Anda di halaman 1dari 13

Bismillah, Ini tentang Cinta....

Gadis manis itu sedari tadi hanya melamun di kelas. Pikirannya melayang entah
kemana. Sedangkan sahabatnya sudah ke kantin. Tak lama kemudian, seorang cowok tampan
menghampirinya. Mengetahui bahwa si gadis melamun, timbul sifat isengnya. Yaitu
mengejutkan si gadis itu. Satu... Dua.. Ti...
Hey... Suara khas itu datang mengejutkannya. Tak ayal sebuah pensil mendarat di
kepala si Iseng, namun tetap saja si Iseng nyengir kuda seperti orang tak berdosa.
Kamu itu apa-apaan sih. Kaget tau nggak. Gerutu gadis manis itu kesal. Sesekali dia
mengelus dada sambil terus beristighfar. Tiba-tiba si Iseng sudah duduk di depan bangkunya.
Hahaha, ampun deh, Ra. Gue kan hanya bercanda, jangan marah, ya. Si Iseng purapura dengan wajah memelas namun dalam hatinya dia tertawa keras.
Aku nggak marah kok. Maafin juga ya, udah marah gitu. Sahut gadis itu lembut,
walaupun masih ada sedikit perasaan kesal. Si gadis manis itu lalu membuka buku
pelajarannya, tanpa memperdulikan si Iseng yang sibuk memandangnya.
Ngapain sih kamu, Nant? Ngeliatin Ameera terus. Naksir ya? Tiba-tiba Naya,
sahabat Ameera datang dan duduk di samping Ameera karena pelajaran terakhir akan
dimulai. Menanggapi omongan Naya, Anant memandangnya heran. Lalu tanpa menjawab,
cowok itu langsung kembali ke bangkunya, yaitu di belakang bangkung Ameera dan Naya.
Ih, nggak jawab. Berarti iya tuh. Lagi-lagi Naya menggoda Anant, sedangkan Anant
melotot kesal padanya, Ameera hanya diam saja menanggapi ucapan Naya.
Tak lama kemudian, Ibu Maya yang tak lain adalah guru ekonomi SMA N 1
khususnya untuk kelas XII masuk. Sang guru pun menjelaskan materi akuntansi dengan sabar
hingga pelajaran pun berakhir. Sorak sorai bahagia para siswa karena akhirnya mereka bisa
terlepas dari pelajaran-pelajaran yang membuat otak letih.
Ameera dan Naya berjalan beriringan keluar kelas. Di belakang mereka, tampak
Anant, Raza dan juga Axel. Sesekali Anant dan dua temannya menggoda Naya dan Ameera.
Ih dasar nih orang, dari tadi gangguin mulu. Ameera juga dari tadi kok diem aja. Gumam
Naya sambil memandang sahabatnya itu. Tapi tiba-tiba langkah Ameera berhenti, Naya yang
berjalan beriringan dengannya pun memberhenti langkahnya. Sedangkan ketiga kurcaci di
belakang mereka pun berhenti heran.

