Anda di halaman 1dari 10

Penerapan Metode Markovian Decision Process dan Overall Equipment Effectiveness untuk

Menentukan Kebijakan Perawatan Mesin Produksi di PTPN XII (Persero) Bantaran-Blitar


The Application of Markovian Decision Process Methods and Overall Equipment
Effectiveness to Determine Maintenance Policy of Production Machines at PTPN XII
(Persero) Bantaran - Blitar
Alfred Petrus Parlindungan Butar-Butar1), Usman Effendi2) ,Masud Effendi2)
Jurusan Teknologi Industri Pertanian-Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya
2)Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian-Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya
Jl. Veteran, Malang 65145
*email: alfred_petrusbb@yahoo.co.id
1)Alumni

Abstrak
Salah satu perusahaan di wilayah Jawa Timur yang bergerak dalam industri perkebunan dan pengolahan teh
yaitu PTPN XII (Persero) Bantaran, Blitar. Permasalahan yang sedang dihadapi perusahaan ini berupa mesin Roll
CTC Triplex di stasiun penggilingan dan Fluid Bed Dryer di stasiun pengeringan yang sering mengalami kegagalan
produksi atau menghasilkan waktu downtime yang dominan sangat besar karena penurunan performance dan
reliability pada mesin. Permasalahan kerugian produksi yang dihasilkan oleh mesin Roll CTC Triplex dan Fluid Bed
Dryer perlu dilakukan evaluasi perbaikan untuk meminimalisasi kerugian yang dihasilkan dengan cara melakukan
perhitungan terhadap nilai Overall Equipment Effectiveness dan menentukan kebijakan perawatan yang optimal pada
mesin produksi dengan menggunakan metode Markovian Decision Process. Hasil perhitungan nilai OEE yang
dihasilkan mesin Roll CTC Triplex sebesar 75,78% dan hasil nilai OEE yang dihasilkan mesin Fluid Bed Dryer
67,51%. Kebijakan perawatan yang paling optimal yang dihasilkan mesin Roll CTC Triplex yaitu perencanaan
perawatan usulan pada saat P3 dengan melakukan perawatan korektif pada status 3 dan 4, kebijakan perawatan yang
paling optimal yang dihasilkan mesin Fluid Bed Dryer yaitu perencanaan perawatan usulan pada saat P2 dengan
melakukan perawatan korektif pada status 4 dan perawatan pencegahan pada status 3.
Kata kunci : Downtime, FBD, Kegagalan Produksi, MDP, OEE, Roll CTC Triplex

Abstract
One company in the east java which moves in and processing industry is tea plantation namely PTPN XII
(Persero) Bantaran, Blitar. The problem currently faced by these firms concerned with state of machine Roll CTC
Triplex in milling station and Fluid Bed Dryer in dryer station often failure of production or produces downtime the
dominant very large caused by the decline in the performance of and reliability in machine. The loss of production
generated by a Roll CTC Triplex and Fluid Bed Dryer necessary for improvement in order to minimise losses
resulting. Loss of production problems generated by a machine to Roll CTC Triplex and Fluid Bed Dryer need to be
evaluated improvement to minimise losses resulting in a manner to calculate the Overall Equipment Effectiveness
and determine maintenance policy optimal on a production decision by using the method Markovian Decision
Process. Calculated value of OEE produced machine Roll CTC Triplex of 75,78 % and the results of the value of
OEE produced machine Fluid Bed Dryer 67,51 %. Maintenance policy most optimal produced machine Roll CTC
Triplex is planning proposal maintenance at P3 with make the corrective maintenance on the state 3 and 4,
maintenance policy most optimal produced machine Fluid Bed Dryer that is planning proposal maintenance at P2
with make the corrective maintenance on the state 4 and preventive maintenance on the state 3.
Keywords: Downtime, Failure of Production, FBD, MDP, OEE, Roll CTC Triplex

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perekonomian yang semakin berkembang
dari waktu ke waktu tidak terlepas dari sektor
industri yang menopangnya. Agroindustri
merupakan salah satu industri yang tumbuh
dengan
pesat
dan
berpengaruh
pada
perekonomian
dunia.
Perkebunan
dan
pengolahan teh adalah salah satu agroindustri
yang jumlahnya cenderung mengalami fluktuasi.
Kapasitas produksi yang dihasilkan juga
mengalami penurunan jumlah produksi tiap

tahunnya di Indonesia (BPS, 2014). Salah satu


regional di Indonesia khususnya di wilayah Jawa
Timur, untuk potensi produksi teh yang
dihasilkan dari tahun 2008 sampai 2012
cenderung mengalami fluktuasi, yang dimulai
dari tahun 2008 produksi teh yang dihasilkan di
Jawa Timur sebesar 3.655 ton, tahun 2009
sebesar 4.143 ton, tahun 2010 sebesar 4.169 ton,
tahun 2011 sebesar 4.135 ton dan tahun 2012
produksi teh yang dihasilkan sebesar 4.107 ton
(BKPM, 2014).

Di Jawa Timur, salah satu perusahaan yang


bergerak dalam industri perkebunan dan
pengolahan teh yaitu PTPN XII (Persero)
Bantaran Blitar. Perusahaan ini bergerak dalam
memproduksi teh hitam CTC sebagai produk
unggulannya dan menghasilkan jumlah produksi
teh yang cenderung mengalami fluktuasi.
Keadaan produksi tersebut dapat dilihat dari
jumlah kapasitas produksi teh yang dihasilkan
pada periode bulan Oktober 2013 sampai
Februari 2014 dengan kapasitas produksi yang
dihasilkan pada bulan Oktober tahun 2013
sebesar 105.030 kg, bulan November tahun 2013
sebesar 176.594 kg, bulan Desember tahun 2013
sebesar 165.90 kg, bulan Januari tahun 2014
sebesar 106.271 kg dan pada bulan Februari
tahun 2014 jumlah produksi yang dihasilkan
sebesar 152.800 kg (Sirah kencong, 2013).
Permintaan terhadap produksi teh yang
cenderung mengalami fluktuasi menyebabkan
mesin atau peralatan produksi yang digunakan di
perusahaan secara langsung akan mengalami
penurunan performance dan reliability pada
mesin. Apalagi jika dilihat dari mayoritas
kondisi mesin yang digunakan di PTPN XII
(Persero) Bantaran Blitar masih menggunakan
mesin lama yang sudah mencapai 50% sampai
70% melebihi umur teknisnya. Hal ini akan
mengakibatkan tingkat produktivitas mesin
sudah banyak mengalami penurunan dengan
tingkat kerugian yang terjadi seperti, jam henti
mesin mencapai 5% dari total waktu produksi,
dan cacat produk yang dihasilkan sebesar 20,2%
(Sirah kencong, 2013). Besarnya bentuk
kerugian yang dihasilkan oleh perusahaan masih
belum ada dilakukan suatu tindakan evaluasi
perbaikan dengan melakukan perhitungan
terhadap nilai Overall Equipment Effectiveness
(OEE) pada mesin produksi. Oleh sebab itu
kebijakan perawatan yang optimal pada mesin
produksi masih belum dapat ditentukan dan
dilakukan secara baik dan efektif oleh
perusahaan.
Dari
permasalahan
tersebut
pemecahan masalah dalam penelitian ini
diselesaikan dengan menggunakan integrasi
metode Overall Equipment Effectiveness (OEE)
dan Markovian Decision Process yang bertujuan
untuk menentukan nilai Overall Equipment
Effectiveness (OEE) dari mesin produksi dan
menentukan kebijakan perawatan atau perbaikan
yang perlu dilakukan terhadap mesin produksi di
PTPN XII (Persero) Bantaran, Blitar.
Integrasi
metode
Overall
Equipment
Effectiveness (OEE) dan Markovian Decision
Process digunakan karena metode Overall
Equipment Effectiveness (OEE) mempunyai

instrumen yang jelas untuk melakukan


pengukuran, dapat mengevaluasi seberapa capain
performance dan reliability dari mesin produksi
dan juga sebagai kesempatan untuk memperbaiki
produktivitas sebuah perusahaan yang pada
akhirnya
sebagai
langkah
pengambilan
keputusan. Metode Markovian Decision Process
digunakan untuk menentukan keputusan
kebijakan perawatan yang optimal dari beberapa
alternative kebijakan perawatan pada mesin
produksi (Arifin, 2013). Dalam penentuan
kebijakan tersebut penerapan metode Markovian
Decision Process secara umum masih cenderung
subyektif dalam penentuan perangkingan level
atau state pada perawatan karena masih
didasarkan pada perspektif individual. Oleh
karena itu, agar data yang dihasilkan tidak bias
maka nilai OEE digunakan sebagai state
sehingga akan lebih objektif karena didasarkan
atas kondisi dan kenerja dari mesin.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di PTPN XII
(Persero) Bantaran, Blitar. Pengambilan data
dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 2014 sampai
31 Maret 2014. Data yang diperoleh dianalisis di
Laboratorium Manajemen Agroindustri, Jurusan
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang.
Batasan Masalah
Batasan masalah yang diterapkan pada
penelitian ini adalah :
1. Penelitian dilakukan pada bagian produksi
PTPN XII (Persero) Bantaran, Blitar.
2. Penelitian difokuskan pada mesin Roll
CTC Triplex dan Fluid Bed Dryer karena
pada mesin ini sering mengalami
kerusakan dan perawatan mesin serta
memiliki biaya perawatan yang dominan
lebih besar dari pada mesin yang lainnya.
3. Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data pada mesin Roll CTC Triplex
dan Fluid Bed Dryer yang terdiri dari data
jam kerja mesin, data downtime mesin,
data perawatan mesin dan data hasil
produksi teh hitam.
4. Data yang diambil adalah data harian
mesin Roll CTC Triplex dan Fluid Bed
Dryer yang diambil dan diteliti langsung
oleh peneliti yaitu pada bulan Maret 2014
dan data mesin Roll CTC Triplex dan
Fluid Bed Dryer dari perusahaan pada
periode bulan Oktober 2013 sampai
Februari 2014.

5. Tingkat produktivitas dan efektivitas


mesin yang diukur adalah dengan
menggunakan metode Overall Equipment
Effectiveness (OEE).
6. Penentuan kebijakan perawatan yang
optimal pada mesin Roll CTC Triplex dan
Fluid Bed Dryer dilakukan dengan
menggunakan
metode
Markovian
Decision Process dengan nilai Overall
Equipment Effectiveness (OEE) digunakan
sebagai state.
Perhitungan Availability Ratio
Availability Ratio merupakan suatu rasio
yang menggambarkan pemanfaatan waktu yang
tersedia untuk kegiatan operasi peralatan atau
mesin. Nilai availability ratio dapat dihitung
dengan formulasi sebagai berikut (Wireman,
2005):
Keterangan :
Loading time adalah waktu yang tersedia
(availability) per hari atau per bulan
dikurang dengan waktu downtime mesin
direncanakan (planned downtime) (Jam)
Operation time adalah hasil pengurangan
loading time dengan waktu downtime mesin
(non-operation time) (Jam)
Perhitungan Performance Efficiency
Performance Efficiency merupakan suatu
rasio yang menggambarkan kemampuan dari
peralatan atau mesin dalam menghasilkan
produk. Nilai performance efficiency dapat
dihitung dengan formulasi sebagai berikut
(Ahuja, 2013):
Keterangan :
Ideal Cycle Time adalah waktu siklus ideal
(Jam/Kg)
Processed Amount adalah jumlah produk
yang diproses (Kg)
Operation Time
adalah waktu operasi
mesin (Jam)
Perhitungan Rate of Quality Product
Rate of Quality Product merupakan suatu
rasio yang menggambarkan kemampuan
peralatan atau mesin dalam menghasilkan
produk yang sesuai dengan standart. Formulasi
yang digunakan untuk menghitung rate of
quality product adalah sebagai berikut (Ahuja,
2013):

