Anda di halaman 1dari 27

BAGIAN BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR

REFARAT
MARET 2010

DIAGNOSIS CLP
(Cleft Lip and Palate)

DISUSUN OLEH :
EVA KURNIANTI
STB : C 111 05 107
PEMBIMBING :
Dr. AGUS A.S PARTANG
SUPERVISOR:
Dr. FONNY JOSH, Sp.BP

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2010
1

DIAGNOSIS CLP
(Cleft Lip and Palate)
1. PENDAHULUAN
Cacat/kelainan kongenital dan kelainan genetik sekarang ini semakin sering dilaporkan
sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan medis. Biasanya, celah (cleft) pada bibir dan
palatum segera didiagnosa pada saat kelahiran. Deteksi prenatal CLP/CP (cleft of the lip
with or without cleft palate or isolated cleft palate) sangat berguna dalam menyiapkan
orangtua yang sedang mengandung akan adanya cacat/kelainan pada anak mereka dan
penatalaksanaan bayi mereka setelah lahir. Adanya CLP/CP dapat pula mengindikasikan
cacat/kelainan kongenital lainnya, utamanya pada kasus dengan celah (clefts) yang lebih
berat. Dalam hal ini, adanya cacat/kelainan kongenital berat yang disertai CLP/CP, dapat
dipertimbangkan untuk diakhiri. 1,2
2. DEFENISI
Celah bibir dan langit-langit (Cleft lip and palate) adalah suatu cacat/kelainan bawaan
berupa celah pada bibir, gusi, dan langit-langit. Istilah CLP juga sesuai dengan ICD
(International Code Diagnosis). Kelainan ini terjadi karena adanya gangguan pada
kehamilan trimester pertama yang menyebabkan terganggunya proses tumbuh kembang
janin. Faktor yang diduga dapat menyebabkan terjadinya kelainan ini adalah kekurangan
nutrisi, obat-obatan, infeksi virus, radiasi, stress pada masa kehamilan, trauma dan faktor
genetik. 3
3. INSIDEN
CLP merupakan cacat pada wajah yang paling sering, ditemukan pada satu tiap 700
kelahiran hidup di seluruh dunia. Insiden di Indonesia belum diketahui. Hardjo-Wasito
dengan kawan-kawan di propinsi Nusa Tenggara Timur antara April 1986 sampai
Nopember 1987 melakukan operasi pada 1004 kasus bibir sumbing atau celah langit-langit
pada bayi, anak maupun dewasa di antara 3 juta penduduk. Fogh Andersen di Denmark
melaporkan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit 1,47/1000 kelahiran hidup. Hasil
2

yang hampir sama juga dilaporkan oleh Woolf dan Broadbent di Amerika Serikat serta
Wilson untuk daerah Inggris. Neel menemukan insiden 2,1/1000 penduduk di Jepang. 4,5
Pada 25 % pasien, terdapat riwayat celah pada wajah (facial clefting) di keluarga,
tidak diikuti resesif atau pun dominan paternal. Timbulnya celah tidak ada hubungannya
dengan pola warisan Mendelian, dan hal tersebut menunjukkan bahwa celah yang timbul
diwariskan secara heterogen. Pandangan ini didukung dengan adanya fakta-fakta dari
beberapa penelitian pada anak kembar yang menunjukkan pengaruh relatif genetik dan
non-genetik terhadap timbulnya celah. Pada isolated cleft palate dan CL/P, proband tidak
memiliki pengaruh pada keluarga tingkat pertama dan kedua, secara empiris resiko pada
saudara yang lahir dengan cacat/kelainan yang sama 3-5%. Akan tetapi jika terdapat
proband dengan CL/P kombinasi yang mempengaruhi keluarga tingkat pertama dan kedua,
resiko bagi saudara atau keturunan berikutnya 10-20%.6
4. ETIOLOGI
Kelainan kongenital muncul dari gabungan antara faktor multigenetik dan faktor
lingkungan. Isolated cleft disebabkan oleh multigen dan atau pengaruh faktor lingkungan.
Walaupun gen memiliki peran penting, dalam embriogenesis wajah, faktor lingkungan
berperan sama penting. Ada tiga kategori faktor lingkungan yang berpengaruh dalam
pembentukan janin, yaitu teratogen, infeksi, dan nutrien serta metabolisme kolesterol. Ibu
hamil yang merokok menjadi faktor penting penyebab CLP. Teratogen lainnya yang
meningkatkan risiko CLP diantaranya adalah obat-obatan, seperti antikonvulsan phenytoin
dan benzodiazepines, atau pestisida, seperti dioxin.7
Gen-gen yang telah diketahui menjadi penyebab terjadinya isolated CLP diantaranya
adalah IRF6 (sebagai gen yang juga berpengaruh dalam Van der Woude syndrome), P63,
PVRL1, TGFA, TBX22, MSX1, FGFR1 dan SATB. Namun mutasi pada IRF6, MSX1, dan
FGFR1 umumnya terkait dengan kelainan gigi dan CLP yang terjadi lebih dari satu kali di
dalam suatu silsilah keluarga, dalam hal ini ada kemungkinan diturunkan. Gen-gen yang
telah ditemukan mempunyai interaksi dengan paparan asap rokok dan menyebabkan
timbulnya CLP adalah TGFA, MSX1, TGFB3, RARA, P450, GST, dan EPHX. 7
Dalam sel palatum yang sedang berkembang terdapat reseptor tertentu yang bereaksi
terhadap senyawa tertentu. Ahr (aryl-hydrocarbon receptor), misalnya, berperan sebagai
3

reseptor dari senyawa aril hidrokarbon yang terdapat dalam asap rokok. Masuknya aril
hidrokarbon ini jelas mempengaruhi perkembangan janin, walaupun ibu hamil hanya
berperan sebagai perokok pasif. Selain teratogen, infeksi dan nutrisi juga turut berperan
dalam perkembangan janin. Kekurangan nutrisi asam folat misalnya, juga menjadi salah
satu penyebab bayi lahir dengan cacat kongenital, seperti CLP. 7
Selanjutnya, karena adanya interaksi gen dengan lingkungan maka fenotip CLP
muncul sebagai hasilnya. Apabila gen-gen tertentu telah membawa sifat CLP, namun
tidak dipicu oleh faktor eksternal, ada kemungkinan fenotip CLP tidak muncul. Ada pula
gen yang memang telah mengalami mutasi sejak awal, yaitu dari orang tuanya. Gen yang
telah mengalami mutasi ini akan menurunkan sifat kepada keturunannya. Mutasi tertentu
dapat diturunkan, dengan syarat terjadi pada sel gamet (ovum atau spermatozoa). Mutasi
pada sel somatik tidak diturunkan. 7
Di dalam populasi prenatal, banyak fetus dengan CLP atau celah pada palatum
sekunder memiliki abnormalitas pada kromosom atau cacat/kelainan lain yang tidak
mendukung untuk bertahan hidup. Karena banyak dari fetus abnormal meninggal di
dalam kandungan atau diakhiri, insiden CLP dan celah pada palatum sekunder pada
populasi prenatal lebih tinggi disbanding populasi postnatal. 4
5.

EMBRIOLOGI
Morfogenesis fasial dimulai dengan migrasi sel-sel neural crest ke dalam regio
fasial, remodeling matriks ekstraseluler, proliferasi dan differensiasi sel-sel neural crest
untuk membentuk jaringan otot dan pengikat, penggabungan antar komponen, dan pada
bibir atas terjadi merger procesus maksilaris & nasalis medialis pada minggu VI
kehamilan. Pembentukan palatum primer dari procesus nasalis medialis, dan
pembentukan palatum sekunder dari procesus palatal sinistra & dekstra pada 8-12
minggu kehamilan. 7
Embriogenesis dari palatum terbagi dalam dua fase yang terpisah : pembentukan
palatum primer yang diikuti oleh pembentukan palatum sekunder. Pertumbuhan palatum
dimulai pada sekitar 35 hari usia kehamilan disertai timbulnya pembentukan wajah. Pada
pembentukan palatum primer, penyatuan dari prosesus nasal medial (medial nasal
process (MNP)) dan prosesus maksilaris (maxillary process (MxP)) diikuti dengan
4

penyatuan proses nasal lateral (lateral nasal process (LNP)) dengan MNP. Kegagalan
dalam penyatuan atau gangguan dari proses penyatuan ini akan menyebabkan timbulnya
celah (cleft) pada palatum primer. Asal usul dari palatum sekunder diawali dengan
selesainya pembentukan palatum primer. Palatum sekunder timbul dari lempengan yang
tumbuh dari aspek medial MxP. Dua lempengan ini bertemu pada garis tengah dan proses
penyatuan dimulai ketika lempengan tersebut bergerak ke arah superior. Gangguan pada
penyatuan ini dapat menyebabkan celah pada palatum sekunder. 8
Struktur anterior dari foramen inisisif, meliputi bibir dan bagian alveolus, yang
merupakan palatum primer. Palatum sekunder membentuk posterior stuktur palatum
hingga foramen insisif. Celah pada elemen palatum primer, dengan atau disertai celah
pada palatum sekunder, dapat menyebabkan CLP. Hal tersebut merupakan akibat dari
satu ataupun kedua prominens nasal medial untuk menyatu dan bergabung dengan
prominens maksilari selama 4-6 minggu usia kehamilan; penyatuan palatum sekunder
terjadi pada 8-12 minggu usia kehamilan. Celah pada palatum sekunder sendiri memiliki
etiologi yang berbeda dengan CLP dan terjadi hanya pada satu tiap 2.500 kelahiran hidup.
4

Gambar 1. Ilustrasi tahap pertumbuhan wajah manusia (dikutip dari kepustakaan 9)

Gambar 2. A: sketsa gambaran sagital dari kepala embrio pada akhir minggu ke-6 menunjukkan proses palatine
media, atau palatum primer.B,D,E dan H: gambaran langit-langit mulut sejak usia ke-6 hingga 12 minggu yang
menunjukkan perkembangan palatum. Garis terputus pada (D) dan (F) menunjukkan bagian yang menyatu pada
proses palatina. Tanda panah menunjukkan proses pertumbuhan medial dan posterior dari palatina lateral. C,E dan
G: gambar potongan frontal kepala menunjukkan proses penyatuan kedua palatina lateral dan septum nasal, dan
sebagian besar nasal dan cavitas oral. (dikutip dari kepustakaan 9)

Gambar 3. Gambaran ventral daripalatum, gusi, bibir dan hidung. A normal. B Unilateral cleft lip hingga ke
hidung. C celah unilateral pada bibir dan rahang hingga ke foramen insisif. D. celah bilateral pada bibir dan rahang.
E. Isolated cleft palate F. celah pada palatum disertai celah anterior unilateral pada bibir. (dikutip dari kepustakaan
8)

Cairan Amnion
Cairan amnion mempunyai peranan penting dalam menunjang proses kehamilan
dan persalinan. Cairan amnion juga dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk
melihat adanya kelainan-kelainan pada proses pertumbuhan dan perkembangan janin
dengan melakukan kultur sel atau melakukan spektrometer
Dua belas hari setelah ovum dibuahi, terbentuk suatu celah yang dikelilingi
amnion primitif yang terbentuk dekat embryonic plate. Celah tersebut melebar dan
amnion disekelilingnya menyatu dengan mula-mula dengan body stalk kemudian dengan
korion yang akhirnya menbentuk kantung amnion yang berisi cairan amnion.
Cairan amnion normalnya berwarna putih , agak keruh serta mempunyai bau yang
khas agak amis dan manis. Cairan ini mempunyai berat jenis 1,008 yang seiring dengan
tuannya kehamilan akan menurun dari 1,025 menjadi 1,010.
Asal dari cairan amnion belum diketahui dengan pasti, dan masih membutuhkan
penelitian lebih lanjut. Diduga cairan ini berasal dari lapisan amnion sementara teori lain
menyebutkan berasal dari plasenta. Dalam satu jam didapatkan perputaran cairan lebih
kurang 500 ml.

Volume cairan amnion pada setiap minggu usia kehamilan bervariasi , secara umum
volume bertambah 10 ml per minggu pada minggu ke 8 usia kehamilan dan meningkat
menjadi 60 ml per minggu pada usia kehamilan 21 minggu, yang kemudian akan
menurun secara bertahap sampai volume yang tetap setelah usia kehamilan 33 minggu.
Normal volume cairan amnion bertambah dari 50 ml pada saat usia kehamilan 12 minggu
sampai 400 ml pada pertengahan gestasi dan 1000 1500 ml pada saat aterm. Pada
kehamilan post-term jumlah cairan amnion hanya 100 sampai 200 ml atau kurang. 10
6. KLASIFIKASI
A. Palatum Mikroform
Celah mikroform ditandai dengan adanya kerut atau parut yang melewati ventrikel
bibir, tonjolan vermilion, dan berbagai derajat pemendekan vertikal bibir. Deformitas
nasal dapat terlihat dan kadang-kadang lebih luas daripada masalah bibir.
B. Palatum Unilateral Inkomplit
Celah unilateral inkomplit ditandai dengan berbagai derajat pemisahan bibir vertikal,
tetapi masih memiliki nasal yang intak atau pita Simonart.
C. Palatum Unilateral Komplit
Celah unilateral komplit ditandai dengan gangguan pada bibir, batas nostril, dan
alveolus (palatum komplit primer). Pada jenis ini, tidak terdapat pita simonart yang
menghubungkan dasar alar ke kaki palatum di kartilago lateral bawah hidung
sehingga mengakibatkan penyambungan abnormal pada muskulus orbikularis oris.
D. Palatum Bilateral Komplit
Aspek paling nyata pada celah palatum bilateral komplit adalah penonjolan
premaxilla. Ini karena kurangnya hubungan antara premaxilla dengan palatum
lateral.

7.

SISTEM KODE LOKASI CELAH


Cara menuliskan lokasi celah bibir dan langit-langit yang diperkenalkan oleh otto
kriens adalah system LAHSHAL yang sangat sederhana dan dapat menjelaskan setiap
lokasi celah pada bibir, alveolar, hard palate dan soft palate. Kelainan komplit, inkomplit,
microform, unilateral atau bilateral. Bibir disingkat sebagai L (lips), gusi disingkat A
(alveolus). Langit-langit di bagi menjadi dua bagian yaitu H ( hard palate) dan S (soft
palate). Bila normal (tidak ada celah) maka urutannya dicoret, celah komplit (lengkap)
dengan huruf besar, celah inkomplit (tidak lengkap) dengan huruf kecil dan huruf kecil
dalam kurung untuk kelainan microform. 3

10

Gambar 6: Sistem LAHSHAL dari Otto Kriens

Contoh :
1. CLP/L-----L
Cleft lip and palate. Lokasi celah berada di bibir kanan dan kiri, celah komplit
2. CLP/---SHAL.
Cleft Lip and Palate dengan lokasi celah komplit pada soft palate, hard palate,
alveolus dan bibir bagian kiri.
3. CLP/l-----Cleft lip and palate celah bibir sebelah kanan inkomplit
8. DIAGNOSIS
- Diagnosis Prenatal
Deteksi prenatal dapat dilakukan dengan beragam teknik. Fetoskopi telah
digunakan untuk memberikan gambaran wajah fetus. Akan tetapi teknik ini bersifat
invasif dan dapat menimbulkan resiko menginduksi aborsi. Namun demikian, teknik ini
mungkin tepat digunakan untuk konfirmasi pada beberapa cacat/kelainan pada kehamilan
yang kemungkinan besar akan diakhiri. Teknik lain seperti ultrasonografi intrauterine,
magnetic resonance imaging, deteksi kelainan enzim pada cairan amnion dan
transvaginal ultrasonografi keseluruhannya dapat mendeteksi dengan sukses CLP secara
antenatal. Tetapi, pemeriksaan-pemeriksaan yang tersebut di atas dibatasi pada biaya,
invasifitas dan persetujuan pasien. Ultrasound transabdominal merupakan alat yang
paling sering digunakan pada deteksi antenatal CLP, yang memberikan keamanan dalam
prosedur, ketersediaannya, dan digunakan secara luas pada skrining anatomi antenatal. 2
Deteksi dini memperkenankan kepada keluarga untuk menyiapkan diri terlebih
dahulu terhadap suatu kenyataan bahwa bayi mereka akan memiliki suatu kelainan/cacat.
Mereka dapat menemui anggota dari kelompok yang memiliki CLP, belajar mengenai
11

pemberian makanan khusus dan memahami apa yang harus diharapkan ketika bayi lahir.
Sebagai pembanding, ibu yang menerima konseling pada 2 pekan awal kehidupan
mungkin akan lebih merasa bingung dan kewalahan. Deteksi dini juga memperkenankan
kepada ahli bedah untuk bertemu dengan keluarga sebelum kelahiran dalam atmosfer
yang rileks dan mendiskusikan pilihan perbaikan. Dengan waktu konseling dan rencana
yang tepat, dapat menjadi hal yang mungkin untuk dapat melaksanakan perbaikan dari
unilateral cleft lip pada minggu pertama kehidupan. 11
Terdapat beberapa hal yang menarik perhatian dalam operasi fetus yang
merupakan bentuk potensial dari pengobatan CLP. Meskipun persoalan teknik dan etika
seputar konsep ini masih belum dapat dipecahkan. Pada operasi in utero manipulasi
perlu dipertimbangkan, deteksi cacat/kelainan sedini mungkin seyogyanya diterapkan
pada masa kehamilan. 2
1. Pemeriksaan Radiologi Prenatal
Pemeriksaan ultrasound telah menjadi bagian rutin dari prenatal care dan
dengan terus meningkatnya teknologi memberikan resolusi yang lebih baik dan
mendeteksi lebih akurat terhadap cacat/kelainan kongenital. Kasus pertama yang
dilaporkan tentang adanya diagnosis ultrasound CLP adalah pada tahun 1981 oleh
Christ dan Meninger. Sejak saat itu beberapa penelitian telah dilaksanakan guna
menetapkan penilaian diagnosa dan terapi dari diagnosis prenatal CLP. 11
Dengan peralatan ultrasound mutakhir dan meningkatnya teknik sonografi, kini
dimungkinkan untuk mendeteksi meningkatnya jumlah cacat/kelainan fetus pada
pengamatan nuchal translucency saat 11 +0 hingga 13+ 6 minggu usia kehamilan.
Akan tetapi, meskipun merupakan upaya yang penting guna memeriksa bidang midsagital fasial fetus dalam menentukan ada atau tidaknya tulang nasal dan bidang
frontomaksilari fasial dalam skrining aneuplodi pada usia kehamilan, deteksi prenatal
terhadap malformasi yang merusak midface pada trimester pertama fetus, hal ini
masih menjadi diagnostic challenge. Beberapa fakta menunjukkan bahwa deteksi
CLP, malformasi midfasial yang paling umum ditemukan, masih sulit dipahami, di
mana sejauh ini hanya sedikit laporan yang menggambarkan diagnosis insidental
sebelum 14 minggu umur kehamilan fetus tanpa terkait cacat/kelainan lainnya. Dalam
laporan lain, cleft palate ditemukan pada 9 dari 23 (39%) fetus trimester pertama
12

yang terbukti trisomi 13. Pada semua kasus ini, diagnosis sonografi telah
mendokumentasikan secara retrospektif dengan analisa bidang transverses fasial fetus
dengan menggunakan secara digital volume 3-dimensi. 12
CLP dapat didiagnosa melalui pemeriksaan ultrasound transabdominal rutin;
akan tetapi terdapat beberapa keterbatasan. Pertama, dalam mendiagnosa CLP
seorang ultrasonografer harus dapat menemukan wajah fetus. Hal ini sering kali
menjadi hal yang tidak mudah dan pemeriksaan ini dapat diulang hingga beberapa
kali.

Meskipun

dengan

pemeriksaan

adekuat,

spesifisitas

dari

ultrasound

transabdominal masih lemah. Suatu penelitian skala besar menunjukkan bahwa


terdapat kurang dari sepertiga kasus CLP yang sebelumnya didiagnosa dengan
ultrasound. Angka penemuan bervariasi tergantung pada skill sonografer, usia
kehamilan, adanya cacat/kelainan lain dan kecakapan sonografer dalam membaca
film. Suatu penemuan mengejutkan menunjukkan bahwa sensitivitas tidak meningkat
sejalan dengan meningkatnya jumlah pemeriksaan ultrasound pada seorang wanita
selama masa kehamilannya. Sensitivitas meningkat secara dramatis ketika ultrasound
transvaginal digunakan dibandingkan

ultrasound transabdominal rutin. Namun,

sensitivitas yang lebih pada ultrasound transvaginal sebanding dengan harganya,


karena ini merupakan pemeriksaan yang lebih invasif dan bukan merupakan bagian
rutin dari prenatal care. 11
Meskipun memiliki sensitivitas yang terbatas, ultrasound transabdominal tetap
merupakan alat yang memiliki kelebihan dalam mendiagnosa CLP. Skrining
ultrasound transabdominal merupakan bagian rutin dari prenatal care.sehingga tidak
dibutuhkan tambahan biaya, morbidity maupun ketidaknyamanan bagi pasien.
Meskipun banyak pasien dengan CLP tidak dapat didiagnosa pada pemeriksaan
prenatal, bagi 30% wanita yang didiagnosa pada masa prenatal manfaat yang
diperoleh akan sangat besar. 1

13

Gambar 4. Normal retronasal triangle pada trimester pertama fetus. Gambaran mid-sagital memperlihatkan bagan
fetus, tulang nasal dan palatum (a). Gambaran oblik memperlihatkan bidang coronal (b) pada tingkat garis referensi
(garis titik-titik (a)). Ketiga garis echogenik dibentuk oleh frontal processes dari maksila dan palatum pada bagian
sentral wajah telah diperlihatkan dengan jelas. E, end point; S, start point. (dikutip dari kepustakaan 12)

Gambar 5. Sonografi transvaginal pada trimester pertama fetus dengan unilateral CLP dan terkait ensefalokel.
Gambaran koronal (a) dan transversal (b) palatum fetus menunjukkan severe orofacial clefting. Perhatikan
konfigurasi abnormal retronasal triangle pada gambaran koronal. (dikutip dari kepustakaan 12)

14

Gambar 6. Sonografi transabdominal pada fetus dengan bilateral CLP dan peningkatan nuchal translucency pada
12+2 minggu usia kehamilan. Gambaran mid-sagital (a) dan koronal (b) diperoleh dengan analisa multiplanar 3dimensi. Perhatikan konfigurasi abnormal retronasal triangle pada gambaran koronal. (dikutip dari kepustakaan
12)

Sebagian besar pengamatan transabdominal 2-dimensi dapat dilakukan dengan


menggunakan transduser 3,5 hingga 5 MHz yang dapat menunjukkan secara akurat cleft
lip fetus sejak 16 minggu usia kehamilan. Sonografer dapat mencoba mengamati wajah
fetus, meliputi orbita, hidung, bibir bagian bawah dan dagu dalam bidang sagital, koronal
dan aksial. Sensitivitas untuk mendeteksi CLP dengan menggunakan ultrasound
transabdominal tergantung pada usia kehamilan, posisi fetus, kegemukan ibu, dan pada
kehamilan dengan high risk. 2
Penggunaan MRI semakin meningkat dalam evaluasi abnormalitas fetus yang
sulit diidentifikasi pada pemeriksaan sonografi. MRI pada fetus kurang tergantung pada
volume cairan amnion optimal, posisi fetus, dan badan sang ibu, dibandingkan sonografi.
Atau dengan kata lain, pengamatan

struktur kecil pada MRI tidak dibatasi

bone

shadowing. 4
Karena pemeriksaan MRI suatu waktu diminta pada fetus dengan cacat/kelainan
yang diketahui berhubungan dengan celah pada palatum, evaluasi bibir dan palatum pada
penelitian MRI prenatal sangatlah penting.

a. Gambaran Normal MRI dari Bibir Atas dan Palatum Fetus


Gambaran normal MRI dari bibir dan palatum diperlihatkan pada gambar 12.
Gambaran koronal terutama sangat penting untuk memperlihatkan hidung dan bibir.
Palatum sekunder sangat baik diamati saat cairan amnion mengisi mulut fetus,
15

memperlihatkan bentuk lidah dan palatum. Potongan sagital meunjukkan palatum


sekunder sebagai sebuah lengkungan garis halus dengan tanda densitas jaringan
lunak, berbatasan dengan palatum primer.

Gambar 12 fetus dengan bibir atas dan palatum normal pada 29 minggu usia kehamilan. Gambaran MRI corona
(A), aksial (B), dan sagital (C) memperlihatkan jaringan lunak membentang sepanjang midline dan tooth buds pada
maksila membentuk lengkungan halus. Palatum sekunder (panah, C) terlihat sebagai lengkungan tanda jaringan
lunak membentang pada bagian posterior palatum primer. (dikutip dari kepustakaan 4)

b.

Celah pada bibir dan Alveolus tanpa disertai celah pada palatums sekunder
(Cleft

Lip

and

Alveolus

Without

Cleft

Secondary

Palate)

Unilateral incomplete cleft lip dapat sangat sulit dideteksi dan dapat tidak
terdeteksi hingga trimester ketiga. labial clefting minor ini sering kali tidak
berhubungan dengan cacat/kelainan lainnya dan memiliki prognosis yang sangat
baik (gambar 7). Pada MRI, beberapa rangkaian gambaran koronal dapat
menunjukkan bibir dan hidung fetus. Gambaran aksial dari alveolus sangat
membantu untuk menyingkirkan keterlibatan gusi, yang merupakan variabel pada
isolated cleft lip. Pada saat yang sama, untuk membedakan antara celah bibir
inkomplit dan celah bibir komplit sangat sulit karena adanya sebuah pita kecil
jaringan pada celah (cleft) sekalipun pada celah alveolar komplit. 4

16

Gambar 7. Cleft lip unilateral inkomplit fetus pada 34 minggu usia kehamilan. Sonogram koronal (A dan B) dan
MRI (C dan D) memperlihatkan celah pada bibir. Tanda kecacatan melibatkan jaringan lunak superficial (panah, A
dan C) tetapi tidak pada bidang uang lebih dalam (B dan D). Deviasi bagian kaudal dari septum nasal ke arah celah
terlihat jelas, merupakan gambaran karakteristik kartilago nasal yang condong ke arah celah pada unilateral cleft lip
and palate. (dikutip dari kepustakaan 4)

c. Celah pada Bibir dan Palatum (Cleft Lip and Palate)


Sekitar 90% fetus dengan celah komplit pada palatum primer juga memiliki
celah komplit pada palatum sekunder. Sebaliknya, 10% bayi dengan celah pada
bibir dan alveolus unilateral ataupun bilateral komplit memiliki palatum sekunder
yang intak. Selain itu, dapat berupa celah bibir inkomplit sekalipun dijumpai
celah palatum komplit (gambar 8). Deteksi sonografi pada palatum sekunder
sangatlah sulit, meskipun defek pada palatum dapat diduga ketika lidah diangkat
ke bagian atas cavitas oral.berbeda dengan sonografi, MRI dapat langsung
menggambarkan palatum molle (soft palate). 4

17

Gambar 8. Celah bibir dan palatum bilateral fetus pada 26 minggu usia kehamilan. Celah pada bibir (panah, A dan
C) terlihat pada sonogram (A) dan gambaran MRI potongan sagital (B) dan aksial (C). meskipun diagnosa tentatif
antenatal berupa celah bibir dan palatum komplit, pada pemeriksaan fisik post-natal dapat ditemukan pita kecil
jaringan pada sills nasal, sehingga diagnosa menjadi celah bibir bilateral inkomplit (yang mengarah ke celah
palatum bilateral) Pita ini secara khas menghalangi terlihatnya proklinasi premaksilar pada celah bibir dan palatum
bilateral. Pita jaringan ini sulit terlihat pada prenatal karena ukurannya yang kecil.

d. Celah bibir dan Palatum Unilateral (Unilateral Cleft Lip and Palate)
Celah bibir dan palatum unilateral sangat baik diamati melalui sonografi
dan MRI pada bidang koronal (gambar 9 dan 10 ). Gambaran aksial menunjukkan
deviasi septum nasal yang khas (seperti bagian tengah yang condong ke arah
defek dan deviasi bagian anterokaudal ke sisi yang tidak bercelah). Selain itu,
gambaran aksial menunjukkan abnormal atau tidak adanya tooth buds pada daerah
medial alveolar (gambar 10). 4

18

Gambar 9. Unilateral complete cleft lip and palate pada


sisi kanan fetus pada 28 minggu usia kehamilan.
Gambaran koronal sonogram memperlihatkan celah
pada bibir fetus saat membuka mulut dengan lebar.
(dikutip dari kepustakaan 4)

Gambar 10. Unilateral complete cleft lip and palate


pada sisi kanan fetus pada 28 minggu usia kehamilan.
Gambaran aksial sonogram menunjukkan celah (cleft)
alveolus. Tanda gangguan dan perbaikan gangguan pada
daerah alveolar normal intak yang berupa horseshoeshaped (panah). Tidak terdapat tooth buds pada daerah
celah. (dikutip dari kepustakaan 4)

Gambar 11. Unilateral complete cleft lip and palate


pada sisi kanan fetus pada 28 minggu usia kehamilan.
Gambaran aksial MRI menunjukkan celah pada bibir.
(dikutip dari kepustakaan 4)

Gambar 12.Unilateral complete cleft lip and


palate pada sisi kanan fetus pada 28 minggu
usia kehamilan. Gambaran koronal MRI
memperlihatkan adanya hubungan langsung
19

orofaring dan nasofaring yang disebabkan


celah pada palatum sekunder (panah). (dikutip
dari kepustakaan 4)

e.

Celah Bibir dan Palatum Bilateral (Bilateral Cleft Lip and Palate)
Pada kasus Bilateral Cleft Lip and Palate, dijumpai penonjolan bagian

premaksilar dan paling baik diamati pada gambaran aksial dan midline sagittal
(gambar 13,14). Pada beberapa kasus, khas dijumpai tidak adanya tooth buds serta
insisor lateral. Sering kali hidung flattened dan columella yang pendek. Celah
bilateral yang memanjang hingga ke palatum sekunder dapat diamatis secara
langsung pada MRI.(gambar 15 ) 4

Gambar 13.celah bibir komplit bilateral fetus pada 18 minggu usia kehamilan. Celah bilateral (panah) jelas terlihat
pada gambaran aksial sonogram (A) dan MRI (B). (dikutip dari kepustakaan 4)

20

Gambar 14. Bilateral complete cleft lip fetus pada 18


minggu usia kehamilan. Penonjolan bagian premaksilar
(panah) dan penebalan nuchal fold yang kebetulan
dijumpai (mata panah) (dikutip dari kepustakaan 4)

Gambar 15. Bilateral complete cleft lip and palate


fetus pada 33 minggu usia kehamilan yang disertai
midfacial hypoplasia. Gambaran MRI potongan sagital
midline memperlihatkan tidak adanya jaringan palatum
bagian tengah. (dikutip dari kepustakaan 4)

2. Uji Genetik Prenatal


Penelitian paling awal uji genetik dalam diagnosis prenatal telah dilakukan sejak tahun
1967, dan penelitian serupa masih dilakukan hingga kini, dimana penelitian tersebut
memungkinkan pengujian terhadap lebih dari 100 penyakit genetik. Manfaat baik dari
diagnosis prenatal adalah memfokuskan pada kemungkinan untuk menguji penyakit genetik
dalam pentingnya penentuan intervensi yang dapat mengarah pada fenotip normal atau pada
kasus lain, untuk terapi aborsi. 13
Tentu saja, tidak semua wanita dapat melakukan jenis pemeriksaan ini. Ada dua alasan
yang menegaskan hal tersebut :
a. Keseluruhan dari teknik ini memiliki resiko yang merugikan bagi fetus. Pada beberapa
kasus, resiko ini lebih besar dibandingkan resiko dari penyakit fetus. Misalnya, insiden
21

sindrom Down pada bayi yang lahir dari wanita yang berumur antara 30 hingga 34 tahun
adalah 1,54/1.000; akan tetapi, resiko aborsi yang mengikuti penggunaan teknik ini 0,60,9%.
b. Pemeriksaan ini sangat mahal. Karena alasan ini, pemeriksaan tersebut terbatas pada
kelompok wanita yang memiliki kemungkinan yang lebih besar dari rata-rata
memperoleh cacat/kelainan fetus. 13
Untuk menetapkan diagnosis prenatal, diperlukan pengambilan sel fetus, kemudian
mengekstrasi DNA dari sel tersebut lalu melakukan pengujian sampel DNA. Pengambilan sel
dilakukan dengan beberapa cara. Berikut tersebut di bawah ini:
a. amniosintesis:
Obstetri modern memungkinkan dilakukannya deteksi kelainan pada
kehamilan sedini mungkin. Untuk membuat diagnosis tersebut umumnya
digunakan sel-sel yang terdapat di dalam cairan amnion dengan melakukan
amniosintesis. 10
Teknik ini merupakan yang tertua dalam diagnosis prenatal dan paling
luas digunakan, karena teknik ini lebih aman dan mudah dilaksanakan. Jumlah
aborsi yang disebabkan oleh penggunaan teknik ini tidak lebih dari 2 %.13
Amniosintesis pada saat ini lebih sering dilakukan melalui transabdominal
Pada teknik ini dilakukan pengeluaran cairan amnion melalui punksi
transabdominal yang dipandu ultrasound. Dari cairan amnion, sel fetus yang
didapatkan dikultur untuk dilakukan tes DNA. 10, 13
Normalnya, amniosintesis dilakukan pada usia 15 hingga 17 minggu usia
kehamilan. Beberapa pusat studi telah mengkonfirmasikan pada saat itu
amniosintesis cukup aman dilakukan dan mempunyai keakuratan diagnostik 99%.
Sebelum itu, jumlah sel fetus pada cairan amnion tidak cukup banyak untuk
dilakukan kultur yang adekuat. Faktor waktu ini merupakan satu kekurangan
utama teknik ini. Penundaan yang lama pada sebagian besar kasus sebelum
dilakukan tes kemungkinan akan memberikan penilaian yang adekuat jika hasil
tes positif. 10,13
Pada wanita yang berusia 35 tahun amniosintesis rutin dilakukan untuk
mendeteksi adanya kelainan genetik, karena terjadinya peningkatan resiko
tersebut. 10
22

Teknik pengambilan
Bantuan USG diperlukan untuk memandu jarum spinal ukuran 20-22
mencapai kantong amnion dengan menghindari plasenta, tali pusat dan janin.
Inspirasi awal sekitar 1-2 ml, kemudian cairan tersebut dibuang untuk mengurangi
kemungkinan adanya kontaminasi sel-sel ibu, kemudian lebih kurang 20 ml cairan
diambil lagi, kemudian jarum dilepaskan. Titik luka diobservasi kalau ada
perdarahan dan denyut jantung janin dipantau.
Komplikasi kecil seperti bercak perdarahan pada vagina , atau kebocoran
amnion berkisar 1-2 %. Dan insiden chorioamniotis jauh lebih kecil dari 1
dibandingkan 1000 kejadian. 10
Kemungkinan terkenanya tusukan jarum pada janin sangat jarang dengan
penggunaan bantuan USG. Kesalahan dalam kultur sel juga sangat jarang tetapi
dapat terjadi jika janin abnormal. Kematian pada janin berkisar kurang dari 0,5 %
yang sebagian dihasilkan karena telah adanya abnormalitas pada janin seperti
abrupsi plasenta , implantasi abnormal plasenta , anomali uterus dan infeksi. 10
b. Chorionic villus sampling
Teknik ini melibatkan pengeluaran materi yang disebut chorionic villi,
yang merupakan membran fetus yang mengelilingi embrio. Vili tersebut
mengandung sel fetus di mana dapat diperoleh DNA yang diekstraksi guna
dilakukan tes. Pengeluaran materi chorionic dapat dilakukan dengan beberapa
cara. Perbedaanya tergantung pada jalur masuk ke chorion (abdominal atau
vaginal) dan instrumen yang digunakan untuk mengambil materi tersebut. 13
Chorionic villus sampling memiliki beberapa keuntungan, khususnya pada
diagnosa dini. Teknik ini memungkinkan pengeluaran sel fetus pada delapan
hingga dua belas minggu usia kehamilan, sehingga lebih cepat lima hingga enam
minggu dibandingkan amniosintesis. Akan tetapi, terdapat kerugian. Misalnya,
tingkat induksi aborsi yang lebih tinggi, sebanyak 4,46 %. 13
-

Diagnosa Postnatal

23

Biasanya, celah (cleft) pada bibir dan palatum segera didiagnosa pada saat kelahiran.
Celah dapat terlihat seperti sudut kecil pada bibir atau dapat memanjang dari bibir hingga ke
gusi atas dan palatum.
Namun tidak jarang, celah hanya terdapat pada otot palatum molle (soft palate
(submucous cleft), yang terletak pada bagian belakang mulut dan tertutupi oleh mouth's
lining. Karena letaknya yang tersembunyi, tipe celah ini tidak dapat didiagnosa hingga
beberapa waktu.

14

Gambar 16. A. Incomplete cleft lip. B. Bilateral cleft lip. C. celah pada palatum, bibir dan rahang D. Isolated cleft
palate. E. Oblique facial cleft. F. Midline cleft (dikutip dari kepustakaan 8)

9. KESIMPULAN
Cacat/kelainan kongenital dan kelainan genetik sekarang ini semakin sering dilaporkan
sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan medis. CLP merupakan cacat/kelainan
kongenital dengan tampilan yang bervariasi. 11
Biasanya, celah (cleft) pada bibir dan palatum segera didiagnosa pada saat kelahiran.
Pemeriksaan ultrasound telah menjadi bagian rutin dari prenatal care dan dengan terus
meningkatnya teknologi memberikan resolusi yang lebih baik dan mendeteksi lebih akurat
terhadap cacat/kelainan kongenital. Meskipun memiliki sensitivitas yang terbatas, ultrasound
transabdominal tetap merupakan alat yang memiliki kelebihan dalam mendiagnosa CLP.
24

Penggunaan MRI

semakin meningkat dalam evaluasi abnormalitas fetus yang sulit

diidentifikasi pada pemeriksaan sonografi. Diagnosis prenatal berdasarkan uji genetik


prenatal memfokuskan pada kemungkinan untuk menguji penyakit genetik dalam pentingnya
penentuan intervensi yang dapat mengarah pada fenotip normal.
Deteksi dini memperkenankan keluarga untuk menyiapkan diri sebelumnya terhadap
suatu

kenyataan

bahwa bayi

mereka

akan memiliki suatu

cacat/kelainan

juga

memperkenankan kepada ahli bedah untuk bertemu dengan keluarga sebelum kelahiran
dalam atmosfer yang rileks dan mendiskusikan pilihan perbaikan.

25

DAFTAR PUSTAKA
1. Mansyur Romi (2007) Preliminary study on congenital anomaly in dr. Sardjito General
Hospital Yogyakarta. Berkala Ilmu Kedokteran: Vol. 39, No. 4, p. 154-61.
2. M. Hanikeri, J. Savundra, D. Gillett, M. Walters, W. McBain (2006) Antenatal
Transabdominal Ultrasound Detection of Cleft Lip and Palate in Western Australia
From 1996 to 2003. The Cleft Palate-Craniofacial Journal: Vol. 43, No. 1, pp. 61-66.
3. Marzoeki D, jailani M, Perdanakusuma (2002). Teknik pembedahan celah bibir dan
langit-langit,Jakarta: Sagung Seto .p. 1-8.
4. Stroustrup S, Estrof JA, Barnewolt CE,, Mulliken JB and Levine D. Prenatal Diagnosis of
Cleft Lip and Cleft Palate Using MRI. [online]. 2004 [cited 2010 February 17]: [1
screens]. Available from: http://www.ajronline.org/misc/terms.shtml
5. Nawazir Bus-tami, Riswan Joni, Asril Zahari (1997) Bibir Sumbing di Kabupaten 50
Kota dan Solok.Cermin Dunia Kedokteran : No. 120, pp. 54-6.
6. Alex

Margulis

(2007)

Cleft

Palate.

Practical

Plastic

Surgery,

Texas:

Landes Bioscience .p. 348-356.


7. Agatha. Faktor Hereditas dan Kaitannya Dengan Aspek Biologi Molekuler Pada Kasus
Cleft Lip and Palate (Labiognathopalatoschisis) [online]. 2009 April

[cited 2010

February17]:
[1screens].Availablefrom:http://agathariyadi.wordpress.com/author/agathariyadi/

26

8. Sadler, T.W. Langmans Medical Embryology. 8th edition. Montana: Twin Bridges. 2000. p.
392-7.
9. Richard a. Hopper, Court Cutting, and Barry Grayson. Cleft Lip and Palate, Grabb and
Smiths Plastic Surgery sixth Ed. Phyladelphia: by Lippincott Williams & Wilkins, a
Wolters Kluwer business.; 2007. p.220-67.
10. Anonymous, Cairan amnion. [cited 2010 February 17] : p1-21. Available from:
http://digilib.unsri.ac.id/download/cairan%20amnion.pdf
11. Timothy Egan, Gregory Antoine. Cleft Lip and Palate, Fascial plastic, reconstructive and
trauma Surgery. Madiso Avenue : Marcel Dekker Inc; 2007. p.370-89.
12. Sepulveda W, Wong AE, Martinezten P, and Pedregosa JP (2006) Retronasal triangle: a
sonographic landmark for the screening of cleft palate in the first trimester.
Ultrasound Obstet Gynecol 2010; 35. p:713
13. Sanchez Monserrate. Prenatal Genetic Tests: Misconceptions and Their Implications.
Phil & tech 1. 1996.
14. Farris FG, Arup KR. Cleft Lip and Palate. . [online]. 2004 March [cited 2010 February
17] : [1 screens]. Available from: http://www.answers.com/topic/cleft-lip

27

Anda mungkin juga menyukai