Anda di halaman 1dari 17

Stay With You

Anna masih berusaha bersabar dengan apa yang terjadi pagi ini. Di depannya berdiri
seorang pemuda tampan dengan senyum manis di wajahnya melihat wajah Anna yang mulai
kesal.
Farel? Aku itu mau lewat. Bisa minggir dikit nggak sih? Kata Anna sambil berusaha
mencari celah agar segera bisa pergi. Namun Farel masih saja mengikuti kemana saja Anna
melangkah. Akhirnya Anna berbalik ke belakang dan ketika dia hendak mengambil jalan menuju
kelas mereka, dengan sigap Farel menarik tangannya hingga Anna berbalik ke depan dan badan
mereka begitu dekat. Farel bisa merasakan desah nafas Anna dan menatap mata Anna yang
langsung melotot kaget.
Kamu gila, ya? Suara Anna mulai meninggi dan langsung melepaskan tangannya dari
tangan Farel. Bibirnya terus saja beristighfar dengan apa yang terjadi. Untungnya saat itu masih
pagi, sehingga tidak ada yang melihat. Namun entah mengapa, jantungnya berdebar begitu cepat
saat itu. Awas aku mau lewat. Kata Anna kemudian mendorong Farel ke belakang sehingga dia
bisa langsung pergi.
Dia berjalan begitu cepat sambil terus memegang dadanya. Dia bisa merasakan
bagaimana jantungnya yang begitu berdebar ketika berada di dekat Farel. Dia yakin kalau
wajahnya sudah bersemu merah. Sedangkan Farel masih menatap punggung Anna sambil
terdiam. Tapi dia juga bisa merasakan bagaimana jantungnya juga berdebar ketika Anna berada
di dekatnya.
Sayaaanggg!!! Teriakan itu langsung membuyarkan lamunannya. Dia langsung
menghela nafas ketika menyadari siapa pemilik suara melengking itu. Gadis itu langsung
memeluk lengannya dengan senyum bahagia.
Apaan sih, Bell. Malu tau nggak. Katanya melepaskan tangan gadis itu dari lengannya.
Kamu selalu aja gitu. Aku itu pacar kamu, tapi kenapa sih kamu selalu cuek gini ke aku.
Sebel tau nggak. Sungut Bella kesal.

Yaaa namanya juga kayak pungguk merindukan bulan. Pasti sakit banget tau nggak.
Ujar Asya sambil melirik ke arah Bella.
Lo tau sakitnya tuh disini. Hiks Hikss. Sahut Maya disambut tertawa Asya.
Bella begitu kesal melihat dua gadis yang berlalu itu. Apalagi ketika dia tahu kalau Farel
sudah tidak ada lagi di sampingnya. Akhirnya dengan perasaan dongkol dia langsung berjalan
menuju kelasnya.
***
Waaahhh, enak tuh jadi Farel. Bener ya kalau jodoh itu nggak bakal lari kemana. Kata
Ryan begitu melihat pembagian kelompok untuk tugas Seni Budaya.
Iya, malah satu kelompok sama gebetannya. Sahut Vino tersenyum melihat Farel yang
duduk sebangku dengan Anna, partnernya.
Maaf ya, saya itu bukan gebetannya apalagi jodohnya. Jelas Anna yang risih dengan
godaan teman-teman di kelasnya.
Laah! Kita kan nggak tau jodoh kita itu siapa, tapi kayaknya lo bener deh Yan, kalo
jodoh emang nggak kemana, kayaknya Tuhan udah menunjukkan siapa yang jadi jodoh gue.
Sahut Farel tersenyum lebar sambil melirik ke arah Anna yang sedari tadi tiada memandangnya.
Farell! Kata Anna dengan suara yang agak tinggi kemudian melotot ke arah Farel.
Ada apa honey? Suara sahutan Farel dibuatnya keras sehingga seisi kelas tertawa keras
tetapi membuat Anna langsung membuang muka darinya.
Gila si Farel so sweet banget. Andai aja Ivan satu kelas sama gue. Pengen banget kayak
Farel ke Anna. Kata-kata Risa membuat Anna bertambah malu.
Tenang, Ris, nggak ada Ivan gue juga bisa kok ngomong kayak gitu sama lo.
Ogah. Liat muka lo aja gue kesel. Sahut Risa membuat Odi menutup mukanya dengan
buku karena malu karena seisi kelas mentertawakannya.

Tak lama kemudian, Pak Handi, guru Seni Budaya mereka masuk ke kelas dan
mempersilahkan mereka semua untuk segera pulang. Dia hanya keluar sebentar tadi untuk ke
toilet. Siswa kelas XI IPS 1 pun segera memberekan buku-buku mereka dan segera pulang.
Kayaknya sih, Farel beneran suka deh sama kamu. Kata Asya ketika mereka berempat
berjalan menuju gerbang.
Apa yang dibilang Asya tuh bener, Na. Kita bisa liat kok gimana dia liat kamu. Itu tuh
beda banget kalau dia liat kita. Sambung Issandra.
Kamunya gimana, Na? Suka nggak sama Farel? Pertanyaan dari Risa membuat Anna
terdiam. Dia sendiri bingung dengan perasaannya.
Nggak tau. Udahlah nggak usah ngomongin itu. Lagian Farel kan udah punya pacar.
Aku nggak mau ya dianggap perebut pacar orang. Jawab Anna pelan. Eh, aku pulang dulu ya.
Mas Radith udah nunggu tuh. Bye! Anna lalu segera berlari meninggalkan keempat temannya.
Sedangkan memandang Anna yang sudah pergi, mereka berempat saling bertatap lalu
sama-sama mengangkat bahu tak mengerti.
***
Langit mulai menampakkan warna kekuningan tanda senja mulai datang. Walaupun hari
sudah sore keempat pemuda itu masih saling bercanda sambil menikmati waktu sore mereka.
Bersantai di Kafe Aurora memang kebiasaan mereka pada sore hari. Dari kafe ini mereka bisa
melihat matahari terbenam. Sementara ketiga orang yang saling bercanda, Farel malah terdiam.
Dalam pikirannya masih terbersit kejadian tadi pagi. Suatu hal yang sangat tidak disangkanya
terjadi. Dia bisa merasakan bagaimana detak jantung Anna saat di dekatnya.
Woiii!... Suara Odi membuat Farel kaget dan sukses membuat ketiga temannya tertawa.
Ngelamun aja, nanti kesambet baru tau rasa lo. Sambung Odi.
Rese ah.Dengus Farel sambil mengaduk minumannya.
Palingan ngelamunin Bella. Perkataan Ryan membuat Farel langsung melemparkan
kentang goring yang tadi hendak dimakannya ke arah Ryan yang langsung tertawa.

Aaaah bukannya Bella, tapi Anna. Apalagi kejadian tadi pagi. Tiba-tiba Ivan datang
dan langsung duduk di sebelah Farel. Ketiga temannya menatap Farel curiga.
Ngapain lo semua pada liatin gue kayak gitu? Tanya Farel kikuk.
Emangnya ada kejadian apa tadi pagi, Van? Tanya Ryan penasaran disertai anggukan
Odi dan Vino yang juga penasaran. Kini ketiga menatap Ivan ingin tahu membuat Ivan senyum
licik ke arah Farel yang mulai cemas kalau-kalau Ivan menceritakan yang sebenarnya.
Baru saja Ivan mau menjawab tiba-tiba ponselnya berdering. Ketiga orang yang ingin
tahu tadi jadi langsung lemas sedangkan Farel tersenyum puas. Ivan kemudian langsung berdiri
dan sebelum pergi di pun minum minuman Farel.
Maaf banget, ya. Gue harus pergi soalnya Risa udah nungguin. Byee!! Kata Ivan lalu
segera berlari keluar membuat semua temannya, kecuali Farel terduduk lemas. Kini semuanya
berganti menatap Farel yang tersenyum penuh kemenangan.
Anna!!! Teriak Vino membuat seisi kafe memandang ke arahnya heran. Namun Vino
sama sekali tidak peduli malah melambaikan tangannya ke arah seorang gadis berjilbab ungu
yang berada di dekat pintu. Disini aja, gabung sama kita. Tuturnya.
Di dekat Anna juga ada ketiga temannya, Asya, Maya dan Issandra. Mereka berempat
memang berencana mampir sebentar untuk membeli es krim. Issandra yang melihat Ryan ada di
antara Farel dan teman-temannya langsung menghampiri Farel cs sambil menarik tangan Maya.
Senyum Ryan langsung mengembang melihat Issandra berjalan menghampiri mereka.
Sedangkan Anna masih menatap Farel juga menatapnya.
Na, kita ganbung nggak sama mereka? Tanya Asya namun Anna masih terdiam
menatap Farel. Asya masih berdiri di samping Anna dengan bingung. Anna! Suara Asya agak
keras mengejutkan Anna dan langsung berbalik menatap Asya. Duduk dimana?
Terserah kamu deh. Lagian Issandra dan Maya juga udah disana. Jawab Anna melihat
Issandra dan Maya yang sudah bergabung dengan Farel cs. Asya seakan mengerti dengan yang
dimaksudkan Anna lalu menghampiri Farel cs.

Namun baru saja mereka melangkah tiba-tiba seseorang menabraknya dari belakang.
Ketika mereka melihat siapa, ternyata Marsha dan dua temannya tersenyum sinis ke arah
mereka. Asya yakin kalau yang mendorongnya tadi adalah Marsya atau dua temannya itu Bella
dan Silfy. Kalau saja Anna tidak menahannya, Asya mungkin sudah melabrak ketiga gadis itu.
Udahlah, nggak penting juga rebut disini. Mendingan kita langsung beli es krimnya lalu
pulang. Lagian ini juga udah mulai malam. Kata Anna. Kamu pesenin es krimnya, aku
manggilin Issandra sama Maya, ya. Asya mengangguk pelan lalu pergi memesan es krim
sedangkan Anna menghampiri dua temannya yang lain.
Belagu lo. Kata Asya lalu dengan sengaja menabrak bahu Bella ketika hendak
memesan es krimnya.
Rel, Anna datang tuh. Kata Odi melirik ke arah Farel yang kini tersenyum pada Anna.
San, pulang yuk! Ajak Anna tanpa duduk namun tersenyum pada Farel cs. Namun baru
saja Maya beranjak berdiri tiba-tiba Issandra menanyakan suatu hal yang membuat Anna kaget.
Na, ada kejadian apa sih antara kamu sama Farel tadi pagi?
Hah? Kejadian? Kejadian apa sih, Na? Jangan-jangan ini yang membuat kamu dari tadi
diem kalo liat Farel? Pertanyaan Asya membuat Anna semakin terpojok.
Sayaangg!!! Tiba-tiba Bella datang dan langsung memeluk Farel. Tidak hanya Farel
yang kaget, namun yang lainnya juga, terutama Anna.
Pulang aja yuk! Entar lagi maghrib loh. Ajak Asya mulai kesal dengan sikap geng-nya
Marsha. Apalagi sikap Bella yang begitu berlebihan jika di dekat Farel. Akhirnya mereka
berempat pun pulang meninggalkan Farel cs dan Marsha cs.
Sementara itu, Farel cs pun memutuskan untuk pulang. Bukannya takut karena sebentar
lagi maghrib namun karena mulai jengah karena Marsha cs. Tiga gadis itu memang tak kalah
cantik dengan Anna cs, namun sikap mereka yang sombong membuat keempat pemuda itu
malas. Dulunya mereka selalu bersama, namun semenjak mereka pisah kelas dan dekat dengan
Anna cs, karena Ryan dan Issandra yang pacaran mereka jadi lebih baik. Kepulangan mereka
berempat membuat Marsha, Bella dan Silfy jadi kesal.

***
Suasana kelas begitu sepi, hanya ada beberapa anak yang berada di kelas, salah satunya
Anna. Dia masih sibuk mencatat bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat keterampilan
nanti. Tak lama kemudian, Farel dan teman-temannya datang.
Farel! Panggil Anna yang kemudian berlari menghampiri Farel yang masih berdiri tak
percaya karena Anna menghampirinya. Menurut kamu kalau kita bikin boneka atau gantungan
nama gimana? Bagus nggak? Atau kamu punya ide lain? Sambung Anna dengan tatapan
mengarah ke buku panduan kerajinan flannel.
Tampang bodoh Farel membuat para temannya tersenyum geli. Seorang Farel Andrasta
terdiam sok polos melihat Anna, gadis yang dulu dibencinya. Tapi itu dulu, sekarang Anna sudah
seperti sebagian hatinya. Anna, gadis lembut, baik, cantik dan solehah itu berhasil membuat
Farel seperti orang bodoh jika di depannya.
Farel. Panggil Anna seraya menggerak-gerakan tangannya di depan wajah Farel.
Farel? Kamu denger nggak sih? Anna memandang heran Farel yang sedari tadi senyum.
Woiii! Farelll!! Anna ngomong sama lo tuh. Teriakan Odi sukses membuat Farel kaget
dan suatu hal tak terduga terjadi. Anna yang ikutan kaget karena teriakan Farel hampir saja
terjatuh kalau tidak segera ditahan Farel. Kini mereka berdua berdiri saling berhadapan,
sedangkan tangan kanan Farel masih memegang pergelangan tangannya dan tangan kiri Farel
memegang pinggangnya.
Semua orang yang berada di kelas menatap mereka kaget. Bahkan Ryan, Odi dan Vino
pun menganga kaget. Kalau bukan karena bunyi bel, mungkin mereka berdua masih saling
bertatap. Anna langsung pergi ke bangkunya, sedangkan Farel segera menghampiri temantemannya. Tangan Anna terasa dingin, wajahnya pucat menampakkan kekhawatiran.
Minta maaf sana, lo liat tuh, si Anna cemas kayak gitu. Kata Vino yang merasa kasihan
melihat Anna yang begitu tak tenang.
Ryan menepuk bahu Farel pelan. Dia bisa merasakan bagaimana merasa bersalahnya
Farel yang membuat Anna tak tenang begitu. Mereka tahu bagaimana Anna, dia adalah seorang

gadis yang solehah dan begitu menjaga pergaulannya terhadap lelaki yang bukan muhrimnya.
Mereka yakin, kejadian barusan pasti membuat Anna kaget walaupun itu adalah suatu
ketidaksengajaan. Baru saja Farel hendak berdiri menghampiri Anna, tapi Ibu Intan, guru Bahasa
Indonesia datang. Akhirnya dengan semangat terakhir mereka pun mengikuti pelajaran.
Anna? Ucap Farel menghampiri Anna yang masih sibuk membereskan buku-bukunya
ketika jam pulang tiba. Namun Anna sama sekali tidak mengubrisnya. Hatinya begitu tak tenang
jika berada di dekat Farel. Risa yang merasakan ada yang aneh dari sikap kedua orang itu
kemudian menjauh dan menghampiri Ryan cs. Akhirnya dia paham mengapa Farel dan Anna
bersikap aneh.
Tanpa memperdulikan Farel, Anna kemudian beranjak berdiri dan bermaksud pergi tapi
lagi-lagi Farel menarik tangannya. Anna kemudian menepis tangan Farel kuat. Tidak hanya Risa,
Ryan, Odi dan Vino yang kaget, Asya, Maya, Issandra dan Ivan yang baru datang pun tak kalah
kaget. Mereka tak menyangka dengan apa yang telah dilihat mereka.
Aku minta maaf. Aku nggak sengaja. Lagian aku kayak gitu karena aku kaget. Suara
Farel begitu memelas. Anna dapat melihat penyesalan dari wajah putih Farel yang kini
menatapnya sendu. Anna sadar bahwa apa yang dilakukan Farel tadi hanya untuk melindunginya
yang hendak terjatuh. Tiba-tiba dia melihat darah yang keluar dari punggung telapan tangan
Farel yang tadi terkena meja. Dia lalu mengambil plester dari tasnya.
Aku juga minta maaf, ya. Ngga seharusnya aku marah kayak gitu. Seharusnya aku itu
makasih sama kamu karena udah nolongin aku. Aku harap ini bisa nyembuhin luka tangan
kamu. Ucap Anna menyodorkan plester kepada Farel dengan senyum.
Tak lama kemudian suara tepuk tangan mengejutkan mereka berdua. Mereka baru sadar
kalau sedari tadi sudah menjadi tontonan para temannya. Reflek membuat mereka berdua malu
sehingga wajah keduanya memerah. Hal itu membuat para teman mereka semakin semangat
menggoda mereka.
Sumpah kayak nonton drama di televisi deh. Menyentuh banget. Ujar Maya.
Iya, bener. Keren banget, kayak Laila sama Qais. Sambung Vino.

Udah-udah. Yang penting sekarang nggak ada yang musuhan lagi kan. Kata Asya lalu
mengajak mereka semua pulang.
***
Yang, menurut kamu baju ini cocok nggak buat aku? Tanya seorang gadis
menunjukkan sebuah gambar baju di sebuah majalah pada seorang pemuda. Namun pemuda itu
masih sibuk dengan ponselnya sambil senyum-senyum sendiri-sendiri.
Farelll!!! Sungut gadis itu membuat Farel langsung kaget dan tampak kesal.
Apaan sih lo! Sahut Farel sesekali memegang telinganya memandang Bella yang masih
cemberut. Bella berdiri lalu melemparkan majalah itu ke meja.
Lo? Kamu ngomong pake gue-elo. Kenapa sih kamu itu jutek banget sama aku? Aku
ngomong sama kamu tapi kamu nggak pernah denger. Aku itu kayak ngomong sama patung tau
nggak. Ujar Bella masih kesal. Untung saat itu rumah Bella hanya ada pembantunya.
Bel, gue itu nggak tau harus kayak gimana sama lo. Bukannya dulu, lo yang mau jadi
pacar gue, awalnya gue kira gue bisa sayang sama lo, tapi ternyata nggak. Gue nggak bisa, Bell.
Gue deket sama lo, tapi di pikiran gue ada orang lain. Jelas Farel.
Anna? Dia kan yang lo pikirin? Farel mengangguk pelan lalu memandang Bella yang
kini mulai mengeluarkan air matanya. Bella adalah sahabatnya sejak kecil. Namun bagi Farel,
dia bukan lagi Bella yang lucu, baik dan polos. Farel lalu menarik Bella ke pelukannya dan
membiarkan gadis itu menangis di pelukannya.
Maafin gue, Bell. Gue sayang banget sama Anna. Tapi gue juga sayang sama lo seperti
adik gue sendiri. Jadi lo jangan nangis lagi, ya. Bella lalu melepaskan pelukan Farel dan
menatap Farel benci namun di hatinya masih sangat mengharapkan Farel.
Terus lo mau kita putus? Tanya Bella. Dia sangat mengharapkan kata tidak. TIDAK.
Namun ketika melihat Farel yang masih diam, Bella lalu segera meninggalkan Farel yang
lalu terduduk lemas di kursi teras rumah Bella.
***

Ris? Panggil Ryan ketika Risa masih sibuk menyalin pr akuntansi punya Anna.
Terdengar deheman Risa yang masih sibuk menyalin pr-nya. Liat deh, Anna kayaknya mulai
suka sama Farel. Risa lalu mendongak ke arah Anna dan Farel yang asyik bercerita. Terlihat
sesekali mereka tertawa.
Kayaknya sih. Sahut Risa lalu kembali menyalin pr-nya. Ryan tersenyum memandang
Farel yang begitu bahagia bercanda dengan Anna. Huuuhhh selesai juga. Kata Risa berdiri
sambil meregangkan otot-otot tubuhnya. Lalu memicingkan matanya melihat Ryan dan beralih
memandang Anna dan Farel. Woiii! Iri ya lo liat Anna sama Farel?
Ngaco lo. Gue itu nggak kayak lo sama Ivan, ya. LE-BAY!! Sahut Ryan lalu pergi
keluar kelas. Risa mendengus kesal lalu berlari mengejar Ryan.
Ciyeee, pacaran mulu. Tiba-tiba Odi datang dan langsung duduk di sebelah Farel yang
duduk di depan bangku Anna.
Pacaran? Ya, nggaklah. Kita itu hanya ngobrol aja. Kamu mau gabung? Tanya Anna
polos. Mulai timbul niat jahil Odi apalagi begitu melihat wajah Farel yang kesal padanya.
Hmmh, Odi itu mau ketemu Risa, Na. Tapi Risanya udah keluar tuh, Di. Jawab Farel
lalu menyuruh Odi pergi sambil berbisik. Anna memperhatikan mereka dengan heran.
Loh? Kok Risa? Gue kan mau Melihat Farel melotot padanya membuat Odi geli.
Kemudian dia menghela nafas. Iya, gue itu nyari Risa. Ya udah gue tinggal, ya. Sahut Odi lalu
buru-buru keluar kelas karena tidak bisa menahan tertawa lagi.
Odi sepertinya sangat menyukai Risa. Tapi bagaimana dengan Ivan? Ah, dasar Odi
sudah tau Risa pacarnya Ivan, masih mau sama Risa. Kata Anna tersenyum memandang
kepergian Odi.
Seseorang akan memperjuangkan cintanya kepada orang yang sangat dicintainya. Mau
bagaimana pun sikap atau perasaan orang yang dicintainya, namun orang itu akan berusaha
memperjuangkan cintanya itu. Sekuat apa pun orang tersebut melupakan cintanya itu, namun
semakin keras dia berusaha melupakan itu, semakin kuat pula cintanya kepada orang itu.

Anna memandang Farel heran. Perasaannya terasa aneh ketika Farel mengatakan itu.
Ingatannya seakan mengulang kejadian dua tahun lalu. Dia membenarkan perkataan Farel,
semakin kuat dia melupakan orang itu semakin kuat pula rasa cintanya pada orang itu. Orang
yang sudah mengubah Anna menjadi seperti ini. Jilbabnya, dia yang merubah itu semua.
Na? Kata Farel heran melihat Anna yang mulai menitikkan air mata. Anna?
Eh.. Iya? Kenapa? Tanya Anna gelagapan. Dia segera menghapus air matanya. Maaf,
aku kelilipan. Sahut Anna seolah bisa membaca pikiran Farel. Padahal Farel tahu kalau dia
sedang berbohong.
***
Naahhh, kalau gini kan jauh lebih cantik. Kata seorang remaja berseragam
SMA pada seorang gadis berseragam SMP yang kini masih menatapnya heran.
Bagaimana tidak, kepalanya kini dibungkus sehelai kain yang justru membuat
rambut hitam panjangnya terbungkus kain putih.
Jilbab? Maksudnya? Tanya gadis itu dengan polosnya membuat pemuda itu
semakin gemas.
Jilbab ini buat kamu. Harus kamu pake tiap hari, dimana pun itu. Kamu tahu
ini itu wajib kamu pakai. Karena kamu seorang wanita Islam. Jelas pemuda itu.
Tapi kan panas, Kak. Lagipula, nanti kalau Anna pakai ini, rambut indah
Anna nggak bisa diliat sama Kak Adam dong. Sahut Anna polos. Matanya masih
menatap Adam yang kini melihat lurus ke depan.

Justru itu, rambut kamu hanya suami kamu yang boleh lihat. Karena
rambut juga termasuk aurat. Jelas Adam sabar memandang Anna yang
mengangguk-ngangguk pelan.
Apa Siti Aisyah, Siti Khadijah, dan juga Fatimah juga pakai ini?
Tentu. Jilbab itu adalah pembeda antara wanita Islam dan bukan
Islam.

Kalau gitu Anna janji bakalan pakai ini tiap hari sejak hari ini. Supaya
Anna cantik kayak Siti Aisyah, Setegar Siti Khadijah dan secerdas Siti
Fatimah. Satu lagi biar hanya Kak Adam yang bisa liat rambut Anna
nantinya. Kata Anna dengan semangat. Itu membuat Adam semakin gemas
melihatnya.
Anna tidak pernah menyangka kalau itu adalah pertemuan terakhir mereka. Adam, nama
pemuda itu masih terukir rapi di hatinya. Adam, pemuda dengan mata teduh nan lembut,
sikapnya yang sopan dan menyenangkan, serta pemilik senyum manis itu kini telah pergi untuk
selamanya. Hanya jilbab putih yang kini dipegangnyalah yang menemani dirinya. Pemuda itu
harus pergi karena kecelakaan yang terjadi ketika dia akan mengantar Anna. Pemuda itu
meninggal tepat di hadapan Anna.
Masih teringat di pikiran Anna, bagaimana Adam tersenyum kepadanya bahkan ketika
detik-detik dia akan meninggal. Tidak ada yang tahu bahwa Anna yang tegar dan terlihat baikbaik saja di luarnya, ternyata menyimpan luka mendalam di hatinya.
***
Gue mau ngomong sama lo. Tiba-tiba saja Bella menarik tangan Anna ketika dia akan
ke kelas. Dilihat dari matanya, tampak sekali kalau gadis itu sedang marah. Gue mau bilang lo
kalau lo itu nggak pantes tau nggak buat Farel. So, nggak usah sok caper deh di depan dia.
Maksudnya? Bell, aku nggak pernah ngerebut Farel dari kamu. Sahut Anna.
Pasti ini, gara-gara ini Farel itu jadi suka sama lo. Gue benci tau nggak sama lo. Kata
Bella menarik-narik jilbab Anna.
Lepasin tangan kamu dari jilbab ini. Aku nggak peduli bagaimana kamu benci sama aku,
tapi kamu nggak berhak buat ngelepasin ini. Kata Anna melepaskan tangan Bella dari jilbabnya
dengan kuat lalu pergi dari hadapan Bella yang masih kaget dengan yang terjadi.
***
Aku sayang sama kamu, Na. Kata Farel tiba-tiba ketika dia dan Anna sedang
mengerjakan kerajinan di rumah Anna. Hati Anna langsung berdebar tak karuan, apalagi ketika

Farel menatapnya dalam. Kamu nggak perlu jawab sekarang kok. Kata Farel melihat Anna
seperti kebingungan. Yeee Liat deh aku berhasil buat ini. Teriak Farel sambil menunjukkan
sebuah gantungan nama FA berwarna pink-putih pada Anna.
Aku nggak bisa, Rel. Kata Anna tanpa memandang Farel. Matanya menunduk melihat
kain-kain flannel yang berserakan di lantai.
Adam? Apa karena Adam kamu nggak bisa sayang sama aku? Anna menatap Farel
yang juga menatapnya dengan kaget. Dia mengernyitkan dahi tak mengerti bagaimana Farel bisa
tahu itu. Aku kira waktu dua tahun cukup buat kamu melupakan Adam, ternyata aku salah. Aku
bisa liat cinta kamu buat dia di mata kamu.
Gimana kamu tahu tentang dia? Kamu kenal Adam? Tanya Anna penasaran.
Kamu nggak perlu tahu itu, Na. Aku hanya mau kamu sadar kalau Adam itu udah nggak
ada. Kamu nggak bisa hidup terus dalam bayangan Adam. Apa kamu pikir dia akan bahagia
kalau kamu kayak gini? Mana Anna yang tegar? Anna yang selalu kuat dengan segala
masalahnya? Kamu nggak bisa kayak gini terus. Kamu.
Kamu nggak berhak buat nentuin hidup aku. Kamu itu nggak tau apa-apa tentang aku.
Kamu pikir selama ini aku nggak pernah berusaha buat ngelupain dia? Kamu salah, justru karena
aku pengin banget buat ngelupain dia, aku itu makin sayang sama dia. Potong Anna.
Itu semua karena kamu nggak pernah buat coba buka hati kamu lagi. Sahut Farel
membuat Anna menatapnya tajam. Namun Anna tak bisa memungkiri kalau yang dikatakan Farel
itu memang benar.
Mendingan kamu pulang. Kata Anna lalu masuk ke rumah. Farel pun segera pulang.
***
Asya segera berlari menghampiri Anna yang baru saja datang. Anna menatap Asya heran.
Apalagi wajahnya tampak kusut dan cemas. Ketika dia mengalihkan pandangannya ke arah
Issandra dan Ryan pun, wajah mereka sama. Wajah kekhawatiran.