Keterangan :
Processed Amount adalah jumlah produk
yang diproses (Kg)
Defect Amount adalah jumlah produk yang
cacat (Kg)
Perhitungan
Nilai
Overall
Equipment
Effectiveness
Menurut Jaqin (2011), Overall Equipment
Effectiveness merupakan produk dari Six Big
Losses pada mesin. OEE juga merupakan ukuran
menyeluruh yang mengidentifikasi tingkat
produktivitas mesin dan kinerjanya secara teori.
Formula matematis dari OEE dirumuskan
sebagai berikut:

Penentuan State (Status) Mesin


State digunakan untuk mengidentifikasi
seluruh kondisi yang mungkin dari suatu proses
atau sistem. Penentuan state (status) mesin
dalam perhitungan markov decision process
yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Tabel State
Nilai OEE
(%)
85,01 s/d 100
60,01 s/d 85
40,01 s/d 60
0 s/d 40

State
1
2
3
4

Keterangan
Sempurna (Baik)
Kelas dunia (Kerusakan Ringan)
Wajar (Kerusakan Sedang)
Rendah (Kerusakan Berat)

Sumber : Malik (2013)


Perhitungan Data Transisi Status Mesin
Transisi status adalah perubahan status
mesin dari suatu kondisi status ke kondisi status
yang lain. Tabel 2 merupakan penentuan data
transisi status yang mungkin terjadi pada mesin
yaitu (Hillier, 2005):
Tabel 2 Data Transisi Status
Bulan
1

1/1
n11

1/2
n12

1/3
n13

Transisi Status
1/4
..
..
..
..
n14 ...
...
...
...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

n11

n12

n13

n14

..

..

..

..

n44

4/4
n44

Sumber : Hillier (2005)


Keterangan :
1/1, 1/2, 1/3, 1/4,...,1/5 adalah transisi status
yang terjadi pada masing-masing mesin pada
item i.
n11, n12, n13, n14,..., n44 adalah data transisi status
mesin tiap hari

Perhitungan Jumlah Transisi Status pada


Status Baik, Kerusakan Ringan, Kerusakan
Sedang, dan Kerusakan Berat.
Tabel 3 merupakan perhitungan jumlah
transisi status digunakan untuk menentukan
jumlah transisi status mesin yang berada pada
status baik, kerusakan ringan, kerusakan sedang,
dan kerusakan berat (Fitria, 2005).
Tabel 3 Jumlah Transisi Status pada Status Baik,
Kerusakan Ringan, Kerusakan Sedang,
Kerusakan Berat.
Bulan

Jumlah Transisi Status


Kondisi
Kondisi
Kerusakan
Kerusakan
Ringan (2)
Sedang (3)

Kondisi
Baik (1)

1
2
3
4
5
6

Kondisi
Kerusakan
Berat (4)

n11 + n12 +
n13 + n14
...
...
...
...
n11 + n12 +
n13 + n14

n21 + n22 +
n23 + n24
...
...
...
...
n21 + n22 +
n23 + n24

n31 + n32 +
n33 + n34
...
...
...
...
n31 + n32 +
n33 + n34

n41 + n42 +
n43 + n44
...
...
...
...
n41 + n42 +
n43 + n44

Sumber : Fitria (2005)


Keterangan :
1 adalah jumlah transisi status mesin
pada status baik
2 adalah jumlah transisi status mesin
pada status kerusakan ringanFit
3 adalah jumlah transisi status pada
status kerusakan sedang
4 adalah jumlah transisi status pada
status kerusakan berat
Perhitungan Probabilitas Transisi Status
Mesin
Menentukan probabilitas transisi status pada
suatu mesin, maka ditentukan terlebih dahulu
besarnya data transisi status yang dapat dihitung
dari proporsi state yang terjadi dari hari ke hari
atau bulan ke bulan. Kemudian dilakukan
perhitungan jumlah transisi status yang masuk
dalam klasifiakasi transisi status baik, kerusakan
ringan, kerusakan sedang dan kerusakan berat.
Tabel 4 merupakan cara perhitungan probabilitas
transisi pada setiap mesin (Hillier, 2005).
Tabel 4 Probabilitas Transisi Status Mesin
Bulan
p11

Probabilitas Transisi Status


p12
p13
p14
..

..

p44

n12/1

n13/1

n14/1

...

...

n44/4

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

n11/1

n12/1

n13/1

n14/1

...

...

n44/4

p11

p12

p13

p14

...

...

p44

N1

n11/1

2
3

Sumber : Hillier (2005)

Keterangan :
p11, p12, p13,p44 adalah jumlah probabilas
tiap-tiap status dalam 1 semester.
nij adalah banyaknya kerusakan mesin yang ada
pada periode t berada di status i berubah menjadi
status j pada t + 1.
Nilai dari p41 = 1

Perhitungan Matriks Probabilitas Transisi


Awal (P0) pada Item i
Matriks
Probabilitas
Transisi
memungkinkan untuk melakukan perhitungan
probabilitas state di masa mendatang
berdasarkan pada state saat ini. Bentuk matriks
probabilitas transisi awal (P0) yang terbentuk
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Matriks Probabiltas transisi Awal (P0)
pada Item i
i
1
2
3
4

p11
0
0
1

p12
p22
0
0

p13
p23
p33
0

p14
p24
p34
0

Sumber : Darmawan (2007)


Menggunakan persamaan serta hasil transisi
matriks tersebut, maka dapat ditentukan matriks
probabilitas status mesin dalam jangka panjang
dan dalam keadaan steady state yaitu sebagai
berikut :

Dengan syarat batas :


1 + 2 + 3 + 4 = 1
Maka didapat persamaan sebagai berikut :

Dari hasil

dan

masukkan ke syarat

batas :
1 + 2 + 3 + 4 = 1
Perhitungan Matriks Probabilitas Perawatan
Mesin yang Diusulkan
Perhitungan untuk mendapatkan perawatan
mesin yang optimal dilakukan suatu usulan
kebijakan perawatan yang didapatkan dari
perubahan matriks transisi awal sesuai dengan
tindakan atau kebijakan yang dilakukan. Dengan
dilakukannya usulan kebijakan perawatan, maka
diusulkan empat perencanaan perawatan mesin
yang dilakukan yaitu (Darmawan, 2007) :
a. Perawatan korektif pada status 4 dan
perawatan pencegahan pada status 2, dan 3
(P1).

b.
c.
d.

Perawatan korektif pada status 4 dan


perawatan pencegahan pada status 3 (P2).
Perawatan korektif pada status 3 dan 4 (P3)
Perawatan korektif pada status 3 dan 4 dan
perawatan pencegahan pada status 2 (P4).

Perhitungan matriks probabilitas transisi pada


kebijakan P1 dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Matriks Probabilitas Transisi Usulan 1
(P1) pada Item-i
i
1
2
3
4

p11
1
0
1

p12
0
1
0

p13
0
0
0

p14
0
0
0

Sumber : (Darmawan, 2007).


Dengan menggunakan persamaan serta hasil
matriks tersebut, maka probabilitas status mesin
dalam jangka panjang dan dalam keadaan steady
state dapat ditulis sebagai berikut :

Dimana :

adalah ekspektasi biaya perawatan

adalah probabilitas status pada keadaan steady state

adalah biaya perawatan

Berdasarkan formulasi tersebut, alur


perhitungan untuk menentukan ekspektasi biaya
perawatan untuk masing-masing kebijakan
perawatan didapatkan dari biaya perawatan
untuk masing-masing item dikalikan dengan
probabilitas status dalam keadaaan mapan atau
kondisi ekuilibrium (steady state). Indikator
perhitungan biaya perawatan meliputi biaya
perawatan pencegahan dan perawatan korektif
yang dilakukan pada saat mesin berhenti dan
hanya menitik beratkan pada biaya downtime dan
biaya labor yang harus dikeluarkan. Perhitungan
biaya perawatan pencegahan dan perawatan
korektif adalah sebagai berikut (Darmawan,
2007) :
Biaya perawatan pencegahan
Biaya perawatan korektif

Dengan syarat batas :


1 + 2 + 3 + 4 = 1
Maka akan didapat persamaan sebagai berikut :

Dimana :

adalah waktu rata-rata perawatan pencegahan

adalah waktu rata-rata perawatan korektif

Dari hasil

dan

masukkan ke syarat

batas :
1 + 2 + 3 + 4 = 1
Perhitungan matriks probabilitas transisi
yang diusulkan lainnya ditentukan berdasarkan
keputusan perawatan yang dilakukan tiap-tiap
kebijakan. Keputusan dalam menentukan
perawatan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Keputusan Keputusan dalam
Menentukan Perawatan
Keputusan
1
2
3

Kondisi
Tidak dilakukan tindakan perawatan
Dilakukan perawatan pencegahan
(sistem kembali ke status sebelumnya)
Perawatan korektif (sistem kembali ke
status 1)

adalah biaya labor


Biaya downtime adalah biaya yang diakibatkan oleh
sistem yang tidak berproduksi.

Berdasarkan formulasi perhitungan biaya


perawatan pencegahan dan korektif tersebut,
untuk perhitungan indikator biaya downtime dan
biaya tenaga kerja adalah sebagai berikut:
a. Biaya Downtime
Biaya Downtime adalah biaya yang
diakibatkan oleh sistem yang tidak berproduksi.
Perhitungan biaya downtime adalah sebagai
berikut (Fitria, 2005):
b. Biaya Tenaga Kerja (Labor)
Biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja
karena jasanya dalam melakukan perawatan pada
mesin. Formulasi yang digunakan pada
perhitungan biaya tenaga kerja adalah sebagai
berikut (Darmawan, 2007) :

Sumber : Hillier (2005)


Perhitungan Ekspektasi Biaya Perawatan
Formulasi
yang
digunakan
dalam
perhitungan ekspektasi biaya perawatan yaitu
(Bernstein, 2009):

HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambaran Umum Perusahaan
Perkebunan Bantaran merupakan salah satu
unit kebun yang berada dalam lingkungan PTPN
XII (Persero) Bantaran, Blitar yang berkantor

pusat di jalan Rajawali No. 44 Surabaya. Unit


pengolahan teh hitam CTC di Perkebunan
Bantaran mulai beroperasi pada tahun 1988 yang
diresmikan oleh Menteri Pertanian dengan
komoditas utama yang diproduksi yaitu kakao
edel, teh hitam CTC dan tanaman hortikultura.
PTPN XII (Persero) Bantaran, Blitar terletak di
Desa Tulungrejo, sedangkan pabrik teh hitam
CTC terletak di afdeling Sirah Kencong Desa
Ngadirenggo, Kecamatan Wlingi Kabupaten
Blitar.
Proses produksi teh hitam CTC yang
dilakukan di PTPN XII (Persero) Bantaran,
Blitar dilakukan secara kontinyu yang dimulai
dari proses penerimaan pucuk, kemudian
dilakukan proses pelayuan, penurunan pucuk
layu, penggilingan, fermentasi
(oksidasi
enzimatis), pengeringan, sortasi, pengemasan
dan penggudangan untuk setiap produk Pekoe
Fanning (PF), Broken Pekoe (BP), Pekoe Dust
(PD), Dust 1 (D1), Fanning (FANN) dan Dust 2
(D2). Mesin dan peralatan produksi yang
digunakan di PT Perkebunan Nusantara XII
(Persero) Bantaran, Blitar dalam memproduksi
teh hitam CTC antara lain timbangan, crane,
whitering trough, GLS, rotorvane, Roll CTC
triplex, fluid bed dryer, conveyor, vibro jumbo,
holding tank, midleton, trinick, winnower,
tangki, water fall, tea bulker, dan tea packer.
Perhitungan Availability Ratio
Availability ratio merupakan suatu rasio
yang menggambarkan pemanfaatan waktu yang
tersedia untuk kegiatan operasi mesin. Hasil
perhitungan availability ratio untuk mesin Roll
CTC Triplex dan Fluid Bed Dryer pada periode
bulan Oktober 2013 Maret 2014 dapat dilihat
pada Gambar 1.

Gambar 1 Grafik Hasil Perhitungan Availability Ratio


Mesin Roll CTC Triplex dan Fluid Bed Dryer.

Gambar 1 menunjukkan nilai rata-rata


availability ratio untuk mesin Roll CTC Triplex
di stasiun penggilingan adalah sebesar 92,70%
dan nilai rata-rata availability ratio untuk mesin
Fluid Bed Dryer di stasiun pengeringan sebesar
75,65%. Menurut Boban (2013), Idealnya,
besarnya nilai availability yang baik, yaitu lebih
besar dari 90%. Dari kedua hasil availability
ratio ini mesin Roll CTC Triplex memiliki nilai
availability ratio lebih besar (keadaan ideal) dari
pada mesin Fluid Bed Dryer. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat kesiapan mesin Roll
CTC Triplex untuk digunakan sewaktu-waktu
berada diatas 90% atau mesin sudah dalam
kondisi ideal.
Nilai availability Fluid Bed Dryer berada
dibawah standar world class JIPM (Japan
Institute of Plant Maintenance) yaitu sebesar
75,65%
dikarenakan
waktu
availability
loss/downtime dan planned downtime yang
dihasilkan mesin Fluid Bed Dryer cukup besar.
Waktu rata-rata availability loss/downtime yang
terdiri dari kerugian idle time, waktu setup dan
machine break menghasilkan waktu rata-rata
downtime sebesar 48,75 jam dan kerugian yang
diakibatkan
karena
planned
downtime
menghasilkan waktu kerugian rata-rata sebesar
15,40 jam. Tingginya kerugian yang dihasilkan
dari mesin Fluid Bed Dryer disebabkan karena
mesin Fluid Bed Dryer sudah melebihi umur
teknis pemakaian mesin atau mesin sudah dalam
kondisi tua yang telah beroperasi selama 26
tahun (beroperasi mulai tahun 1988 tahun
2014), sehingga dengan kondisi ini perusahaan
melakukan perawatan yang bersifat preventive
maupun korektif yang sudah dijadwalkan
maupun melakukan perawatan ketika mesin
mengalami kerusakan (breakdown) saat proses
produksi yang mengakibatkan mesin berhenti
sementara untuk dilakukannya perawatan mesin.
Kerugian yang ditimbulkan ini menyebabkan
waktu operasi mesin (operating time) mesin akan
semakin kecil sehingga availability ratio yang
dihasilkan juga akan semakin kecil.
Perhitungan Performance Efficiency
Performance Efficiency merupakan suatu
rasio yang menggambarkan kemampuan dari
peralatan atau mesin dalam menghasilkan
produk.
Hasil
perhitungan
Performance
Efficiency untuk mesin Roll CTC Triplex dan
Fluid Bed Dryer pada periode bulan Oktober
2013 Maret 2014 dapat dilihat pada Gambar 2.

Perhitungan Rate of Quality Product


Rate of quality product merupakan rasio
yang menggambarkan kemampuan mesin Roll
CTC Triplex dan Fluid Bed Dryer dalam
menghasilkan produk yang sesuai dengan
standart yang ditentukan. Hasil perhitungan rate
of quality product untuk mesin Roll CTC Triplex
dan Fluid Bed Dryer dapat dilihat pada Gambar
3 dan Gambar 4.

Gambar 2 Grafik Hasil Perhitungan Performance


Efficiency Mesin Roll CTC Triplex dan Fluid
Bed Dryer.

