Anda di halaman 1dari 19

MATERI TEACH OTHERS PEMINATAN ICU/ICCU

AIRWAY MANAGEMENT
(PENATALAKSANAAN JALAN NAFAS)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Stase Peminatan ICU/ICCU
Periode 23 Juli 22 September 2012

Disusun oleh :
1)
2)
3)
4)

Ida Roswita, S.Kep


Melina Lestari, S.Kep
Margareta Mera, S.Kep
Nurul K., S.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UGM
YOGYAKARTA
2012

AIRWAY MANAGEMENT
(PENATALAKSANAAN JALAN NAFAS)
Apa yang dimaksud Jalan Napas?
Rongga yang menghubungkan antara udara luar dengan paru.
Organ apa saja yang termasuk jalan napas?

Jalan nafas atas :


- Mulut
- Hidung
- Pharing (oro,naso,laringo)
Jalan nafas bawah :
- Laring
- Trakhea
- Bronkhus
- Bronkheolus
- Alveoli

Untuk menjamin oksigenasi yang adekuat maka JALAN NAPAS HARUS PATEN,
YAITU TERBEBAS DARI SUMBATAN. Sumbatan jalan napas bisa parsial atau
total, bisa berasal dari luar/benda asing atau dari pasien sendiri, misal
lidah/terjadi penyempitan jalan napas.
Hubungan jalan napas dan dunia luar didapatkan melalui dua jalan:

Hidung

menuju nasofaring

Mulut

menuju orofaring

Apabila ada masalah terkait jalan napas, langkah apa yang musti
dilakukan?
1. Mengenali adanya sumbatan jalan napas
2. Menentukan penyebabnya untuk dapat

mengambil

tindakan

yang

diperlukan
Untuk mengenali adanya sumbatan pada jalan napas, maka kita harus mengerti
CIRI PERNAPASAN YANG NORMAL, YAITU: napas teratur, frekuensi dalam
batas normal, gerakan dada dan abdomen sinkron, tidak disertai bunyi napas
tambahan, otot-otot tambahan pernapasan tidak ikut serta (retraksi sela iga,
supraklavikula, dan cuping hidung). Disamping itu, kita juga harus mengetahui
ciri dari adanya gawat napas dan gagal napas.
Gawat Nafas ( Respiratory Distress )

Frekuensi nafas cepat

Otot-otot tambahan ikut bekerja

Nadi cepat pada dewasa, lambat pada bayi dan anak.

Gelisah, disorientasi

Berkeringat

Sianosis

Gagal nafas ( Respiratory Failure )


Gambaran klinik gawat nafas ditambah:

PaO2 < 60 mmHg ( udara biasa )

PaCO2 > 50 mmHg ( udara biasa )

pH < 7,35

Obstruksi jalan nafas sering terjadi di jalan nafas atas / hipofaring partial / total
yang dapat disebabkan oleh:
1. Otot lidah dan leher yang lemas tidak dapat mengangkat dasar lidah dari
dinding belakang pharing sehingga lidah jatuh menutup jalan nafas. Ini
sering terjadi pada pasien tidak sadar dengan posisi kepala fleksi atau mid
posisi
2. Benda asing : cairan, darah,sekret, benda padat.
3. Laringospasme
4. Infeksi
5. Udem laring
6. Neoplasma
7. Trauma
8. Luka bakar.
Suara napas tambahan:
Snoring ( dengkur ) lidah jatuh
Crowing ( lengking ) laringospasme
Wheezing ( bengek ) sumbatan bronkhus
Gurgling (bunyi kumur-kumur) yang disebabkan adanya cairan pada jalan
napas (misalnya partikel makanan, muntah, bekuan darah )
Stridor (bunyi napas saat inspirasi bertambah) disebabkan karena
sumbatan secara anatomis (misalnya trauma maksilofasial, trauma leher,
trauma laring).
Penatalaksanaan jalan napas:
1. Membebaskan jalan napas
2. Memberikan tambahan oksigen

