Anda di halaman 1dari 4

BAB II

LANDASANTEORI
2.1

Prinsip Dasar Layanan Tes dan Konseling HIV/AIDS


Tes dan konseling HIVmerupakan pintu masuk utama pada layanan

pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan. Seperti telah diketahui bahwa:


a. Mengetahui status HIV positif secara dini akan memaksimalkan kesempatan
ODHA untuk menjangkau pengobatan, menjauhkan diri dari kematian, serta
dapat mencegah terjadinya penularan kepada orang yang negatif HIV.
b. Pengobatan yang efektif akan mengurangi hingga 96% kemungkinan
seseorang dengan HIV akan menularkan kepada pasangan seksualnya.
c. Bila status HIV negatif maka dapat mempertahankan diri agar tetap negatif
melalui upaya pencegahan seperti: perilaku seksual yang aman, penggunaan
kondom, sirkumsisi, perilaku menyuntik yang aman, mengurangi pasangan
seksual.
d. Dalam kebijakan dan strategi nasional telah dicanangkan konsep akses
universal untuk mengetahui status HIV, akses terhadap layanan pencegahan,
perawatan, dukungan dan pengobatan HIV dengan visi getting to zero, yaitu
zero infeksi baru, zero diskriminasi dan zero kematian oleh karena AIDS1.
Proses TKHIV dapat dilakukan melalui 2 (dua) pendekatan, yaitu:
1. Konseling dan tes HIV secara sukarela yang disingkat dengan KTS atau
Voluntary Counseling and Testing (VCT).
2. Tes HIV atas inisiatif pemberi layanan kesehatan dan konseling yang
disingkat dengan TIPK atau Provider Initiated Testingand Counseling(PITC)1.
2.2

Pemanfaatan LayananVoluntary Counseling and Testing (VCT)


Konseling dalamVCTadalahkegiatankonselingyang menyediakan dukungan

psikologis,informasi
mempromosikan
antiretroviral(ARV)

dan

pengetahuanHIV/AIDS,mencegah

penularan

HIV,

perubahanperilakuyangbertanggungjawab,pengobatan
danmemastikanpemecahanberbagaimasalahterkaitdengan

HIV/AIDSyang bertujuanuntukperubahanperilakukearahperilakulebihsehat dan lebih


aman1.
VCT
pintumasukke

merupakan

salah satu strategi kesehatan masyarakat dan sebagai

seluruhlayanankesehatanHIV/AIDSberkelanjutanyang

berdasarkan

prinsip: (1) Sukarela dalam melaksanakan tes HIV; (2) Salingmempercayai


danterjaminnyakonfidensialitas; (3) Mempertahankan
dan

klien

yang

hubungan relasi

konselor

efektif; (4) Penerimaanhasiltestingsenantiasa

diikutiolehkonselingpascatestingolehkonseloryangsamaataukonselor
lainyangdisetujui oleh klien4.Model layanan VCT terdiri atas :
a. Mobile VCT (Penjangkauan dan keliling). Mobile VCT adalah model layanan
dengan penjangkauan dan keliling yang dapat dilaksanakan oleh Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) atau layanan kesehatan yang langsung
mengunjungi sasaran kelompok masyarakat yang memiliki perilaku berisiko
atau berisiko tertular HIV/AIDS di wilayah tertentu. Layanan ini diawali
dengan survei atau penelitian atas kelompok masyarakat di wilayah tersebut
dan survei tentang layanan kesehatan dan layanan dukungan lainnya di daerah
setempat.
b. Statis VCT (Klinik VCT tetap). Statis VCT adalah sifatnya terintegrasi dalam
sarana kesehatan dan sarana kesehatan lainnya, artinya bertempat dan menjadi
bagian dari layanan kesehatan yang telah ada. Sarana kesehatan dan
sarana kesehatan lainnya harus memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan
masyarakat akan VCT, layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan
pengobatan terkait dengan HIV/AIDS5.
TahapanlayananVoluntary CounselingandTesting (VCT) terdiri dari:
a. Pre-test counseling
Pre-test counselingadalah diskusi antara klien dan konselor

yang

bertujuan untuk menyiapkanklien untuk testing, memberikanpengetahuan


pada kliententang HIV/AIDS.Isidiskusiyangdisampaikanadalahklarifikasi
pengetahuankliententang
pengelolaan

HIV/AIDS,menyampaikanprosedurtesdan

dirisetelahmenerima

hasiltes,

menyiapkan

klien

menghadapihari depan, membantuklien memutuskan akan tes atau tidak,


mempersiapkan informed consentdan konselingseksyangaman6.
b. HIV testing
Pada umumnya, tes HIV dilakukan dengan cara mendeteksi antibodi
dalam darah seseorang. Jika seseorang memiliki antibodi terhadap HIV di
dalam darahnya, hal ini berarti orang itu telah terinfeksi HIV. Tes HIV yang
umumnya digunakan adalah Enzyme Linked Imunosorbent Assay (ELISA),
Rapid Testdan Western Immunblot Test.
c. Post-test counseling
Post-test counseling adalah diskusi antara konselor dengan klien yang
bertujuan menyampaikan hasil tes HIV klien, membantu klien beradaptasi
dengan hasil tes, menyampaikan hasil secara jelas, menilai pemahaman
mental emosional klien, membuat rencana dengan menyertakan orang lain
yang bermakna dalam kehidupan klien, menjawab, menyusun rencana tentang
kehidupan yang mesti dijalani dengan menurunkan perilaku berisiko dan
perawatan, dan membuat perencanaan dukungan7.
2.3

Konseling dan Tes HIV dengan Inisiatif Petugas (PITC)


PITC merupakanlayanan tes dan konseling HIV terintegrasi di sarana

kesehatan yaitu tes dankonseling HIV yang di prakarsai oleh petugas kesehatan ketika
pasien mencari layanan kesehatan.Layanan ini dilakukan secara sukarela dan
rahasiaserta ditujukan pada individu dengan permasalahan HIV/AIDS.Selain
itu,layanan ini juga menempatkan individu sebagai pusat pelayanan berdasarkan
kebutuhannya sehingga individu mampu mengambil keputusan-keputusan pribadi
yang berkaitan dengan HIV/AIDS8.
Salah satu fungsi PITC adalah untuk mengungkap jumlah penderita
HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di lingkungan berisiko. Semakin banyak masyarakat
yang memanfaatkan Pelayanan PITC, maka akan menambah data mengenai penderita
dan penyebaran HIV sehingga pemerintah dapat segera mempersiapkan langkah

intervensi. Keuntungan lainnya, PITC dapat memutusmata rantai penularan HIV


dalam masyarakat, mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap ODHA dan yang
paling utama dengan PITC kita dapat mengurangi atau menghilangkan perilaku
beresiko untuk terkena HIV/AIDS. Hal ini memperkuat bahwa pemberian informasi
(PI) dan diskusi partisipasilebih dianjurkan karena lebih berdasarkan pada kesadaran
individu itu sendiri sehingga hasil perubahan perilaku pun dapat bertahan lebih lama9.
Pedoman pelaksanaan PITC di sarana kesehatan yang merekomendasikan tes
HIVadalah sebagai berikut:
a. Ditawarkan kepada semua pasien yang menunjukkan gejala dan tanda klinis
yang mungkin mengindikasikan infeksi HIV, tanpa memandang tingkat
epidemik daerahnya.
b. Sebagai bagian dari prosedur baku perawatan medis pada semua pasien yang
datang di sarana kesehatan di daerah dengan tingkat epidemik yang meluas.
c. Ditawarkan dengan lebih selektif kepada pasien di daerah dengan tingkat
epidemik terkonsentrasi atau rendah.
Pelaksanaan PITC harus sesuai dengan pedoman WHO/UNAIDS: mengedepankan
3C 2R3C yaitu informed consent, counseling, confidentiality, dan 2R yaitu
referral and recording reporting10.Proses konseling pada PITC terdiri atas konseling
pra tes, konseling post tes dan tes HIV secara sukarela yang bersifat rahasia dan
secara lebih dini membantu orang mengetahui status HIV. Konseling pra tes
memberikan pengetahuan tentang HIV dan manfaat tes, pengambilan keputusan
untuk melakukan tes HIV, dan perencanaan atas permasalahan HIV yang akan
dihadapi. Konseling post test dilakukan setelah hasil tes HIV keluar, dilaksanakan
untuk membantu seseorang memahami dan menerima status HIV positif dan merujuk
pada layanan dukungan11.Alur dari tes HIV berlaku sama, baik untuk TIPK maupun
KTS.

Anda mungkin juga menyukai