Dokter Pembimbing :
dr. Sonny K. Yuliarso, Sp.A
dr. Syarif Faisal, Sp.A
Disusun oleh :
Asty Selevani (112014324)
Pendahuluan
Pembahasan menyangkut anemia aplastic dan keganasan yang terjadi pada anak.
Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang ditandai dengan penurunan komponen
selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan produksi di sumsum tulang. Pada
keadaan ini jumlah sel-sel darah yang diproduksi tidak memadai. Penderita mengalami
pansitopenia, yaitu keadaan dimana terjadi kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah
putih, dan trombosit. Konsep mengenai anemia aplastik pertama kali diperkenalkan pada
tahun 1988 oleh Paul Ehrlich. Ia melaporkan seorang wanita muda yang pucat dan panas
dengan ulserasi gusi, menorrhagia, anemia berat dan leukopenia. Sewaktu dilakukan autopsi
ditemukan tidak ada sumsum tulang yang aktif, dan Ehrlich kemudian menghubungkannya
dengan adanya penekanan pada fungsi sumsum tulang. Pada tahun 1904, Chauffard
memperkenalkan istilah anemia aplastik. Insidensi anemia aplastik bervariasi di seluruh
dunia, berkisar antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun. Insidensi anemia
aplastik diperkirakan lebih sering terjadi dinegara Timur dibanding negara Barat.
Dan Keganasan pada anak adalah penyebab kematian di seluruh dunia. Daari semua
kematian akibat kanker,sekitar 70% terjadi pada daerah berpeenghasilan rendah dan
menengah. Akibat kematian karena kanker di dunia semakin meningkat. Pada anak prevalensi
ketahanan hidup selama 5 tahun yang menderita kanker adalah 75%-80% di negara yang
berpendapatan tinggi dan maju. Di Indionesia kanker pada anak usia 0-17 tahun dijumpai
yaitu Leukimia, Limfoma, Retinoblastoma, dan beberapa jenis keganasan lainnya.
ANEMIA APLASTIK
Merupakaan keadaan yang diseebabkan berkurangnya sel darah dalam darah tepi,
seebagai akibat terhentinya pembentukan sel hemopetik dalam sumsum tulang. System
limfopoetik dan RES sebenarnya dalam keadaaan aplastic juga, tetapi relative lebih ringan
dibandingkan dengan ketiga system hemopoetik lainnya. Aplasia ini dapat terjadi hanya pada
satu,dua, atau ketiga system hemopoetik (eritropoetik, granulopoetik, dan trombopoetik). 1
Aplasia yang hanya mengenai system eritropoetik disebut eritroblastopenia (anemia
hipoplastik); yang hanya mengenai system granulopoetik saja disebut agranulositosis
(Penyakit Schultz) sedangkan yang hanya mengenai system trombopoetik disebut
amegakariositik trombositopenik purpura (ATP). Bila mengenai ketiganya disebut
panmieloptisis atau anemia aplastic.
Kecuali jenis kongenital, anemia aplastic biasanya terdapat pada anak berumur lebih
dari 6 tahun. Depresi sumsum tulang oleh obat atau bahan kimia, meskipun dengan dosis
rendah tetapi berlangsung sejak usia muda secara terus-menerus, baru terlihat pengaruhnya
beberapa tahun kemudian. Misalnya pemberian kloramfenikol yang terlampau sering pada
bayi (sejak umur 2-3 bulan),baru akan menyebabkan gejala anemia aplastic setelah ia
berumur lebih dari 6 tahun. Pada beberapa kasus geja sudah timbul hanya beberapa saat
setelah ia kontak dengan agen penyebab.1
Epidemiologi
Anemia aplastik jarang ditemukan. Insidensi bervariasi di seluruh dunia, berkisar
antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun. Analisis retrospektif di Amerika
Serikat memperkirakan insiden anemia aplastik berkisar antara 2 sampai 5 kasus persejuta
penduduk pertahun. The Internasional Aplastic Anemia and Agranulocytosis Study dan
French Study memperkirakan ada 2 kasus persejuta orang pertahun. Frekuensi tertinggi
anemia aplastik terjadi pada orang berusia 15 sampai 25 tahun; peringkat kedua terjadi pada
usia 65 sampai 69 tahun. Anemia aplastik lebih sering terjadi di Timur Jauh, dimana insiden
kira-kira 7 kasus persejuta penduduk di Cina, 4 kasus persejuta penduduk di Thailand dan 5
kasus persejuta penduduk di Malaysia. Penjelasan kenapa insiden di Asia Timur lebih besar
daripada di negara Barat belum jelas. Peningkatan insiden ini diperkirakan berhubungan
dengan faktor lingkungan seperti peningkatan paparan dengan bahan kimia toksik,
dibandingkan dengan faktor genetik. Hal ini terbukti dengan tidak ditemukan peningkatan
insiden pada orang Asia yang tinggal di Amerika.1,2
Etiologi.1
a. Factor kongenital
Sindrom Fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan seperti mikrosefali,
strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan sebagainya.
b. Factor didapat
1. Bahan kimia :benzene, insektisida, senyawa As, Au, Pb.
2. Obat : Kloramfenikol, mesantoin (antikonvulsan), piribenzamin(antihistamin),
santonin-kalomel, obat sitostatika (myleran, metrotrexate, TEM, vincristine,
rubidomycine, dan sebagainya.
3. Radiasi : sinar Rontgen, radioaktif
4. Factor individu : alergi terhadapobat, bahan kimia, dan lain-lain
5. Infeksi : tuberculosis millier,hepatitis dan sebagainya
6. Lain-lain : keganasan, penyakit ginjal, gangguan endokrin.
7. Idiopatik :merupakan penyebab yang paling sering. Akhir-akhir ini factor
imunologi telah menerangkan aetiologi golongan idiopatik ini.