3. Menunjang ventilasi
4. Mencegah aspirasi
MEMBEBASKAN/ MEMBUKA JALAN NAPAS
a. TANPA ALAT
Anjurkan untuk BATUK KUAT
Pada Obstruksi total biasanya penyebabnya adalah benda asing padat,
yang kita lakukan adalah membuat batuk buatan sehingga benda asing
terlempar keluar. Kalau tidak berhasil, bisa dilakukan krikotiroidotomi.
Bayi / anak
Lakukan TEHNIK BACK BLOW : pemukulan antara 2 skapula, kepala

lebih rendah, 5 pukulan atau CHEST THRUST : pemijatan pada Px


Dewasa
Bila Pasien Sadar lakukan BACK BLOW : sedikit bungkukkan,
pukul antara 2 skapula 5 pukulan Tidak berhasil HEIMLICH
MANUVER/ABDOMINAL THRUST: Berdiri dibelakang pasien, rangkul
pasien, kepalkan satu tangan pada perut korban antara Px dan pusar,
tarik tangan ke dalam dan ke atas secara menghentak 5 kali.
Bila Pasien Tidak Sadar miringkan pasien menghadap penolong

No
1.

lakukan back blow kemudian telentangkan.


Lakukan AIRWAY POSITIONING

Manuve Kriteria Pasien


r
Head Tilt Korban Sadar
Tanpa cedera
kepala, leher
atau spinal

2.

Head

Tilt- Chin
Lift

Korban
sadar
tidak sadar
Tanpa cedera
kepala, leher
atau spinal

3.

Head Tilt
Neck
Lift

Korban
sadar
tidak sadar
Tanpa cedera

Teknik

Duduk: korban yang duduk kepala


cenderung fleksi ke arah dada. Lakukan
reposisi agar kepala tidak menunduk
Berbaring : Letakkan salah satu
tangan penolong pada dahi korban,
lalu dengan hati-hati dan mantap tekan
ke belakang menggunakan telapak
tangan

/ Penolong berlutut di sebelah kepala


korban, letakkan tangan penolong yang
paling dekat dengan kepala korban pada

No

Manuve
r

Kriteria Pasien

Teknik

kepala, leher
atau spinal

4.

Modified
Jaw
Thrust

dahi dan tangan yang lain di bawah


leher. Angkat leher korban sambil
menekan dahi korban dengan lembut.
Gerakan ini akan menggeser lidah
korban dari belakang tenggorok dan
membantu membukanya jalan nafas
yang adekuat.

Korban
Tidak
Sadar
Dengan Cedera,
kepala,
leher
dan spinal

Komplikasi

Jika jalan napas tetap terobstruksi suction perlu dilakukan, dan kemudian
lakukan pemasangan OPA (oropharyngeal airway, misal: gudel/mayo) atau

NPA (nasopharyngeal airway).


Cedera pada spinal dapat terjadi jika dilakukan pergerakan pada kepala

dan/atau leher pada pasien dengan cedera servical.


Pasien trauma yg tidak sadar atau pasien yang diketahui atau dicurigai
mengalami

cedera/trauma

leher,

maka

kepala

dan

leher

harus

dipertahankan dalam posisi netral tanpa hiperekstensi leher. Gunakan jaw


thrust untuk membuka jalan napas pada situasi tersebut. Perhatian: Jika
jari-jari menekan terlalu dalam jaringan lunak di bawah dagu, maka jalan
napas akan terobstruksi.
b. DENGAN ALAT
1. Oropharyngeal Airway (OPA)
ADALAH : bentuk pipa gepeng lengkung seperti huruf C berlubang di
tengahnya dengan salah satu ujungnya bertangkai dengan dinding lebih
keras.
- Tujuan :
Mencegah/menahan lidah melekat pada dinding posterior faring
Mempermudah penghisapan lender (suction)
Mencegah pasien mengigit pipa endotrakheal (ETT)

No

Jenis Alat

Kriteria
Pasien

Teknik

Ukuran

1.

Orofaringea
l
airway
(OPA)

Bernafas
spontan
Saat
ventilasi
dengan
sungkup
atau
bagging,
penolong
secara tidak
sadar
menekan
dagu
ke
bawah
sehingga
jalan
nafas
tersumbat.
Jangan
dipakai jika
reflex
muntah
masih (+)
GCS > 10

Bersihkan
mulut
dan
faring
dari
segala
kotoran
Masukkan alat dengan
bagian
yang
cekung
menghadap ke langitlangit
(mengarah
ke
atas) sampai didorong
mendekati
dinding
belakang
faring,
alat
diputar 180o
Fiksasi dengan plester
jangan menutupi bagian
yang terbuka di jalan
nafas.
Ukuran
alat
dan
penempatan yang tepat
menghasilkan
bunyi
nafas yang nyaring pada
auskultasi
paru
saat
dilakukan ventilasi
Pertahankan posisikepala
yang tepat setelah alat
yang terpasang.

00
= neonatus
0
= bayi
1
= usia 1-3
th
2
= usia 3-8
th
3
= usia >8
th
4 & 5 = dewasa

Komplikasi :
-

Cara pemasangan yang tidak tepat dapat mendorong lidah ke belakang atau
apabila

ukuran

terlampau

panjang

epiglotis

akan

tertekan

menutup

rimaglotis sehingga jalan napas tersumbat


Terjepitnya lidah dan bibir antara gigi dan alat
Muntah dan spasme laring. Jangan gunakan alat ini pada pasien dimana
refleks faring masih ada karena dapat menyebabkan muntah dan spasme
laring.
2. Nasofaringeal Airway (NPA)
Adalah : bentuk seperti pipa bulat berlubang tengahnya dibuat dari karet
lateks atau plastic yang lembut.
Tujuan :
-

Mempertahankan jalan napas adekuat

No
2.

Jenis Alat

Kriteria
Teknik
Pasien
Nasofaring Pasien
Pilih alat dengan ukuran
eal Airway
menolak
yang
tepat.Tentukan
menggunakan
diameter alat (Sesuai dg
orofaring
Diameter lubang hidung
Secara teknis
luar)

Lumasi alat dengan jelly


orofaring
tidak
dapat
dan masukkan menyusuri
dipakai
bagian tengah dan dasar
karena
rongga
hidung
hingga
adanya
mencapai daerah belakang
trismus,rahan
lidah
g
menutup Apabila
ada
tahanan
kuat
atau
dengan dorongan ringan
trauma/
alat diputar sedikit
cedera berat
daerah mulut)

Ukuran
Panjang
=15cm
Diameter = 6
8 mm

Komplikasi :
Alat ini dapat merangsang muntah dan spasme laring
Dapat menyebabkan perdarahan akibat kerusakan mukosa akibat
pernasangan, oleh

sebab itu alat penghisap harus selalu siap saat

pernasangan.
3. Penghisapan Lendir (Suctioning)
Suctioning adalah tindakan mengangkat sekresi yang terdapat pada
dinding bronchus atau trachea. Tindakan ini dilakukan pada pasien yang
terpasang ET, TT
Ada 2 metode yang digunakan pada suction ET yaitu dengan metode
terbuka dan metode tertutup. Suction tertutup adalah suction yang
dilakukan dengan sirkuit ventilator tertutup selama suction, sedangkan
suction terbuka adalah sikuit ventilator dibuka selama suction.

Gambar: suction tertutup

Gambar: suction terbuka

Indikasi klinis penggunaan suction terbuka dan suction tertutup

Metode suction tertutup


Metode suction terbuka
Frekuensi setiap jam atau kurang
Intubasi <24 jam
Jumlah sekret berlebihan
Jumlah sekret sedikit
Tingkat PEEP yang tinggi (>10 cm
atau sedang

Frekuensi sekret tiap 2


H2O)
Tingginya FiO2 (>80)
jam
Penurunan SaO2 atau keadaan
hemodinamik
yang
berbahaya
selama suction
Tingginya tingkat penularan infeksi
pernapasan (misal: TB)
Ada darah di dalam sekret
Tujuan:
1. Mengangkat sekret yang tidak bisa dikeluarkan sendiri atau dibatukkan
oleh pasien
2. Mengurangi penumpukan CO2 di paru-paru
3. Mencegah terjadinya bronchopneumonia
4. Memperlancar sirkulasi dan perfusi ke seluruh jaringan
Kriteria Pasien

