Qiagen, Jerman) sesuai dengan petunjuk dari produsen.
Sequencing dari produk PCR dilakukan pada DNA Sequencer menggunakan ABI
3100 Genetic Analyzer (Applied Biosystems, Foster City, USA). Urutan yang
dihasilkan dibandingkan dengan urutan di database National Centre for
Biotechnology Information (NCBI) menggunakan BLAST.
Semua produk amplified PCR yang diperoleh dengan primer yang berbeda
dipisahkan pada 1,5% gel agarosa kemudian divisualisasikan di bawah ultraviolet
Transilluminator (BioDoc-It Sistem).
Dari 90 produk daging yang diuji, secara fenotipik, total 33,3% (30/90)
dari sampel, dikategorikan sebanyak 28% (14/50) ground beef dan 40% (16/40)
beef burger, dianggap terkontaminasi spesies C. sakazakii (satu strain dari setiap
sampel). Di sisi lain, hanya 15,6% (14/90), 16% (8/50), dan 15% (6/40) dari
keseluruhan, sampel ground beef dan beef burger, masing-masing dikonfirmasi
secara genotipik terkontaminasi strain C. sakazakii (Tabel 10). 30 strain yang
20
diidentifikasi secara fenotip, dianalisis dengan API 20E, dan hasilnya kebanyakan
strain yang diuji adalah 230537357,dengan doubtful profile with identity % =
95,5% (Tabel 10).
Tabel 10. Cronobacter sakazakii yang teridentifikasi pada sampel daging yang diuji
oleh Farmer et al. Mayoritas isolat adalah biogroup 16 (positif dulcitol), 12 isolat
dikonfirmasi menghasilkan yellow-pigmented colonies ketika ditumbuhkan pada
plate TSA pada 25C selama 48-72 jam, sedangkan 2 isolat menghasilkan whitecolored colonies (Tabel 11). Namun, C. sakazakii yang sebelumnya dikenal
sebagai "yellow-pigmented Enterobacter cloacae", karena organisme ini tumbuh
pada tryptone soya agar pada 25C dan menghasilkan non-diffusible yellow
pigment, tidak semua strain menghasilkan pigmen ini dan white C. sakazakii
strain telah diakui
Tabel 11. Key biochemical test yang digunakan untuk membedakan Cronobacter sakazakii
yang terdentifikasi dari sampel daging yang diuji
21
22
Gambar 3. Agarose gel electrophoresis untuk produk PCR menggunakan Cronobacter sakazakii-specific
oligonucleotide primer sets untuk individually-amplified 1680 bp -glucosidase gene (A), 1533 bp 16S rRNA gene
(B), 952 bp 16S rRNA gene (C), dan 282 bp internal transciber spacer (ITS) sequencer (D), dilakukan untuk semua
strain C. Sakazakii yang teridentifikasi secara fenotipik yang diisolasi dari sampel produk daging yang diuji (ground
beef dan beef burger). Lane M: 100 bp DNA ladder marker, lane C-: E. coli K12 DH5 sebagai kontrol negatif strain,
Lane C+: C. Sakazakii (RIMD0377001) sebagai kontrol positif strain, lane dengan key number dari 2 sampai 54
mewakili 14 strain positif untuk gen target.
BAB III
PENUTUP
23
DAFTAR PUSTAKA
Anthony, Louis. 2015. Food Microbial safety and animal antibiotics.
Antimicrobial and Food Safety, Methods and Technique. Next Health
Technologies, Cox Associates and University of Colorado, Denver, Co, USA. pp
303 323
Chiang, Y. C., Tsen, Hau., Chen, Hsin., Chang, Y., Lin, C. K, Chen, C. Y, and Pai,
W. Y. 2012. Multiplex PCR and a chromogenic DNA macroarray for the detection
of Listeria monocytogens, Staphylococcus aureus, Streptococcus agalactiae,
Enterobacter sakazakii, Escherichia coli O157:H7, Vibrio parahaemolyticus,
Salmonella spp. and Pseudomonas uorescens in milk and meat samples. Journal
of Microbiological Methods 88. pp 110 116
24
Wang, Beibei., Wang, Qi., Cai, Zhaoxia and Ma, Meihu. 2015.
Simultaneous, rapid and sensitive detection of three food-borne pathogenic
bacteria using multicolor quantum dot probes based on multiplex
uoroimmunoassay in food samples. Food Science and Technology 61. pp
368 - 376
25