Klasifikasi Anemia Aplastik
Anemia aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai berikut :
A.
B.
Patogenesis1,2
Setidaknya ada tiga mekanisme terjadinya anemia aplastik. Anemia aplastik yang
diturunkan (inherited aplastic anemia), terutama anemia Fanconi disebabkan oleh
ketidakstabilan DNA. Beberapa bentuk anemia aplastik yang didapatkan (acquired aplastic
anemia) disebabkan kerusakan langsung stem sel oleh agen toksik, misalnya radiasi.
Patogenesis dari kebanyakan anemia aplastik yang didapatkan melibatkan reaksi autoimun
terhadap stem sel.
Anemia Fanconi barangkali merupakan bentuk inherited anemia aplastik yang paling
sering karena bentuk inherited yang lain merupakan penyakit yang langka. Kromosom pada
penderita anemia Fanconi sensitif (mudah sekali) mengalami perubahan DNA akibat obatobat tertentu. Sebagai akibatnya, pasien dengan anemia Fanconi memiliki resiko tinggi terjadi
aplasia, myelodysplastic sindrom (MDS) dan akut myelogenous leukemia (AML). Kerusakan
DNA juga mengaktifkan suatu kompleks yang terdiri dari protein Fanconi A, C, G dan F. Hal
ini menyebabkan perubahan pada protein FANCD2. Protein ini dapat berinteraksi, contohnya
dengan gen BRCA1 (gen yang terkait dengan kanker payudara). Mekanisme bagaimana
berkembangnya anemia Fanconi menjadi anemia aplastik dari sensitifitas mutagen dan
kerusakan DNA masih belum diketahui dengan pasti.
Kerusakan oleh agen toksik secara langsung terhadap stem sel dapat disebabkan oleh
paparan radiasi, kemoterapi sitotoksik atau benzene. Agen-agen ini dapat menyebabkan rantai
DNA putus sehingga menyebabkan inhibisi sintesis DNA dan RNA.
Kehancuran hematopoiesis stem sel yang dimediasi sistem imun mungkin merupakan
mekanisme utama patofisiologi anemia aplastik. Walaupun mekanismenya belum diketahui
benar, tampaknya T limfosit sitotoksik berperan dalam menghambat proliferasi stem sel dan
mencetuskan kematian stem sel. Pembunuhan langsung terhadap stem sel telah dihipotesa
terjadi melalui interaksi antara Fas ligand yang terekspresi pada sel T dan Fas (CD95) yang
ada pada stem sel, yang kemudian terjadi perangsangan kematian sel terprogram (apoptosis).
Gejala klinis dan hematologis.1
Pada prinsipnya berdasarkan kepada gambarran sumsumm tulang yang berupa aplasia
system eritropoietik, granulopoietik dan trombopoietik, serta aktifitas relative system
limfopoietikdan RES. Aplasia system eritropoietik dalam darah tepi akan terlihat sebagai
retikulositopenia yang disertai dengan rendahnya kadar Hb, hematocrit dan hitung eritrosit.
Klinis akan terlihat anak pucat dengan berbagai gejala anemia lainnya seperti anoreksia,
lemah, palpitasi, sesak karena gagal jantung da sebagainya.
Oleh karena sifatnya aplasia system hematopoetik, maka ummumnya tidak ditemukan
icterus, pembesaran limpa, hepar maupun kelenjar getah bening. Bergantung pada gambaran
sumsum tulang dibedakan 2 jenis anemia aplastic, yaitu jenis hiposelular dan selular. Jenis
hiposelular masih memperlihatkan gambaran sumsum tulang dengan sel yang tidak terlampau
aplastic. Jumlah sel eritropoetik 5-10%.
Diagnosis.1
Gejala klinis berupa panas pucat, perdarahan, tanpa organomegali (hepato-splenomegali).
Gambaran darah tepi menunjukan pansitopenia dan limfositosis relative. Diagnosis pasti
ditentukan dari pemeriksaan sumsum tulang yaitu gambaran sel sangat kurang, banyak
jaringan penyokong dan jaringan lemak;aplasia system eritropoetik, granulopoetik, dan
trobopoetik. Diantara sel sumsumtulang yang sedikit ini banyak ditemukan limmfosit, sel
RES (sel plasma,fibrosit, osteoklas, sel endotel). Hendaknya dibedakan antara sediaan
sumsumm tulang yang aplastic dan yang tercampur darah.
Tabel 2. Gejala klinis dan hematologis Anemia aplastic.1
Sumsum tulang
Aplasia eritropoesis
Darah tepi
Retikuositopenia
Gejala klinis
Anemia
(pucat)
Panas
(demam)
Aplastik
trombositopoetik
Diatesis
hemoragi
Trombositopenia
Keterangan
Akibat
retikulositopenia
kadar Hb, hematokritdan
jummlah eritrosit rendah
Akibat anemia :anoreksia,
pusinggagal jantung, dll
Bila
leukosit
normal,
periksalah hitung jenis.
Panas terjadi karena infeksi
sekunder
akibat
nalositopenia
Perdarahan dapat berupa
ekimosis,
epistaksis,
5
Relative
aktif Limfositosis
limfopoesis
Relative aktif RES
Mungkin terdapat sel
plasma,
monosit
bertambah
Gambaran umum: sel
sangat
kurang,
banyakjaringan
penyokong
dan
lemak
perdarahan
gusi dan
sebagainya.
Limfositosis biasanya tidak
lebih dari 80%
Diagnosis Banding.1,2
1. Idiopathic Thromocytopenic Purpura (ITP) dan Amegakaryocytic Thrombocytopenic
Purpura (ATP). Pemeriksaan darah tepi dari kedua kelainan ini hanya menunjukan
trobositopenia tanpa retikulositopenia atau granulositopenia/leukopenia. Pemeriksaan
sumsum tulang dari ITP menunjukan gambaran yang normal sedangkan pada ATP
tidak ditemukan megakariosit.
2. Leukimia akut jenis aleukemik, terutama LLA (Leukimia Limfositik Akut) dengan
jumlah leukosit yang kurang dari 6000/mm3. Kecuali pada stadium dini, biasanya
pada LLA ditemukan splenomegaly. Darah tepi sukar dibedakan, karena kedua
penyakit mempunyai gambaran darah serupa (pansitopenia dan relative limfositosis)
kecuali bila terdapat sel blas dan limfositosis yang lebih dari 90%, diagnosis lebih
cenderung kepada LLA
3. Stadiu praleukemik dan leukemik akut
Sukar dibedakan baik gambaran klinis, darah tepi maupun sumsum tulang, karena
masih menunjukkan gambaran anemia aplastic. Biasanya setelah 2-7 bulan kemudian
baru terlihat gambaran khas LLA.
Pengobatan.3,4
1. Prednisone dan testosterone
Prednisone diberikan dengan dosis 2-5 mg/kgbb/hari peroral, sedangkan testosterone
dengan dosis 1-2 mg/kgbb/hari sebaiknya secara parenteral. Penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa testosterone lebih baik diganti dengan oksimetolon yang
mempunyai daya anabolic dan merangsang system hematopoetik lebih kuat dan
diberikan dengan dosis 1-2 mg/kgbb/hari peroral. Pada pemberian oksimetolon ini
hendaknya diperhatikan fungsi hati. Pengobatan biasanya berlangsung berbulanbulan, bahkan dapat sampai bertahun-tahun. Bila terddapat remisi, dosis obat dapat
diberi separuhnya dan jumlah sel darah diawasi setiapminggu. Bila kemudian terjadi
relaps, dosis obat harus diberikan penuh kembali.
2. Transfusi darah
6
Dua tipe gen biasanya terlibat pada pengaturan pertumbuhan sel normal dan
abnormal. Gen tertentu pada manusia normal yang meningkatkan proses pertumbuhan sel
bersifat homolog dengan materi genetic yang mengubah asam ribonukleat (RNA) virus
tumor; gen ini disebut protoonkogen. Gen ini disebut sebagai antionkogen atau gen supresor
tumor. Aktivasi dan deaktivaassi dari dua tipe gen ini yang tersusun secara cermat
menyebabkan proliferasi sel normal yang teratur. Setiap kejadian yang menghasilkan ekspresi
yang tidak teratur mungkin dapat menyebabkan perkembangan kanker.
Pengetahuan mengenai fungsi gen supresor tumor telah ditingkatkan melalui
penelitian retinoblastoma masa kanak-kanak. Retinoblastoma ada dalam bentuk familial
maupun sporadis. Kasus familial biasa terjadi lebih awal dan cenderung bilateral daripada
kasus yang unilateral. Analisis genetic pasien dengan retoblasoma familial telah
menunjukkan bahwa semua selsomatis mengalami delesi satu alel pada gen RB. Translokasi
dapat menyebabkan pembentukan gen baru, yang ekspresinya dapat mengarah pada protein
baru dengan kemampuan berubah bentuk. Kejadian yang mendahului aktivasi onkogen,
inaktivasi gen supresor tumor, atau translokasi belum dipahami dengan baik.1
Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Leukimia pediatric cenderrung muncul dengan manifestasi yang terkait dengan
kegagalan sumsum tulang yang disebabkan oleh penggantian elemen-elemen sumsum tulang
normal dengan sel blas yang tidak berdeferensiasi. Tiga rangkaian klasik yang ditemukan
pada leukemia akut adalah demam, pucat, dan memar. Terkadang leukemia dapat muncul
sebagai nyeri tulang atau sendi menyeluruh atau terlokalisasi. Pada semua kasus, evaluasi
penanda permukaan harus dilakukan untuk memungkinkan penetapan silsilah. Pasien dengan
tumor padat biasanya mempunyai lesi masa yang dapat diraba atau gejala-gejala yang terkait
dengan lesi masa (misalnya nyeri, distress pernapasan, dan obstruksi abdomen). Pada kasus
yang dicurigai tumor padat, biopsy harus dilakukan untuk menentukan tipe tumor. Sejumlah
tumor padat pediatric misalnya (neuroblastoma, limfoma non-Hodgkin, sarcoma Ewing,dan
rabdomiosarkoma) memiliki penampakan yang sangat mirip pada pemeriksaan mikroskopik
cahaya. Kelompok tumor ini disebut sebagai sel tumor biru bulat,kecil. Keganasan dapat
menyebabkan efek sistemik non spesifik, seperti anoreksia, penurunan berat badan, demam
dan malaise. Produk-produk kimia yang dihasilkan pengaruh neuroendokrin, seperti
hipertensi (neuroblastoma atau feokromositoma), diare (neuroblastoma), hipoglikemia (sel
tumor pulau pancreas), atau sindrom Cushing (tumor adrenal atau pituitary.1
Pacadiagnosis tumor padat maligna harus dilakukan tahap penyusunan untuk
mengenali setiap tempat metastasis. Pemeriksaan seperti CT-scan, MRI, foto sinar X
sderhana atau pemeriksaan USG, scan nuclear, aspirassi dan biopsy sumsum tulang, dan
pungsi lumbal mungkin di gunakan. Pasien pediatric dengan keganasan dapat menampakkan
kelainan dalam fungsi imun akibat kanker atau pengobatan kanker. Oleh karenanya pasien
dengan diagnosisbaru kanker harus dilakukan peningkatan system imun dasar, termasuk
kadar immunoglobulin kuantitatif.1
LEUKIMIA
8
Setiap tahun, 2000-2500 kasus baru leukemia masa kanak-kanak terjadi di Amerika
Serikat. Penyakit ini mengenai sekitar 40% anak per sejuta anak dibawah usia 15 tahun.