Gambar 2 menunjukkan nilai performance


efficiency yang dihasilkan mesin Roll CTC
Triplex dan Fluid Bed Dryer yaitu didapatkan
nilai rata-rata performance efficiency tertinggi
adalah pada mesin Fluid Bed Dryer sebesar
93,02%, sedangkan nilai rata-rata performance
efficiency terendah adalah mesin Roll CTC
Triplex sebesar 81,89%. Menurut Boban (2013),
kondisi ideal untuk nilai performance efficiency
adalah lebih besar 95%. Dari kedua hasil
perhitungan performance efficiency yang
dihasilkan mesin Roll CTC Triplex dan Fluid
Bed Dryer masih dibawah standar ideal JIPM
(Japan Institute of Plant Maintenanc). Kondisi
ini dipengaruhi oleh nilai ideal cycle time yang
rendah yang disebabkan karena besarnya nilai
total downtime (penjumlahan data planned
downtime dan availability loss/downtime) yang
dihasilkan dari kedua mesin.
Hasil waktu downtime yang direncanakan
oleh perusahaan yaitu rata-rata downtime yang
dihasilkan perbulannya sebesar 34,32 jam untuk
mesin Roll CTC Triplex dan 15,40 jam untuk
mesin Fluid Bed Dryer dan untuk waktu
availabilty loss yang dihasilkan sebesar 11,12
jam untuk mesin Roll CTC Triplex dan 48,75
jam untuk mesin Fluid Bed Dryer. Besarnya total
downtime yang dihasilkan mesin Roll CTC
Triplex dan Fluid Bed Dryer disebabkan karena
kondisi mesin sudah melebihi umur teknis
pemakaian mesin atau kedua mesin sudah
beroperasi selama 26 tahun (beroperasi mulai
tahun 1988 tahun 2014), sehingga dengan
keadaan ini perusahaan hanya melakukan
perawatan secara preventive maupun korektif
yang sudah dijadwalkan oleh perusahaan
(planned downtime) maupun perawatan yang
dilakukan ketika mesin mengalami kerusakaan
pada saat proses produksi yang menyebabkan
mesin berhenti sementara untuk dilakukannya
perawatan mesin.

Gambar 3 Grafik Hasil Perhitungan Rate Of Quality


Product Mesin Roll CTC Triplex.

Gambar 4 Grafik Hasil Perhitungan Rate of Quality


Product Mesin Fluid Bed Dryer.

Gambar 3 dan Gambar 4 menunjukkan nilai


rata-rata rate of quality product tertinggi adalah
pada mesin Roll CTC Triplex sebesar 99,82%,
sedangkan nilai rata-rata rate of quality product
terendah adalah mesin Fluid Bed Dryer sebesar
95,93%. Menurut Boban (2013), kondisi ideal
untuk nilai rate of quality product adalah 99,9%.
Berdasarkan hasil nilai rate of quality product
yang dihasilkan oleh mesin Roll CTC Triplex
dan Fluid Bed Dryer dapat dijelaskan bahwa
nilai yang dihasilkan dari kedua mesin masih
dibawah nilai standar world class JIPM (Japan
Institute of Plant Maintenance), dikarenakan
produk cacat (defect product) yang dihasilkan
mesin Roll CTC Triplex dan Fluid Bed Dryer
cukup besar.

Produk cacat yang dihasilkan oleh mesin


Roll CTC Triplex didapatkan dari sisa proses
Crushing, Tearing, dan Curling yang produk
cacat tersebut tinggal didalam mesin Roll CTC
Triplex dan produk yang jatuh kebawah lantai.
Sedangkan untuk mesin Fluid Bed Dryer produk
cacat yang dihasilkan didapatkan dari sisa
produk atau bahan yang tinggal didalam mesin
dan produk yang jatuh ke lantai yang disebabkan
karena adanya kebocoran pada bagian dinding
kamar mesin yang menyebabkan produk ada
yang keluar dari mesin Fluid Bed Dryer. Ratarata produk cacat (defect product) yang
dihasilkan oleh mesin Roll CTC Triplex sebesar
180 kg dari 100.214 kg produk yang diproses
dan untuk mesin Fluid Bed Dryer produk cacat
yang dihasilkan sebesar 4.102 kg dari 101.534
kg produk yang diproses mesin Fluid Bed Dryer.
Besarnya nilai defect product yang dihasilkan
mengakibabkan jumlah produksi yang dihasilkan
oleh mesin Fluid Bed Dryer semakin kecil yang
mengakibatkan nilai rate of quality product
semakin rendah.
Perhitungan Overall Equipment Effectiveness
(OEE)
Overall Equipment Effectiveness (OEE)
merupakan
efektivitas
peralatan
secara
keseluruhan untuk mengevaluasi seberapa
capaian performance dan reliability peralatan
(Said, 2008). Secara grafik hasil perhitungan
Overall Equipment Effectiveness (OEE) untuk
mesin Roll CTC Triplex dan Fluid Bed Dryer
dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik Hasil Perhitungan Overall


Equipment Effectiveness Mesin Roll CTC Triplex dan
Fluid Bed Dryer.

Gambar 5 menunjukkan nilai rata-rata OEE


yang dihasilkan mesin Roll CTC Triplex dan
Fliud Bed Dryer periode bulan Oktober 2013
sampai maret 2014 yaitu sebesar 75,78% dan
67,51%. Hasil nilai rata-rata OEE yang
dihasilkan oleh mesin Roll CTC Triplex dan
Fluid Bed Dryer masih dibawah nilai standart

