Anda di halaman 1dari 20

BAB III

LAPORAN KASUS
STATUS OBSTETRI
Tanggal Pemeriksaan : 30 November 2015

Ruangan : Semangka

Jam : 10.00 WITA


IDENTITAS
Nama

: Ny. N

Nama Suami : Tn. E

Umur

: 19 tahun

Umur

: 20 tahun

Alamat

: Ds. Tanjung Padang

Alamat

: Ds. Tanjung Padang

Pekerjaan

: IRT

Pekerjaan

: Tani

Agama

: Islam

Agama

: Islam

ANAMNESIS
P1

A1

Menarche

: 11 tahun

Perkawinan

: I, 2 tahun

Keluhan Utama : perdarahan pasca persalinan dan demam


Riwayat penyakit sekarang:
Pasien masuk RS Madani dengan keluhan lemas, pusing, dan pucat. Pasien
melahirkan 4 hari sebelum masuk RS. Menurut keluarga pasien, tanda-tanda
persalinan seperti nyeri perut tembus belakang yang disertai pelepasan lendir dan
darah dialami sejak 5 jam sebelum persalinan serta keluar air dengan volume
sedikit sejak 3 hari sebelum persalinan. Pasien melahirkan secara spontan
ditolong bidan. Proses persalinan berlangsung sekitar 1 jam. Menurut bidan
penolong pasien, perdarahan pasca persalinan sekitar 300cc. Pasien mendapat
perasat kristeller (manuver menekan korpus uterus untuk menolong persalinan)
dari bidan penolong.

17

Saat masuk rumah sakit, perdarahan nifas berwarna merah segar dengan volume
sedang (2 kali ganti popok dewasa). Pasien mengeluh demam dan nyeri perut
bagian bawah. Buang air kecil biasa, tidak ada nyeri berkemih, dan buang air
besar biasa.
Riwayat Obstetri :
1. Abortus, usia kehamilan 2 bulan dan tidak dilakukan tindakan kuret.
2. Perempuan, lahir cukup bulan secara spontan, berat badan sekitar 3 kg,
ditolong bidan, usia 4 hari, sehat.
Pasien rutin mengikuti antenatal care (ANC) atau perawatan antenatal di PKM
Tompe. Pemeriksaan hemoglobin terakhir (usia kehamilan 36 minggu) adalah 8,9
g/dl.
Riwayat Penyakit Dahulu :
-

Demam sejak 3 hari sebelum persalinan dan selama persalinan. Riwayat


infeksi Malaria (-), tifoid (-), penyakit kelainan darah (-), diabetes mellitus
(-), hipertensi (-), asma (-)

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum (KU) : Sakit sedang

Tekanan Darah : 100 / 50 mmHg

Kesadaran

Nadi

: 88 kali/menit

Respirasi

: 22 kali/menit

Suhu

: 38,5 C

: composmentis

Kepala Leher
Konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterus (-/-)
Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Toraks

18

Pergerakan dinding dada simetris bilateral, bunyi pernapasan vesikuler (+/+).


Bunyi jantung I/II murni reguler
Abdomen
Pemeriksaan Obstetri :
Tinggi Fundus Uterus (TFU) : Tidak teraba
Nyeri tekan abdomen bagian bawah
Genitalia
Pemeriksaan dalam vagina:
Vulva

: dalam batas normal, tampak bekas jahitan perineum, tanda


inflamasi (-).

Portio

: konsistensi lunak

Pembukaan : 2 cm
Pelepasan

: darah segar (+)

Ekstremitas
Edema tungkai bawah (-/-), pucat (+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin
Hemoglobin