Kenapa, Ra? Kok berhenti sih? Tanya Naya heran. Namun yang ditanya malah
diam, namun tatapannya berhenti pada sosok yang juga diduga membuat langkah Ameera
terhenti. Ya, tatapan Ameera memang terhenti pada sosok cowok yang sedang bersama
seorang cewek di parkiran. Naya mengerti apa yang membuat Ameera terdiam ketika melihat
cowok itu. Cowok yang sudah dua minggu terakhir mengganggu pikiran sahabatnya itu.
Udahlah, Ra. Aku yakin kok, kamu akan menemukan yang lebih baik dari dia.
Hibur Naya memeluk sahabatnya itu.
Yaaah teletubies dong, pake peluk-pelukan segala. Celetuk salah seorang dari ketiga
kurcaci itu. Anant, siapa lagi. Sedangkan dua orang soulmate-nya mengangguk pelan lalu
menyusul Anant yang kini sudah berjalan lebih dulu.
Dasar sirik banget sih. Sungut Naya kesal sambil melepaskan pelukannya.
Makasih ya, Nay. Kamu selalu ada untukku. Kini di bibir mungil Ameera terukir
senyum manis. Dia sadar kalau sudah saatnya dia bangkit dari kesedihannya. Jangan sampai
hanya gara-gara seorang cowok, hidupnya jadi murung.
***
Ameera melihat bayangan dirinya di cermin. Bukan sedang apa, namun dia disuruh
mamanya untuk tampil cantik malam ini. Karena di rumahnya ada acara syukuran untuk
bisnis papanya yang sukses. Sesekali Ameera membetulkan gaun ungu pastelnya. Lagi-lagi
dilihatnya penampilannya malam ini. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar.
Ra, udah siap belum. Itu tamunya udah datang. Suara lembut mama terdengar dari
balik pintu. Dengan segera Ameera kemudian membukakan pintu dan tampaklah mamanya
yang melongo melihat dirinya.
Kenapa, Ma? Aneh ya? Mamakan tahu kalau aku nggak bisa dandan.
Subhanallah, ternyata anak mama cantik banget ya. Nggak salah namanya Ameera,
kamu

emang kayak putri sayang. Sahut mama dengan senyum tulusnya. Perkataan

mamanya sukses membuat pipi Ameera merona. Dia lalu berjalan beriringan dengan
mamanya.
Ternyata perkataan mamanya benar, di ruang tamu sudah banyak orang. Semua orang
berpenampilan rapi dan anggun dan hampir semuanya adalah para rekan bisnis papanya. So

pasti mereka semua adalah orang-orang yang berasal dari kalangan atas. Namun sedari tadi,
dia belum juga melihat Naya di antara remaja-remaja yang tak lain adalah anak dari rekan
bisnis papanya. Seharusnya Naya datang, karena tadi sudah bertemu dengan Om Hary dan
Tante Lidya, kedua orang tua Naya. Merasa bosan karena tidak ada yang menemaninya,
akhirnya Ameera pun berjalan menuju taman di samping rumah. Walaupun kemungkinan
besar disana juga rame dengan para anak muda yang sebaya dengan dirinya, tetapi dia bisa
menyendiri di bangku dekat taman.
Dugaannya tak salah, di taman memang sudah rame dengan para anak muda. Dari
pakaian mereka, sudah bisa ditebak kalau mereka memang orang kaya. Bukannya tak kenal
dengan mereka, namun Ameera merasa bosan dengan suasana yang seperti itu. Lagi-lagi dia
ingat alm. Kak Aira. Dulu kakaknya itulah yang menemaninya di bangku ini. Namun ketika
kakaknya itu pulang dari Bandung karena ada kegiatan kampus, bis yang ditumpanginya
kecelakaan. Mengingat hal itu, membuatnya matanya berkaca-kaca.
Nggak usah menangisi yang udah pergi. Doakan aja semoga dia ada di tempat yang
indah, di Surga-Nya Allah. Suara khas itu tiba-tiba hadir. Ketika Ameera menoleh ke
samping. Ternyata benar Anant sudah duduk di sampingnya.
Kok kamu disini? Nggak gabung sama temanmu yang lain? Tanya Ameera.
Bukannya menjawab, Anant malah tersenyum kecil.
Seharusnya itu pertanyaan buat lo. Bukannya lo yang suka gabung sama mereka?
Lagi bosen aja. Emangnya kenapa sih? Kok kamu sepertinya nggak suka sama
mereka. Emangnya mereka ada salah ya sama kamu? Lagi-lagi Ameera bertanya.
Bukannya nggak suka sama mereka. Hanya aja, gue bosen kalau gabung hanya
bicara-bicarain yang nggak penting. Lo sendiri tahukan, mereka itu kalau nggak ngomong
masalah pacar baru mereka pasti mau mamerin barang-barang mahal mereka. Ujar Anant.
Loh, emangnya salah ya. Lagian itu kan emang punya mereka. Ya selama mereka
nggak mencuri, tindakan mereka itu nggak salah. Protes Ameera.
Itu semua hanya titipan. Mereka hanya beruntung aja bisa dipercayai dilimpahkan
oleh Allah kekayaan yang berlimpah. Sayangnya sebagian besar dari mereka nggak pernah
bersyukur dengan apa yang dimiliki. Mereka itu nggak sadar kalau semua itu, sewaktu-waktu
bisa hilang. Kita emang nggak bisa menyalahkan mereka, tapi seenggaknya mereka bisa

menyumbangkan sedikit harta mereka buat orang yang nggak mampu. Jelas Anant. Diamdiam Ameera menatap Anant. Diamatinya wajah cowok yang seringkali mengganggunya ini.
Alis matanya tebal dengan sorotan matanya yang tajam namun juga ada kelembutan di garis
wajahnya. Kalau dilihat-lihat ternyata Anant ganteng juga, ya. Batin Ameera.
Nggak usah kelamaan liatnya, nanti malah naksir lagi. Ameera lalu memalingkan
wajahnya ke depan. Sumpah malu dia malu sekali karena ketahuan mengamati wajah Anant.
Anant? Lirih Ameera sedangkan Anant malah menatap langit dengan para
bintangnya. Kemudian Anant menoleh ke arahnya. Kenapa sih kok kamu suka banget
gangguin aku? Akhirnya pertanyaan itu berhasil keluar dari mulutnya.
Anant tersenyum kecil. Tapi senyum itu manis banget. Ya, daripada gangguin Naya.
Nanti malah ngamuk lagi, mendingan gangguin kamu. Ameera mengernyitkan
dahinya.Hahaha... Nggaklah. Sebenernya bukan itu, tapi karena gue... Anant membuat
Ameera penasaran sekali. Gue emang suka banget liat wajah polos lo itu kalau lagi kesel.
Hahha... Tawa Anant membuat Ameera kesal sekaligus membuat Ameera ikut tertawa.
Angin malam berhembus merasuki tubuh kedua insan itu. Bahkan Ameera kemudian
merapatkan kedua tangannya karena gaunnya yang hanya berlengan pendek. Anant
menyadari bahwa Ameera kedinginan, kemudian memberikan jaket itu kepada Ameera.
Wajah Ameera sangat kaget, namun kemudian Anant memakaikan jaket itu ke bahunya.
Lagian, malam-malam pake baju terbuka kayak gitu. Ucap Anant pelan. Kamu itu
lebih cantik kalau pake jilbab, Ra.
Ameera tak menjawab perkataan Anant. Namun dalam hatinya ada perasaan yang
aneh. Diam-diam dia membenarkan perkataan Anant, seharusnya dia bisa berpakaian lebih
sopan seharusnya perempuan. Lagi-lagi dia teringat alm. Kak Aira, dulu kakaknya lah yang
sering mengingatkannya. Jilbab. Entah mengapa, tiba-tiba dia teringat dengan kain yang
sering dipakai Kak Aira dulu. Yaitu jilbab.
***
Semua mata yang menatapnya tak percaya. Dia sadar dari mulai dia masuk gerbang,
bahkan ketika mamanya melihat penampilannya akan menatapnya tak percaya. Tetapi dia
merasa ada yang berbeda. Hatinya sekarang jauh lebih tenang selepas dari kejadian dua
minggu lalu. Ketika dia diputusin oleh Aryo, tapi itu semua kini tak lagi dihiraukannya.

Bahkan ketika dia masuk kelas, semua orang melihatnya kaget. Naya saja yang baru
menyadari kedatangannya menganga tak percaya.
Oh no, kamu bener-bener Zahira Ameera Rahmani? Kamu beneran Ameera? Tanya
Naya menggoyang-goyangkan tubuh Ameera membuat Ameera sebal.
Ih sakit tahu. Gimana, cocok nggak buat aku?
Huuuhh. Sumpah kamu cantik banget. Dapat hidayah dari mana nih? Goda Naya.
Belum sempat menjawab tiba-tiba Anant datang. Ternyata Anant juga tak kalah kaget.
Senyum Ameera mengembang ketika Anant mengacungkan dua jempol untunya. Naya
seperti melihat adanya gelagat lain di antara dua orang ini.
Tuh. Aku dapet hidayah yang disampaikan dari dia. Bisik Ameera melirik ke arah
Anant yang kini sudah duduk di bangkunya.
Hah? Yang beneran kamu? Tapi kan dia... Sahut Naya kemudian melihat ke arah
Anant tak percaya yang kini sibuk berbicara dengan Axel.
Iiihh nih anak. Liatin mulu, nanti aku ceritain deh. Kata Ameera gemas.
***
Hah?

Anant ngomong gitu ke kamu? Tanya Naya memastikan apa yang

didengarnya salah atau tidak. Namun suara kerasnya membuat orang-orang di kantin menatap
ke arah mereka. Tapi dia tidak peduli, bahkan Ameeralah yang malu.
Of course. Tapi jangan keras-keras dong Inaya Rafa Haryawan, kan malu. Sungut
Ameera kesal. Naya lagi-lagi nyengir kuda.
Tak lama kemudian, Aryo muncul dengan Lissa, pacarnya. Namun tatapan Aryo
menatap kaget Ameera yang kini sudah berjilbab tanpa sepengetahuan Ameera dan Naya.
Lissa yang mengetahui bahwa pacarnya itu sedang melihat Ameera yang kini bercanda
dengan Naya langsung menarik tangan Aryo untuk segera menjauh dari Ameera. Dia tidak
mau kalau calon tunangannya itu akan kembali bersama dengan Ameera.
Kamu itu kenapa sih dari tadi liatin Ameera terus. Sungut Lissa kesal.
Udah deh, Lis. Gue itu males berantem terus sama lo. Gue udah nurutin apa mau lo,
mutusin Ameera. Balas Aryo kesal dengan sikap Lissa.

Kamu itu kenapa sih jutek banget sama aku. Dulu aja, waktu kamu pacaran sama
Ameera kamu itu perhatian banget sama dia. Tapi kenapa sama aku nggak?
Udahlah. Gue males, mendingan lo makan sendiri aja. Aryo menggebrakan meja
dengan keras membuat orang di kantin kaget. Bahkan Ameera dan Naya menoleh ke arah
suara mendapati Aryo yang pergi dari kantin dengan wajah marah sedangkan Lissa menahan
amarahnya. Tiba-tiba tatapan tajam matanya mengarah ke Ameera. Lalu segera mengejar
Aryo. Naya memandang Lissa dengan tatapan benci lalu memandang ke arah Ameera kini
mengaduk-ngaduk minumannya sesaat kemudian mengangkat bahunya.
***
Sudah hampir lima belas menit Ameera menunggu jemputan di gerbang sekolah. Tadi
Naya memang sempat menawarkan untuk pulang bersamanya, namun dia menolak. Karena
bosan, Ameera lalu berjalan menuju halte yang tak berada jauh dari gerbang sekolahnya.
Namun tak lama setelah dia duduk, tiba-tiba seseorang dengan sepedanya berhenti di hadapan
Ameera. Seseorang yang sangat dikenali Ameera.
Mau bareng nggak, Ra? Tanya Anant ramah.

Ameera ragu harus jawab apa.

Udahlah daripada lo sendirian, mendingan ikut gue. Naik ini nih, si Kevin.
Hah? Kevin? Tanya Ameera kurang mengerti. Sesaat kemudian dia menatap ke arah
sepeda gunung milik Anant. Tiba-tiba Ameera langsung tertawa membuat Anant heran.
Nggak kekerenan tuh nama. Kalau kayak gitu mah lebih kerenan nama sepeda kamu.
Hahahaa... Ngeledek, ya lo. Udahlah sekarang mau nggak?
Hmmh... Oke deh. Aku ikut kamu. Jawab Ameera mantap setelah berpikir sejenak.
Lalu dia menghampiri Anant dan langsung naik sepeda Anant.
Sebenarnya Ameera merasa kasihan dengan Anant yang harus mengeluarkan tenaga
ekstra mengayuh sepeda. Apalagi rumahnya dan rumah Anant tidak satu arah. Namun dalam
hatinya dia merasa kagum dengan cowok yang sering mengganggunya ini. Ameera tahu kalau
Anant bukanlah orang miskin, tapi dia masih mau menggunakan sepeda ketika hampir temanteman sekolahnya berlomba untuk memamerkan kekayaan orang tuanya, tak terkecuali
dirinya sendiri.
Udah sampe, Ra. Kata Anant membuyarkan lamunan Ameera.

Oh i.. Iya, kamu mau masuk dulu. Minum atau apalah. Tawar Ameera turun dari
sepeda Anant. Keringat membasahi kening Anant namun buru-buru di usapnya.
Nggak usahlah, Ra. Gue lagi buru-buru nih. Duluan ya. Assalamualaikum.
Ya udah, makasih, ya. Waalaikumsalam, hati-hati ya. Anant lalu berlalu dari
hadapannya. Ameera menatap kepergian Anant dengan senyum hingga tubuh Anant
menghilang dari pandangannya.
***
Naya menatap heran Ameera yang senyum-senyum sendiri. Bahkan spaghetti yang
tadi dipesannya sama sekali tidak di sentuhnya. Minumannya pun hanya di aduk-aduk. Tibatiba ponsel milik Ameera bergetar, namun dia sama sekali tidak peduli.
Woii, Non. Hp lo bunyi tuh. Kayaknya ada pesan masuk tuh, Naya kemudian
melirik hp Ameera dan terdapat nama Anant di layar hp Ameera. Hah? Anant. Mendengar
nama itu, Ameera langsung tersadar dan buru-buru mengambil hp-nya dari tangan Naya.
Ass, Ra.
Maaf bgt nih ganggu. Gw hny mo blg lw bsok lo jgn lupa bwk cttn b.ind.
Biasa gw mo pnjm soalny kmrn nggk nytet. Jgn lupa ya.

Ameera lagi-lagi senyum melihat sms itu. Naya menatapnya curiga. Hingga kemudian
hendak merebut ponsel Ameera, namun dengan sigap Ameera menghindarinya.
Kenapa sih, Ra. Jangan-jangan lo ada apa-apa lagi sama Anant.
Apaan sih, Nay. Nggak ada apa-apa kok. Udah pulang yuk, udah sore. Jawab
Ameera kemudian membayar makanan mereka diikuti oleh Naya. Ameera tahu, Naya tidak
mungkin percaya begitu saja tapi dia peduli. Toh nantinya sohibnya akan tahu kalau dia
sedang jatuh cinta.
Sedangkan jauh di seberamg tempat Naya dan Ameera, seorang lelaki tampan
menatap saudaranya, yang kini berbaring lemah di tempat tidurnya sedang senyum-senyum.
Wajahnya yang pucat terlihat sumringah menatap ke layar ponselnya.
Anant! Liat apaan sih? Tanya Iqbal heran. Namun Anant tidak menghiraukan
pertanyaan saudara tirinya itu. Wah kayaknya ada apa-apa, nih. Ucap Iqbal lalu merebut

handphone Anant dan benar saja, ternyata sebuah foto gadis cantik. Namun kalau melihat
lebih jelas, wajah gadis di foto itu seperti tidak asing baginya. Di foto itu, gadis berjilbab itu
tersenyum manis. Sesaat kemudian, Iqbal menatap Anant yang memalingkan muka seolaholah tidak ada apa-apa.
Cantik. Siapa nih? Pacar kamu, ya? Tanya Iqbal penasaran. Anant lalu merebut
kembali handphone-nya itu. Lalu kembali tersenyum.
Namanya Ameera. Dia hanya temen sekelas kok. Jawab Anant asal.
Kamu naksir ya sama dia? Tanya Iqbal lagi.
Apaan sih, Bal. Kalau pun aku suka tuh, ya itu nggak mungkin. Kamu kan tahu kalau
umur aku itu udah nggak lama lagi. Jawab Anant lemas. Iqbal menatap wajah adik tirinya itu
kasihan. Dia ingat bagaimana keadaan Anant sepulang sekolah tadi. Wajahnya pucat,
tubuhnya lemas dan berkeringat. Entah apa yang Anant lakukan di sekolah tadi, yang pasti
sepengetahuannya Anant tidak boleh kecapekan, ya kira-kira begitulah menurut dokter.
Udah deh, Nant. Lagian umur itu bukan dokter yang menentukan, tapi yang di atas.
Aku percaya soal itu. Tapi ya itu tadi, jangan sampai aku membuat gadis yang ku
cintai itu menangis karena itu. Kata Anant sambil tersenyum menatap foto Ameera.
***
Iqbal baru saja keluar dari mobil Mercy hitamnya. Di genggamannya terdapat sebuah
buku. Kalau bukan karena mama, dia tidak akan mau mengantarkan buku Anant yang
ketinggalan di meja tamu. Tiba-tiba dia melihat seorang gadis yang baru keluar dari mobil
jemputannya. Pandangan Iqbal tercekat, senyum ramah gadis itu mengingatkannya pada
seseorang. Tatapan serta bentuk wajahnya sangat mirip dengan dia. Zahra Almaira Rahman,
kepergian gadis itu sangat membuat Iqbal terpukul.
Mas, hello !!! Tiba-tiba gadis itu sudah ada di hadapannya. Ada yang bisa saya
bantu? Tanya gadis itu berusaha ramah. Ameera, ya gadis itu Ameera.
Iya, bisa tolong berikan buku ini sama Anant?
Bisa kok. Tapi, anda siapanya Anant? Tanya gadis itu lagi. Jauh di lubuk hati Iqbal,
dia sangat merindukan senyum itu. Mas kok diem sih?

Eh.. Maaf. Iya, saya Iqbal kakaknya Anant. Kamu Ameera, kan?
Kok Mas kenal, sih? Hmmh... Anant sering cerita yang macam-macam ya?
Hahha... Nggak kok. Udah dulu ya, saya mau pulang dulu. Akhirnya Iqbal pergi
meninggalkan Ameera yang masih berdiri menatapnya. Tak lama kemudian Ameera berjalan
menuju kelasnya. Hingga tak lama kemudian dia sampai di kelasnya.
Ini ada titipan dari kakak kamu. Ujar Ameera meletakkan buku Anant di mejanya
sedangkan dia sendiri segera duduk di bangkunya.
Oh. Makasih ya, Ra. Sahut Anant dan melanjutkan pembicaraannya dengan Raza.
Ciyee, yang tadi ketemu yang kakak ipar. Bisik Naya menggoda Ameera. Belum
sempat Ameera membalas perkataan Naya, tiba-tiba Anant berkata padanya.
Ra, nanti pulangnya sama aku lagi, ya. Naya menyenggol bahu Ameera. Dalam hati
Ameera senang bukan main, hingga dengan yakin dia mengangguk.
***
Seperti biasa, Naya dan Ameera menghabiskan waktu sorenya di taman kota yang
berada tak jauh dari rumah Naya. Mereka berdua menikmati waktu senja sambil menikmati
dua es krim. Es krim yang coklat untuk Ameera sedangkan yang vanila untuk Naya.
Ra, lo sama Anant itu pacaran ya? Tanya Naya tiba-tiba hingga membuat Ameera
tersedak. Ameera berpikir sejenak, dia sendiri bingung harus jawab apa. Sudah hampir satu
bulan ini, dia semakin akrab dengan Anant bahkan dengan Iqbal juga begitu, namun mereka
masih saja begitu. Bahkan teman-temannya di kelas mengira mereka pacaran.
Ameera! Panggil Naya mengejutkan Ameera. Jawab dong.
Entahlah, Nay. Aku aja bingung. Kami berdua ya... temenan gitu aja. Jawab Ameera
berusaha terlihat santai padahal dalam hatinya juga bingung. Melihat sahabatnya yang
bingung, Naya berusaha menghiburnya.
Anant baru saja keluar kamar mandi ketika melihat pintu kamar Iqbal terbuka.
Sebenarnya, dia bermaksud menutup pintunya kembali, namun tiba-tiba timbul penasaran
untuk memasukinya. Sejak Iqbal pindah ke rumahnya dua bulan lalu, belum sekalipun dia
memasuki kamar kakak tirinya itu. Kamar Iqbal jauh lebih rapi dari kamar dirinya. Tak jauh

dari tempat tidurnya, terdapat foto dirinya bersama Iqbal. Tapi secara tak sengaja, dia melihat
sebuah buku, diary berwarna biru langit. Anant tersenyum membayangkan seorang Iqbal
ternyata mempunyai diary. Dia lalu membuka halaman awal.
Anant kaget ternyata itu bukan punya Iqbal, melainkan seorang gadis bernama Zahra
Almaira Rahman. Namanya begitu mirip dengan Ameera. Dia lalu membuka halaman
selanjutnya, ternyata hanya sebuah curahatan hati seseorang yang jatuh cinta. Hingga dia tahu
kalau gadis itu jatuh cinta dengan Iqbal. Di halaman akhir bahkan terdapat foto gadis itu
bersama Iqbal. Tanpa sengaja dia membalik foto itu, dan dia menemukan sebuah tulisan.
Ayra, kamu benar ternyata aku bisa menemukan pengganti kamu. Kalian memang bisa
dibilang mirip, bahkan kamu juga benar. Dia memang sangat manis. Tapi dia gadis yang
disukai adikku, Anant. Kamu tahu, melihatnya begitu akrab dengan Anant membuat
hatiku sakit. Satu hal, Ayra ternyata aku benar-benar mencintainya. Aku mencintai
adikmu itu, Zahira Ameera Rahmani. Bayangan dirimu ada pada dirinya.
Anant tercekat membaca tulisan itu. Dia tidak tahu kalau ternyata Iqbal juga
mencintai Ameera. Tiba-tiba dia teringat bagaimana kondisi Iqbal dua tahun yang lalu.
Walaupun Iqbal belum tinggal bersamanya, namun dia dan Iqbal sangat akrab sejak kecil.
Iqbal menjadi sangat pemurung dan pemarah. Hingga kondisinya agak membaik tiga bulan
lalu. Tepatnya sejak dia memperlihatkan foto Ameera.
***
Ameera terus menangis di pelukan Naya. Mengingat kejadian tadi siang membuatnya
begitu sakit. Bahkan lebih menyakitkan ketika dia putus dengan Aryo. Naya juga prihatin
melihat kondisi sahabatnya itu. Lagi-lagi sahabatnya itu patah hati.
Sepulang sekolah,
Anant, aku boleh nanya nggak? Tanya Ameera ragu. Jilbab putihnya berkibarkibar dituip angin. Anant mengangguk sambil menatap lurus ke depan.
Selama ini kamu nganggep hubungan kita itu apa?
Ameera, kita itu ... Ya sahabatan. Jawab Anant santai.
Sahabat? Kalau ternyata aku suka sama kamu, apa kamu bakalan suka juga sama
aku? Anant berpikir sesaat. Hingga dia tersenyum.

Ya nggaklah, Ra. Kita itu emang ditakdirin buat jadi sahabat.