Pasien dengan intubasi / trakeostomi

Koma

Tidak bisa batuk karena kelumpuhan otot pernafasan

Pasien dengan sekret banyak dan kental, yang mana


mengeluarkan
Ukuran
Bayi : 5 Fr
Anak-anak: 6-12 Fr
Dewasa : 12-16 Fr
Persiapan alat:

dia sulit

1. Peralatan oksigen air viva, oksigen + selang


2. Peralatan suction yang lengkap: suction dinding, selang suction,
tubing/kateter suction steril yang sesuai dengan usia dan nomor
endotrakeal/trakeostomi
3. Sarung tangan steril atau pinset steril
4. Ember yang berisi larutan savlon untuk tempat kateter suction bekas
5. Handuk untuk alas dada
Cara kerja:
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur pada pasien
3. Observasi saturasi, nadi, pernafasan, tekanan darah, dan irama EKG
4. Berikan oksigen dengan konsentrasi tinggi melalui air viva atau ventilator
5. Atur tekanan pada suction. Bayi 60 100 mmHg, dewasa 120 200 mmHg
6. Gunakan sarung tangan atau pinset steril
7. Pilih kateter suction yang sesuai dengan umur pasien dan ukuran ETT/TT
(1/3 diameter ETT/TT)
8. Sambungkan kateter suction pada selang suction
9. Lakukan ventilasi dengan air viva 3 kali, dengan oksigen 12 15 l/mnt
10.Masukkan kateter dalam keadaan terbuka, jika ada reflek trachea angkat
kateter 1 2 cm kemudian tutup kateter dan angkat kateter dengan
gerakan memutar. (lama tindakan 5 15 detik)
11.Berikan kembali oksigen denga konsentrasi tinggi 12 15 l/mnt melalui air
viva
12.Perasat ini boleh diulangi sampai bersih/banyak berkurang
13.Monitor kembali hemodinamik dan tanda vital pasien

14.Jika akan suction hidung dan mulut lakukan suctioning ETT/TT dahulu
sampai selesai kemudian suctioning hidung dan yang terakhir adalah
mulut
15.Bilas selang kateter denga air yang ada di ember, matikan suction dan
buang suction pada ember penampungan tersebut
16.Alat-alat dirapikan kembali dan dokumentasi
Komplikasi :

Perdarahan / kerusakan struktur

Kontaminasi bakteri

Kekurangan oksigen sesaat

Ketakutan dan panik pada pasien sadar

Ekstra iritasi akan menyebabkan ekstra produksi sekret.

Trauma jalan nafas.

4. Bronchial Washing
Bronchial Washing adalah tindakan untuk membentu mengencerkan sekresi
yang terdapat pada dinding bronchus dengan menggunakan cairan NaCl
0,9%, perasat ini dikerjakan pada pasien yang memakai ETT dan TT
Tujuan:
1. Membantu mengencerkan sputum yang kental, untuk mempermudah
mengeluarkan sputum dari paru-paru
2. Mengurangi penumpukan CO2 di paru-paru sehingga mencegah obstruksi
jalan napas
3. Mencegah terjadinya bronchopneumonia
4. Memperlancar sirkulasi dan perfusi ke seluruh jaringan
Persiapan alat:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Peralatan oksigen self initiating bag


Spuit cuf
Cairan NaCl 0,9 %
Peralatan suction yang lengkap
Pinset, bengkok
Ember yang berisi larutan savlon untuk tempat suction kateter bekas
Handuk untuk alas dada

Cara kerja:
1. Sebelum melakukan bronchial washing harus observasi dulu: saturasi,
nadi, penafasan, tekanan darah, monitoring EKG
2. Berikan oksigen dengan konsentrasi tinggi melalui air viva

3. Tuangkan NaCl 0,9% ke dalam mangkok/wadah yang steril secukupnya


lalu hisap dengan spuit 10 cc
4. Semprotkan cairan NaCl 0,9% yang ada dalam spuit ke dalam bronchus
melalui ETT/TT sebanyak 5 cc dan pada waktu memasukkan cairan, posisi
pasien fowler/ditinggikan
5. Lakukan secepatnya pemompaan dengan air viva beberapa kali supaya
cairan menyebar pada bagian bronchus
6. Buat posisi drainase (bila pasien memungkinkan) kemudian lakukan
penghisapan secepatnya
7. Berikan kembali oksigen dengan konsentrasi tinggi melalui air viva
8. Perasat ini boleh diulang sampai sekresi benar-benar sudah bersih/banyak
berkurang
9. Pada penghisapan terakhir kempeskan isi cuf, lamanya pemasangan cuf
sesuai dengan diisi kembali secukupnya
10.Setelah perasat ini selesai cuf diisi kembali secukupnya
11.Kalau ada, ukur volume dengan menggunakan wright spirometer
12.Alat-alat dirapikan kembali
Hal yang harus diperhatikan:
1.
2.
3.
4.

Bronchial washing dilakukan sesudah chest fisioterapi


Perawat harus cuci tangan
Dikerjakan sebelum makan
Dikerjakan oleh 3 orang perawat
a. Memasukkan cairan NaCl 0,9 % dan melakukan suction
b. Memompa dengan self intiating bag setelah cairan masuk
c. Merubah posisi tempat tidur penderita

5. Asistensi Intubasi (Permasangan Pipa Endotrakeal (ETT))


Intubasi adalah suatu tindakan memasukkan pipa endotrachea ke dalam
trachea
Tujuan:
1. Membebaskan jalan nafas
2. Untuk pemberian pernafasan mekanik
3. Untuk mempermudah penghisapan sekresi
Keuntungan :

Terpeliharanya jalan napas


Dapat memberikan oksigen dengan konsentrasi tinggi
Menjamin tercapainya volume tidal yang, diinginkan
Memberikan ventilasi dengan adekuat
Mencegah teriadinya aspirasi isi lambung
Mencegah distensi lambung
Mempermudah penghisapan lendir di trakea
Merupakan jalur masuk beberapa obat-obat resusitasi
Karena kesalahan letak pipa endotrakeal dapat menyebabkan
kematian maka tindakan ini sebaiknya dilakukan oleh penolong yang
terlatih

Kriteria Pasien

Henti jantung

Pasien sadar tapi ventilasi kurang adekuat

Pasien tidak dapat mempertahankan jalan nafas adekuat

Penolong tidak dapat memberikan ventilasi adekuat dengan cara konvensional


Ukuran

Perempuan = 7; 7,5; 8
Laki-laki = 8; 8,5
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Emergency = 7,5
Persiapan alat:

Larigoscope dengan bilah yang sesuai


Magillas untuk membantu memasukkan pipa
Maudrin (bila ada kesulitan saat memasukkan tube)
OTT/NTT sesuai kebutuhan pasien
Xylocain jelly
Sarung tangan
Obat-obatan untuk persiapan intubasi antara lain: sedasi (midazolam,
propofol, pentotal), muscle relaxan (succinyl cholin, rocuronium,

atracurium, vecuronium)
8. Xylocain spray/semprot
9. Presssure cuf/spuit cuf
10.Guedell/mayo
11.Stetoscope
12.Suction catheter untuk menghisap sekresi
13.Emergency trolly yang berisi obat-obatan emergency
14.Air viva, face mask untuk oksigenasi
15.Plester/pita untuk fiksasi
16.Suction dinding/sentral
Cara kerja:
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur pada pasien
3. Cek suction sentral dan atur tekanan antara 100-200 mmHg dan
sambungkan selang catheter steril
4. Nilai kesadaran pasien, bila sadar diberitahu
5. Bersihkan jalan nafas dengan cara suctioning
6. Sambungkan pasien ke EKG monitor dan ukur tensi, nadi dan pernafasan
ulang, saturasi oksigen.
7. Posisi pasin terlentang/flat dan ekstensikan leher pasien (sesuaikan
dengan kondisi pasien)
8. Bantu tindakan intubasi sesuai dengan tahapannya.
9. Ikat selang trakea/trakeostomi dengan tali/plester
10.Bereskan peralatan dan dokumentasikan tindakan
Hal yang harus diperhatikan:
1.
2.
3.
4.