OEE 85%. Menurut Boban (2013), idealnya


nilai persentase overall equipment effectiveness
yaitu lebih dari 85%. Semakin besar nilai
persentase overall equipment effectiveness
menunjukkan bahwa peralatan dalam keadaan
yang semakin baik dan siap untuk produksi. Hal
ini menunjukkan bahwa tingkat efisiensi dari
mesin Roll CTC Triplex dan Fluid Bed Dryer
secara keseluruhan masih belum efektif dan
efisien dalam operasionalnya dikarenakan nilai
OEE yang dihasilkan masih dibawah standar.
Diantara
nilai
availability,
performance
efficiency, dan rate of quality product yang
membentuk nilai OEE pada mesin Roll CTC
Triplex,
nilai
yang
sangat
signifikan
mempengaruhi rendahnya nilai OEE adalah nilai
dari performance efficiency dan rate of quality
product. Rata-rata nilai performance efficiency
dan dan rate of quality product yang dihasilkan
oleh mesin Roll CTC Triplex periode bulan
Oktober 2013 sampai Maret 2014 yaitu sebesar
81,89% dan 99,82% jauh dibawah standar ideal
performance efficiency sebesar 95%. Sedangkan
untuk mesin Fluid Bed Dryer, nilai yang sangat
mempengaruhi rendahnya nilai OEE yang
dihasilkan disebabkan karena nilai availability,
performance efficiency dan rate of quality
product yang dihasilkan oleh mesin Fluid Bed
Dryer masih jauh dibawah standar yang dapat
diterima yaitu sebesar 75,65%, 93,02% dan
95,93%.
Perhitungan Ekspektasi Biaya Perawatan
Probabilitas status dalam keadaaan mapan
atau kondisi ekuilibrium (steady state) pada
jangka panjang dikalikan dengan biaya
perawatan untuk masing-masing item maka akan
didapatkan nilai ekpektasi biaya perawatan
(biaya rata-rata yang diharapkan) untuk masingmasing kebijakan perawatan. Hasil ekpektasi
biaya perawatan yang dihasilkan mesin Roll CTC
Triplex didapatkan dari perencanaan kebijakan
perawatan yang paling optimal dengan melihat
biaya pemeliharaan mesin yang paling kecil atau
minimal. Dari 5 kebijakan perawatan tersebut
yang terdiri dari 1 perawatan yang dilakukan
perusahaan (P0) dan 4 perawatan usulan (P1, P2,
P3, dan P4), didapatkan nilai ekspektasi biaya
perawatan yang dilakukan oleh perusahaan (P0)
sebesar
Rp.544.177.595.
Untuk
hasil
perencanaan perawatan usulan yang terdiri dari
perencanaan perawatan usulan P1, P2, P3, dan P4
didapatkan hasil nilai ekspektasi perawatan yang
paling optimal dari keempat usulan yang
dilakukan yaitu perencanaan perawatan usulan
pada saat P3 atau melakukan perawatan korektif
pada status 3 dan 4. Perawatan usulan ini

menghasilkan nilai ekspektasi biaya perawatan


yang paling rendah dari kebijakan yang lainnya
dengan nilai ekspektasi biaya perawatan yang
dihasilkan
sebesar
Rp.28.638.859.
Pada
perencanaan perawatan ini, saat mesin berada
pada status 3 atau status 4 mesin langsung
dilakukan perawatan korektif, sehingga besar
penghematan biaya dari perencanaan perawatan
usulan yang dipilih yaitu sebesar Rp.515.538.736
atau penghematan yang dihasilkan sebesar
94,74% dari biaya perawatan yang dilakukan
oleh perusahaan (P0)
Hasil nilai ekpektasi biaya perawatan yang
dihasilkan mesin Fluid Bed Dryer dari 5
kebijakan perawatan yang dilakukan yaitu untuk
kebijakan perawatan pada saat P0 didapatkan
nilai ekspektasi biaya perawatan yang dilakukan
oleh perusahaan (P0) sebesar Rp.37.115.518.
Untuk hasil perencanaan perawatan usulan yang
terdiri dari perencanaan perawatan usulan P1, P2,
P3, dan P4 didapatkan hasil nilai ekspektasi biaya
perawatan yang paling optimal dari keempat

usulan yang dilakukan yaitu perencanaan


perawatan usulan pada saat P2 atau melakukan
perawatan korektif pada status 4 dan perawatan
pencegahan pada status 3. Perawatan usulan ini
menghasilkan nilai ekspektasi biaya perawatan
yang paling rendah dari kebijakan yang lainnya
dengan nilai ekspektasi biaya perawatan yang
dihasilkan
sebesar
Rp.1.699.324.
Pada
perencanaan perawatan ini, saat mesin berada
pada kondisi (status) 4 langsung dilakukan
perawatan korektif dan pada saat mesin berada
pada status 3 mesin langsung dilakukan
perawatan pencegahan (preventive), sehingga
besar penghematan biaya dari perencanaan
perawatan usulan yang dipilih yaitu sebesar
Rp.35.416.193
atau
penghematan
yang
dihasilkan sebesar 95,42% dari biaya perawatan
yang dilakukan oleh perusahaan (P0). Secara
rinci hasil perhitungan ekspektasi biaya
perawatan untuk mesin Roll CTC Triplex dan
Fluid Bed Dryer dapat dilihat pada Tabel 8 dan
Tabel 9.

Tabel 8 Ekpektasi Biaya Perawatan Mesin Roll CTC Triplex

Roll CTC
Triplex

Mesin Kebijakan
Perawatan

P0
P1
P2
P3
P4

Probabilitas Steady State Mesin Roll CTC


Triplex
Baik
Kerusakan Kerusakan Kerusakan
Ringan
Sedang
Berat
(1)
(2)
(3)
(4)
0,0510
0,8853
0,0510
0,0127
0,6154
0,3846
0
0
0,0704
0,8730
0,0440
0,0126
0,1315
0,8157
0,0411
0,0117
0,6154
0,3846
0
0

Biaya Perawatan Mesin


(Rp)

E
(Rp)

544.200.427
0
0
0
0

544.200.427
544.200.427
0
0
544.200.427

544.200.427
544.200.427
544.200.427
542.402.626
542.402.626

542.402.626
542.402.626
542.402.626
542.402.626
542.402.626

544.177.595
209.299.484
30.779.092
28.638.859
209.299.484

Sumber : Hasil Pengolahan Data


Tabel 9 Ekpektasi Biaya Perawatan Mesin Fluid Bed Dryer
Mesin

Kebijakan

Probabilitas Steady State Mesin Fluid Bed Dryer

Fluid Bed
Dryer

Baik
(1)
P0
P1
P2
P3
P4

0,0459
0,5833
0,0538
0,1113
0,5833

Kerusakan
Ringan
(2)
0,7683
0,4167
0,9000
0,8454
0,4167

Kerusakan
Sedang
(3)
0,1689
0
0,0462
0,0434
0

Kerusakan
Berat (4)

0,0169
0
0
0
0

36.781.915
0
0
0
0

Sumber : Hasil Pengolahan Data


KESIMPULAN
1. Hasil nilai Overall Equipment Effectiveness
(OEE) yang dihasilkan mesin Roll CTC
Triplex di stasiun pengilingan untuk periode
bulan Oktober 2013 sampai Maret 2014 yaitu
sebesar 75,78% dan nilai Overall Equipment
Effectiveness (OEE) yang dihasilkan mesin
Fluid Bed Dryer di stasiun pengeringan untuk
periode bulan Oktober 2013 sampai Maret
2014 sebesar 67,51%.
2. Kebijakan perawatan yang paling optimal
yang dihasilkan mesin Roll CTC Triplex yaitu

Biaya Perawatan Mesin


(Rp)
2
3

36.781.915
36.781.915
0
0
36.781.915

36.781.915
36.781.915
36.781.915
56.189.261
56.189.261

E
(Rp)
4

56.189.261
56.189.261
56.189.261
56.189.261
56.189.261

37.115.518
15.327.024
1.699.324
2.438.614
15.327.024

perencanaan perawatan usulan pada saat P3


dengan melakukan perawatan korektif pada
status 3 dan 4 dan kebijakan perawatan yang
paling optimal yang dihasilkan mesin Fluid
Bed Dryer yaitu perencanaan perawatan
usulan pada saat P2 dengan melakukan
perawatan korektif pada status 4 dan
perawatan pencegahan pada status 3.
SARAN
1. PTPN
XII
(Persero)
Bantaran-Blitar
disarankan menambah tenaga kerja ahli untuk
melakukan perhitungan Overall Equipment

Effectiveness pada setiap mesin di lantai


produksi pengolahan teh hitam CTC sehingga
diperoleh informasi yang representatif untuk
menentukan kebijakan perawatan atau
perbaikan yang optimal dalam upaya
meningkatkan kinerja perawatan.
2. Penelitian selanjutnya perlu dilakukan
perhitungan overall equipment effectiveness
modifikasi dengan menggunakan metode
Raouf OEE dan OWEE pada mesin Roll CTC
Triplex dan Fluid Bed Dryer sehingga nilai
OEE yang paling optimal dapat diketahui.

Ngadiredjo, Kediri). Skripsi, Teknik


Industri, Universitas Brawijaya, Malang.
Fitria, A. 2005. Perencanaan Pemeliharaan
Mesin
untuk
Menurunkan
Biaya
Pemeliharaan dengan Aplikasi Markov
Chain pada Perusahaan Rokok Jati
Putra Mandiri, Malang. Skripsi, Teknik
Industri, Universitas Brawijaya, Malang.
Hillier. F. S, dan Lieberman. G. J. 2005.
Introduction To Operation Research,
Eighth Edition. Mc Graw Hill. New York.

DAFTAR PUSTAKA
Ahuja. I. P. S, Khamba. J. S dalam Malik. N. A.
2013. Pengukuran Kinerja Operasional
Melalui Implementasi Total Productive
Maintenance Di PT XYZ. Journal of
Business and Entrepreneurship. ISSN :
2302 4119 Vol. 1, No.2.
Anonim. 2014. Produksi Perkebunan Besar
Menurut Jenis Tanaman, Indonesia.
Dilihat
20
Januari
2014.
<http://www.bps.com>.
. 2014. Potensi Teh Di Jawa Timur.
Dilihat 20 Januari 2014. <http://
regionalinvestment.Bpkm.go.id>.
Arifin. S, Amar. S, dan Mualim. 2013.
Penerapan Metode Markovian Decision
Process dan OEE (Overall Equipment
Effectiveness)
Untuk
Menentukan
Kebijakan Perawatan (Studi Kasus Di
PT DEN). Skripsi, Teknik Industri.
Universitas Trunojoyo Madura, Madura.
Bernstein. D. S. 2009. Policy Iteration For
decentralized Control Of Markov Decision
Processes. Journal of Artificial Intelligence
Research. Vol 34, Issue 4, 89-132.
Boban. B, dan Joseph. J. 2013. Enhancing
Overall Equipment Effectiveness for a
Manufacturing Firm through Total
Productive Maintenance. International
Journal of Emerging Technology and
Advanced Engineering. Vol 3, Issue 8, 425429.
Darmawan. A. 2007. Perencanaan Kebijakan
Perawatan Mesin Menggunakan Metode
Markov Chain (Studi Kasus di PG.

Jaqin. C, Kholil. M, dan Mulyadi. I. M. 2011.


Meminimalisasi
Breakdown
Paper
Machine #9 Dengan Metode Overall
Equipment Effectiveness Di PT Pindo Deli
Pulp And Paper Mills. Jurnal Ilmiah Pasti
Volume V Edisi 3 ISSN 2085-S869.
Malik. N. A, dan Hamsal. M. 2013. Pengukuran
Kinerja
Operasional
Melalui
Implementasi
Total
Productive
Maintenance Di PT XYZ. Journal of
Business and Entrepreneurship, Vol. 1,
No.2, ISSN : 2302-4119.
Wireman,
T.
2005.
Total
Productive
Maintenance, 2nd ed. Industrial Press. New
York. Page.31-32.

Anda mungkin juga menyukai