Leukimia limfonlasik akut menyebabkan sekitar 75% kasus. Berbagai subtype leukemia akut
nonlimfoblastik menyebabkan 15-20% kasus.
Etiologi
Terdapat beberapa keadaan leukemia familial. Sedikit diketahui berkenaan dengan
etiologi kasus individu leukemia akut masa kanak-kanak. Kembar identic pada pasien
leukemia dibawa usia4 tahun telah meningkatkan resiko untuk perkembangan leukemia.
Factor predisposisi lain untuk leukemia adalah sindrom Down, anemia Fanconi, sindrom
Bloom, dan ataksia-telangiektasis. Anak yang terpajan oleh radiasi ionisasi atau obat-obatan
kemoterapi beresiko lebih tinggi untuk menjadi leukemia.1
Tabel 3.1
Leukimia Subtipe Nonlimfoblasik Akut
Mieloblastik tanpa maturasi
Mieloblastik dengan beberapa maturase
Promielositij hipergranulare
Mielomonositik
Monositik
Eritroleukemia
Megakariositik
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala leukemia akut dihubungkan dengan infiltrasi sel lukimia kedalam
jaringan normal, menyebabkan kegagalan sumsum tulang (misalnya anemia, neutropenia,
atau trombositopenia), atau infiltrasi jaringan spesiffik (misalnya KGB, hati, limpa, tulang,
otak, kulit, gingiva, testis). Gejala yang biasa adalah demam, pucat, petekie atau ekimosis,
letargi, malaise, anoreksia, dan nyeri tulang sendi. Pemeriksaan fisik sering kali menunjukkan
limfadenopati dan hepatosplenomegaly. Keterlibatan gejala-gejala system saraf pusat jarang
ditemukan pada saat terjadi leukemia akut. Pada pasien dengan leukemia myeloid akut, tumor
jaringan lunak ekstramedular mungkin ditemukan diberbagai tempat. Adanya
mieloperioksidase pada tumor ini dapat memberikan warna kehijauan; tumor demikian
dikenal sebagai kloroma. Testis merupakan tempat ekstramedular yang umum untuk leukemia
limfoblastik akut (LLA); dapat terlihat pembessaran salah satu atau kedua testis yang tidak
nyeri.1
Diagnosis
Diagnosis leukemia akut dibuat berdasarkan temuan sel blas imatur pada apus darah
tepi, aspirat sumsum tulang, atau keduanya. Pada kebanyakan kasus pemeriksaan morfologi
sel blas menunjukkan apakah mereka termasuk keturunan limfoid dan nonlimfoid. Analisis
penanda pada permukaan sel blas mengidentifikasi protein yang terbatas pada sel limfoid atau
9
nonlimfoid. Analisis sitogenik harus dilakukan pada semua kasus leukemia akut. Tipe tertentu
leukemia limfoid maupun nonlimfoid akut mempunyai kelainan kromosom spesifik. Pungsi
lumbal harus selalu dilakukan pada saat diagnosis untuk mengevaluasi kemungkinan
keterlibatan system saraf pusat.1,4
Prognosis
Untuk LLA pasien dibagi menjadi duakelompok resiko umum berdasarkan pada usia
dan jumlah leukosit awal. Pasien beresiko standar adalah usia 1-9 tahun dengan jumlah
leukosit < 50.000 dan translokasi no 9;22 atau kariotip hipodiploid (N< 44). Semua pasien
lain masuk resiko tinggi. Bayi dengan LLA mempunyai imunotipe yang sangat tidak
berdiferensiasi dan mempunyai keluaran yang lebih buruk daripada pasien lain. Bayi kecil
dengan LLA yang menunjukan translokasi 4;1 mempunyai prognosis yang sangat buruk.
Pengobatan awal Leukimia Limfoblastik Akut masa kanak-kanak.3,4
Induksi 4-5 minggu
-
Konsolidasi
-
Rumatan sementara
-
Intensifikasi lambat
-
Rumatan
-
Sel leukemik biasanya tidak dilihat pada pemeriksaan rutin darah tepi. Sebagian besar pasien
LLA menunjukkan hitung leukosit kurang dari 10.000/uL atau >80.000/uL
(hiperleukositosis).
Pada sebagian kasus, sel leukemik terkadang dilaporkan seagai limfosit atipikal,
diperlukan evaluasi lebih lanjut, untuk menentukan sel tersebut berasal dari ganas. Apabila
analisis darah tepi menunjukkan kemungkinan leukemia, pemeriksaan sumsum tulang
belakang harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Aspirasi sumsum tulang biasanya
cukup, tetapi terkadang dibutuhkan biopsy sumsum tulang belakang untuk menyediakan
sampel jaringan yang lebih banyak untuk studi lebih lanjut atau mengeklusi penyebab lain
dari kegagalan sumsum tulang belakang.