: 4,2 g/dl

Eritrosit

: 1,5 x 106/mm3

Hematokrit

: 14%

Trombosit

: 109.000/mm3

Leukosit

: 17.700/mm3

HbsAg

: non reaktif

RESUME

19

Pasien P1A1, 19 tahun, Pasien masuk RS Madani dengan keluhan lemas, pusing,
dan pucat. Pasien pasca persalinan hari ke 4. Menurut keluarga pasien, ketuban
merembes sejak 3 hari sebelum persalinan. Pasien juga demam sejak 3 hari
sebelum persalinan. Pasien partus spontan ditolong bidan yang berlangsung
sekitar 1 jam. Menurut bidan penolong, perdarahan pasca persalinan sekitar
300cc. Pasien mendapat perasat kristeller (manuver menekan korpus uterus untuk
menolong persalinan) dari bidan penolong. Perdarahan nifas berwarna merah
segar dengan volume sedang (2 kali ganti popok dewasa). Pasien mengeluh
demam, nyeri perut bagian bawah. Buang air kecil biasa dan buang air besar
biasa.
Riwayat Obstetri pasien pernah abortus, usia kehamilan 2 bulan dan tidak
dilakukan tindakan kuret. Persalinan kedua 4 hari sebelum masuk RS dengan bayi
perempuan, lahir cukup bulan secara spontan, ditolong bidan, BBL sekitar 3kg,
usia 4 hari, sehat. Pasien rutin mengikuti antenatal care (ANC) ) atau perawatan
antenatal di PKM Tompe. Pemeriksaan hemoglobin terakhir (usia kehamilan 36
minggu) adalah 8,9 g/dl.
Keadaan umum sakit sedang, composmentis, tekanan darah 100/50 mmHg, nadi
88 kali/menit, respirasi 22 kali/menit, suhu 38,5C. Pemeriksaan fisik didapatkan
konjungtiva pucat(+/+), TFU Tidak teraba, nyeri tekan abdomen bagian bawah.
Pada pemeriksaan dalam didapatkan portio lunak, pembukaan 2 cm, dan
pelepasan darah. Pemeriksaan darah rutin ditemukan kesan penurunan jumlah
hemoglobin 4,2 g/dl, eritrosit 1,5 x 10 6/mm2, hematokrit 14%, dan trombosit
109.000/mm2.
DIAGNOSIS
P1A1 pasca persalinan aterm HIV + Perdarahan pasca persalinan + Anemia
PENATALAKSANAAN
-

IVFD Ringer laktat 28 tpm

20

Transfusi

whole

blood

(eritrosit,

leukosit,

dan

trombosit

yang

dimampatkan dalam plasma) 700 cc (2 bag)


-

Amoksisilin 500 mg 3x1 tab

Asam mefenamat 500 mg 3x1 tab

Parasetamol 500 mg 3 x 1 tab

TANGGAL FOLLOW UP
28/11/2015 S:
Perdarahan pervaginam(+) sedikit, nyeri perut bagian bawah(+),
demam(+), menggigil(+), pusing(+), lemas (+). BAB belum. BAK
biasa.
O:
KU
Kesadaran
TD
N
P
S
Mata/leher
Toraks

: sakit sedang
: composmentis
: 100/70 mmHg
: 98x/menit
: 28 x/menit
: 38,90C
: Konjungtiva pucat (+/+)
: pergerakan dada simetris bilateral, bunyi napas
vesikuler (+/+), bunyi tambahan (-), bunyi jantung
I/II murni reguler.
Abdomen : Kontraksi uterus belum teraba, nyeri tekan perut
bagian bawah (+)
Ekstremitas : Edema tungkai (-/-), pucat
Lokia
: rubra, berbau busuk(-), volume sedang

Hasil Lab:
Hemoglobin
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
Leukosit

: 7,1 g/dl
: 2,48 x 106/mm3
: 22,1%
: 163.000/mm3
: 16.800/mm3

A:
P1A1 pasca persalinan aterm HV + Perdarahan pasca persalinan +
Anemia Perawatan H1
P:
- IVFD Ringer laktat 28 tpm
21

29/11/2015

Transfusi whole blood (eritrosit, leukosit, dan trombosit


yang dimampatkan dalam plasma) 700 cc
Amoksisilin 500 mg 3x1 tab
Asam mefenamat 500 mg 3x1 tab
Parasetamol 500 mg 3x1 tab

S:
sesak napas (+), Perdarahan pervaginam(+) sedikit, warna
hitam(+), dan berbau busuk(+), nyeri perut bagian bawah(+),
demam(+), menggigil (+), pusing (+), lemas (+). BAB belum.
BAK biasa.
O:
KU
: sakit berat
Kesadaran : apatis (E4, V2, M4)
TD
: 80/palpasi mmHg
N
: 140x/menit
P
: 38 x/menit
S
: 40,50C
Mata/leher : Konjungtiva pucat (+/+)
Toraks
: pergerakan dada simetris bilateral, bunyi napas
vesikuler, bunyi tambahan (-), bunyi jantung I/II
murni reguler.
Abdomen : Kontraksi uterus belum teraba, nyeri tekan perut
bagian bawah (+)
Ekstremitas : akral dingin (+/+), pucat
Lokia
: jumlah sedikit, berwarna hitam, dan berbau busuk.
USG
Kesan: uterus pasca persalinan
A:
P1A1 pasca persalinan aterm HVI + Infeksi nifas + Anemia
Perawatan H2
P:
- O2 4 L/menit
- IVFD Ringer laktat30 tpm
- Transfusi packed red cell (sel darah merah dimampatkan)
500cc (2 bag)
- Inj. Seftriakson 1 gr/8 jam/ IV
- Infus Metronidazol 500mg/8 jam/IV

22

30/11/2015

Parasetamol 500 mg 3x1 tab (jika perlu)


Pasang kateter urin

S:
sesak napas (+), Perdarahan pervaginam(+) sedikit, warna
hitam(+), dan berbau busuk(+), nyeri perut bagian bawah(+),
demam(+), menggigil (+), lemas (+). BAK via kateter, BAB(+).
O:
KU
: sakit berat
Kesadaran : apatis (E4, V2, M4)
TD
: 150/70 mmHg
N
: 120x/menit
P
: 38 x/menit
S
: 40,50C
Urin/24 jam: 700 cc
Mata/leher : Konjungtiva pucat (+/+)
Toraks
: pergerakan dada simetris bilateral, bunyi napas
vesikuler, bunyi tambahan (-), bunyi jantung I/II
murni reguler.
Payudara
:
- Kiri : konsistensi keras(-), warna kemerahan(-), produksi
ASI(-)
- Kanan : konsistensi keras(-), warna kemerahan(-), produksi
ASI(-)
Abdomen

: Kontraksi uterus teraba 2 jari di atas simfisis


pubis, konsistensi lunak, nyeri tekan abdomen
bagian bawah (+)
Ekstremitas : akral dingin (-/-), pucat
Lokia
: jumlah sedikit, berwarna hitam, dan berbau busuk.

Hasil lab
Hemoglobin : 9,6 g/dl
Eritrosit
: 3,5 x 106/mm3
Hematokrit : 30,8%
Trombosit : 90.800/mm3
Leukosit
: 17.200/mm3
Albumin : 2,9 mg/dl

23

A:
P1A1 pasca persalinan aterm HVII
Perawatan H3

+ Infeksi nifas + Anemia

P:
1/12/2015

O2 4 L/menit
IVFD Ringer laktat30 tpm
Inj. Seftriakson 1 gr/8 jam/ IV
Infus Metronidazol 500mg/8 jam/IV
Infus parasetamol 500mg/8 jam/IV
VIP albumin 3x2 tab

S:
makan dan minum(-), sesak napas(+), nyeri perut bagian bawah(+),
demam(+), menggigil(+), lemas(+). BAK via kateter, BAB(+).
O:
KU
: sakit berat
Kesadaran : apatis (E4, V2, M4)
TD
: 120/60 mmHg
N
: 120x/menit
P
: 42 x/menit
S
: 410C
Urin/24 jam: 500 cc (pekat, berwarna coklat)
Mata/leher : Konjungtiva pucat (+/+)
Wajah
: Edema
Toraks
: pergerakan dada simetris bilateral, bunyi napas
Vesikuler (+/+, bunyi tambahan (-), bunyi jantung
I/II murni reguler.
Payudara
:
- Kiri : konsistensi keras(-), warna kemerahan(-), produksi
ASI(-)
- Kanan : konsistensi keras(-), warna kemerahan(-), produksi
ASI(-)
Abdomen : Kontraksi uterus teraba 2 jari di atas simfisis
pubis, konsistensi lunak, nyeri tekan abdomen
bagian bawah (+)
Ekstremitas : akral dingin (+/+), pucat
Lokia
: tidak ada
ASI
: -/-

24

A:
P1A1 pasca persalinan aterm HVIII + Infeksi nifas + Anemia
Perawatan H4
P:
- O2 4 L/menit
- IVFD Dextrose 5% 28 tpm
- Inj. Seftriakson 1 gr/8 jam/ IV
- Infus Metronidazol 500mg/8 jam/IV
- Infus parasetamol 500mg/8 jam/IV
- VIP albumin 3x2 tab
- Konsul dokter spesialis penyakit dalam
12.45