Keadaan umum pasien, terutama tensi, nadi, pernafasan, saturasi oksigen


Monitoring EKG
Pengisian cuf (balon)
Fiksasi

5. Penghisapan sekresi dengan tehnik yang semestinya


Komplikasi Pemasangan ETT

ETT masuk kedalam oesophagus, yang dapat menyebabkan hipoksia.


Luka pada bibir dan lidah akibat terjepit antara laringoskop dengan

gigi.
Gigi patah.
Laserasi pada faring dan trakhea akibat stilet (mandrin) dan ujung ETT.
Kerusakan pita suara.
Perforasi pada faring dan oesophagus.
Muntah dan aspirasi.
Pelepasan adrenalin dan noradrenalin akibat rangsangan intubasi

sehingga terjadi hipertensi, takikardi dan aritmia.


ETT masuk ke salah satu bronkus. Umumnya masuk kebronkus kanan,
untuk mengatasinya tarik ETT 1-2 cm sambil dilakukan inspeksi
gerakan dada dan auskultasi bilateral. Jika ETT masuk ke paru kanan
maka suara paru kiri akan lebih redup dan kurang mengembang
sehingga berisiko untuk terjadi atelektasis pada paru kiri.

Ekstubasi
Ekstubasi adalah pengankatan pipa endotrachea dari trachea
Beberapa indikator umum pasien bisa dilakukan ekstubasi adalah:
-

Bisa mempertahankan napas spontan dan adekuat dengan nilai AGD

cukup dengan pemberian O2 dalam jumlah sedikit atau sedang


Bisa menjaga jalan napas
Bersih dari sekret paru

Tujuan:
1. Sebagai tahap akhir proses penyapihan dari ventilator
2. Pasien sudah tidak mengalami sumbatan (potensial sumbatan jalan
nafas)
3. Supaya pasien dapat bernafas seperti semula
4. Dapat berbicara dan menelan seperti biasa
5. Supaya pasien dapat batuk dengan efektif dan dapat mengeuarkan
sputum sendiri
Persiapan alat:
1.
2.
3.
4.
5.

Laringoscope
Peralatan suction yang lengkap
Spuit cuf
Pinset, spirometer
Alat-alat untuk memberikan pelembaban dan oksigen, misal: O2 + NRM,

O2 + binasal
6. Peralatan lengkap untuk intubasi
Cara kerja:
1. Ukur nadi, tensi, suhu, pernafasan dan kesadaran

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Ukur TV pasien
Periksa AGD
Bila ada instruksi dokter (misal dexametasone)
Beritahu pasien untuk pengangkatan pipa pernafasan
Lakukan penghisapan sekresi sampai bersih dan cuf dikempeskan
Lepaskan fiksasi tube
Waktu pengangkatan tube, suction kateter yang baru harus berada di
dalam sambil tube diangkat (jangan dipakai suction katheter bekas

untuk membersihkan mulut)


9. Selesai pengangkatan tube pasang NRM
10.Satu jam kemudian periksa AGD ulang
Hal yang harus diperhatikan:
1. Keadaan umum pasien
2. Ukur tensi, nadi, pernafasan dan kesadaran
3. Perhatikan apakah ada stidor dan kelainan pernafasan yang lain
Monitor respon pasien terhadap ekstubasi. Perubahan signifikan pada
heart rate, respiratory rate dan atau tekanan darah lebih dari 10% batas
normal mengindikasikan bahaya pernapasan, pengkajian intensive dan
kemungkinan reintubasi.
Batuk dan napas dalam juga perlu diperhatikan saat meminitor vital sign
serta adanya suara stidor pada pernapasan atas. Inspirasi stidor yang
terjadi karena adanya udema pada

glotis dan subglotis. Jika keadaan

klinis pasien demikian, treatment dengan 2,5% epinephrine (0,5 ml dalam


3 ml normal saline) yang diberikan melalui alat yang disemprot.
Post ekstubasi pasien berisiko:
-

