Anda di halaman 1dari 3

JUMP 3

Komplikasi Akut Stroke


a. Meningkatnya tekanan darah merupakan mekanisme kompensasi sebagai upaya mengejar
kekurangan pasokan darah ke tempat lesi, oleh karena itu tekanan darah tidak perlu
diturunkan karena akan turun sendiri setelah 48 jam. Apabila tekanan darah mencapai
lebih dari 220/130 maka harus dilakukan penurunan tekanan darah secara perlahan dan
tidak sampai normal. Pada pasien yang menderita hipertensi, maka sebaiknya penurunan
tekanan darah hingga 180/100, sedangkan pasien yang tidak mengalami hipertensi maka
penurunannya hingga 160-180/90-100.
b. Kadar gula darah pada pasien stroke umumnya meningkat secara fisiologis karena ratarata penderita stroke juga memiliki komorbid DM, selain sebagai mekanisme fisiologis,
peningkatan ini juga dapat terjadi akibat kompensasi dari stres.
c. Gangguan pada jantung yang memerlukan perhatian khusus karena dapat memburuk pada
keadaan stroke.
d. Gangguan respirasi dapat terjadi akibat infeksi / penekanan di pusat napas.
e. Infeksi dan sepsis.
f. Gangguan ginjal dan hati.
Komplikasi Kronik Stroke
a. Akibat tirah baring lama di tempat tidur dapat terjadi pneumonia, ulkus dekubitus,
inkontinensia urin, dan lain lain.
b. Rekurensi Stroke
c. Gangguan sosial ekonomi
d. Gangguan psikologis.
Upaya pencegahan rekurensi stroke : Memperbaiki keadaan faktor risiko serta pemberian terapi
antikoagulan jangka panjang dengan warfarin. (IPD, 2006)

JUMP 7

Proses menua mengakibatkan terjadinya kehilangan massa otot secara progressif dan proses ini
dapat terjadi sejak usia 40 tahun, dengan penurunan metabolism basal mencapai 2% pertahun.
Saat seorang lansia berumur diatas 70 tahun, kehilangan massa otot dapat mencapai hingga
40%. Selain penurunan otot dan dan massa tulang, pada lansia juga terjadi peningkatan lemak
tubuh, dan perubahan komposisi seperti ini sangat tergantung pada gaya hidup dan aktivitas fisik
lansia.
Berikut ini adalah perbandingan komposisi tubuh antara dewasa muda dengan lansia:
Komponen 20-25 thn 70-75 thn
Protein/cell solid 19% 12%
Air 61% 53%
Mineral 6% 5%
Lemak 14% 30%
Nutrition Through Lyfe Cycle, 2001
Berdasarkan tabel diatas terlihat perbedaan yang cukup jauh pada komposisi tubuh antara lansia
dan orang dewasa muda. Komponen protein, air, dan mineral menurun ketika seseorang
memasuki fase kehidupan lansia, namun ada komponen lain yang justru meningkat yaitu lemak.
Peningkatan lemak tubuh telah dimulai sejak seseorang berusia 30 tahun sebanyak 2%
pertahunnya, peningkatan lemak ini berupa lemak subkutan yang dideposit di batang tubuh.
Meskipun demikian, pada lansia umumnya terjadi penurunan berat badan dengan rata-rata
selama 10 tahun mencapai 7 kg pada lansia pria dan 6 kg pada lansia wanita, hal ini Disebabkan
karena meskipun komposisi lemak pada lansia meningkat tetapi massa sel tubuh menurun dan
lansia banyak kehilangan massa otot serta cairan tubuh sehingga berpengaruh ke berat
badannya.
Massa otot pada lansia diketahui menurun hingga 6,3% pertahun. Rata-rata wanita kehilangan
massa otot hingga 5 kg dan pria 12 kg. untuk massa sel tubuh rata-rata menurun 1 kg pada pria
dan 0,6 kg pada wanita usia 70-75 tahun. Seiring dengan pertambahan usianya, kandungan
cairan tubuh pada lansia diketahui semakin menurun terutama cairan ekstraseluler, untuk itu
perlu diwaspadai kecukupan cairan pada lansia untuk mengantisipasi bahaya dehidrasi yang
mungkin terjadi akibat kekurangan cairan.
Selain perubahan komposisi pada lemak, cairan, serta massa otot diatas, lansia juga mengalami
perubahan yang cukup drastis pada massa tulang. Penurunan massa tulang yang terjadi pada
lansia dapat menyebabkan timbulnya gejala osteoporosis.
Perubahan Anatomik pada Sistem Pernafasan (System Respiratorius)

A.

Dinding dada: Tulang-tulang mengalami osteoporosis, rawan mengalami osifikasi sehingga


terjadi perubahan bentuk dan ukuran dada. Sudut epigastrik relatif mengecil dan volume rongga
dada mengecil.

B.

Otot-otot pernafasan: Musuculus interkostal dan aksesori mengalami kelemahan akibat atrofi.

C.

Saluran nafas: Akibat kelemahan otot, berkurangnya jaringan elastis bronkus dan aveoli
menyebabkan lumen bronkus mengecil. Cicin rawan bronkus mengalami pengapuran.

D.

Struktur jaringan parenkim paru: Bronkiolus, duktus alveoris dan alveolus membesar secara
progresip, terjadi emfisema senilis. Struktur kolagen dan elastin dinding saluran nafas perifer
kualitasnya mengurang sehingga menyebabkan elastisitas jaringan parenkim paru berkurang.
Penurunan elastisitas jaringan parenkim paru pada usia lanjut dapat karena menurunnya tegangan
permukaan akibat pengurangan daerah permukaan alveolus.
DAFPUS
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid III. Jakarta: Internapublishing
Taslim H, 2001. Gangguan Muskuloskeletal pada Usia Lanjut. Medika no. 7 Tahun XXVII, Juli
2001.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 5. 2009. InternaPublishing: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai