TINJAUAN PUSTAKA
III.1. Anatomi dan Fisiologi Ginjal
III.1.1 Anatomi Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua
sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena
tertekan ke bawah oleh hati. Vena renalis menyalurkan darah dari masing-masing ginjal
ke dalam vena kava inferior yang terletak di sebalah kanan dari garis tengah. Vena
renalis kiri kira-kira dua kali panjang dari vena renalis kanan. Saat
arteri
renalis
masuk kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri interlobaris yang
berjalan diantara piramid, selanjutnya membentuk percabangan arkuata yang
melengkung melintasi basis piramid-piramid tersebut. Arteri arkuata lalu akan
membentuk arteriol interlobularis yang tersusun pararel dalam korteks. Arteriol
interlobularis ini selanjutnya membentuk arteriol aferen. Masing-masing arteriol
aferen akan menyuplai ke rumbai-rumbai kapiler yang disebut glomerolus (jamak :
glomeruli). Kapiler glomeruli bersatu membentuk arterior eferen yang
kemudian
yang disebut
lebih dari 3 bulan, dan LFG sama atau lebih dari 60 ml/ menit/ 1,73 m2, tidak
termasuk kriteria penyakit ginjal kronik. 2,6,9
III.2.2 Epidemiologi
Telah diperkirakan bahwa sedikitnya 6% pada kumpulan populasi dewasa di
Amerika Serikat telah menderita gagal ginjal kronik dengan LFG > 60 ml/mnt per 1,73
m2 (derajat 1 dan 2). Selain itu, 4,5% dari populasi Amerika Serikat telah berada pada
derajat 3 dan 4. Data pada tahun 1995-1999, menyatakan bahwa di Amerika Serikat
insiden penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus/juta penduduk/ tahun dan angka
ini meningkat 8% setiap tahun.Di Malaysia dengan populasi 18 juta, diperkirakan
terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahun. Di negara-negara berkembang lainnya,
insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 juta/tahun.3
III.2.3 Etiologi
Etiologi penyakit ginjal kronik sangatlah bervariasi di antara satu negara dan
negara lainnya. Glomerulus Nefritis dan Diabetes merupakan penyebab utama dari
penyakit ginjal kronik maupun gagal ginjal kronik. Hipertensi adalah penyebab yang
umum dan merupakan akibat pada awal penyakit ginjal kronik8
Etiologi penyakit ginjal kronik bervariasi antara satu negara dengan negara lainnya.
Insidensi
46.39 %
18,86 %
12.28%
8,46%
13,65%
BUN
Serum creatinine
Kerusakan nefron
retensi Na
sindrom uremia
edema
Kerusakan sel
yg memproduksi
EPO
Produksi EPO
Perpospatemia
pruritus
urokrom tertimbun di
kulit
perubahan
warna kulit
kelebihan
volume cairan
beban jantung
naik
Produksi eritrosit
Anemia
Enchepalopati
Toksisitas ureum di otak
Mual
Muntah
Asidosis metabolik
gangguan pola nafas
hipertrofi
ventrikel kiri
Suplai O2
payah jantung
kiri
Metab.anaerob
edema paru
Asam laktat
fatigue
intoleransi aktivitas
III.2.5 Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, dasar derajat
(stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. 5,6,7,11
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung
dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:
72 x kreatinin plasmapada wanita x 0.85
( 140umur ) x berat badan
Penjelasan
LFG
(ml/menit/1.73m3
at
1
)
90
atau >>
Kerusakan ginjal dengan LFG <<
60 89
ringan
Kerusakan ginjal dengan LFG <<
30 59
sedang
Kerusakan ginjal dengan LFG <<
15 29
berat
Gagal Ginjal
17
b) Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan LFG yang dihitung menggunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar
kreatinin serum saja tidak bisa dipergunkan untuk memperkirakan fungsi ginjal.
c) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan
kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia,
hiponatremia,
hiper
atau
hipokloremia,
hiperfosfatemia,
Rencana Tatalaksana
Terapi penyakit dasar, kondisi
komorbid,
perburukan
evaluasi
(progression)
60 89
risiko kardiiovaskular
Menghambat
perburukan
(progression) fungsi ginjal
18
30 59
Evaluasi
dan
terapi
15 29
komplikasi
Persiapan
untui
terapi
< 15
pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal
Fosfat g/kg/hari
19
>60
Tidak dianjurkan
Tidak dibatasi
25 60
5 25
< 60
atau
0,3
g/kg
20
Derajat
Penjelasan
LFG
ml/menit)
Komplikasi
Kerusakan
1
ginjal dengan
90
LFG normal
Kerusakan
2
ginjal dengan
penurunan
LFG ringan
Penurunan
LFG sedang
Penurunan
LFG berat
Gagal ginjal
30 59
Hiperfosfatemia
Hipokalemia
Anemia
Hiperparatiroid
Hipertensi
Hiperhomosistinemia
15 29
Malnutrisi
Asidosis Metabolik
Cenderung hyperkalemia
Dislipdemia
< 15
Gagal jantung
Uremia
Nutrisi
Pasien Gagal Ginjal kronik dibedakan menjadi 2 kelompok (Nutrition Care Protocols
for the Acute Care Setting, Atlanta, Ga: Morrison Management Specialists Inc,
a.
2003):
Pre-end stage renal disease (pre-ESRD):
Pasien yang tidak perlu melakukan dialisis dalam pengobatannya, tetapi hanya
b.
21
Pengaturan Kalori/Energi
Kebutuhan asupan kalori penderita GGK yang stabil adalah 35 Kal/kg BB.
Bila ada hipertrigliseridemia, asupan karbohidrat dikurangi sampai 35% asupan
kalori total.
Asupan lemak diusahakan 30% dari asupan kalori total. Pada GGK terjadi
gangguan metabolisme lemak, terlihat dari peninggian kolesterol total dan penurunan
HDL kolesterol. Gangguan metabolisme lemak pada penderita GGK ini merupakan
faktor resiko timbulnya aterosklerosis dan mempengaruhi progresivitas ginjal melalui
ini
berakibat
terjadinya
gangguan
keseimbangan
kalsium
dan
22
fungsi ginjal dan kalsifikasi metastatik pada jaringan. Pada umumnya diberikan
asupan fosfor 6-10mg/kg BB
Kalsium
Pada GGK terjadi hipokalsemia akibat penyerapan kalsium yang berkurang dari usus.
Hal ini disebabkan produksi calcitriol (1,25 (OH)2 Vit D3) berkurang. Disamping
itu, pengurangan asupan protein juga mengurangi masukan kalsium. Kebutuhan
asupan kalsium 1000-1500 mg/hari
Vitamin
Defisiensi asam folat, piridoksin dan vitamin C dapat terjadi sehingga perlu
suplementasi vitamin tersebut. Sedangkan vitamin A mengalami peningkatan
sehingga harus dihindarkan pemberian vitamin A pada GGK. Vitamin E dan K tidak
membutuhkan suplementasi. Kadar vitamin D mengalami penurunan pada penderita
GGK karena adanya gangguan pada ginjal yang memproduksi vitamin D yang aktif,
sehingga dibutuhkan suplementasi jika defisiensi.
2.
Dialisis
Dialisis adalah suatu proses dimana solut dan air mengalami difusi secara
pasif melalui suatu membran berpori dari satu kompartemen cair menuju
kompartemen cair lainnya. Dialisis sebagai tindakan terapi disebut terapi pengganti
karena menggantikan sebagian fungsi ginjal yaitu fungsi ekskresi untuk membuang
zat-zat yang toksik dari tubuh. Jadi pada tindakan dialisis ini fungsi lain dari ginjal
seperti fungsi produksi hormon, tidak digantikan sehingga penderita yang kekurangan
hormon eritropoetin misalnya akan tetap anemia. Ada 2 tehnik dialisis yang biasa
o
o
o
o
23
o
o
o
o
o
o
o
o
Kkal
siang hari
glukosa
Cara
pemberian
1
2
3
ke-1
ke-2
ke-3
diabsorbsi
siang hari
250
310
420
konssentrasi
dekstrosa
malam hari
Kkal
Kkal
glukosa
glukosa
diabsorbsi
tot diabs
malam hari
260
260
260
sehari
510
570
680
24
JUMLAH
1,2 1,4
> 1,5 peritonitis
35 45
35% Kalori total
5 15
tidak perlu
tidak perlu
sesuai keadaan
12
sesuai keadaan
sesuai keadaan
sesuai keadaan BB dan TD
25
26
ATPase membran dan enzim dari Pentosa phospat shunt pada eritrosit diperkirakan
merupkan mekanisme yang menyebabkan terjadinya hemolisis. Kelainan fungsi dari
Pentosa phospat shunt mengurangi ketersediaan dari glutation reduktase, dan oleh
karena itu mengartikan kematian eritrosit menjadi oksidasi Hb dengan proses
hemolisisis. Kerusakan ini menjadi semakin parah apabila oksidan dari luar masuk
melalui dialisat atau sebagai obat-obatan. Peningkatan kadar hormon PTH pada darah
akibat sekunder hiperparatioidsm juga menyebabkan penurunan sel darah merah yang
hidup pada uremia, sejak PTH yang utuh atau normal terminal fragmen
meningkatkan kerapuhan osmotik dari SDM manusia secara in vitro, kemungkinan
oleh karena peningkatan kerapuhan seluler. Hyperparatiroidism dapat menekan
produksi sel darah merah melalui 2 mekanisme.yang pertama, efek langsung
penekanan sumsum tulang akibat peningkatan kadar PTH, telah banyak dibuktikan
melalui percobaan pada hewan. Yang kedua, efek langsung pada osteitis fibrosa, yang
mengurangi respon sumsum tulang terhadap eritropoetin asing. Terdapat laporan
penelitian
yang
menyatakan
adanya
peningkatan
Hb
setelah
dilakukan
ginjal juga dapat disebabkan karena proses patologik lainnya seperti splenomegali
atau mikroangiopati yang berhubungan dengan periarteritis nodosa, SLE, dan
hipertensi maligna. 5,9,12,15,16
2. Defisiensi Eritropoetin
Hemolisis sedang yang disebabkan hanya karena gagal ginjal tanpa faktor lain
yang memperberat seharusnya tidak menyebabkan anemia jika respon eritropoesis
mencukupi tetapi proses eritropoesis pada gagal ginjal terganggu. Alasan yang paling
utama dari fenomena ini adalah penurunan produksi eritropoetin pada pasien dengan
gagal ginjal yang berat. Produksi eritropoetin yang inadekuat ini merupakan akibat
kerusakan yang progresif dari bagian ginjal yang memproduksi eritropoetin. Peran
penting defisiensi eritropoetin pada patogenesis anemia pada gagal ginjal dilihat dari
semakin
beratnya
derajat
anemia.
Selanjutnya
pada
penelitian
terdahulu
bukan merupakan karakteristik dari uremia, telah disimpulkan bahwa spermin dan
spermidin tidak memiliki fungsi yang signifikan pada patogenesis dari anemia pada
penyakit ginjal kronik. Kadar PTH meningkat pada uremia karena hiperparatiroidsm
sekunder, tetapi hal ini masih kontroversi jika dikatakna bahwa PTH memberikan
efek penghambatan pada eritropoesis. Walaupun menurut penelitian, dilaporkan
paratiroidektomi menyebabkan peningkatan dari kadar Hb pada pasien uremia,
peneliti lain mengatakan tidak ada hubungan antara kadar PTH dengan derajat
anemia pada pasien uremia. Walaupun efek langsung penghambatan PTH pada
eritropoesis belum dibuktikan secara final, akibat yang lain dari peningkatan PTH
seperti fibrosis sum-sum tulang dan penurunan masa hidup eritrosit ikut bertanggung
jawab dalam hubungan antara hiperparatiroidsm dan anemia pada gagal ginjal. 12,13
4. Faktor Lain
Mekanisme lain yang mempengaruhi eritropoesis pada pasien dengan gagal
ginjal terminal dengan reguler hemodialisis adalah intoksikasi aluminium akibat
terpapar oleh konsentrasi tinggi dialisat alumunium dan atau asupan pengikat fosfat
yang mengandung aluminium. Aluminium menyebabkan anemia mikrositik yang
kadar feritin serum nya meningkat atau normal pada pasien hemodialisis,
menandakan anemia pada pasien tersebut kemungkinan diperparah oleh intoksikasi
alumnium. Patogenesis nya belum sepenuhnya dimengerti tetapi terdapat bukti yang
kuat yang menyatakan bahwa efek toksik aluminium pada eritropoesis menyebabkan
hambatan sintesis dan ferrochelation hemoglobine. Akumulasi aluminium dapat
mempengaruhi eritropoesis melalui penghambatan metabolisme besi normal dengan
mengikat transferin, melalui terganggunya sintesis porfirin, melalui terganggunya
sirkulasi besi antara prekursor sel darah merah pada sumsum tulang. 12,13,14,15
III.3.3 Diagnosis
Anamnesis pada anemia dengan gagal ginjal ditanyakan tentang riwayat
penyakit terdahulu, pemeriksaan fisik, evaluasi pemeriksaan darah lengkap dan
pemeriksaan apus darah perifer. Kebanyakan pasien yang tidak memiliki komplikasi,
anemia ini bersifat hipoproliferatif normositik normokrom, apus darah tepi
menunjukkan burr cell. Perubahan morfologi sel darah merah menampilkan proses
29
walaupun anemia dalam derajat sedang dapat disertai dengan miokardial iskemik dan
angina. Terapi anemia pada gagal ginjal bervariasi dari pengobatan simptomatik
melalui transfusi sel darah merah sampai ke penyembuhan dengan transplantasi
ginjal. Transfusi darah hanya memberikan keuntungan sementara dan beresiko
terhadap infeksi (virus hepatitis dan HIV) dan hemokromatosis sekunder. Peran dari
transfusi sebagai pengobatan anemi primer pada pasien gagal ginjal terminal telah
berubah saat dialisis dan penelitian serologic telah menjadi lebih canggih.
Transplantasi ginjal pada banyak kasus, harus menunggu dalam waktu yang tidak
tertentu dan tidak setiap pasien dialisis memenuhi syarat. Terdapat variasi terapi
antara transfusi darah dan transplantasi, yaitu:
1. Suplementasi eritropoetin
2. Terapi Androgen
3. Mengurangi iatrogenic blood loss
4. Suplementasi besi
5. Transfusi Darah
Suplementasi Eritropoetin
Terapi yang sangat efektif dan menjanjikan telah tersedia menggunakan
recombinant human eritropoetin yang telah diproduksi untuk aplikasi terapi. Seperti
yang telah di demonstrasikan dengan plasma kambing uremia yang kaya eritropoetin,
human recombinant eritropoetin diberikan intravena kepada pasien hemodialisa ,telah
dibuktikan menyebabkan peningkatan eritropoetin yang drastis. Efek samping
utamanya adalah meningkatkan tekanan darah dan kejang terutama pada masa EPO
fase koreksi. Peningkatan tekanan darah bukan hanya akibat peningkatan viskositas
darah tetapi juga peningkatan tonus vaskular perifer (tidak berhubungan dengan
kadar Hb). Penelitian in vitro menunjukkan efek stimulasi human recombinant
eritropoetin pada diferensiasi murine megakariosit. Kecepatan eritropoesis yang
dipengaruhi oleh eritropoetin dapat menimbulkan defisiensi besi khususnya pada
pasien dengan peningkatan blood loss. Seluruh observasi ini mengindikasikan bahwa
recombinant human eritropoetin harus digunakan dengan hati-hati. Hal ini juga
memungkinkan bahwa kebanyakan efek samping ini dapat diminimalkan jika nilai
Hematokrit tidak meningkat ke normal, tetapi pada nilai 30-35%. Produksi
31
f. Bila Hb naik >2,5 g/dL atau Ht naik > 8% dalam 4 minggu, turunkan dosis 25%
g. Pemantauan status besi:
Selama terapi Eritropoietin, pantau status besi, berikan suplemen sesuai dengan
panduan terapi besi.
Terapi EPO fase pemeliharaan 12,13,16
a. Dilakukan bila target Hb sudah tercapai (>12 g/dL).
Dosis 2 atau 1 kali 2000 IU/minggu Pantau Hb dan Ht setiap bulan Periksa status
besi setiap 3 bulan
b. Bila dengan terapi pemeliharaan Hb mencapai > 12 g/dL (dan status besi cukup)
maka dosis EPO diturunkan 25%
Pemberian
eritropoetin
ternyata
dapat
menimbulkan
efek
samping
diantaranya:
a. Hipertensi:
- Tekanan darah harus dipantau ketat terutama selama terapi eritropoetin fase koreksi
- Pasien mungkin membutuhkan terapi antihipertensi atau peningkatan dosis obat
antihipertensi
- Peningkatan tekanan darah pada pasien dengan terapi eritropoietin tidak
berhubungan dengan kadar Hb.
b. Kejang:
- Terutama terjadi pada masa terapi EPO fase koreksi
- Berhubungan dengan kenaikan Hb/Ht yang cepat dan tekanan darah yang tidak
terkontrol.
Terkadang pemberian EPO menghasilkan respon yang tidak adekuat. Respon
EPO tidak adekwat bila pasien gagal mencapai kenaikan Hb/Ht yang dikehendaki
setelah pemberian EPO selama 4-8 minggu. Terdapat beberapa penyebab respon EPO
yang tidak adekwat yaitu:
a. Defisiensi besi absolut dan fungsional (merupakan penyebab tersering)
b. Infeksi/inflamasi (infeksi akses,inflamasi, TBC, SLE,AIDS)
c. Kehilangan darah kronik
d. Malnutrisi
e. Dialisis tidak adekwat
f. Obat-obatan (dosis tinggi ACE inhibitor, AT 1 reseptor antagonis)
33
g.
Lain-lain
(hiperparatiroidisme/osteitis
fibrosa,
intoksikasi
alumunium,
hemoglobinopati seperti talasemia beta dan sickle cell anemia, defisiensi asam
folat dan vitamin B12, multiple mioloma, dan mielofibrosis, hemolisis,
keganasan).
Agar pemberian terapi Eritropoietin optimal, perlu diberikan terapi penunjang yang
berupa pemberian:
a. asam folat : 5 mg/hari
b. vitamin B6: 100-150 mg
c. Vitamin B12 : 0,25 mg/bulan
d. Vitamin C : 300 mg IV pasca HD, pada anemia defisiensi besi fungsional yang
mendapat terapi EPO
e. Vitamin D: mempunyai efek langsung terhadap prekursor eritroid
f. Vitamin E: 1200 IU ; mencegah efek induksi stres oksidatif yang diakibatkan
terapi besi intravena
g. Preparat androgen (2-3 x/minggu) :
* Dapat mengurangi kebutuhan EPO
* Obat ini bersifat hepatotoksik, hati-hati pada pasien dengan gangguan fungsi
hati
* Tidak dianjurkan pada wanita
Mengkoreksi hiperparatiroidism
Sekunder hiperparatiroid pada anemia dengan gagal ginjal, paratiroidektomi
bukan merupakan indikasi untuk terapi anemia. Pengobatan supresi aktivitas
kelenjarparatiroid dengan 1,25- dihidroksi vitamin D3 biasanya berhubungan dengan
peningkatan anemia. ,12,13
Terapi Androgen
Sejak tahun 1970 an androgen telah digunakan untuk terapi gagal ginjal. Efek
yang positif yaitu meningkatkan produksi eritropoetin, meningkatkan sensitivitas
polifrasi eritropoetin yang sensitif terhadap populasi stem cell. Testosteron ester
(testosterone propionat, enanthane, cypionate), derivat 17-metil androstanes
(fluoxymesterone,oxymetholone,
methyltestosterone),
dan
komponen
19
obat ini dapat terbukti dalam 4 minggu terapi. Nandrolone dekanoat cukup diberikan
dengan dosis 100-200 mg, 1 x seminggu. Testosteron ester tidak mahal tetapi harus
dibatasi karena efek sterilitas yang besar.. 17
Mengurangi iatrogenic blood loss
Sudah tentu penatalaksanaan anemia pada penyakit ginjal terminal juga
termasuk pencegahan dan koreksi terhadap faktor iatrogenik yang memperberat.
Kehilangan darah ke sirkulasi darah ekstrakorporeal dan dari pengambilan yang
berlebihan haruslah dalam kadar yang sekecil mungkin. 5,9
Transfusi Darah
Transfusi darah diberikan dalam bentuk PRC yang sebelumnya telah
dilakukan skrining untuk hepatitis B,C, dan HIV
Transfusi darah dapat diberikan pada keadaan khusus. Indikasi transfusi darah adalah:
1. Perdarahan akut dengan gejala gangguan hemodinamik
2. Tidak memungkinkan penggunaan EPI dan Hb < 7 g /dL
3. Hb < 8 g/dL dengan gangguan hemodinamik
4. Pasien dengan defisiensi besi yang akan diprogram terapi EPO ataupun yang
telah mendapat EPO tetapi respon belum adekuat, sementara preparat besi IV/IM
belum tersedia, dapat diberikan transfusi darah dengan hati-hati.
Target pencapaian Hb dengan transfuse darah adalah : 7-9 g/dL (tidak sama
dengan target Hb pada terapi EPO). Transfusi diberikan secara bertahap untuk
menghindari bahaya overhidrasi, hiperkatabolik (asidosis), dan hiperkalemia. Bukti
klinis menunjukkan bahwa pemberian transfusi darah sampai kadar Hb 10-12 g/dL
berhubungan dengan peningkatan mortalitas dan tidak terbukti bermanfaat.5,9,12,16,17
35
Hipertensi adalah keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari
140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran
dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Menurut
WHO (2011) batas normal tekanan darah adalah kurang dari atau 120 mmHg tekanan
sistolik dan kurang dari atau 80 mmHg tekanan diastolik. Seseorang dinyatakan
mengidap hipertensi bila tekanan darahnya lebih dari 140/90 mmHg.4
Stadium hipertensi yang mencerminkan beratnya penyakit, menurut The Joint
National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure
(JNC-VII) tahun 2003 hipertensi dibedakan berdasarkan Tekanan Darah Sistolik
(TDS) dan Tekanan Darah Diastolik (TDD) sebagai berikut:1
a)
Normal bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan diastolik <80
mmHg
b)
Prehypertension bila tekanan darah sistolik 120-139 mmHg dan
diastolik 80-89 mmHg
c)
Hipertensi stadium 1 bila tekanan darah sistolik 140-159 mmHg dan
diastolik 90-99 mmHg
d)
Hipertensi stadium 2 bila tekanan darah sistolik 160 mmHg dan
diastolik 100 mmHg
III.4.2 Klasifikasi Hipertensi
A. Berdasarkan Penyebab
a. Hipertensi Primer (Hipertensi Esensial)
Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah hipertensi yang penyebabnya
tidak diketahui, walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti
kurang bergerak (inaktivitas) dan pola makan. Terjadi pada sekitar 90% penderita
hipertensi. Hipertensi primer kemungkinan disebabkan oleh beberapa perubahan pada
jantung
dan
pembuluh
darah
kemungkinan
bersama-sama
menyebabkan
36
Pada hipertensi yang baru mulai curah jantung biasanya sedikit meningkat dan
resistensi perifer normal. Pada tahap hipertensi lanjut, curah jantung cenderung
menurun dan resistensi perifer meningkat. Adanya hipertensi juga menyebabkan
penebalan dinding arteri dan arteriol. Banyaknya faktor yang mempengaruhi dan
mungkin berbeda antar individu menyebabkan penelitian etiologinya semakin
sulit.19,20
b. Hipertensi Sekunder (Hipertensi non Esensial)
Hipertensi sekunder adalah jika penyebabnya diketahui. Pada sekitar 5-10%
penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%,
penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil
KB). 20
Sekitar 5% prevalensi hipertensi telah diketahui penyebabnya, dan dapat
dikelompokkan seperti di bawah ini:
a) Penyakit parenkim ginjal (3%). Setiap penyebab gagal ginjal (glomerulonefritis,
pielonefritis, sebab-sebab penyumbatan) akan menyebabkan kerusakan parenkim
akan cenderung menimbulkan hipertensi dan hipertensi itu sendiri akan
mengakibatkan kerusakan ginjal.
b) Penyakit renovaskular (1%). Terdiri atas penyakit yang memnyebabkan gangguan
pasokan darah ginjal dan secara umum dibagi atas aterosklerosis, yang terutama
mempengaruhi sepertiga bagian proksimal arteri renalis dan paling sering terjadi
pada pasien usia lanjut, dan fibrodisplasia yang terutama mempengaruhi 2/3
bagian distal.
c) Endokrin (1%). Pertimbangan aldosteronisme primer (sindrom Conn) jika
terdapat hipokelemia bersama hipertensi. Tingginya kadar aldosteron dan rennin
yang rendah akan mengakibatkan kelebihan (overload) natrium dan air.5,9,18
B. Berdasarkan TDS dan TDD
Menurut The Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment
of High Blood Pressure (JNC-VII) tahun 2003 hipertensi dibedakan berdasarkan
Tekanan Darah Sistolik (TDS) dan Tekanan Darah Diastolik (TDD) sebagai berikut:
Normal bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan diastolik <80 mmHg
Prehypertension bila tekanan darah sistolik 120-139 mmHg dan diastolik 80-89
mmHg
Hipertensi stadium 1 bila tekanan darah sistolik 140-159 mmHg dan diastolik 9099 mmHg
37
Hipertensi stadium 2 bila tekanan darah sistolik 160 mmHg dan diastolik 100
mmHg.9,17,19
38
pra-peralihan, aras tinggi tekanan darah dan prevalensi hipertensi lebih tinggi terdapat
pada golongan sosioekonomi lebih tinggi. 5,9
d. Genetika
Sekitar 20-40% variasi tekanan darah di antara individu disebabkan oleh faktor
genetik. Penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah seorang anak akan lebih
mendekati tekanan darah orangtuanya bila mereka memiliki hubungan darah
dibanding dengan anak adopsi. Hal ini menunujukkan bahwa gen yang diturunkan,
dan bukan hanya faktor lingkungan (seperti makanan dan status sosial), berperan
besar dalam menentukan tekanan darah. 17
e. Ras atau suku bangsa
Kajian populasi selalu menunjukkan bahwa aras tekanan darah pada
masyarakat kulit hitam lebih tinggi ketimbang aras pada golongan suku lain. Suku
mungkin berpengaruh pada hubungan antara umur dan tekanan darah, seperti yang
ditunjukkan oleh kecenderungan tekanan darah yang meninggi bersamaan dengan
bertambahnya umur secara progresif pada orang Amerika berkulit hitam keturunan
Afrika ketimbang orang Amerika berkulit putih.6
Sementara itu ditemukan variasi antar suku di Indonesia. Di lembah Baliem Jaya,
Papua kejadian hipertensi terendah yaitu 0,6%, sedangkan yang tertinggi terdapat di
Jawa Barat pada suku Suku Sunda yaitu 28,6%.9,18
f. Lemak dan kolesterol
Pola makan penduduk yang tinggi di kota-kota besar berubah dimana fast food
dan makanan yang kaya kolesterol menjadi bagian yang dikonsumsi sehari-hari.
Mengurangi diet lemak dapat menurunkan tekanan darah 6/3 mmHg dan bila
dikombinasikan dengan meningkatkan konsumsi buah dan sayuran dapat
menurunkan tekanan darah sebesar 11/6 mmHg. Makan ikan secara teratur sebagai
cara mengurangi berat badan akan meningkatkan penurunan tekanan darah pada
penderita gemuk dan memperbaiki profil lemak. 5,18,19
g. Konsumsi Garam
Penelitian menunjukkan adanya kaitan antara asupan natrium yang berlebihan
dengan tekanan darah tinggi pada beberapa individu. Asupan natrium yang meningkat
menyebabkan tubuh meretensi cairan, yang meningkatkan volume darah. Di samping
itu, diet tinggi garam dapat mengecilkan diameter dari arteri. Jantung harus
memompa lebih keras untuk mendorong volume darah yang meningkat melalui ruang
39
sempit. Akibatnya adalah hipertensi. Hal ini sebaliknya juga terjadi, ketika asupan
natrium berkurang maka begitu pula volume darah dan tekanan darah pada beberapa
individu. 19,20
h. Alkohol
Alkohol juga mempengaruhi tekanan darah. Orang-orang yang minum alkohol
terlalu sering atau yang terlalu banyak memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dari
pada individu yang tidak minum atau minum sedikit alkohol.28 Lebih dari dua
minuman keras sehari akan menimbulkan peningkatan signifikan. Diperkirakan 510% hipertensi pada laki-laki Amerika disebabkan langsung oleh konsumsi alkohol.
Berdasarkan laporan Komisi Pakar WHO mengatakan bahwa pada beberapa
populasi, konsumsi minuman keras selalu berkaitan dengan tekanan darah tinggi. Jika
minuman keras diminum sedikitnya dua kali per hari, TDS naik kira-kira 1,0 mmHg
dan TDD kira-kira 0,5 mmHg per satu kali minum. Peminum harian ternyata
mempunyai aras TDS dan TDD lebih tinggi, berturut-turut 6,6 mmHg dan 4,7 mmHg
dibandingkan dengan peminum sekali seminggu. 19,20
i. Kelebihan Berat Badan (Overweight)
Anak dan dewasa yang kegemukan menderita lebih banyak hipertensi dan
penambahan berat badan biasanya diikuti oleh kenaikan tekanan darah. Walaupun
kalori tambahan yang bertanggung jawab bagi kenaikan berat badan, dapat
menginduksi hipertensi karena ia membawa natrium tambahan.
Berdasarkan laporan Komisi Pakar WHO pada kebanyakan kajian, kelebihan
berat badan berkaitan dengan 2-6 kali kenaikan risiko mendapat hipertensi. Pada
populasi Barat, jumlah kasus hipertensi yang disebabkan oleh kelebihan berat badan
diperkirakan 30-65%.
Secara umum, populasi saat ini cenderung semakin kelebihan berat badan.
Massa tubuh dapat dihitung dengan indeks massa tubuh (body mass index) melalui
pengukuran tinggi badan dan berat badan, dimana dikatakan kurus bila IMT 20,
berat badan sehat bila IMT 20-25, kawasan peringatan bila IMT 25-27 dan obesitas
bila IMT 27. 29
j. Rokok
Rokok menyebabkan peningkatan denyut jantung, tekanan darah, dan juga
menyebabkan pengapuran sehingga volume plasma darah berkurang karena tercemar
nikotin, akibatnya viskositas darah meningkat sehingga timbul hipertensi.31 Merokok
40
dapat meningkatkan tekanan darah secara temporer yaitu tekanan darah sistolik yang
naik sekitar 10 mmHg dan tekanan darah diastolik naik sekitar 8 mmHg. 20
k. Stress
Tekanan darah lebih tinggi telah dihubungkan dengan peningkatan stress, yang
timbul dari tuntutan pekerjaan, hidup dalam lingkungan kriminal yang tinggi,
kehilangan pekerjaan dan pengalaman yang mengancam nyawa terpapar ke stress
bisa menaikkan tekanan darah dan hipertensi dini cenderung menjadi reaktif. Aktivasi
berulang susunan saraf simpati oleh stress dapat memulai tangga hemodinamik yang
menimbulkan hipertensi menetap. 20
l. Status Olahraga
Orang dengan gaya hidup yang tidak aktif akan lebih rentan terhadap tekanan
darah tinggi. Melakukan olahraga secara teratur tidak hanya menjaga bentuk tubuh
dan berat badan, tetapi juga dapat menurunkan tekanan darah. Jenis latihan yang
dapat mengontrol tekanan darah adalah berjalan kaki, bersepeda, berenang, dan
aerobik. 18,19
III.4.4 Gejala Klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala, meskipun
secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan
dengan tekanan darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan
dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
berikut yaitu sakit kepala, kelelahan, mual, muntah,sesak nafas, gelisah, pandangan
menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung, dan
ginjal. Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan
bahkan koma karena terjadi pembengkakan di otak. 19,20
Hipertensi yang berujung pada komplikasi menunjukkan gejala kerusakan
organ. Adapun yang menjadi gejala kerusakan organ yaitu:
a) Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, penglihatan terganggu, serangan iskemik
sesaat, gangguan panca indera atau gerak
b) Jantung: berdebar-debar, nyeri dada, napas pendek, pergelangan kaki bengkak
c) Ginjal: haus, poliuria, nokturia, hematuria
d) Arteri perifer: tangan kaki dingin, pincang berkala (claudicatio intermittens). 17,18
III.4.5 Tatalaksana
41
42
Stroke dapat terjadi akibat hemoragi tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus
yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat
terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri yang memperdarahi otak mengalami
hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran darah ke area otak yang diperdarahi
berkurang. Arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga
meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik tidak
dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang
menghambat aliran darah melewati pembuluh darah. Pada hipertensi kronis dan
hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardum mungkin tidak dapat dipenuhi dan
dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah ke unit
fungsional ginjal, yaitu nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia
dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus, protein akan keluar melalui
urine sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang dan menyebabkan edema,
yang sering dijumpai pada hipertensi kronis.22
Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna
(hipertensi yang meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang sangat tinggi pada
kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke
ruang interstisial diseluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron di sekitarnya kolaps
dan terjadi koma serta kematian. 17,18,19
43