Spasme laring
Aspirasi
Kepatenan jalan napas tidak adekuat karena ketidakadekuatan otot
relaksasi, adanya udema/hematom, adanya udema lidah, kelumpuhan

pita suara
Ketidakadekuatan ventilasi
Penurunan fungsi paru karena volume jalan napas bagian atas
digantikan ETT. Saturasi O2 <90% pada 20-3-% pasien ekstubasi tanpa
tambahan O2.

c. DENGAN PEMBEDAHAN
1. Krikotiroidotomi
Krikotiroidotomi adalah : Tindakan yang dilakukan untuk membuka jalan
napas sementara dengan cepat, apabila cara lain sulit dilakukan. Pada
tekhnik ini membran krikotiroid disayat kecil vertikal, dilebarkan dan
dimasukan ETT. Krikotiroidotomi lebih mudah dilaksanakan pada keadaaan

gawat darurat daripada trakeostomi, setelah jalan napas dibebaskan maka


krikotiroidotomi dapat dikonversikan dalam trakeostomi elektif
Indikasi
Tindakan ini dilakukan jika pasien
tidak dapat diintubasi dan tidak
dapat diberi ventilasi melalui
mulut
Tindakan ini dilakukan untuk
membuka jalan nafas sementara
dengan cepat apabila cara lain
sulit dilakukan

Teknik
Setelah membran krikotiroid dapat
diraba, lakukan irisan pada kulit hingga
menembus
membran
krikotiroid
tersebut. Kemudian irisan dilebarkan
dengan forsep/klem arteri. Masukkan
pipa endotrakea kecil (4-6 mm) atau pipa
trakeostomi kecil, lalu lakukan fiksasi

2. Trakheostomi
Trakeostomi adalah prosedur dimana dibuat lubang ke dalam trakea,
trakeostomi dapat temporer atau permanen. trakeostomi dilakukan untuk
memintas suatu obstruksi jalan nafas atas untuk membuang mengatasi
pasien dengan ventilasi yang tidak adekuat dan obstruksi jalan pernapasan
bagian atas dan

untuk memungkinkan penggunaan ventilasi mekanis

jangka pajang.
Indikasi
Teknik
- pasien yang memerlukan Tindakan membuat lubang pada trakea
ventilasi mekanis dalam
untuk jalan nafas.
jangka panjang,
Tekhnik ini bukan pilihan pada keadaan
- pasien dengan keganasan
darurat (live saving).
kepala dan leher yang Tindakan ini sebaiknya dilakukan pada
akan dilakukan reseksi
kamar bedah oleh seorang yang ahli.
yang
sulit
dilakukan
Keuntungan:
intubasi,
Lebih baik dari pada dengan intubasi, dimana
pasien dengan trauma
pasien masih dapat bicara, makan, mudah
maksilofasial
disertai
disuction, tahanan pada waktu memasukkan
dengan risiko sumbatan
sedikit, tidak terjadi trauma laring karena
jalan napas,
insersi dan deadspace dapat dikurangi, dapat
Pasien dengan sumbatan
batuk dengan spontan
jalan napas akibat dari
Kerugian:
trauma, luka bakar atau
Trakeostomi dapat beresiko tinggi terjadinya
keduanya,
perdarahan dan stenosis. Prinsipnya, selagi
- Pasien dengan gangguan
tidak ada penyempitan saluran nafas atas
neurologis yang disertai
maka dianjurkan untuk intubasi
dengan risiko sumbatan
jalan napas,

Kebutuhan Oksigen
Konsentrasi FiO2 yang diperlukan pada pasien yang terpasang ventilator dapat
dihitung dengan rumus:
PAO2 = FiO2 (Pb PH2O) (PaCO2 : RQ)
Keterangan:
PAO2
:
PO2
:
FiO2
:
Pb
:
PH2O
:
PCO
:
RQ
:

Tekanan parsial O2 dalam alveolus (dihitung menurut rumus)


Tekanan parsial O2 dalam arteri (dilihat dari hasil AGD)
Fraksi oksigen inspirasi (dilihat dari setting ventilator)
Tekanan barometrik (760 mmHg)
Tekanan air dalam paru-paru (47 mmHg)
Tekanan parsial CO2 dalam arteri (dilihat dari hasil AGD)
Koefisien respirasi (nilainya 0,8)

Contoh kasus:
Misalkan pasien mendapat FiO2 100% dan AGD menunjukkan:
PH
: 7,40
PO2 : 150 mmHg
PCO2 : 40 mmHg
Perhitungannya menjadi:
PAO2 = FiO2 (Pb PH2O) (PCO2 : RQ)
PAO2 = 1,00 (760 47) (40 : 0,8)
= 1,00 (713) (50)
= 662 mmHg
Persamaan AGD:
PAO2
663 = X
PO2
150
90 (PO2 yang diharapkan)
X

= 663 x 90
150
= 397,8
PAO2 = FiO2 (Pb PH2O) (PCO2 : RQ)
397,8 = FiO2 (713) (50)
397,8 = 663 FiO2
FiO2 = 397,8
663
FiO2 = 0,6 atau 60%
Jadi untuk mendapatkan PO2 dengan target 90 mmHg, FiO2 yang diperlukan
adalah 60%. Sedangkan untuk mempertahankan tekanan alveolar (PAO2)
menjadi 100 mmHg dengan PCO2 40 mmHg adalah:
100 = FiO2 (713) 50

FiO2 = 100 + 50 = 0,22 atau 22%


663

Konsentrasi oksigen pada ventilator dapat lebih pasti ditentukan jumlahnya


mulai dari 21-100%. Berbeda dengan non invasive seperti nasal kanul atau
simple mask yang menggunakan aliran dalam liter/menit. Konsentrasi dalam
persen akan lebih akurat dalam menilai besarnya kandungan oksigen yang
diberikan. Perbandingan masing-masing konsentrasi pada non invasive
diperlihatkan pada tabel berikut

Jenis

Liter/m
enit

Nasal kanul

1
2
3
4
5
6

Perkiraan
konsentrasi O2
(FiO2 (%))
23-24
24-28
28-32
32-36
40
44

5
6
8

40
45-50
55-60

6
8
10-15

35
45-50
60

Simple
mask

Rebreathin
g mask

Keuntungan dan
kerugian
-

Non
rebreathing
mask

6
8
10-15

55-60
60-80
80-90

CPAP mask

Mulai 21 sampai
100

Iritasi selaput farink


Konsentrasi
oksigen
rendah
Tidak efektif digunakan
pada
pasien
yang
bernafas dengan mulut
Konsentrasi
oksigen
sedang
Dapat
mengganggu
aktivitas mulut seperti
makan dan bicara
Konsentrasi
oksigen
sedang
Dapat
mengganggu
aktivitas mulut
Resiko
hipoksia
jika
kantung udara kempis
Konsentrasi
oksigen
sedang
Dapat
mengganggu
aktivitas mulut
Resiko hipoksia dan
hiperkarbia jika kantung
udara kempis
Kebocoran
udara
melalui sungkup
Hanya dapat digunakan
pada
pasien
yang
kooperatif
Dapat
digunakan
sebagai peralihan ke
intubasi

Referensi:
- Komite Keperawatan dan Kelompok Kerja Fungsional Keperawatan
Rawat Intensif (2007). Prosedur Tetap Khusus Keperawatan Rawat
-

Intensif RSUP Dr. Sardjito. Yogyakarta: RSUP Dr. Sardjito


Calder I., Pearce A. (2005). Core Topics in Airway Management. New

York: Cambridge University Press


Woodrow P. (2004). Intensive Care Nursing. A Framework for Practice.

Prancis: Taylor & Francis e-Library


Chulay M., Burns S.M. (2010) AACN Essential of Critical Care Nursing,
second

edition.

United

States

of

America:

The

McGraw-Hill

Companies
Sundana K. (2008) Ventilator. Pendekatan Praktis di Unit Perawatan

Kritis. Bandung: Penerbit CICU RSHS Bandung


Hudak & Gallo (2010). Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai