Peristiwa detonasi memberikan suatu fenomena yang cukup rumit dan sampai
sekarang belum dapat diterangkan secara tuntas, namun dapat diterangkan
berdasarkan tiga teori yaitu : teori penyalaan sendiri (auto ignition), teori
detonasi / ledakan (detonation) dan teori getaran nyala (flame vibration)
(ganti,1987).
Teori penyalaan dari suatu pembakaran campuran bahan bakaran dan udara,
menyatakan bila campuran bahan bakar dan udara telah mencapi kondisi
suhu dan tekanan tertentu akan menyala, terbakar dengan sednirinya.
Didalam peristiwa detonasi seperti diutarakan oleh Ricardo (Ganti,1987),
penyalaan sendiri akan terjadi pada campuran bahan bakar udara uang
belum sempat terbakar didalam ruang bakar.
Pada peristiwa pembakaran normal terjadi bila semua bahan bakar akan terbakar
hanya oleh karana rambatan nyala atau api yang diawali oleh percikan api dari
busi. Pada kondisi pembakaran tidak normal, bahan bakar terbakar tidak hanya
oleh api dari busi melainkan disebabkan oleh terbakarnya dengan sendirinya
karena suhu dan tekanan telah mencapai ambang kritis. Dengan Dengan
demikian embrio api pembakar dapat terjadi tidak hanya dilokasi busi
dipengaruhi oleh frekuensi natural
suara klik-klik . berada, namun disembarang tempat dan kapan saja, tidak
menunggu rambatan api dari busi. Hal ini terjadi karena kecepatan rambatan
nyala / api rendah, sedangkan kondisi campuran bahan bakar-udara yang belum
terbakar telah mencapai kondisi kritis.
Teori detonasi diutarakan oleh Maxwell dan Wheeler (Ganti,1987), menyatakan
bahwa : ledakan / detonasi didalam ruang bakar menyebabkan gelombang
tekanan didalam gas yang sudah terbakar dan yang sedang terbakar, diikuti oleh
gelombang kejut dari getaran nyala api yang membentur dinding ruang bakar.
Menurut Midgley, juga Sokolik dan Voinov (Soelaiman,1992), kecepatan rambat
nyala / api sekitar 10 sampai 20 m/detik pada saat pembakaran normal, sedang
saat terjadi detonasi kecepatan ini mencapai sekitar 2200 m/detik. Detonasi ini
akan menimbulkan gelombang tekanan dengan frekuensi 5 sampai 10 kHz
(Heywood, 1988).
Teori getaran nyala / api diutarakan oleh Morgan (Ganti, 1987), yang menyatakan
bahwa kecepatan rambat nyala api ada hubunganya dengan sifat frekuensi
natural dari campuran gas dalam ruang bakar, yang menghasilkan
getaran tertentu, yang dipengaruhi oleh frekuensi natural ruang bakar ,
sehingga menimbulkan suara klik-klik.
terutama
pada
putaran
tinggi.
Sistem pengapian elektronik memanfaatkan transistor untuk memutus dan mengalirkan arus primer koil. Jika pada sistem
pengapian konvensional pemutusan arus primer koil dilakukan secara mekanis dengan membuka dan menutup kontak pemutus,
maka pada sistem pengapian elektronik pemutusan arus primer koil dilakukan secara elektronis melalui suatu power transistor yang
difungsikan sebagai saklar (switching transistor).
Pada sistem pengapian transistor signal generator dipasang di dalam distributor untuk menggantikan breaker point (platina) dan
cam. Signal generator membangkitkan tegangan untuk mengaktifkan transistor pada igniter untuk memutus arus primer pada
ignition coil.
Sistem pengapian transistor mempunyai keuntungan :
A. SIGNAL GENERATOR
Signal generator berfungsi untuk menghidupkan power transistor di dalam igniter untuk memutuskan arus primer ignition coil
pada saat pengapian yang tepat.
1. KONSTRUKSI
Signal generator terdiri dari magnet permanen yang memberi magnet kepada pick up coil, pick up coil kemudian membangkitkan
arus bolak-balik (AC) dan signal rotor yang menginduksi tegangan AC di dalam pick up coil sesuai dengan saat pengapian. Signal
rotor mempunyai gigi-gigi sebanyak jumlah silinder.
B. IGNITER
Igniter terdiri dari sebuah detektor yang mendeteksi EMF yang dibangkitkan oleh signal generator. Signal amplifier dan power
transistor, yang melakukan pemutusan arus primer ignition coil pada saat yang tepat sesuai dengan signal yang diperkuat
Pengaturan dwell angle untuk mengoreksi primary signal sesuai dengan bertambahnya putaran mesin disatukan di dalam igniter.
Sirkuit pembatas arus (current limiting circuit) untuk mengatur arus primer maksimum.
Pada saat kunci kontak ON maka arus mengalir dari battery R1 R2 massa. Saat ini transistor mendapat tegangan sangat kecil
sehingga tidak mampu meng ONkan transistor, yang menyebabkab kumparan primer tidak dialiri arus.
b. Mesin hidup (tegangan positif dihasilkan pada pick up coil)
Bila mesin dihidupkan, maka signal rotor pada distributor akan berputar, menghasilkan tegangan AC dalam pick up coil. Bila
tegangan yang dihasilkan adalah positif, tegangan ini ditambahkan dengan tegangan dari battery, untuk menaikkan tegangan pada
titik Q di atas tegangan kerja transistor, dan transistor ON. Akibatnya arus primer ignition coil mengalir ke transistor dari collector
ke emitter.
c.
Bila tegangan yang dihasilkan dalam pick up coil adalah negatif, tegangan ini akan mengurangi tegangan battery pada titik P
sehingga tegangan pada titik Q turun di bawah tegangan kerja transistor dan transistor OFF. Akibatnya arus primer terputus dan
terjadi induksi tegangan tinggi pada kumparan sekunder
C. INTEGRATED IGNITION ASSEMBLY (IIA)
IIA adalah singkatan dari Integrated Ignition Assembly. IIA menggabungkan igniter dan ignition coil dengan distributor.
Keuntungan IIA :
1. Kecil dan ringan.
2. Tidak mengalami masalah putus sambungan, jadi keandalannya tinggi.
3. Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap air.
4. Tidak mudah terpengaruh oleh kondisi sekitarnya.
DLI adalah sistem pengapian tanpa menggunakan distributor. Pada umumnya menggunakan sebuah ignition coil untuk dua buah
busi. ECU (Electronic Control Unit) mendistribusikan arus primer ke tiap ignition coil secara langsung dan menyebabkan busi
melompatkan bunga api.