2/12/2015

Jawaban konsul dari dokter spesialis penyakit dalam


Diagnosis:
- Sepsis pasca persalinan
- Hipoalbuminemia
- Presyok.
Terapi:
- O2 4 L/menit
- IVFD NaCl 30 tpm
- Infus albumin 100 ml 20%/12 jam/IV
- Inj. Seftriakson 2 g/12 jam
- Infus Metronidazol 500 mg/8 jam/IV
- Infus sanmol/8 jam/IV
- Inj. Metilprednisolon ampul/8 jam/IV
- Inj. Ranitidin 1 ampul/12 jam/IV
- Pasang nasogastric tube (NGT)
Pasien pulang paksa

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan P 1A1 pasca persalinan HIV
disertai perdarahan pasca persalinan dan anemia. Pasien masuk RS Madani
dengan keluhan lemas, pusing, dan pucat. Pasien pasca persalinan hari ke 4.
Menurut keluarga pasien, ketuban merembes dengan sejak 3 hari sebelum
persalinan. Pasien demam sejak 3 hari sebelum persalinan. Pasien partus spontan

25

ditolong bidan yang berlangsung sekitar 1 jam. Menurut bidan penolong pasien,
perdarahan pasca persalinan sekitar 300cc. Pasien mendapat perasat kristeller
manuver menekan korpus uterus untuk menolong persalinan) dari bidan penolong.
Perdarahan nifas hari keempat berwarna merah segar dengan volume sedang (2
kali ganti popok dewasa). Pasien demam sebelum persalinan dan setelah
persalinan. Pemeriksaan hemoglobin terakhir (usia kehamilan 36 minggu) adalah
8,9 g/dl.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pula keadaan umum sakit sedang,
composmentis, tekanan darah 100/50 mmHg, nadi 88 kali/menit, respirasi 22
kali/menit, suhu 36,5C. Pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva pucat(+/+),
TFU tidak teraba, nyeri tekan abdomen bagian bawah. Pada pemeriksaan dalam
vagina didapatkan portio lunak, pembukaan 2 cm, dan pelepasan darah.
Pemeriksaan darah rutin ditemukan kesan penurunan jumlah hemoglobin 4,2 g/dl,
eritrosit 1,5 x 106/mm2, Hematokrit 14%,, leukosit 17.700/mm2, dan trombosit
109.000/mm2.
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan melebihi 500 ml yang
terjadi setelah bayi lahir. Perdarahan pasca persalinan dini yaitu perdarahan
setelah bayi lahir dalam 24 jam pertama persalinan dan perdarahan pasca
persalinan lanjut yaitu perdarahan setelah 24 jam persalinan.[11]
Secara umum, perdarahan pasca persalinan dapat disebabkan oleh antara
lain.[11]
1. Perdarahan dari tempat implantasi plasenta
a. Hipotonik sampai atonia uterus
1)

Akibat anestesia

2)

Distensi berlebihan (misalnya, bayi kembar, bayi besar,

hidramnion)
3)

Partus lama, partus kasep

4)

Partus presipitatus/partus terlalu cepat

5)

Persalinan karena induksi oksitosin


26

6)

Multipara

7)

Korioamnionitis

8)

Pernah atonia sebelumnya

b. Sisa plasenta
1)

Kotiledon atau selaput ketuban tersisa

2)

Plasenta susenturiata

3)

Plasenta akreta, inkreta, perkreta

2. Perdarahan karena robekan jalan lahir


a. Episiotomi yang melebar
b. Robekan perineum, vagina, dan servik
c. Ruptur uterus
3. Kelainan pembekuan darah.
Pasien pada kasus ini mengalami perdarahan pasca persalinan lanjut.
Perdarahan pasca persalinan lanjut dapat disebabkan sisa plasenta, sub-involusi,
kelainan kongenital uterus, mioma uterus submucosum, dan penghentian obat
estrogen untuk laktasi.[5] Pada kasus ini, dilakukan palpasi abdomen dan
ditemukan konsistensi uterus lunak. Dilakukan pemeriksaan ultrasonografi
obstetri untuk mencari penyebab perdarahan pasca persalinan lanjut. Namun, tidak
ditemukan adanya sisa plasenta, mioma uterus, atau pun kelainan kongenital
uterus. Oleh karena itu, kemungkinan penyebab perdarahan adalah adanya subinvolusi.
Sesudah persalinan uterus yang beratnya 1.000 gram akan mengecil
sampai menjadi 40-60 gram dalam 6 minggu. Proses ini dinamakan involusi
uterus, yang didahului oleh kontraksi uterus yang kuat, yang menyebabkan
berkurangnya peredaran darah dalam organ tersebut. Kontraksi itu dalam nifas
berlangsung terus walaupun tidak sekuat pada permulaan. Hal tersebut serta
hilangnya pengaruh estrogen dan progesteron menyebabkan autolisis dengan
akibat sel-sel otot pada dinding uterus menjadi kecil dan lebih pendek.[5]

27

Pada sub-involusi proses mengecilnya uterus terganggu. Faktor-faktor


yang penyebab antara lain tertinggalnya sisa plasenta di dalam rongga uterus,
endometritis, adanya mioma uterus, dan sebagainya. Pada peristiwa ini lokia
bertambah banyak dan tidak jarang terdapat pula perdarahan.[5]
Istilah sub-involusi menunjukkan keadaaan terhentinya atau retardasi
dalam proses involusi. Ini diikuti oleh memanjangnya pengeluaran lokia dan
perdarahan uterus yang ireguler atau berlebihan, yang terkadang sangat banyak
jumlahnya. Pada pemeriksaan bimanual, uterus menjadi lebih besar dan lebih
lunak dari seharusnya. Baik retensi plasenta maupun infeksi pelvis dalam
menyebabkan sub-involusi.[1]
Pada pasien stabil, jika pemeriksaan ultrasonografi menunjukkan rongga
uterus kosong, maka diberikan oksitosin, ergonovin, metilergonovin, atau analog
prostaglandin. Ergonovin atau metilergonovin (Methergin), 0,2 mg setiap 3
sampai 4 jam selama 24 samapi 48 jam, direkomendasikan oleh beberapa
kalangan untuk sub-involusi, namun manfaatnya masih dipertanyakan. Antibiotik
ditambahkan jika dicurigai terdapat infeksi. Jika bekuan darah yang besar terlihat
di dalam rongga uterus pada pemeriksaan ultrasonografi, maka suction
(pengisapan) ringan dipertimbangkan. Sebaliknya kuretase dilakukan hanya jika
perdarahan yang cukup banyak terjadi secara persisten atau berulang setelah
penatalaksanaan medis.[1]
Pada kasus ini, tidak diberikan pengobatan berupa oksitosin, ergonovin,
metilergonovin, atau analog prostaglandin. Namun diberikan antibiotik berupa
Amoksisilin 500 mg per 8 jam.
Pada pasien ini, kemungkinan lain yang menyebabkan kontraksi uterus tidak
baik adalah adanya anemia selama kehamilan yang tidak ditangani. Pada pasien
ini, kadar Hb pada trimester ketiga adalah 8,9 g/dl dan tidak mendapatkan
transfusi darah. Anemia menyebabkan kontraksi uterus melemah akibat kurangnya
pasokan oksigen yang dibutuhkan otot uterus berkontraksi. Anemia akan
mengganggu penyembuhan pada masa nifas, proses involusi, dan laktasi.[5]
28

Anemia selama kehamilan secara praktis didefinisikan sebagai kadar Ht


(Hematokrit), konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas normal.
Dalam praktek rutin, konsentrasi Hb kurang dari 11 g/dl pada akhir trimester
pertama dan <10 g/dl pada trimester kedua dan ketiga diusulkan menjadi batas
bawah untuk mencari penyebab anemia dalam kehamilan.[12]
Tabel 2. Nilai batas untuk anemia dalam kehamilan[12]
Status kehamilan
Tidak hamil
Hamil
- Trimester 1
- Trimester 2
- Trimester 3

Hemoglobin (g/dl)
12,0

Hematokrit (%)
36

11,0
10,5
11,0

33
32
33

Faktor lain mungkin juga menyebabkan kontraksi uterus pada pasien ini
tidak baik. Namun tidak adanya Partograf pada pasien ini membuat penulis sulit
untuk mengidentifikasi penyebab perdarahan pasca persalinan.
Pada perawatan hari ke 2 (29 November 2015), pasien masih demam,
menggigil, perdarahan pervaginam sedikit, berwarna hitam, dan berbau busuk,
nyeri perut bagian bawah. Kesadaran apatis (E4, V2, M4), tekanan darah
80mmHg/palpasi, nadi 140x/menit, laju pernapasan 38 x/menit, suhu 40,5 0C.
Konjungtiva pucat (+/+), kontraksi uterus teraba 2 jari di atas simfisis pubis,
konsistensi lunak, nyeri tekan perut bagian bawah, lokia jumlah sedikit, berwarna
hitam, dan berbau busuk. Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan hemoglobin
9,6 g/dl, eritrosit 3,5 x 106/mm2, Hematokrit 30,8%, trombosit 90.800/mm2,
leukosit 16.800/mm2. Pasien didiagnosis infeksi nifas dan Anemia.
Infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan disebut infeksi
nifas. Suhu 38C atau lebih yang terjadi antara hari ke 2 10 pasca persalinan dan
diukur per oral sedikitnya 4 kali sehari disebut sebagai morbiding puerperalis
(nifas yang abnormal). Kenaikan suhu tubuh yang terjadi di dalam masa nifas,
dianggap sebagai infeksi nifas jika tidak ditemukan sebab-sebab ekstragenital.[4]

29

Demam merupakan gejala klinik terpenting untuk mendiagnosis metritis.


Secara intuitif (berdasarkan kemampuan memahami sesuatu tanpa dipelajari),
derajat demam dianggap sebanding dengan luasnya infeksi dan sindrom sepsis.
Suhu tubuh penderita umumnya 380C sampai 390C. Mengigil yang disertai demam
menunjukkan adanya bakterimia (bakteri di dalam darah) yang bisa terjadi pada
10-20% kasus. Ibu biasanya mengeluh nyeri abdomen, dan nyeri parametrial
muncul pada pemeriksaan bimanual dan abdominal. Walaupun terdapat bau yang
tidak sedap, banyak ibu dengan lokia berbau busuk tanpa adanya bukti infeksi.
Infeksi lain, khususnya yang disebabkan oleh Streptokokus -hemoliticus grup A,
menyebabkan lokia yang sedikit dan tidak berbau. Leukositosis dapat berkisar
dari 15.000 sampai 30.000 sel/L, namun perlu diingat kembali bahwa bedah
sesarea itu sendiri dapat meningkatkan hitung leukosit.[6]
Pada kasus ini, ditemukan pasien demam (suhu 40,50C), menggigil, nyeri
perut bagian bawah serta nyeri tekan abdomen kuadran bawah, dan lokia berbau
tidak sedap. Tanda dan gejala ini menunjukkan terjadinya suatu infeksi uterus
(metritis). Namun, pemeriksaan lain yang dapat membuktikan bahwa demam
bukan berasal dari ekstra-genital tidak dilakukan, misalnya pemeriksaan infeksi
malaria, infeksi HIV, atau infeksi saluran kemih.
Pada kasus ini, faktor risiko terjadi infeksi nifas adalah ketuban pecah dini.
Bakteri yang berkoloni di servik dan vagina mendapatkan akses ke cairan ketuban
pada waktu persalinan, dan pada saat pasca persalinan akan menginvasi tempat
implantasi plasenta yang saat itu biasanya merupakan sebuah luka dengan
diameter 4 cm dengan permukaan luka yang berbenjol-benjol karena banyaknya
vena yang ditutupi trombus. Daerah ini merupakan tempat yang baik untuk
tumbuhnya kuman-kuman patogen.[5] Secara umum, infeksi bersifat polimikrobial,
yang meningkatkan sinergi bakteri. Faktor lain yang meningkatkan virulensi
adalah hematoma dan jaringan mati. Walaupun servik dan vagina secara rutin
mengandung bakteri, rongga uterus biasanya steril sebelum kantong amnion
pecah. Sebagai konsekuensi persalinan dan pelahiran serta manipulasi yang

30

berhubungan, cairan amnion dan uterus biasanya menjadi terkontaminasi dengan


bakteri anaerob dan aerob.[6]
Pada kasus ini, pasien mendapatkan tindakan umum berupa pemberian
cairan intravena berupa cairan kristaloid yang berfungsi untuk mengantur
keseimbangan cairan dan elektrolit serta transfusi darah berupa whole blood
(eritrosit, leukosit, dan trombosit yang dimampatkan dalam plasma) yang
bertujuan untuk mengatasi kehilangan darah pasca persalinan serta packed red
cell (sel darah merah dimampatkan) yang bertujuan untuk mengatasi anemia.
Pasien juga mendapatkan pemberian analgesik berupa asam mefenamat 500 mg
per 8 jam, antipiretik berupa parasetamol 500 mg per 8 jam, dan VIP albumin 2
tablet sebanyak 3 kali sehari.
Pasien mendapatkan tindakan spesifik berupa pemberian antibiotik oral
yaitu Amoksisilin 500 mg tiap 8 jam. Amoksisilin merupakan antibiotik golongan
penisilin yang memiliki aktivitas antibiotik yang lebih luas, termasuk
mikroorganisme

Gram

negatif

tertentu

seperti

Hemophilus

influenzae,

Escherichia coli, dan Proteus mirabilis.


Setelah dua hari perawatan dengan pemberian antibiotik per-oral, suhu
tubuh masih tinggi (40,50C), disertai dengan kesadaran menurun(GCS: E4, V2,
M4), nadi menjadi cepat (140x/menit), hipotensi (80/palpasi mmHg), laju
penapasan meningkat (38 x/menit), dan lokia menjadi berwarna hitam dan berbau
busuk. Pasien didiagnosis menjadi infeksi nifas dengan gejala berat. Pasien sudah
mengalami komplikasi yaitu sepsis berat yang ditandai oleh suhu >38 0C, denyut
jantung >90x/menit, frekuensi napas >20x/menit, dan jumlah leukosit
>12.000/mm2, dan perubahan status mental.[10]
Oleh sebab itu, antibiotik diganti menjadi antibiotik intravena. Antibiotik
secara intravena berupa Seftriakson 1 gram per 12 jam dan Metronidazol 500 mg
per 8 jam.
Seftriakson merupakan antibiotik generasi ketiga golongan sefalosporin.
Golongan sefalosporin merupakan antibiotik spektrum luas, yang dapat berkerja
31

baik terhadap bakteri Gram negatif maupun positif. [13] Metronidazol merupakan
anti-bakteri yang mempunyai aktifitas terhadap semua kokus anaerob dan basil
Gram negatif anaerob, seperti Bakteriodes sp., dan basil Gram positif anaerob
pembentuk spora. Metronidazol secara klinis efektif untuk beberapa macam
infeksi yang disebabkan oleh bakteri anaerob obligat, seperti Bacteriodes,
Clostridium,

dan

bakteri

micro-aerophilic

seperti

Helicobacter

dan

Campylobacter spp.[14]
Kebanyakan infeksi nifas disebabkan oleh bakteri yang aslinya memang
ada di jalan lahir. Beberapa dekade yang lalu pernah dilaporkan epidemi yang
disebabkan Streptokokus -hemoliticus grup A yang berakibat fatal. Pada laporan
lain ditemukan adanya infeksi nifas yang disebabkan oleh infeksi streptokokus
dan faktor risiko utamanya ketuban pecah prematur.[5]
Meskipun pada servik umumnya terdapat bakteri, cavum uteri biasanya
steril sebelum selaput ketuban pecah. Sebagai akibat proses persalinan dan
manipulasi yang dilakukan selama proses persalinan tersebut, cairan ketuban dan
mungkin uterus akan terkontaminasi oleh bakteri aerob dan anaerob. Bakteri
anaerob yang terbanyak adalah Peptostreptococcus sp dan Peptococcus sp. Selain
itu, juga terdapat Bakteriodes sp dan Clostridium sp. Bakteri aerob Gram positif
yang sering adalah Enterococcus dan grup B streptokokus, sedangkan bakteri
Gram negatif yang sering ialah Escherichia coli.[5] Oleh sebab itu, antibiotik yang
telah diberikan diharapkan dapat mengeradikasi atau menghambat aktivitas
bakteri sesuai dengan jenis bakterinya.
Menurut teori, pada penderita metritis sedang dan berat, termasuk
penderita pasca seksio sesarea, perlu diberikan antibiotik dengan spektrum luas
secara intravena, dan biasanya penderita akan membaik dalam waktu 48-72 jam.
Bila setelah 72 jam demam tidak membaik perlu dicari dengan lebih teliti
penyebabnya, karena demam yang menetap ini jarang disebabkan oleh ketahanan
bakteri terhadap antibiotik atau suatu efek samping obat.[5] Biasanya dapat
diberikan ampisilin 2 g IV, kemudian 1 g setiap 6 jam ditambah gentamisin 5

32

mg/kg berat badan IV dosis tunggal/hari dan Metronidazol 500 mg IV setiap 8


jam. Lanjutkan antibiotik ini sampai ibu tidak panas selama 24 jam.[4]
Pada kasus ini, pemberian dua antibiotik yang masing-masing efektif pada
bakteri aerob dan anaerob telah sesuai. Walaupun seharusnya diperlukan uji
kepekaan antibiotik agar pemberian antibiotik sesuai dengan bakteri penyebab
infeksi nifas.
Namun, pada perawatan hari keempat pasien pulang atas keinginan
keluarga. Prognosis pasien ini buruk disebabkan kondisi umum pasien belum baik
dan penanganan belum tuntas.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan pada kasus infeksi nifas yang ditemukan
di RS Madani maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pasien pada kasus ini didiagnosis infeksi nifas berdasarkan gejala klinik
berupa demam dengan suhu 40,50C yang terjadi pada hari ke empat pasca
persalinan, nyeri abdomen dan nyeri parametrial, lokia berbau busuk, dan
leukositosis.

33

2. Pasien pada kasus ini memiliki prognosis yang buruk karena pengobatan
infeksi nifas belum tuntas.
B. Saran
1. Pencegahan infeksi nifas pada persalinan pervaginam dapat dilakukan
dengan menerapkan teknik steril.
2. Diagnosis infeksi nifas harus segera ditegakkan untuk mencegah
terjadinya komplikasi infeksi nifas.

Daftar Pustaka
1. Masa nifas. In: Cunningham FG, et al. Obstetri Williams Edisi 23 Volume I.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2013, p: 674-677.
2. Hadijono RS. Asuhan Nifas Normal. In: Saifuddin AB, Rachimhadhi T, &
Wiknjosastro GH, editors. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka; 2009, p: 358-359.
3. Nifas. In: Benson RC & Pernoll ML. Buku Saku Obstetri & Ginekologi Edisi
9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009, p: 273-292.

34

4. Infeksi nifas. In: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Buku Pelatihan


Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta: Depkes RI; 2005, p:
4-3.
5. Purwaka BT & Sulistyono A. Demam Pasca persalinan. In: Saifuddin AB,
Rachimhadhi T, & Wiknjosastro GH, editors. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka; 2009, p: 643-658.
6. Infeksi nifas. In: Cunningham FG, et al. Obstetri Williams Edisi 23 Volume I.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2013, p: 691-700.
7. Sepsis puerperalis. In: WHO. Safe Motherhood, Modul Sepsis Puerperalis
Materi Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2009, p: 11-12.
8. Mochtar R. Sinopsis Obstetri Jilid 1 Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1998.
9. Demam puerperalis. In: Hollingworth T (editor). Diagnosis Banding dalam
Obstetri & Ginekologi: A Z. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2012, p: 48-49.
10. Sepsis. In: Krisnadi SR, Anwar AD, & Alamsyah M. Obstetri Emergensi.
Jakarta: CV Sagung Seto; 2012, p: 166.
11. Kartata MK. Perdarahan Pasca persalinan (PPP). In: Saifuddin AB,
Rachimhadhi T, & Wiknjosastro GH, editors. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka; 2009, p: 523-529.
12. Abdulmuthalib. Kelainan Hematologik. In: Saifuddin AB, Rachimhadhi T, &
Wiknjosastro GH, editors. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka; 2009, p: 775-777.
13. Infeksi Nifas. In: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Buku Pelatihan
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta: Depkes RI; 2005, p:
4-3.
14. Penisilin, sefalosporin, dan antibiotik -laktam lainnya. In: Brunton L, Parker
K, Blumenthal D, & Buxton I. Goodman & Gilman Manual Farmakologi dan
Terapi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011, p: 703-708.

35

15. Kemoterapi infeksi protozoa. In: Brunton L, Parker K, Blumenthal D, &

Buxton I. Goodman & Gilman Manual Farmakologi dan Terapi. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011, p: 650-651.

36

Anda mungkin juga menyukai