LLA didiagnosis dengan evaluasi sumsum tulang yang didominasi lebih dari 25% sel
sumsum tulang belakang sebagai populasi limfoblas. Stratifikasi resiko didasarkan pada usia,
jumlah leukosit, asam urat, keterlibatan susunan saraf pusat dan imunofenotipe.LLA
didasarkan atas pemeriksaan likuor serebral. Pungsi lumbal dapat dilakukan sejalan dengan
dosis pertama kemoterapi intratekal apabila diagnosis leukemia sudah ditegakkan dari
evaluasi sumsum.3,4
Kriteria Diagnosis
-
Anamnesis : pucat, lemah, lesu, panas atau infeksi berulang yang menetap,
perdarahan
Pemeriksaan fisik : limfadenopati, hepatosplenomegaly
Laboratorium : Darah tepi : anemia, granulositopenia, trombositopenia dan limfoblas
>3%
Sumsum tulang : selularitas meningkat didominasi oleh limfoblas
(>25%)
Pungsi lumbal : pemeriksaan sitology (limfoblas)
Diagnosis banding
LLA harus dibedakan dari LMA atau penyakit keganasan lain yang menginvasi
sumsum tulang dan menyebabkan kegagalan sumsum tulang seperti neuroblastoma dan
rabdomiosarkoma.4
Penyulit
-
Perdarahan
Infeksi
Metastasis SSP, saluran genito-urinarius, saluran cerna, tulang/sendi,dan kulit
Tata laksana.3,5
Factor prognostic terpenting pada LLA adalah derajat resiko dan pengobatan, karena
tanpa terapi efektif, penyakit ini akan berakibat fatal. Survival rate pada anak dengan LLA 40
12
tahun terakhir sudah meningkat dengan meningkatnya terapi dan outcome dari uji klinis.
Terdapat tiga fase dan durasi kemoterapi untuk LLA yang akan dibahas sebagai berikut:
-
Fase terapi
Tata laksana LLA pada anak umumnya memiliki 3 fase, yaitu induksi, konsolidasi,
dan pemeliharaan. Tujuan fase induksi adalah untuk mencapai remisi sumsum tulang
yang didefinisikan sebagai kurang dari 5% blas dari sumsum tulang. Terapi induksi
biasanya terdiri dari 3-4 macam obat antara lain glukokortikoid, vincristine,
asparaginase, dan anthracycline. Terapi ini meninduksi remisi komplit berdasarkan
morfologi pada 98% pasien. Pengukuran minimal residual disease (MRD), dan
flowsitometri atau PCR menunjukkan pemeriksaan morfologik blas yang spesifik dan
sensitive mencapai kurang dari 0,1% pada akhir fase induksi. Terapi konsolidasi
diberikan segera setelah remisi tercapai untuk mengurangi beban sel leukemik
sebelum adanya resistensi obat dan relaps pada situs tertentu (missal testis, SSP, dll).
Pada fase terapi ini, pasien diberikan obat lain seperti siklofosfamid, methotrexate,
cytrabine dana tau 6-mercaptopurine. Terapi konsolidasi bertujuan untuk
meningkatkan long term survival pada pasien dengan penyakit resiko standar. Fase
pemeliharaan merupakan fase terlama. Fase tersebut bertujuan untuk
mempertahankan remisi. Terapi fase tersebut terdiri atas methotrexate, vincristine, dan
steroid, 6-MP dan metrotreksat per oral
Durasi terapi
Untuk mencapai angka kesembuhan untuk pasien LLA galur sel B dan sel T
membutuhkan sekitar 2-2,5 tahun untuk melanjutkan terapi. Percobaan mengurangi
durasi terapi menunjukkan angka relaps yang tinggi.
Induksi remisi :
Deksametason 4 mg/m2/hr.p.o selama 6 minggu, dilanjutkan dengan tapering off
Vinkristin 1,5 mg/m2, iv, 1x/mgg selama 6 minggu
Daunorubisin 30 mg/m2 iv, 1x/mgg, selama 4 minggu
Pemeliharaan
Metotreksat 15 mg/m2/mgg,p.o selama 3 minggu
6-merkaptopurin 50 mg/kgbb/hari, po, selama 4 minggu,diselang 2 minggu kemudian
dilanjutkan dengan dosis jangka waktu yang sama selama pemeliharaan.
Transfusi darah
Untuk mempertahankan Hb> 10g/dL, diberikan PRC 10-15 mL/kgbb
Bila terjadi perdarahan akibat trombositopenia, diberikan suspense trombosit 1 unit/5
kgBB
Mencegah dan mengatasi infeksi
Antibiotic spectrum luas iv harus diberikan bila febris dengan granulositopenia (<
500/mm2)
Kotrimoksasol 25 mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis untuk mencegah terjadinya pneumonia
oleh Pneumocytis carinii.
Mencegah terjadinya hiperurikemia
Alopurinol 10 mg/kgbb/hari dalam dosis terbagi
Dianjurkan banyak minum (2-3 L/m2/hari)
13
Prognosis
Kemungkinan hidup bebas leukemia 5 th : 80%. Bila dihubungkan dengan klasiffikasi
FAB, maka L1 mempunyai prognosis paling baik, L2 dan L3 buruk.6
LIMFOMA HODGKIN
Limfoma Hidgkin merupakan bagian dari limfoma maligna (keganasan primer
jaringan limfoid yang bersifat padat). Sel ganas pada penyakit Hodgkin berasal dari system
limforetikular ditandai dengan adanya sel Reed-Sternberg pada organ yang terkena. Limfosit
yang merupakan bagian integral proliferasi sel pada penyakit ini diduga merupakan
manifestasi reaksi kekebalan selular terhadap sel ganas tersebut. Lebih jarang terjadi pada
anak dibandingkan limfoma non Hodgkin. Factor resiko diduga berhubungan dengan inveksi
virus Eipstein-Barr, radiasi, dan factor genetic.1
Epidemiologi
Di negara maju seperti Amerika Utara, Eropa dan Oseania angka kejadian sebesar 7
kasus/1.000.000 penduduk. Sedangkan di Asia lebih rendah. Kejadian limfoma Hodgkin
sering dihubungkan dengan infeksi virus Ebstein-Barr. Prevalens EBV tertinggi di negara
Afrika seperti Kenya sehingga angka kejadian limfoma Hodgkin akan meningkat di negara
tersebut.
Anamnesis.3
-
Pembengkakan yang tidak nyeri dari 1 atau lebih kelenjar getah bening seperfisial.
Pada 60-80% kasus mengenai kelenjar getah bening servikal,pada 60% kasus
berhubungan dengan keterlibatan mediastinum
Demam hilang timbul
Berkeringat malam
Anoreksia penurunan berat badan
Rasa lelah
Pemeriksaan fisik
-
Pemeriksaan penunjang.3
-
Tatalaksana3,5
-
Sel T (95%)
Prekursor B (5%)
Nonlimfoblasik
Kecil tidak membelah (Burkit : tipe Imunoglobin permukaan-B matur
non-Burkit)
Sel besar
Imunoglobulin permukaan B matur
Anaplastik
Terutama T,kadang-kadang tidak ada
Lain-lain
Variabel
Insidensi
30%
30%
20%
15%
5%
Anamnesis.3
15
Abdomen : nyeri perut, mual, muntah, konstipasi atau diare, teraba massa perdarahan
saluran cerna akut, icterus, gejala-gejala intususepsi.
Kepala dan leher : limfadenopati servikal dan pembengkakan kelenjar parotis,
pembengkakan rahang, obstruksi hidung, rinore
Mediastinum : sesak nafas, ortopnue, pusing, nyeri kepala, disfagia, epistaksis,
sinkop, penurunan kesadaran
Keluhan umum : demam, penuruna BB, anemia
Pemeriksaan Fisik
-
Pemeriksaan penunjang.3
Tujuan :untuk menegakkan diagnosis pasti dan staging
-
Tata laksana.3
Medikamentosa
-
Kemoterapi
Kombinasi vinkristin,
merkaptopurin
adriamisin,
siklofosfamid,prednisone,
metrotreksat,
6-
Radioterapi
Hanya dilakukan untuk mencegah terjadinya relaps pada penderita denga tumor
kelenjar mesenterial terdapat sisa tumor > 5 cm.
16
Bedah
-
NEUROBLASTOMA
Neuroblastoma adalah tumor yang berasal dari jaringan neural crest dan dapat
mengenai susunan saraf simpatis sepanjang aksis kraniospinal. Neuroblastoma merupakan
kanker intracranial yang sering ditemukan pada anak, mencakup 8-10% dari seluruh kanker
pada anak. Angka kejadian sekitar 1,1 per 10.000 anak dibawah usia 15 tahun. Usia saat
diagnosis dibawah usia 1 tahun (35%), dibawah usia 4 tahun (1,75%), dibawah 10 tahun
(90%).
Deteksi dini penting agar prognosis dan survival menjadi lebih baik. Neuroblastoma
sering terjadi pada bayi , karena itu di negara maju telah dilakukan skrining dengan
pemeriksaan metabolit katekolamin dalam urin. Metastasis ke tulang, sumsum tulang, otak,
hepar, paru, KGB, kulit, dan jaringan lunak residif. Karena 80% tumor primer berasal dari
rongga abdomen maka pemeriksaan USG abdomen perlu dilakukan pada setiap pembesaran
perut pada anak. Metastasis terjadi pada sumsum tulang, hati, otak, banyak 75% kasus sudah
mengalami metastasis pada saat diagnosis di tegakkan.1
Klasifikasi.3
Menurut Evan (staging system) :
-
Stadium 0
: tumor setempat/terlokalisir
Stadium I
: tumor mengenai organ atau struktur organ
Stadium II
: tumor menyebar ke luar organ atau struktur organ
Staidum III : tumor menyebar ke luar organ bersebrangan
Stadium IV : ada metastasis ke tulang, sumsum tulang, otak, kulit,hati, paru,
jaringan lunak
Staium IV-S : usia < 1thn, tumor stadium I-II tapi penyebaran ke hati, kulit, atau
sumsum tulang
Anamnesis
Manifestasi klinis neuroblastoma sangat bervariasi, dapat berupa keluhan sehubungan
tumor primernya, akibat metastasisnya atau gejala sindrom paraneoplastiknya.
-
Pemeriksaan fisik
Tanda dan gejala tergantung padalokasi tumor primer dab penyebarannya.
-
Pemeriksaan penunjang
-
Darah rutin, elektrolit, ferritin, urin rutin, VMA urin, HVA urin
USG abdomen, CT-scan untuk mencari tumor primer dan penyebarannya
Foto thoraks untuk mencari penyebarannya
Biopsy sumsum tulang
Aspirasi sumsum tulang : sel ganas pseudorosette
Diagnosis pasti dengan pemeriksaan histopatologis dari jaringan yang duambil PA.3,5
Kriteria diagnosis
Anamnesis
-
Tata laksana.3
Terapi neuroblastoma terdiri dari :
-
18
RETINOBLASTOMA
Retinonbastoma adalah tumor ganas saraf retina embryonal yang merupakan
keganasan intraocular yang paling sering terjadi pada anak. Angka kejadian sekitar I dari
20.000 kelahiran hidup. Retinoblastoma sering sudah ada sejak lahir, tetapi biasanya tidak
dikenali. Insidens rata-rata pada tahun pertama sebesar 11% dari seluruh kanker, tetapi hanya
3% yang terdiagnosis sebelum usia 15 tahun. Sekitar 80% kasus didiagnosis sebelum anak
mencapai usia 3 atau 4 tahun dengan rata-rata 2 tahun.
Retinoblastoma dapat unilateral atau bilateral, bersifat herediter dan non herediter,
penyakit bias sporadic atau familial. Sekitar 40% kasus adalah herediter, sebagian besar
(25%) berupa tumor bilateral. Beberapa kasus bilateral tampak sebagai kasus unilateral dan
tumor pada mata yang lain terdditeksi pada saat pemeriksaan evaluasi.1
Deteksi dini adalah penting agar prognosis dan survival menjadi lebih baik. Diagnosis
prenatal juga dimungkinkan apabila mutase gen retinoblastoma ditemukan pada fetus
keluarga yang menderita, persalinan lebih dini dapat dianjurkan sehingga pengobatan tumor
dapat dilakukan sesegera mungkin.
Tidak ada predileksi jenis kelamin maupun ras, tetapi retinoblastoma bilateral lebih
sering ditemukan pada anak perempuan. Factor resiko retinoblastoma adalah factor genetic,
riwayat keluarga dengan keluhan yang sama. Jalur penyebaran terutama berupa invasi
melalui saraf optikus ke otak atau melalui koroid ke jaringan lunak orbita dan tulang.
Metastasis jauh dapat terjadi pada paru,tulang, dan otak.1
Diagnosis
Anamnesis
-
Leukokoria (cat eye reflex), strabismus, mata merah, nyeri mata (sering disertai
glaucoma), gangguan penglihatan
Heterokromia,rubeosis iridis, hifema, proptosis (pada keadaan lanjut)
Gejala iritabilitas, kejang,muntah, dan penurunan kesadaran (bila metastasis ke SSP)
Riwayat keluarga.3,5
Pemeriksaan penunjang
Tujuan untuk menegakkan diagnosis dan staging
-
USG orbita
19
Ct-scan dan MRI orbita dan kepala sangat berguna untuk mengevaluasi nervus
optikus, orbital, keterlibatan system saraf pusat dan adanya kalsifikasi intraocular
Aspirasi biopsy jarum halus hanya direkomendasikan pada kasus yang diagnosisnya
masih meragukan dan langkah untuk mencegah penyebaran ekstraokular dari sel
tumor.
Untuk melihat penyebaran ekstraokular : aspirasi dan biopsy sumsum tulang, sitology,
cairan serebrospinal, bone scan.
Tata laksana
-
Tujuan terapi adalah untuk menjaga kelangsungan hidup anak, dan untuk
mempertahankan mata dan penglihatan.
Modalitas terapi berupa medikamentosa, terapi oftalmik local, bedah, radiasi, suportif.
Tata laksana sering berupa kombinasi diantara modalitas terapi.
Medikamentosa
Retinoblastoma intraokuler
Terdapat beberapa pilihan terapi :
-
Retinoblastoma ekstraokuler
-
Belum ada standard terapi yang baku, meskipun iradiasi dan kemoterapi telah lama
digunakan untuk terapi retinoblastoma ekstraokuler
Suportif
Nutrisi, dukungan psikososial, antibiotika, transfuse darah bila perlu
RABDOMIOSARKOMA
Rabdomiosarkoma adalah tumor ganas yang berasal dari jaringan mesodermal
mengenai setiap jaringan tubuh yang mengandung serabut jaringan otot serat seperti muka
dan leher, ekstremitas, traktus urogenitalia, batang tubuh dan retroperitoneal. Merupakan
kanker jaringan lunak yang paling sering pada anak dengan drajat keganasan tinggi dan
insidens 4,6 perjuta anak usia dibawah 14 tahun dan merupakan 5,8% dari seluruh keganasan
tumor solid pada anak. Rabdomiosarkoma merupakan tumor padat ganas ekstrakranial
terbanyak setelah neuroblastoma dan tumor Wilms. Terdapat 2 puncang insidens, yaitu usia
2-6 tahun dan 15-19 tahun. Paling banyak menyerang daerah kepala dan leher (40%),
selanjutnya aliran kemih (20%), ekstremitas (18%) dan tempat lain. Rabdomiosarkoma pada
anak usia dibawah 10 tahun biasanya mengenai daerah kepala dan leher atau genitourinaria.
Pada adolesens umumnya lokasi di ekstremitas, batang tubuh dan paratestikular.1
20
Pemeriksaan fisik
-
Teraba massa
Temuan pada pemeriksaan fisik lain tergantung pada letak tumor primer dan adanya
metastasis: proptosis mata, polyposis di daerah telinga, hidung atau vagina atau
hidung selalu berdarah, gangguan saraf otak, rangsang meningen, sesak nafas, retensi
urin, anemia, perdarahan.
Pemeriksaan penunjang
-
Tata laksana
21
III.
IV.
V.
Tumor pada ginjal, dapat dieksisi sempurna, permukaan kapsul intak, tidak
terjadi rupture, tidak terdapat sisa tumor di luar tepi reseksi.
Tumor dapat keluar dari ginjal tapi dapat di eksisi sempurna, tumor local
ekstensif, infiltrasi ke v.renalis, tumor tercecer (spillage) tetapi terbatas di
daerah ginjal/flank, tidak ditemukan sisa tumor di luar daerah eksisi
terdapat sisa tumor ke dalam abdomen : terdapat infiltrasi tumor ke KGB
hilus, paraaorta atau yang lain, tumor dapat tercecer dan menginfiltrasi
peritoneum, dapat melewati batas eksisi baik mikroskopik maupun
makroskopik, tumor tidak dapat dieksisi sempurna karena menginfiltrasi
struktur yang vital
ditemukan metastasis hematogen ke paru, hati,tulang, dan otak
tumor bilateral pada saat terrdiagnosis
Anamnesis
-
Adanya massa dalam perut (tumor abdomen) merupakan gejala awal tumor Wilms
yang paling sering (60%) kadang-kadang disertai nyeri perut.
Hematuria (mikroskopis) terdapat sekitar 25% kasus, akibat infiltrasi tumor ke dalam
system kaliks
Gejala lain berupa obstipasi, penurunan berat badan, diare, demam, malaise dan
anoreksia. Pada beberapa pasien dapat di temukan nyeri perut bersifat kolik akibat
adanya gumpalan darah dalam saluran kemih.3
22
Pemeriksaan fisik
-
Tumor abdomen
Hipertensi (60%) kasus
Demam
Tanda-tanda sindrom yang berhubungan dengan Tumor Wilms
Pletore (karena polisitemia)
Perdarahan ( karena penyakit von Willebrand didapat)
Pemeriksaan penunjang
-
Kriteria diagnosis
-
Pemeriksaan fisis : Massa intraabdominal, berbatas tegas dan biasanya tidak melewati
garis tengah, disertai gejala hipertensi dan hematuria
USG : massa tumor didaerah ginjal
Histopatologi : gambaran bifasik dari unsur epites dan mesenkim ginjal
Tatalaksana.3,5
-
meningkat 500x; dan delesi pada lengan panjang kromosom 13,yang dapat terjadi pada
pasien retinoblastoma, telah ditemukan pada beberapa osteosarcoma.1
Manifestasi klinis
Osteosarcoma biasanya ditandai dengan nyeri pada tulang. Nyeri mungkin dikaitkan
dengan massa yang dapat diraba. Pemeriksaan sinar X daerah yang terkena biasanya
menunjukkan lesi litik, sering disertai dengan klasifikasi pada jaringan lunak disekeliling lesi.
Diagnosis
Biopsy jarum biasanya dilakukan untuk membuat diagnosis osteosarcoma. Adanya
osteoid memperkuat diagnosis osteosarcoma. Luasnya tumor primer harus digambarkan
secara cermat. MRI pada tulang yang terkena pada saat diagnosis. Osteosarcoma cenderung
metastasis ke tulang dan paru; karenanya pemeriksaan metastasis terdiri atas CT-scan dada
dan scan tulang. Sekitar 75-80% pasien dengan osteosarcoma mendderita penyakit yang
tampak terlokalisasi pada saat didiagnosis. Sebelum adanya kemoterapi, pasien dengan
osteosarcoma tungkai yang tampak terlokalisasi ditangani dengan amputasi saja. Pada sekitar
80% pasien ini, metastasis paru berkembang dalam 6 bulan pascaamputasi. Karenanya
osteosarcoma ditandai ditandai dengan tingginya insidens penyakit mikrometastasis pada saat
diagnosis. Sejumlah tanta biologis osteosarcoma, meliputi status p53, kadar protein resisten
banyak obat, dan ekspresi gen HER 2-NEU, telah dilihat sebagai kemungkinan factor
prognostic.
Pengobatan
Pengobatan osteosarcoma sekarang melibatkan kombinasi kemoterapi prabedah
diikuti dengan penyelamatan tungkai atau amputasi dan kemoterapi pasca bedah lebih lanjut.
Agen yang efektif terhadap osteosarcoma adalah adriamisin, metotreksat dosis tinggi,
ifosfamid, dan obat-obat platinum (sisplatin atau karboplatin). Sesudah penyelesaian
kemoterapi neoadjuvant, dilakukan penyelamatan tungkai ataupun ampuutasi. Pasien dengan
specimen tumornya menunjukkan nekrosis derajat tinggi akibat kemoterapi prabedah
mempunyai angka harapan hidup bebas kejadian lebih 80%. Pasien yang mempunyai
sejumlah besar tumor yang dapat hidup mempunyai prognosis jauh lebih buruk.1
2. Sarkoma Ewing
Sarkoma Ewing adalah tumor sel yang biru, kecil,bulat, sangat ganas, dan paling
lazim di temukan di tulang. Sarcoma Ewing ditandai dengan translokasi kromosom spesifik.
Insidensi pada anak kulit putih adalah sekitar 1,9 per sejuta anak. Sarkoma Ewing sangat
jarang pada anak kulit hitam. Femur dan pelvis merupakan tempat-tempat yang paling lazim,
tetapi lesi tibia, fibula, iga, humerus, scapula, dan klavikula juga di temukan. Manifestasi
klinis sangat serupa dengan osteosarcoma. MRI lesi primer harus dilakukan untuk
menggambarkan luasnya lesi dan setiap massa jaringan lunak yang terkena. Pemeriksaan
metastatic melibatkan scan tulang, CT-scan dada, dan spirasi atau biopsy sumsum tulang.
Pengobatan Sarcoma Ewing serupa dengan pengobatan osteosarcoma. Kemoterapi prabedah
diberikan, diikuti dengan tindakan pengendalian local dan kemudian kemoterapi lebih lanjut.
Tidak seperti osteosarcoma, Sarcoma Ewing sensitive terhadap radiasi, walaupun diperlukan
24
radiasi dosis tinggi untuk mensterilisasi lesi local. Kemoterapi meliputi vinkristin,
siklofosfamid,ifosfamid, VP-16, dan doksorubisin.1
Daftar Pustaka
1. Behrman RE, Kliegman RM. Nelson Esensi Pediatri. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC,2010
2. H. Anemia aplastik In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, et al (eds). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi Keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI, 2006;637-43.
3. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, et
all. Pedoman pelayanan medis IDAI. Edisi II. Jakarta :Pengurus Pusat Ikatan Dokter
Anak Indonesia, 2011
4. Staje N, Arceci RJ.Management leukemic lymphoblastic acut. 2 Mei 2011. Diunduh
dari www.emedicine.medscape.com. 30 November 2015
5. Tanto C, Liwang F, Hanifati, Pradipta EA. Kapita selekta kedokteran. Jilid I. Edisi IV
Jakarta : Penerbit Media Aesculapius, 2014
6. Staf pengajar Ilmu keseehatan anak FKUI.Ilmu kesehatan anak. Edisi 1. Jakarta : Info
medika Jakarta.1985
25