Anda di halaman 1dari 17

7

BAB II
LANDASAN TEORETIS

A. Sikap Siswa terhadap Pelajaran Matematika


Menurut Bruno dalam Mudzakir (1995) sikap adalah kecenderungan
yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap
orang atau barang tertentu.

Sedangkan menurut Fishbein, Oskamp, Petty

dalam Azwar (1995) mendefinisikan sikap adalah penilaian positif atau negatif
terhadap suatu objek. Menurut Pasaribu dan Simanjuntak (1990) sikap adalah
suatu kecenderungan untuk mengadakan suatu reaksi terhadap dunia sekitar.
Reaksi ini bisa berupa positif dan negatif. Dalam hubungannya dengan suatu
pelajaran maka reaksi yang positif ada perhatian (menerima) sedangkan reaksi
yang negatif berarti tidak ada perhatian. Menurut Secord dan Backman dalam
Mudzakir dan Sutrisno (1964) sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal
perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan Prediposisi atau kecenderungan
tindakan (konasi) seseorang terhadap aspek di lingkungan sekitarnya.
Sikap akan sangat mempengaruhi siswa dalam proses belajar mengajar
termasuk dalam pelajaran matematika.

Perhatian yang besar terhadap

matematika akan menimbulkan dorongan untuk mempelajari matematika lebih


dalam. Tingkat perasaan positif terhadap matematika dapat dirinci dengan
perasaan tertarik, kesediaan untuk mempelajari matematika dan kesadaran
kegunaan matematika. Perasaan tertarik untuk mempelajari matematika akan
diikuti oleh kesediaan untuk mempelajari matematika. Dengan bekal perasaan

8
tertarik terhadap matematika dan kesediaan untuk mempelajari matematika,
maka seseorang siswa akan lebih mudah menerima pelajaran matematika yang
diberikan oleh guru. Sebaliknya jika perhatian kurang atau bersikap negatif
terhadap matematika, maka ia akan bosan mempelajari matematika, malas
mengerjakan soal matematika dan tidak mau memperhatikan pelajaran.
Akhirnya hasil belajarnya tidak memuaskan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Hudojo (1981) bahwa sikap tidak menyukai matematika merupakan salah satu
hambatan untuk belajar matematika yang efektif.
Menurut Nurhayati (1999) sikap adalah semacam perubahan dalam
tingkah laku atau kecenderungan untuk memberikan respon terhadap suatu
objek. Perubahan itu dapat dinyatakan sebagai suatu kecakapan, kebiasaan
atau peringatan. Untuk mengetahui sikap seseorang terhadap aspek objek
tertentu, maka disusun skala sikap. Skala sikap berupa kumpulan pertanyaanpertanyaan mengenai suatu objek sikap yang telah disusun dan diteliti dengan
kriteria tertentu, Skala sikap merupakan suatu alat untuk memperoleh suatu
nilai yang merupakan penilaian seseorang terhadap suatu objek psikologis
tertentu.
Menurut Nurdin dan Nurhayati (1999) siswa yang bersikap positif
dalam belajar mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Rasa suka dan senang mengerjakan tugas, tidak akan berhenti sebelum
tugas selesai.
b. Tidak akan putus asa dalam menghadapi kesulitan dan hambatan.
c. Menunjukkan rasa bangga atas prestasi yang dicapai.

9
d. Lebih senang bekerja sendiri.
e. Acuh dan bosan mengerjakan soal yang terlampau mudah dan berulangulang.
f. Malas mencari dan memecahkan soal yang mudah-mudah.
g. Tertarik terhadap matematika.
Menurut Slameto (1995) pada dasarnya sikap itu dapat terbentuk
melalui bermacam-macam cara antara lain :
a. Melalui pengalaman yang berulang-ulang atau dapat pula melalui suatu
pengalaman yang disertai perasaan yang mendalam (pengalaman
traumatik).
b. Melalui imitasi, peniruan dapat terjadi tanpa disengaja dan dapat pula
dengan sengaja. Dalam hal ini individu harus mempunyai minat dan rasa
kagum terhadap model, disamping itu diperlukan pula pemahaman dan
kemampuan untuk mengenal dan model yang hendak ditiru. Peniruan
akan lebih lancar secara kolektif dari pada perorangan.
c. Melalui sugesti, disini seseorang membentuk suatu sikap terhadap obyek
tanpa suatu alasan dan pemikiran yang jelas tetapi semata-mata karena
pengaruh yang datang dari seseorang atau sesuatu yang mempunyai
wibawa dalam pandangannya.
d. Melalui identifikasi, disini seseorang meniru orang lain atau suatu
organisasi atau badan tertentu didasari sesuatu keterikatan emosional
sifatnya, meniru dalam hal ini banyak dalam arti berusaha menyamai.

10
Menurut Hudojo (1981) cara untuk merangsang sikap positif siswa
sebagai berikut :
a. Berikan kepada siswa rasa puas sehingga ia berusaha untuk mencapai
keberhasilan selanjutnya.
b. Kembangkan pengertian (konsep, langkah pembuktian, teorema) kepada
siswa secara wajar agar ia dapat memecahkan soal yang bersifat
pengembangan.
c. Tumbuhkan minat siswa terhadap materi matematika yag dipelajari.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa indikator untuk
meningkatkan sikap siswa dalam kegiatan belajar di sekolah :
a. Rasa suka dan tertarik terhadap matematika
Siswa menyukai pelajaran matematika ditandai dengan cara belajarnya
yang sungguh-sungguh dan mengerjakan soal yang disuruh guru.
Rasa tertarik dapat ditunjukkan siswa yang cenderung ingin mengetahui
semua yang berhubungan dengan matematika baik yang ada di media
masa maupun dalam pembicaraan masing-masing.
b. Rasa ingin mempelajari sendiri
Rasa ingin mempelajari sendiri timbul akibat adanya sikap positif terhadap
matematika.
c. Rasa bangga atas prestasinya
Siswa bangga dapat menyelesaikan tugas-tugas untuk mendapat nilai yang
baik.

11
B. Pembelajaran Kooperatif
Menurut Eggen (1996) pembelajaran kooperatif adalah suatu kumpulan
dan strategi pelajaran yang melibatkan para siswa bekerja sama untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu. Pembelajaran kooperatif adalah usaha untuk
meningkatkan partisipasi siswa, mempersiapkan siswa agar memiliki sifat
kepemimpinannya dan pengalamannya dalam membuat keputusan dalam
kelompok dan juga memberikan kesempatan untuk bekerja dan belajar
bersama siswa yang berbeda budaya dan adat istiadat dan latar belakang
kemampuan. Dalam hal ini akan terlihat siswa yang terlibat dalam proses
pembelajaran.

Karakteristik pembelajaran kooperatif menurut Nur (1990)

adalah siswa ditempatkan pada kelompok-kelompok kooperatif dan tinggal


bersama sebagai satu kelompok untuk beberapa minggu atau bulan.
Adapun unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim
(2000) adalah sebagai berikut :
1. Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup
sepenanggungan bersama
2. Siswa bertanggungjawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya,
seperti milik mereka sendiri.
3. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya
memiliki tujuan yang sama.
4. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggungjawab yang sama di antara
anggota kelompoknya.

12
5. Siswa akan dikenakan sanksi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga
akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.
6. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan
untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
7. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi
yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Sejalan dengan unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif di atas maka
pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan
materi belajarnya.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang
dan rendah.
3. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari budaya, suku, jenis
kelamin berbeda-beda.
4. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.
Penerapan pembelajaran kooperatif memberikan keuntungan baik pada
siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama
menyelesaikan tugas akademis. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi
siswa kelompok bawah, sehingga siswa akan memperoleh bantuan khusus dari
teman sebaya yang memiliki orientasi bahasa yang sama.

Dalam proses

tutorial kelompok atas akan meningkatkan kemampuan akademis karena


sebagai tutor membutuhkan pemikiran yang lebih mendalam.

13
Selanjutnya agar pembelajaran kooperatif dapat terlaksana dengan baik,
maka penerapan pembelajaran ini di dalam kelas harus mengikuti langkahlangkah yang ditetapkan. Adapun langkah-langkah pembelajaran kooperatif
menurut Ibrahim (2000) adalah seperti tabel 1 berikut
Tabel 1. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
FASE
Fase- 1
Menyampaikan tujuan dari
motivasi siswa
Fase - 2
Menyajikan informasi

Fase - 3
Mengorganisasikan siswa
ke dalam kelompok-kelompok
bekerja dan belajar

TINGKAH LAKU GURU


menyampaikan semua tujuan pelajaran
yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut
dan memotivasi siswa belajar.
Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan
bacaan.
Guru menjelaskan kepada siswa
bagaimana cara membentuk kelompok
belajar dan membantu setiap kelompok
agar melakukan transisi secara efisien.

Fase - 4
Membimbing kelompok bekerja Guru membimbing kelompok-kelompok
dan belajar
belajar pada saat mereka mengerjakan
tugas mereka.
Fase - 5
Evaluasi

Fase - 6
Memberikan penghargaan

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang


materi yang telah dipelajari atau masing masing kelompok mempresentasikan hasil
kerjanya.
Guru mencari cara-cara untuk menghargai
baik upaya maupun hasil belajar individu
dan kelompok (Muslim, 2000)

C. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD


Model pembelajaran kooperatif merupakan pendekatan belajar dimana
siswa belajar dalam kelompok kecil dengan tingkat kemampuan yang

14
heterogen

(rendah,

sedang,

tinggi).

Belajar

kooperatif

memupuk

pembentukan kelompok kerja yang saling bergantung secara positif sehingga


meniadakan

persaingan

individu.

Watson

dalam

Tanjung

(1998)

mendefinisikan bahwa pembelajaran kooperatif diartikan sebagai lingkungan


belajar dimana siswa bekerjasama dalam suatu kelompok kecil yang memiliki
kemampuan akademik yang berbeda untuk menyelesaikan tugas-tugas
akademik. Di dalam kelas kooperatif, siswa belajar bersama dalam kelompokkelompok kecil yang terdiri dari 4 5 orang siswa dan setiap kelompok terdiri
dari siswa yang berkemampuan akademik tinggi, sedang dan rendah serta
jenis kelamin yang berbeda (Suryanti, 1998).
Eggen (1996), menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu
kumpulan dari strategi pembelajaran yang melibatkan para siswa mencapai
tujuan-tujuan tertentu. Pembelajaran kooperatif ini dapat dilihat dalam suatu
usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa mempersiapkan siswa agar
memiliki sifat kepemimpinan dan pengalamannya dalam membuat keputusan
untuk bekerja dan belajar bersama siswa lain yang berbeda budaya adat
istiadat dan latar belakang kemampuannya.
Menurut Arends (1997), ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai
berikut :
1. Para siswa bekerja secara kooperatif dalam bentuk kelompok untuk
mendapatkan materi ajar.
2. Kelompok terdiri dari siswa pandai, sedang dan lemah.

15
3. Bila mungkin terdiri dari bermacam-macam suku, kebudayaan dan jenis
kelamin.
4. Sistem penghargaan lebih menekankan kelompok dari pada individu.
Menurut Carin (1993) ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai
berikut :
1. Setiap anggota memiliki peran.
2. Terjadi hubungan interaksi langsung diantara para siswa.
3. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya sendiri dan
juga teman-teman kelompoknya.
4. Peran guru membantu para siswa untuk mengembangkan keterampilanketerampilan interpersonal kelompok.
5. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.
Selanjutnya, pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD di
dalam pembelajaran melalui tahap persiapan, penyajian kelas, kegiatan
kelompok, melaksanakan evaluasi, penghargaan kelompok dan menghitung
ulang skor dasar dan perubahan kelompok.
1. Persiapan
Pada tahap ini disiapkan perangkat pembelajaran dan membagi siswa
dalam kelompok-kelompok kooperatif
d. Perangkat Pembelajaran
Perangkat pembelajaran yang akan disiapkan adalah rencana
pembelajaran, lembar kegiatan siswa dan tes. Untuk mendapatkan

16
perangkat pembelajaran yang sesuai dengan model pembelajaran
kooperatif dilakukan beberapa kegiatan berikut ini:

Analisis konsep

Analisis tugas

Spesifikasi tujuan pembelajaran

Rencana pembelajaran

Lembar kegiatan siswa

Penyusunan tes

b. Pembentukan Kelompok Kooperatif


Dalam menentukan kelompok kooperatif ada tiga kegiatan yang
dilakukan yaitu membuat peringkat siswa berdasarkan prestasi
akademis di dalam kelas, menentukan jumlah kelompok dan membagi
siswa dalam kelompok kooperatif. Bila memungkinkan perlu
diperhatikan jenis kelamin, sosial, budaya dan ekonomi siswa
(Suhermi, 2002).
2. Penyajian kelas
a. Pendahuluan
Pendahuluan penyajian menekankan pada apa yang akan dipelajari
siswa dalam tugas kelompok dan menginformasikan mengapa hal itu
penting dipelajari. Informasi tersebut ditujukan untuk memotivasi rasa
ingin tahu siswa tentang konsep-konsep yang akan dipelajari.
b. Menjelaskan materi pelajaran

17
Materi pelajaran yang disajikan hendaknya disesuaikan dengan apa
yang akan dipelajari siswa dalam kelompok. Selama kegiatan ini guru
juga perlu memberikan pertanyaan-pertanyaan dan umpan balik
terhadap jawaban-jawaban yang diberikan siswa.
c. Latihan terbimbing
Latihan terbimbing diberikan dengan menugaskan siswa mengerjakan
soal-soal atau mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan. Di dalam kegiatan ini pemberian tugas hendaknya tidak
menyita waktu terlalu lama. Sebaiknya siswa mengerjakan satu atau
dua soal dan sesegera mungkin diberikan umpan balik.
3. Kegiatan kelompok
Selama kegiatan kelompok, guru bertindak sebagai fasilitator yang
memonitor kegiatan setiap kelompok.

Untuk kerja kelompok, guru

memberikan lembar kegiatan siswa kepada setiap kelompok sebagai bahan


yang akan dipelajari siswa. Guru perlu menginformasikan bahwa lembar
kegiatan siswa berfungsi untuk mempelajari bukan sekedar untuk diisi dan
diserahkan kepada guru. Disamping untuk mempelajari konsep-konsep
materi pelajaran, lembar kegiatan siswa juga merupakan sarana untuk
melatihkan keterampilan kooperatif siswa. Dalam Menyelesaikan tugas
kelompok, siswa mengerjakannya secara berpasangan atau mandiri
selanjutnya saling mencocokkan jawaban atau memeriksa ketepatan
jawaban dengan jawaban teman sekelompok. Jika ada anggota yang belum

18
memahami tugas tersebut, maka teman sekelompoknya bertanggung jawab
untuk menjelaskan sebelum meminta bantuan kepada guru.
4. Melaksanakan evaluasi.
Evaluasi dikerjakan secara individu dalam waktu yang telah ditentukan.
Pada saat ini siswa harus menunjukkan apa yang telah ia pelajari saat
bekerja dalam kelompoknya. Skor yang diperoleh siswa dalam evaluasi
selanjutnya diproses untuk menentukan nilai perkembangan individu yang
akan disumbangkan sebagai skor kelompok.
5. Penghargaan kelompok
Untuk menentukan bentuk penghargaan kelompok dilakukan langkahlangkah berikut ini :
a. Menghitung skor individu dan skor kelompok
Menghitung skor tes individu ditujukan untuk menentukan nilai
perkembangan individu yang akan disumbangkan sebagai skor
kelompok. Nilai perkembangan individu dihitung berdasarkan selisih
memperoleh skor tes terdahulu (skor dasar) dengan skor tes terakhir.
Dengan cara ini setiap anggota kelompok memiliki kesempatan yang
sama untuk memberikan sumbangan skor bagi kelompoknya. Kriteria
sumbangan skor individu terhadap skor kelompok terlihat pada tabel
berikut ini :

19
Tabel 2. Nilai Perkembangan Siswa
SKORS TES
Lebih dari 10 poin dibawah skor dasar
10 poin hingga satu poin dibawah skor dasar
Sama dengan skor dasar sampai 10 poin diatas skor dasar
Lebih dari 10 poin diatas skor dasar
Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor dasar)

Nilai Perkembangan
05
10
20
30
30

Sumber data : Slavin (1995)

b. Pemberian penghargaan terhadap prestasi kelompok


Berdasarkan nilai perkembangan individu yang diperoleh, terdapat tiga
tingkatan penghargaan kelompok :
-

Kelompok dengan rata-rata skor 5 , x 11,75 sebagai kelompok


baik

Kelompok dengan rata-rata skor 11,75 < x 23,25 sebagai


kelompok hebat.

Kelompok dengan rata-rata skor 23,25 < x 30 sebagai kelompok


super.

6. Perhitungan ulang skor dasar dan perubahan kelompok


Setelah satu periode penilaian, dilakukan perubahan kelompok dan
perhitungan ulang skor dasar baru untuk setiap siswa.

Perubahan

kelompok ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dengan


teman yang lain dan memelihara kegiatan kooperatif agar tetap segar.
D. Langkah-langkah dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
1. Langkah 1 : Tahap persiapan
Guru memilih materi yang akan disajikan dalam materi pembelajaran,
guru menyiapkan materi mengaitkan materi dengan penguasaan

20
konsep awal siswa dengan menghubungkan dengan contoh-contoh
dalam kehidupan sehari-hari siswa.

Membagi siswa dalam bentuk

kelompok-kelompok heterogen yang beranggotakan

4 5 orang.

Kelompok yang dibentuk ini bersifat heterogen secara akademik yang


terdiri

dari

siswa

pandai,

sedang

dan

normal

selain

mempertimbangkan kriteria heterogen lainnya yaitu jenis kelamin


maupun sosial.
2. Langkah 2 : Tahap penyajian kelas
a. Pendahuluan
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, memberi motivasi dan
menjelaskan tentang kegiatan belajar yang akan dilakukan dalam
kegiatan kelompok. Guru menghubungkan dengan lingkaran.
b. Kegiatan kelompok
1). Guru meminta siswa membentuk kelompok berdasarkan
rancangan pada tahap persiapan dan membagikan LKS.
2). Siswa

pada

masing-masing

kelompok

mendiskusikan

pemecahan masalah konsep tersebut menurut definisi dan


pendapat masing-masing dan dapat membuatkan contoh dan
non contoh dari sebuah konsep.

Di dalam kelompok telah

ditunjuk seorang siswa sebagai ketua kelompok, guru sebagai


fasilitator.
3). Masing-masing kelompok melaporkan hasil kelompoknya dan
kelompok lain berhak untuk membantahnya memberikan

21
pendapat, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator, memotivator
atau medorator dan juga bertugas mengkoordinir waktu.
c. Penutup
Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan dari materi yang
sudah dipelajari, selanjutnya guru memperjelas kesimpulan tersebut.
Guru memberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan di rumah.
3. Langkah 3 : Evaluasi.
Siswa harus menunjukkan apa yang telah dipelajari saat bekerja dengan
kelompoknya, dihitung skor siswa dalam evaluasi dan selanjutnya diproses
untuk menunjukkan perkembangan individu dihitung berdasarkan tabel 1
di atas
4. Langkah 4 : Penghargaan
Untuk penghargaan kelompok terdiri dari beberapa langkah yaitu :
a. Menghitung skor tes individu ditujukan untuk menentukan nilai
perkembangan individu yang akan disumbangkan sebagai skor
kelompok.
b. Memberi penghargaan kelompok
Penghargaan kelompok ini berguna untuk memotivasi siswa belajar
secara kooperatif. Skor kelompok dihitung berdasarkan rata-rata nilai
perkembangan yang disumbangkan anggota kelompok.

5. Langkah 5 : Perhitungan ulang skor dasar dan perubahan kelompok

22
Setelah satu periode penilaian terhadap penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD dilakukan perubahan kelompok, ini memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bekerja dengan teman yang lain dan
memelihara program kooperatif agar tetap segar.
E. Hubungan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
dengan Sikap Siswa Terhadap Matematika.
Sebagaimana dengan yang dikemukakan sebelumnya bahwa proses
pembelajaran yang baik akan berpeluang menghasilkan hasil belajar yang
baik. Selanjutnya proses pembelajaran yang baik ditandai dengan tingginya
atau berperannya siswa secara positif dalam proses pembelajaran. Oleh sebab
itu diyakini bahwa jika pembelajaran dapat memberikan kesempatan kepada
siswa untuk berperan positif di dalam pembelajaran maka hasil belajarnya
akan lebih baik.
Sehubungan dengan itu pemilihan dan penerapan model pembelajaran
oleh guru dalam proses pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting.
Hal ini mengingat strategi yang dipilihkan harus dapat memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan ide-idenya melalui interaksi
sesama teman sebayanya.

Salah satu model pembelajaran yang dapat

meningkatkan ketergantungan atau interaksi antar siswa dalam belajar adalah


model pembelajaran koopertif. Dalam pelaksanaannya model pembelajaran
kooperatif siswa untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman, mengenali
dan memecahkan masalah dengan beberapa teknik.

23
Dalam prosesnya, penerapan pembelajaran kooperatif dapat mendorong
siswa untuk berbuat yang terbaik terhadap kelompoknya. Kondisi ini tentu
akan meningkatkan peran serta siswa dalam belajar untuk membangun
pengetahuannya melalui interaksi teman sebaya.

Dengan cara belajar

demikian, siswa akan termotivasi untuk belajar, sehingga menumbuhkan sikap


positif siswa dalam memandang pelajaran matematika.
Berdasarkan kajian teoritis dan memahami eksistensi pembelajaran
kooperatif dalam mendorong siswa belajar, maka diyakini bahwa penerapan
model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan sikap positif siswa pada
mata pelajaran matematika.
Memperhatikan eksistensi penerapan pembelajaran kooperatif tipe
STAD dalam pembelajaran matematika diyakini bahwa penerapan model
pembelajaran dapat meningkatkan sikap siswa kelas II SDN 004 Bangko
Tahun Pelajaran 2007/2008 terhadap pelajaran matematika.
F. Hipotesis Tindakan
Penerapan

model

pembelajaran

kooperatif

tipe

STAD

dapat

meningkatkan sikap terhadap pelajaran matematika bagi siswa kelas II SDN.


004 Bangko pada materi pokok perkalian dan pembagian.

Anda mungkin juga menyukai