Kenapa nggak? Apa aku nggak terlalu baik buat kamu.
Ameeraa.. Aku itu nggak mau pa... Kata-kata Anant langsung dipotong Ameera.
Kita nggak perlu pacaran. Aku hanya mau tahu perasaan kamu aja sama aku.
Jujur, aku itu, Ameera menarik nafasnya Aku itu sebenarnya suka sama kamu.
Tapi aku hanya mau kamu jadi sahabat aku, Ra. Bohong.Itu hanyalah kebohongan,
kalau bukan karena itu dia pasti sudah lebih dulu bilang kalau dia suka sama Ameera.
Oh... Oke. Nggak apa-apa kok. Aku pulang dulu, ya. Assalamualaikum.. Ameera
lalu segera berlari menumpahkan air mata yang sedari tadi dia tahan.
Tanpa sepengetahuannya, Anant menatap Ameera sedih. Andai saja aku punya waktu
lebih banyak, Ra, aku janji akan selalu buat kamu bahagia. Tapi aku takut, Ra. Aku takut
harus kehilangan kamu. Hingga saat itu pula, Anant tiba-tiba ambruk.
***
Mata wanita muda itu terus tersenyum menatap nama yang terpampang di nisan itu.
Sebuah nama yang sangat berarti baginya. Sebuah nama yang mengajarkan pentingnya hidup.
Sudah genap lima tahun kepergian orang pemilik nama itu, namun sampai sekarang nama
orang itu masih saja tertanam di hatinya.
Mamaa!!! Ameera menoleh ke sumber suara lalu merentangkan kedua tangannya
siap menangkap bintang kecilnya itu. Dia lalu mencium kedua pipi bocah itu, tak jauh di
belakang bocah itu, seorang lelaki menghampiri keduanya. Lelaki itu lalu mencium kening
Ameera lembut. Hingga mereka bertiga lalu berdoa di dekat pusara itu.
Mamaaa.. Kok nama olang itu cama kayak nama Anant? Tanya bocah yang
bernama Anant itu polos. Ameera lalu menatap wajah Iqbal, suaminya. Ketika suaminya itu
tersenyum Ameera membalasnya juga dengan senyum lalu kembali menatap wajah bintang
kecilnya itu.
Dia itu Om kamu. Namanya emang sama, Bintang Rizki Ananta. Kamu tahu, dia itu
adalah orang yang berarti banget buat mama sama papa. Mama sama papa maunya, kamu
juga nanti kayak dia. Jawab Iqbal menatap wajah Anant junior. Tiba-tiba Naya datang

bersama Axel. Hari ini adalah tepat peringatan ke-lima tahunnya meninggal Anant, sahabat
terbaik mereka. Selesai berdoa, Naya dan Axel segera pulang bersama Anant. Hingga tinggal
Iqbal dan Ameera.
Hai Anant! Kamu liatkan anak kecil tadi, namanya sama persis sama kamu.
Kelakuannya juga sama banget kayak kamu. Suka gangguin Ameera, Ujar Iqbal.Aku janji,
Nant, aku akan jaga Ameera dan Anant junior sepanjang hidupku.
Anant, aku kangenn banget sama kamu. Oh iya, kirim salam ya buat Kak Ayra.
Kita pulang dulu ya. Nanti kita datang lagi kok. Assalamualaikum. Iqbal dan
Ameera lalu beranjak berdiri dan kemudian pulang.
Iqbal menggandeng tangan Ameera. Lalu menatap wajah Ameera. Anant sudah
menitipkan wanita itu padanya. Wanita yang sangat dicintai adiknya itu kini telah menjadi
istrinya, bahkan menjadi pengganti Ayra, cinta pertamanya yang tak lain kakaknya Ameera.
Dia sangat mencintai Ameera. Dia juga sudah berjanji pada Anant untuk selalu menjaga
Ameera.
Cinta aku dan kamu itu kayak angin, Nant. Nggak bisa dilihat tapi masih bisa untuk
dirasakan. Batin Ameera. Baginya, Anant sudah mengajarkan banyak pelajaran hidup
padanya. Tentang artinya keikhlasan serta cinta. Terkadang dia suka senyum sendiri
membayangkan seorang Anant yang dulu sering mengganggu dirinya, padahal saat itu dia
sakit parah. Leukimia, itulah vonis dokter ketika Anant berusia sepuluh tahun. Anant
mengajarkan dia, untuk ikhlas menjalani hidup, ikhlas kehilangan orang-orang yang dia
sayangi, serta cinta yang tulus dari seorang Anant untuk dirinya.
Bintang tidak pernah berhenti bersinar ketika bintang yang lain harus terjatuh
meninggalkan dirinya, karena dia yakin bahwa dia akn mendapatkan kawan baru yang lebih
baik. Kebahagiaan itu akan datang dengan sendirinya kalau saat-saat itu sudah tiba. Dengan
keikhlasan, serta kesabaran
The end...

Anda mungkin juga menyukai