Chapter II
Chapter II
LANDASAN TEORI
Indonesia. PBI 1955 memberikan ketentuan tata cara perencanaan menggunakan metode
elastis atau cara n, dengan menggunakan nilai banding modulus elastisitas baja dan beton,
n, yang bernilai tetap untuk segala keadaan bahan dan pembebanan. Batasan mutu bahan di
dalam peraturan baik untuk beton maupun tulangan baja masih rendah disamping peraturan
tata cara pelaksanaan yang sederhana sesuai dengan taraf teknologi yang dikuasai pada
waktu itu. PBI 1971 NI-2 diterbitkan dengan memberikan beberapa pembaharuan terhadap
PBI 1955, diantaranya yang terpenting adalah:
1) Di dalam perhitungan menggunakan metode elastik atau disebut juga dengan cara n
atau metode tegangan kerja, menggunakan nilai n yang variabel tergantung pada mutu
beton dan waktu (kecepatan) pembebanan, serta keharusan untuk memasang tulangan
rangkap bagi balok-balok yang ikut menentukan kekuatan struktur;
2) Diperkenalkannya perhitungan metode kekuatan (ultimit) yang meskipun belum
merupakan keharusan untuk memakai, hanya untuk alternatif;
3) Diperkenalkannya dasar-dasar perhitungan bangunan tahan gempa.
Sampai dengan saat ini, penguasaan pengetahuan dan teknologi yang berkaitan
dengan sifat dan prilaku struktur beton terus menerus mengalami perkembangan sehingga
standar dan peraturan yang mengatur tata cara perencanaan dan pelaksanaannya juga
menyesuaikan untuk selalu diperbaharui.
Semua Peraturan dan Pedoman Standar tersebut diatas diterbitkan oleh Departemen
Pekerjaan Umum Republik Indonesia dan diberlakukan sebagai peraturan standar resmi.
Dengan sendirinya apabila suatu dokumen mencantumkannya sebagai peraturan resmi
yang harus diikuti, maka sesuai dengan prosedur yang berlaku peraturan tersebut
berkekuatan hukum dalam pengendalian perencanaan dan pelaksanaan bangunan beton
bertulang lengkap dengan sanksi yang diberlakukan.
ferro cement dimana digunakan bahan kayu, bambu, atau bahan lain untuk penulangan
beton. Ataupun beton dengan perkuatan fiber (serat) dimana sebagian bahan imbuhan
perkuatan digunakan serat-serat baja atau serat dengan dan serbuk bahan lain, demikian
pula usaha memperbaiki mutu bahan betonnya sendiri dengan menggunakan abu terbang
(fly ash) dan sebagainya.
Sifat fisik tulangan baja yang paling penting untuk digunakan dalam perhitungan
perencanaan beton bertulang ialah tegangan luluh (fy) dan modulus elastisitas (Es).
Tegangan luluh (titik luluh) baja ditentukan melalui prosedur pengujian standar sesuai
SII 0136-84 dengan ketentuan bahwa tegangan luluh adalah tegangan baja pada saat
meningkatnya tegangan tidak disertai dengan peningkatan regangannya. Di dalam
perencanaan atau analisis beton bertulang umumnya nilai tegangan luluh baja tulangan
diketahui atau ditentukan pada awal perhitungan.
Di samping usaha standarisasi yang telah dilakukan oleh masing-masing negara
produsen baja, kebanyakan produksi baja tulangan beton pada dewasa ini masih
berorientasi pada spesifikasi teknis yang ditetapkan ASTM. Di Indonesia produksi baja
tulangan dan baja struktur telah diatur sesuai dengan Standar Industri Indonesia, antara lain
dengan SII 0136-80.
Modulus elastisitas baja tulangan ditentukan berdasarkan kemiringan awal kurva
tegangan-regangan di daerah elastik dimana antara mutu baja yang satu dengan yang
lainnya tidak banyak bervariasi.
Ketentuan SK SNI-03-2487-2002 menetapkan nilai modulus elastisitas beton, baja
tulangan, dan tendon sebagai berikut :
1. Untuk nilai wc diantara 1500 kg/m3 dan 2500 kg/m3, nilai modulus elastisitas beton Ec
dapat diambil sebesar (wc)1,5 0,043
diambil sebesar 4700
f 'c .
Untuk mengatasi hal tersebut diatas digunakanlah faktor keamanan atau angka
keamanan, dengan kekuatan struktur diusahakan sama atau lebih besar dari perkalian
antara angka keamanan dengan beban kerja. Dengan kata lain, angka kemanan ini
dimaksudkan untuk menjamin bahwa kapasitas struktur selalu lebih besar daripada
bebannkerja. Angka keamanan juga sering dipandang sebagai perbandingan antara
tegangan leleh terhadap tegangan beban layan, namun pandangan ini tentu saja tidak
berlaku bila efek nonlinear turut diperhitungkan. Sehingga angka keamanan didefenisikan
sebagai rasio beban yang dapat menimbulkan keruntuhan terhadap beban kerja.
Variabilitas di dalam perbandingan dari kekuatan terhadap beban kerja di dalam
metode tegangan kerja merupakan suatu faktor utama di dalam peralihan kepada
pengunaan dari metoda rencana kekuatan.
Peraturan SNI memisahkan provisi keamanan dalam faktor U untuk pelampauan
beban dan faktor untuk kekurangan kekuatan. Persamaan dasar untuk pelampauan beban
(SNI 03-2847-2002) untuk struktur pada lokasi dan proporsi yang sedemikian hingga
pengaruh dari angin dan gempa dapat diabaikan, adalah :
U = 1,2D + 1,6L
yang cocok, maka kepentingan relatif dari beberapa hal harus ditetapkan. Beberapa
diantara hal-hal tersebut adalah :
1. Keseriusan dari keruntuhan, apakah terhadap manusia atau harta benda.
2. Realibilitas dari pengerjaan dan pemeriksaan.
3. Ekspektasi dan besarnya pelampauan beban.
4. Pentingnya suatu unsur di dalam struktur.
5. Kesempatan untuk aba-aba peringatan sebelum keruntuhan.
Dengan menetapkan persentase untuk hal-hal diatas dan dengan mengevaluasi
kondisi lingkungan untuk suatu kondisi, faktor yang memadai untuk keamanan dapat
ditentukan untuk setiap hal.
Seperti diketahui, untuk bahan bersifat serba sama dan elastis, distribusi regangan
maupun tegangannya linier berupa garis lurus dari garis netral ke nilai maksimum di serat
tepi terluar. Dengan demikian nilai tegangannya berbanding lurus dengan nilai regangan
dan hal tersebut berlaku sampai dengan dicapainya batas sebanding (proportional limit).
Untuk bahan baja dengan mutu yang umum digunakan sebagai komponen
struktural, nilai batas sebanding dan nilai tegangan luluh letaknya berdekatan hampir
berhimpit, dan nilai tegangan lentur ijin didapat dengan cara membagi tegangan luluh
dengan faktor aman. Pada struktur kayu, nilai tegangan lentur ijin didapatkan dengan cara
lebih langsung dengan menggunakan faktor aman pembagi terhadap tegangan lentur patah.
Dengan menggunakan cara penetapan tegangan lentur ijin seperti tersebut, yang didasarkan
pada anggapan hubungan linier antara tegangan dan regangan, analisis serta perncanaan
struktur kayu dan baja dapat dilakukan, sesuai dengan teori elastisitas.
Meskipun disadari bahwa pada kenyataan bahan beton bersifat tidak serba sama
(nonhomogeneous) dan tidak sepenuhnya elastik, selama ini cara pendekatan linier seperti
tersebut di atas juga digunakan dan dianggap benar bagi bahan beton. Selama kurun waktu
cukup lama perencanaan serta analisis didasarkan pada pemahaman tersebut dan
dinamakan sebagai metode elastik, cara-n, atau metode tegangan kerja (working stress
design method, WSD method).
Sejak jangka waktu 30 tahun belakangan ini telah dikenal metode pendekatan lain
yang lebih realistik, ialah bahwa hubungan sebanding antara tegangan dan regangan dalam
beton terdesak hanya berlaku pada suatu batas keadaan pembebanan tertentu, yaitu pada
tingkat beban sedang. Pendekatan ini dinamakan metode perencanaan kekuatan (Ultimate
Strength Design Methode, USD Methode) atau metode perencanaan kekuatan ultimit.
Metode tersebut mulai dikenalkan sejak tahun 60-an, sejak dimuat di dalam peraturan
beton di beberapa negara. ACI Building Code misalnya, telah mengenal baik dan memuat
metode tersebut sebagai alternatif sejak tahun 1956, pada tahun 1963 memperlakukan
kedua metode setara, dan sejak tahun 1971 metode tersebut diangkat menjadi satu-satunya
teknik analisis dan perencanaan untuk berbagi pemakaian gratis.
Walau demikian, metode tegangan kerja masih dicantumkan, digunakan sebagai
metode alternatif penetapan daya guna kelayanan (serviceability) struktur. Di Indonesia,
metode perencanaan baru diperkenalkan dalam PBI 1971 dan dipakai sebagai metode
alternatif di samping metode tegangan kerja yang masih juga dipertahankan. Proses
perubahan dan pengembangannya di Indonesia terasa sangat lambat, antara lain karena
metode lama sudah mendarah daging sehingga sangat sulit untuk meninggalkannya.
Sesungguhnya telah disadari bahwa tiada satupun alasan ilmiah yang hendak
mempertahankan metode tegangan kerja untuk perencanaan dan analisis struktur beton
bertulang, akan tetapi hambatan utama datang dari aspek pendidikan dan penyuluhan yang
mencakup matra cukup luas.
Anggapan-anggapan yang dipakai sebagai dasar untuk metode kekuatan (ultimit)
pada dasarnya mirip dengan yang digunakan untuk metode tegangan kerja. Perbedaannya
terletak pada kenyataan yang didapat dari berbagai hasil penelitian yang menunjukkan
bahwa tegangan beton kira-kira sebanding dengan regangannya hanya sampai pada tingkat
pembebanan tertentu. Pada tingkat pembebanan ini, apabila beban ditambah terus, keadaan
sebanding akan lenyap dan diagram tegangan tekan pada penampang balok beton akan
berbentuk setara dengan kurva tegangan-regangan beton tekan, seperti terlihat pada
gambar.
Pada metode tegangan kerja, beban yang diperhitungkan adalah service loads
(beban kerja), sedangkan penampang komponen struktur direncana atau dianalisa
berdasarkan pada nilai tegangan tekan lentur ijin yang umumnya ditentukan bernilai
0,45 fc, dimana pola distribusi tegangan tekan linier atau sebanding lurus dengan jarak
terhadap garis netral.
Sedangkan pada metode kekuatan (ultimit), service loads diperbesar, dikalikan
suatu faktor beban dengan maksud untuk memperhitungkan terjadinya beban pada saat
keruntuhan telah diambang pintu. Kemudian dengan menggunakan beban kerja yang sudah
diperbesar (beban terfaktor) tersebut, struktur direncana sedemikian sehingga didapat nilai
kuat guna pada saat runtuh yang besarnya kira-kira lebih kecil sedikit dari kuat batas
runtuh sesungguhnya. Kekuatan pada saat runtuh tersebut dinamakan kuat ultimit dan
beban yang bekerja pada atau dekat dengan saat runtuh dunamakan beban ultimit.
Pendekatan dan pengembangan metode perencanaan kekuatan didasarkan atas
anggapan-anggapan sebagai berikut :
1. Bidang penampang rata sebelum terjadi lenturan, tetap rata setelah terjadi lenturan dan
tetap berkedudukan tegak lurus pada sumbu bujur balok (prinsip Bernoulli). Oleh
karena itu, nilai regangan dalam penampang komponen struktur terdistribusi linear atau
berbanding lurus terhadap jarak ke garis netral (prinsip Navier).
2. Tegangan sebanding dengan regangan hanya sampai pada kira-kira beban sedang,
dimana tegangan beton tekan tidak melampaui fc. Apabila beban meningkat
sampai beban ultimit, tegangan yang timbul tidak sebanding lagi dengan regangannya
berarti distribusi tegangan tekan tidak lagi linear. Bentuk blok tegangan beton tekan
pada penampangnya berupa garis lengkung dimulai dari garis netral dan berakhir pada
serat tapi tekan terluar. Tegangan tekan maksimum sebagai kuat tekan lentur beton
pada umumnya tidak terjadi pada serat tepi terluar, tetapi agak masuk kedalam.
3. Dalam memperhitungkan kapasitas momen ultimit komponen struktur, kuat tarik beton
diabaikan (tidak diperhitungkan) dan seluruh gaya tarik dilimpahkan kepada tulangan
baja tarik.
Bentuk distribusi tegangan tersebut berupa garis lengkung dengan nilai nol pada garis
netral, dan untuk mutu beton yang berbeda akan lain pula bentuk kurva dan
lengkungannya. Tampak bahwa tegangan tekan fc, yang merupakan tegangan maksimum,
posisinya bukan pada serat tepi tekan terluar tetapi agak masuk kedalam.
Pada suatu komposisi tertentu balok menahan beban sedemikian hingga regangan
tekan lentur beton maksimum (b
maks)
tulangan mencapai tegangan luluh fy. Apabila hal demikian terjadi, penampang dinamakan
mencapai keseimbangan regangan, atau disebut penampang bertulangan seimbang. Dengan
demikian berarti bahwa untuk suatu komposisi beton dengan jumlah baja tertentu akan
memberikan keadaan hancur tertentu pula.
Berdasarkan pada anggapan-anggapan seperti yang telah dikemukakan di atas,
dapat dilakukan pengujian regangan, tegangan, dan gaya-gaya yang timbul pada
penampang balok yang bekerja menahan momen batas, yaitu momen akibat beban luar
yang timbul tepat pada saat terjadi hancur. Momen ini mencerminkan kekuatan dan di
masa lalu disebut sebagai kuat lentur ultimit balok. Dan kuat lentur suatu balok beton
tersedia karena berlangsungnya mekanisme tegangan-tegangan dalam yang timbul di
dalam balok yang pada keadaan tertentu dapat diwakili oleh gaya-gaya dalam.
pembatas antara dua keadaan penampang balok beton bertulang yang berbeda cara
hancurnya.
Apabila penampang balok beton bertulang mengandung jumlah tulangan baja tarik
lebih banyak dari yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan regangan, penampang
balok demikian disebut bertulangan lebih
tarik mengakibatkan garis netral bergeser ke bawah. Hal yang demikian pada gilirannya
akan berakibat beton mendahului mencapai regangan maksimum 0,003 sebelum tulangan
baja tariknya luluh. Apabila penampang balok tersebut dibebani momen lebih besar lagi,
yang berarti regangannya semakin besar sehingga kemampuan regangan beton terlampaui,
maka akan berlangsung keruntuhan dengan beton hancur secara mendadak tanpa diawali
dengan gejala-gejala peringatan terlebih dahulu.
Sedangkan apabila suatu penampang balok beton bertulang mengandung jumlah
tulangan baja tarik kurang dari yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan regangan,
yang sangat
dipengaruhi oleh peristiwa meluluhnya tulangan baja tarik berlangsung meningkat secara
bertahap. Segera setelah baja mencapai titik luluh, lendutan balok meningkat tajam
sehingga dapat merupakan tanda awal dari kehancuran. Meskipun tulangan baja berprilaku
daktail (liat), tidak akan tertarik lepas dari beton sekalipun pada waktu terjadi kehancuran.
atas beban yang diharapkan bekerja. Kapasitas lebih tersebut disediakan untuk
memperhitungkan dua keadaan, yaitu kemungkinan terdapatnya beban kerja yang lebih
besar dari yang ditetapkan dan kemungkinan terjadinya penyimpangan kekuatan
komponen struktur akibat bahan dasar ataupun pengerjaan yang tidak memenuhi syarat.
Kriteria dasar kuat rencana dapat diungkapkan sebagai berikut:
Kekuatan yang tersedia Kekuatan yang dibutuhkan
sesuai dengan
filosofi peraturan
yang
diberlakukan sekarang,
bagaimanapun balok-balok tersebut nyatanya sampai saat ini digunakan dan bekerja,
sehingga analisis kapasitas momennya secara rasional dilakukan dengan hanya
memperhitungkan tulangan baja tarik 0,75 b. Atau dengan kata lain, pendekatan dilakukan
dengan mengabaikan kekuatan baja diluar jumlah 75% dari jumlah tulangan tarik yang
diperlukan untuk mencapai keadaan seimbang.
tulangan geser pada daerah dekat tumpuan, sehingga akan memperumit pelaksanaan
pemasangannya. Penambahan penulangan tekan dengan tujuan utama untuk memperbesar
kuat lentur penampang umumnya jarang dilakukan, kecuali apabila sangat terpaksa.
Dalam analisis balok bertulangan rangkap, akan dijumpai dua jenis kondisi yang
umum. Yang pertama yaitu bahwa tulangan tekan telah luluh bersamaan dengan luluhnya
tulangan tarik saat beton mencapai regangan maksimum 0,003. Sedangkan kondisi yang
kedua yaitu dimana tulangan tekan masih belum luluh saat tulangan tarik telah luluh
bersama dengan tercapainya regangan 0,003 oleh beton.
Jika regangan tekan baja tekan (s) sama atau lebih besar dari regangan luluhnya
(y), maka sebagai batas maksimum tegangan tekan baja tekan diambil sama dengan
tegangan luluhnya (fy). Sedangkan apabila regangan tekan baja yang terjadi kurang dari
regangan luluhnya, maka tegangan tekan baja adalah fs = s . Es. Dimana Es adalah
modulus elastisitas baja. Tercapainya masing-masing keadaan (kondisi) tersebut
tergantung dari posisi garis netral penampang.
Metode elastik
(tegangan kerja)
menggunakan nilai-nilai :
1. Beban guna atau beban kerja (tanpa faktor)
2. Tegangan ijin
3. Hubungan linier antara regangan dan tegangan
Perencanaan berdasarkan beban kerja akan menghasilkan beton bertulang
dengan kondisi yang diharapkan :
1. Lendutan yang terjadi masih dalam batas yang diijinkan
2. Retakan yang timbul masih dapat dikendalikan (tidak terjadi retak yang dapat
menimbulakan masuknya air yang pada akhirnya akan menyebabkan korosi).
Anggapan-anggapan dasar yang digunakan metode tegangan kerja untuk
komponen struktur terlentur adalah :
1. Bidang penampang rata sebelum terjadi lenturan akan tetap rata setelah
mengalami lenturan, berarti distribusi regangan sebanding atau linear
2. Bagi bahan baja maupun beton sepenuhnya Hukum Hooke dimana nilai
tegangan linier dengan nilai regangan
Anggapan ini memberikan hasil yang cukup baik, dengan pengecualian untuk
poin yang kedua. Tegangan berbanding lurus dengan regangan selama tegangan
tekan beton tidak melampaui setengah dari kekuatan beton pada hari ke-28.
Untuk poin yang ketiga, beton sebenarnya memiliki sedikit kemampuan untuk
menahan tegangan tarik tetapi persentasenya terhadap kemampuan beton dalam
menahan tegangan tekan sangatlah kecil. Hanya berkisar dari 9-15%. Hal ini
mengakibatkan, komponen struktur akan mengalami keruntuhan tarik sebelum
seluruh kuat tekan pada beton dapat tercapai sepenuhnya. Oleh karena itu,
diasumsikan pada saat komponen struktur berada di bawah beban kerja, beton telah
retak pada serat tariknya.
Jika suatu balok beton bertulang yang dibebani dengan beban yang semakin
meningkat, balok akan mengalami tiga tahapan sebelum terjadi keruntuhan. Ketiga
tahapan ini yaitu tahap sebelum beton mengalami retak, tahap beton mengalami
retak elastis dan tahap kekuatan batas.
Pada pembebanan yang memberikan tegangan lentur tarik yang masih belum
melampaui tegangan tarik yang diizinkan sebelum beton mengalami retak akibat
tarik, seluruh tampang balok bekerja menahan momen, dengan tekan pada satu sisi
dan tarik pada sisi lainnya. Hal ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Luas tulangan pada beton sangat kecil bila dibandingkan dengan luas beton
itu sendiri sehingga efek yang ditimbulkan terhadap tampang beton juga akan
sangat kecil dan dapat diabaikan. Oleh karena itu, perhitungan tegangan lentur pada
balok yang demikian dapat didasarkan pada luas penampang balok.
Dari sini, momen retak yaitu momen pada saat modulus retak beton telah
tercapai, dapat dihitung dengan persamaan:
M cr =
fr IG
yt
sebesar
f 'c
Ig
yt
satu titik adalah sama, tegangan belum tentu sama karena memiliki modulus
elastisitas yang berbeda.
Nilai perbandingan modulus elastisitas dari baja dan beton dikenal sebagai
modulus perbandingan n yang dinyatakan sebagai:
n=
Dimana : Es
Es
Ec
Dengan menggunakan asumsi ini, momen tegangan lentur dari suatu tampang
dapat ditentukan. Langkah pertama yaitu menentukan letak garis netral yang
diasumsikan berada pada jarak x dari serat terluar daerah tekan balok. Setelah letak
garis netral diperoleh, momen inersia dari tampang pengganti dapat dihitung dan
tegangan pada beton dan baja dapat diperoleh dengan persamaan lentur yaitu:
fc =
M .y
I
dan
f y = n.
M .y
I
kd
bkd = n. As (d kd )
2
Dengan menggunakan = persentase luas baja = As/bd ; maka As = bd
b.k 2 .d 2
2
nbd2 (1 k)
k2
2n 2nk
k2 + 2nk
2n
2n + (n)2
(k + n)(k + n)
k + n
k
2 n + (n )
2 n + (n ) n
kd
3
k
3
Momen kopel Cjd dan Tjd harus sama dengan momen luar M, dan nilai fs dan
fc kemudian dapat diperoleh:
Untuk baja :
Tjd
As fs jd
M
As . jd
fs
Cjd
fc
bkdjd
2
fc
2M
bd 2 kj
Untuk beton :
hubungan antara tegangan dan regangan antara beton maupun baja dapat
diperkirakan secara linear.
Peraturan menetapakan teganagan tekan beton izin yang digunakan dalam
perencanaan adalah sebesar 0.45 fc.
Dalam bagian ini akan diturunkan beberapa persamaan yang diperlukan untuk
merencanakan satu balok persegi bertulangan tarik saja yang dianalisis dengan
menggunakan metode lentur cara-n yang berdasarkan pada metode tegangan kerja.
Dengan mengacu pada gambar di bawah ini, luas tulangan baja sekali lagi
diubah menjadi suatu luasan pengganti n As.
Dalam metode tegangan kerja, desain yang paling ekonomis yang mungkin
yaitu desain pada keadaan seimbang. Suatu balok yang didesain dengan metode ini
pada beban kerja sepenuhnya akan menghasilkan keadaan dimana serat tekan akan
berada pada nilai tegangan izin maksimum fc dan tulangan baja berada pada izin
maksimum fs.
Persamaan untuk desain ini diturunkan dengan berdasarkan pada kopel-kopel
gaya dalam yang terdiri dari dua gaya yaitu C dan T. sekali lagi, tegangan C sama
dengan luas bkd dikalikan dengan suatu nilai tegangan tekan rata-rata sebesar fc/2
dan T sama dengan As fs. Jumlah gaya horizontal pada balok dalam persamaan
harus bernilai nol (0), sehingga C = T. momen tahanan dalam dapat dituliskan
sebagai Cjd atau Tjd, danini disamakan dengan momen kerja M dan kemudian
persamaan yang ada diselesaikan untuk mendimensi balok dan luas tulangan yang
diperlukan.
Mengacu pada diagram tegangan pada gambar di atas, maka suatu nilai
perbandingan dapat dibuat dan dari perbandingan tersebut, nilai k untuk desain
dapat diperoleh sebagai berikut:
kd =
d
k =
fc
c
fc + (fs/n)
fc c
fc + (fs/n)
Cjdr
bkdf c
jd
2
2M
f c kj
bd2
Tjd
As fs jd
As
M
f s jd
Untuk baja :
Tegangan tekan bervariasi mulai dari nol pada garis netral hingga mencapai
nilai maksimum pada suatu titik yang dekat dengan serat terluar sisi tekan.
Walaupun distribusi tegangan yang sebenarnya merupakan suatu hal yang penting,
beberapa bentuk asumsi dapat digunakan secara praktis jika hasil perbandingan
hasil analisa sesuai dengan hasil pengujian. Bentuk yang umum digunakan adalah
bentuk persegi, parabola, dan trapesium.
Struktur beton bersifat in-elastis saat beban maksimum, sehingga teori elastis
tidak dapat secara akurat menghitung kekuatan batasnya. Untuk struktur yang
direncanakan dengan metode beban kerja (working stress method) maka
faktor beban (beban batas/beban kerja) tidak diketahui dan dapat bervariasi
dari struktur satu dengan struktur yang lainnya.
2.
Faktor keamanan dalam bentuk faktor beban lebih rasional, yaitu faktor beban
rendah untuk struktur dengan pembebanan yang pasyi, sedangkan faktor
beban tinggi untuk untuk pembebanan yang fluktuatif (berubah-ubah).
3.
4.
5.
6.
ditinjau struktur balok beton bertulang yang diberi beban terpusat secara bertahap
sampai runtuh (tidak kuat menerima tambahan beban lagi).
Keruntuhan yang akan ditinjau adalah lentur. Agar dapat diperoleh suatu
keruntuhan lentur murni maka digunakan konfigurasi dua buah beban terpusat yang
diletakkan simetri sehingga di tengah bentang struktur tersebut hanya timbul
momen lentur saja (tidak ada gaya geser).
Keruntuhan lentur tersebut dapat terjadi dalam tiga cara yang berbeda:
1.
Keruntuhan Tarik, terjadi bila jumlah tulangan baja relatif sedikit sehingga
tulangan tersebut akan leleh terlebih dahulu sebelum betonnya pecah, yaitu
apabila regangan baja (s) lebih besar dari regangan beton (y). penampang
seperti itu disebut penampang under-reinforced, perilakunya sama seperti
yang diperlihatkan pada balok uji yaitu daktail (terjadinya deformasi yang
besar sebelum runtuh). Semua balok yang direncanakan sesuai peraturan
diharapkan berperilaku seperti itu.
2.
seperti
itu
disebut
penampang
over-reinvorced,
sifat
Keruntuhan Balans, jika baja dan beton tepat mencapai kuat batasnya, yaitu
apabila regangan baja (s) sama besar denga regangan beton (y). Jumlah
penulangan yang menyebabkan keruntuhan balans dapat dijadikan acuan
untuk menentukan apakah tulangan relatif sedikit atau tidak, sehingga sifat
keruntuhan daktail atau sebaliknya.
Dengan berdasarkan pada gambar 2.20, persamaan untuk balok dapat disusun
dan dengan menyamakan nilai C dan T, persamaan untuk menentukan nilai a dapat
diperoleh :
0.85 fcab
a
As f y
0.85 f ' c b
=
=
As fy
f y d
0.85 f ' c
Karena tulangan baja dapat dibatasi pada nilai dimana baja akan leleh
sebelum beton mencapai
dituliskan sebagai :
Mn
= T d = As fy
2
d
2
= Mn = As fy d
2
fy
= As fy d 1 0.59
f ' c
Anggap bahwa tulangan tarik dan tulangan tekan telah luluh sehingga :
fs = fs = fy
( As As') fy
(0.85 f ' c )b
As1 fy
(0.85 f ' c )b
Periksa regangan yang terjadi pada tulangan baja tekan dan baja tarik dengan
menggunakan diagram regangan.
's =
c d'
0.003
c
s =
d c
0.003
c
Dengan menganggap s y , yang berarti tulangan baja tarik telah meluluh, akan
timbul salah satu dari kedua kondisi berikut ini :
a. Kondisi I : S ' Y , menunjukkan bahwa tulangan baja tekan meluluh
b. Kondisi II : S ' Y , menunjukkan bahwa tulangan baja tekan belum meluluh
karena
itu,
dalam
merencanakan
struktur
kolom
harus
Kolom spiral digunakan jika daktilitas sangat dipentingkan atau beban yang
besar sehingga cukup efisien untuk memanfaatkan nilai (faktor reduksi) spiral
yang lebih tinggi, yaitu 0,70 dibandingkan pakai sengkang yaitu 0,65.
Pada gambar diatas dpat dijelaskan bahwa kesepadanan statika antara beban
aksial eksentrisitas dengan kombinasi beban aksial-momen. Apabila gaya dari
beban Pu bekerja pada penampang kolom berjarak e terhadap sumbu seperti terlihat
pada gambar (a), akibat yang ditimbulkan akan sama dengan apabila suatu
pasangan yang terdiri dari gaya beban aksial Pu pada sumbu dan momen,
Mu
Mu
Pu
untuk
struktur
bangunan
berlantai
banyak,
kadang-kadang
penulangan kolom dapat mencapai 4%, namun disarankan untuk tidak menggunakan
nilai lebih dari 4% agar penulangan tidak berdesakan terutama pada titik pertemuan
balok-balok, plat, dan kolom
M = P.e
Dimana,
Ag
Ast
Po
Pn
Pu
g =
Ast
Ag
Maka,
Pu
0.80 {0.85 fc' (1 g ) + fyg }
Ag perlu =
Pu
0.85 {0.85 fc' (1 g ) + fyg }
Balok-balok dan plat beton pada umumnya tidak akan runtuh meskipun sudah
terjadi kerusakan yang besar pada lokasi sendi-sendi plastis sedangkan kolom-kolom
akan runtuh segera akibat beban vertikal walaupun baru terjadi kerusakan-kerusakan
kecil.
Dasar-dasar perencanaan dibawah ini penting untuk diperhatikan:
Gambar 2.25.a
Sendi Plastis Pada Balok-Balok
Gambar 2.25.b
Sendi Plastis Pada Kolom-Kolom
Sendi-sendi plastis di dalam balok dapat berfungsi dengan sangat baik, yang
memungkinkan berlangsungnya rotasi-rotasi plastis besar, dan
Daktilitas balok yang dituntut untuk mencapai tingkat 4 pada umumnya dengan
mudah dapat dipenuhi.
Sedangkan di lain pihak, dengan menggunakan balok-balok kuat dan lebih
kaku, mekanisme goyangan portal dengan sendi-sendi plastis terbentuk pada kolom-
kolom dari satu tingkat seperti tampak pada gambar 2.25.b, yang pada umumnya
hanya diizinkan untuk rangka struktur rendah, karena alasan-alasan sebagai berikut :
= 300 mm. Diameter tulangan yang digunakan pada kolom harus > 12 mm. Diameter
minimum sengkang untuk kolom harus 8 mm. Luasan tulangan minimum untuk
beban = 1% dari luas penampang dan luas tulangan maksimumnya = 6%.
Sedangkan pada balok harus mempunyai perbandingan b/h > 0,3 dan lebar
balok harus lebih dari 250 mm dan tidak boleh lebih besar dari lebar kolom yang
mendukungnya ditambah kali tinggi balok.