Apendiktomi ABC
Apendiktomi ABC
diajukan oleh :
RATNA WIDI ASTUTI
13787/PS/MMF/04
kepada
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2009
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
yang merupakan sebagian persyaratan untuk mencapai derajad Sarjana S-2 pada
Program Studi Ilmu Farmasi Minat Magister Manajemen Farmasi pada Sekolah
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.
Tesis berisi hasil penelitian tentang analisis biaya pada tindakan
apendiktomi dengan metode konvensional dan laparoskopi di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2005.
Tesis dapat terselesaikan berkat dukungan dan bantuan berbagai pihak,
oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
yang terhormat :
1.
2.
Bapak Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., PhD., selaku pembimbing utama
yang telah memberikan arahan dan bimbingan pada pelaksanaan penelitian.
3.
Bapak Satibi, S.Si., M.Si., Apt., selaku pembimbing pendamping yang telah
memberikan arahan dan bimbingan pada pelaksanaan penelitian.
4.
Bapak Prof. Dr. Achmad Fudholi, DEA., Apt., selaku penguji yang telah
banyak memberikan masukan pada penulisan tesis.
5.
Bapak Drs. Riswaka Sudjaswadi, SU., Apt., selaku penguji yang telah
banyak memberikan masukan pada penulisan tesis.
6.
7.
8.
Bapak Kepala Balai Besar POM di Yogyakarta, bapak ibu pejabat struktural
di BBPOM di Yogyakarta, dan semua teman-teman di BBPOM di
Yogyakarta, yang telah banyak memberikan kesempatan dan dukungan.
9.
Ibu, bapak, suami, putri, serta keluarga besarku yang senantiasa memberikan
dukungan moral dan material.
10.
Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu per
satu dalam naskah, semoga Allah SWT membalas amal kebaikan mereka,
Amin.
Penulis berharap semoga tesis dapat memberikan manfaat bagi para
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL .......................................................................................
ii
iii
PRAKATA ......................................................................................................
iv
vi
viii
ix
INTISARI ........................................................................................................
xi
ABSTRACT ....................................................................................................
xii
BAB I.
PENDAHULUAN ......................................................................
A.
B.
C.
D.
E.
A.
1.
Apendiks ..
2.
Apendisitis ...
3.
Apendiktomi .
13
14
14
19
BAB II.
4.
B.
C.
Evaluasi Ekonomi
23
1.
Ekonomi Kesehatan .
23
2.
Farmakoekonomi .
24
26
D.
BAB III.
27
29
A.
29
B.
Lokasi Penelitian
29
C.
Populasi Target...
29
D.
Pengumpulan Data ..
29
E.
Jalannya Penelitian .
29
F.
32
G.
Keterbatasan Penelitian ..
34
H.
34
36
A.
36
B.
44
1.
Biaya Total ..
44
2.
47
3.
48
4.
49
C.
53
D.
Analisis cost-minimization..................................................
54
58
A.
Kesimpulan .........................................................................
58
B.
Saran ...................................................................................
59
60
DAFTAR PUSTAKA ..
72
LAMPIRAN .
76
BAB V.
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1.
Apendisitis .
Gambar 2.
28
Gambar 3.
35
Gambar 4.
37
Gambar 5.
38
Gambar 6.
39
Gambar 7.
40
Gambar 8.
Gambar 9.
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1.
Tabel 2.
40
Tabel 3.
41
Tabel 4.
42
Tabel 5.
44
Tabel 6.
47
Tabel 7.
Tabel 8.
49
Tabel 9.
50
Tabel 10.
52
Tabel 11.
54
Tabel 12.
55
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1.
77
Lampiran 2.
82
Lampiran 3.
87
89
93
98
Lampiran 7.
103
Lampiran 8.
104
Lampiran 9.
106
Lampiran 10.
107
Lampiran 11.
112
Lampiran 12.
113
Lampiran 13.
114
Lampiran 14.
115
117
Lampiran 16.
Ijin penelitian.....................................................................
119
Lampiran 17.
120
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 15.
INTISARI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apendisitis merupakan gangguan abdominal yang paling sering terjadi,
angka kejadiannya hampir 10% dari populasi, dan biasanya terjadi antara usia 10
sampai 30 tahun (Lawrence et al, 2004). Apendisitis terjadi paling sering pada
laki-laki usia antara 10-14 tahun dan perempuan usia antara 15-19 tahun (Krob,
2008). Hamilton dan Rose (1982) menyebutkan penyakit tersebut bisa terjadi pada
semua umur dan jenis kelamin, namun lebih sering terjadi pada anak laki-laki
pada masa pubertas hingga umur 25 tahun.
Bila segera diobati, sebagian besar pasien dapat sembuh dengan mudah.
Jika pengobatan tertunda dan terjadi perforasi, apendiks akan pecah dan masuk ke
rongga abdominal, bisa menyebabkan peritonitis, yaitu komplikasi apendisitis
yang paling sering terjadi. (Hamilton dan Rose, 1982). Apendiks yang pecah dan
berair jika tidak didiagnosis dengan cepat akan menjadi lebih sulit ditangani. Bayi,
anak-anak, dan orang tua yang berisiko paling tinggi. Pecahan apediks dapat
mengakibatkan radang selaput (peritonitis) dan abscess, bahkan kematian (Katz,
2004). Perforasi terjadi pada 20% pasien, dan harus dicurgai pada pasien dengan
nyeri selama 36 jam, demam tinggi, gejala perinoneal, dan gejala leukositosis
(Lawrence et al, 2004).
Angka kematian pada kasus apendisitis tanpa komplikasi sangat rendah,
pada apendisitis dengan perforasi mencapai 0,2%, namun pada kelompok pasien
geriatri bisa mencapai 15% populasi (Lawrence et al, 2004). Tingkat kematian
karena radang usus buntu telah menurun drastis dari waktu ke waktu. Saat ini,
tingkat kematian yang diperkirakan satu sampai dua per satu juta kasus radang
usus buntu. Kematian biasanya karena radang selaput, intra abdominal abscess
atau infeksi berat diikuti pecahnya apendiks (Krob, 2008).
Tindakan pada kasus apendisitis tanpa komplikasi adalah pembedahan
apendiktomi, bisa secara laparotomi atau menggunakan laparoskopi (Lawrence et
al, 2004). Apendiktomi adalah operasi pemotongan apendik yang mengalami
radang atau infeksi (Dipiro, 1997). Apendiktomi harus dilakukan pada pasien
dengan perforasi apendisitis, yang berkembang menjadi peritonitis (Lawrence et
al, 2004).
Berdasarkan hasil pengumpulan data pasien yang menjalani operasi
apendiktomi di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta selama tahun 2005,
terdapat 310 pasien yang menjalani apendiktomi, ternyata 197 pasien atau 63,5%
diantaranya adalah pasien perempuan, sedang sisanya atau 36,5 % adalah pasien
laki-laki.
Secara teori, banyak manfaat yang bisa diperoleh dengan menggunakan
metode laparoskopi, antara lain: bisa mengurangi angka terjadinya infeksi,
mengurangi tingkat nyeri pasien pada hari pertama setelah operasi, mengurangi
lama hari perawatan, dan waktu pasien bisa kembali bekerja (Irving dan Patel,
2002). Namun, karena pada penggunaan metode tersebut dibutuhkan alat yang
lebih canggih dan tenaga yang lebih ahli, maka dibutuhkan biaya yang makin
besar untuk tindakan operasi.
B. Perumusan masalah
Dari uraian latar belakang, dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu
berapa besar biaya terapi pada pasien yang menjalani apendiktomi dengan metode
konvensional dan laparoskopi di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta
pada tahun 2005?
C. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Bagi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, dapat memberikan informasi
tentang perbandingan biaya pada tindakan apendiktomi konvensional dan
laparoskopi sehingga bisa menjadi rekomendasi pilihan tindakan.
2. Bagi peneliti, dapat memberikan pemahaman dan pendalaman ilmu yang
diperoleh pada Program Magister Manajemen Farmasi melalui penerapan
penelitian di rumah sakit khususnya dalam hal analisis biaya pada tindakan
apendiktomi.
D. Keaslian Penelitian
Menurut sepengetahuan peneliti, penelitian tentang analisis biaya pada
tindakan apendiktomi dengan metode konvensional dan laparoskopi di Rumah
Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2005 belum pernah dilakukan.
Beberapa penelitian serupa telah dilakukan, contohnya penelitian oleh Kald
dan kawan-kawan yang dilakukan di University Hospital, Swedia. Penelitian
sudah dipublikasikan dengan judul : Cost-minimization analysis of laparoscopic
and open appendicectomy. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ratarata lama perawatan rumah sakit, biaya tidak langsung berupa biaya kehilangan
kesempatan bekerja, dan lama penyembuhan pasien berbeda tidak bermakna pada
kedua kelompok tersebut (Kald et al, 1999).
Selain itu, tujuh hasil penelitian lain juga telah dipublikasikan dan dengan
hasil yang beragam. Satu artikel menyebutkan bahwa meski metode laparoskopi
membutuhkan biaya lebih besar, ternyata tidak memberikan outcomes (rata-rata
lama rawat inap, waktu untuk sembuh total) berbeda bermakna terhadap metode
apendiktomi konvensional (Ignacio et al, 2004). Lima artikel berpendapat bahwa
metode laparoskopi menghasilkan outcomes yang lebih baik dengan mengurangi
tingkat nyeri paska operasi, mempercepat tingkat kesembuhan, dan menurunkan
angka infeksi paska operasi (Chung et al, 1999; Fingerhut et al, 1999; Long et al,
2001; Wullstein et al, 2006), bahkan pada anak-anak (Lintula et al, 2004). Namun
ada juga yang berpendapat bahwa dengan apendiktomi laparoskopi dapat
meningkatkan peradangan intra abdominal (Lippert et al, 2002).
E. Tujuan Penelitian
1. Secara umum penelitian bertujuan untuk melakukan analisis biaya pada
tindakan apendiktomi di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta
tahun 2005.
2. Secara khusus penelitian bertujuan untuk menentukan besar biaya terapi pada
pasien
yang
menjalani
apendiktomi
konvensional
dan
apendiktomi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit Apenditis
1.
Apendiks
Apendiks (usus buntu) merupakan suatu tonjolan kecil berbentuk seperti
2.
Apendisitis
Apendisitis adalah peradangan apendiks. Setelah terjadi peradangan, tidak
ada terapi medis yang efektif, sehingga apendisitis membutuhkan tindakan medis
darurat. Bila segera diobati, sebagian besar pasien dapat sembuh dengan mudah.
Jika pengobatan tertunda, apendiks dapat pecah, infeksi, dan bahkan
menyebabkan kematian (Katz, 2004). Apendisitis merupakan gangguan
abdominal yang paling sering terjadi, angka kejadiannya hampir 10% dari
populasi, dan biasanya terjadi antara usia 10 sampai 30 tahun (Lawrence et al,
2004). Apendisitis sejak terjadi paling sering pada laki-laki usia antara 10-14
tahun dan perempuan usia antara 15-19 tahun (Krob, 2008).
Apendisitis terjadi karena gangguan pada lumen intestinal yang disebabkan
oleh masa feses, peradangan, benda asing, atau penyempitan. Gangguan tersebut
dapat meningkatkan tekanan intraluminal dan infeksi. Gangguan tersebut
mendorong terjadinya proses inflamasi yang akan memicu terjadinya infeksi,
trombosis, nekrosis, dan perforasi (Lawrence et al, 2004).
Gejala apendisitis antara lain berupa: sakit pada bagian perut, pertama di
sekitar pusar, kemudian bergerak ke bagian kanan bawah, kehilangan nafsu
makan, mual, muntah, diare atau sembelit, ketidakmampuan untuk buang angin,
diawali demam rendah dan diikuti gejala lainnya, dan perut bengkak (Katz, 2004),
sedangkan Hamilton dan Rose (1982) menyebutkan gejala apendisitis biasanya
berupa nyeri pada abdominal bagian kanan bawah, demam, nafsu makan
berkurang, mual, dan muntah. Nyeri seringkali pada abdominal kanan bawah
(McBurneys point) disertai dengan kejang abdominal. Kemudian gejala
selanjutnya berupa konstipasi (mungkin juga terjadi diare), demam, dan takikardi.
Rasa sakit akan terus menerus dan makin parah saat bergerak, mengambil nafas
mendalam, batuk, atau bersin. Laksatif dan obat anti nyeri sebaiknya tidak boleh
digunakan dalam situasi tersebut. Setiap orang dengan gejala-gejala tersebut perlu
segera mendapat tindakan dokter (Katz, 2004).
Pasien dengan kondisi khusus mungkin tidak mengalami gejala tersebut,
atau bahkan pada kondisi biasa juga merasakan hal tersebut.
Pasien dengan