Guys!!... Vino tiba-tiba muncul sambil ngos-ngosan. Farel benerean kecelakaan, ya?
Tanyanya tiba-tiba. Anna yang baru mendengar kabar itu langsung kaget. Apalagi Ryan, Issandra
dan Asya semuanya mengangguk pelan.
Kecelakaan? Gimana bisa orang kemarin dia masih sama aku kok. Kata Anna. Hatinya
berdebar tak karuan. Dia tak bisa memungkiri bahwa dia sangat cemas.
Dia kecelakaan ketika perjalanan pulang dari rumah kamu, Na.Kata Ryan.
Keadaannya gimana, Yan? Tanya Vino lagi lalu duduk di dekat Ryan dan Issandra.
Asya juga menuntun Anna untuk menghampiri Ryan, karena Ryan lah orang pertama yang
datang ke rumah sakit ketika mamanya Farel mengabarinya.
Nggak ada yang parah sih, hanya aja Ryan berhenti sebentar lalu menatap mereka
semua bergantian. Hanya aja kakinya yang kemungkinan besar akan lumpuh. Bagaikan
mendengar petir di siang bolong, mereka semua menatap Ryan tak percaya.
Apa Farel sudah tahu? Tanya Anna pelan.
Sampai sekarang dia masih belum sadar. Gue nggak yakin kalau dia akan menerima ini
semua. Yang pasti kita semua harus selalu ada di dekat dia. Gue yakin kok, kalau ada kita di
dekatnya, paling nggak dia bisa terhibur. Mereka semua mengangguk pelan mendengar katakata Ryan.
Pikiran Anna melayang ke satu tahun lalu. Apa dia harus kehilangan Farel kali ini?
Semua temannya menatap ke arahnya heran yang tiba-tiba berdiri.
Aku harus pergi sekarang. Assalamualaikum. Belum sempat teman-temannya
menjawab, Anna malah sudah berlari keluar kelas. Padahal sebentar lagi jam pelajaran tiba.
***
Farel memejam mata sebentar berharap kalau ini hanya sebuah mimpi. Namun untuk
kesekian kalinya dia memejamkan atau membuka matanya, ini semua tetap kenyataan.
Pikirannya masih kacau, bagaimana dia melanjutkan hidupnya hanya dengan duduk di kursi

roda. Bantal dan selimut yang tadi menyelimuti badannya kini sudah di atas lantai. Bahkan
ibunya yang tadi datang untuk memeriksa keadaannya pun disuruhnya pergi.
Rel? Suara itu begitu dikenalnya. Biasanya suara itu sangat dirindukannya, namun
entah mengapa saat ini suara itu sangat ingin dihindarinya. Gimana keadaan kamu? Tanya
Anna lalu duduk di samping tempat tidur Farel.
Kamu ngapain kesini? Suara Farel begitu ketus apalagi dia berbicara tanpa memandang
Anna yang kini menunduk merasa bersalah.

Maafin aku udah ngomong kasar sama kamu kemarin. Harusnya aku sadar dan bisa
terima kalau yang kamu bilang kemarin itu ada benarnya. Aku juga ikut prihatin ya sama
keadaan kamu. Jawab Anna tanpa berani menatap Farel.
Lebih baik kamu pulang, Na. Aku lagi nggak mau ketemu sama siapa pun.
Tapi kamu harus sabar dan coba untuk terima.
Kamu ngomong kayak gitu karena kamu nggak ngerasain jadi aku. Sahut Farel dengan
suara yang keras. Dada Anna terasa sesak karena selama ini Farel selalu lembut padanya.
Nggak perlu ngalamin apa yang kamu alamin aku harus tau apa yang kamu rasain.
Cukup aku ngerti perasaan kamu aku tau gimana kacaunya kamu sekarang. Ucap Anna yang
mulai menitikan air matanya dan memandang Farel sendu. Farel menatap Anna tak tega. Dalam
hatinya ingin sekali dia mengusap air mata itu dan menghibur Anna.
Ngerti? Ngerti apa kamu? Justru dengan sikap kamu yang kayak gini makin buat aku
sakit. Kamu kasihan sama aku kan? Aku itu nggak butuh kasihan dari kamu. Aku nggak mau
kamu ada disini hanya karena kamu kasihan sama aku. Hati dan pikiran kamu pasti ada Adam
kan? Anna hanya terdiam menunduk mendengar perkataan Farel. Diamnya kamu itu membuat
aku makin sakit tau nggak kalau liat kamu. Mendingan kamu pulang, Na.
Merasa kehadirannya sangat tidak diinginkan Farel, Anna lalu pergi. Farel menatap
kepergian Anna dengan sedih dan tangannya masih memegang dadanya yang sakit. Sementara
itu, Ryan, Odi, Ivan dan Asya baru saja masuk ketika melihat Anna keluar dari rumah sakit

dengan menangis. Mereka sengaja langsung ke rumah sakit untuk melihat keadaan Farel,
untungnya tadi guru-guru ada acara sehingga bisa pulang lebih cepat.
Rel! Farel yang sedang minum tiba-tiba tersedak karena terkejut dengan Ryan yang
tiba-tiba masuk apalagi dengan suara keras.
Apaan sih lo, Yan? Kaget tau nggak. Kata Farel masih tak mengerti dengan sikap Ryan.
Tak lama kemudian, Odi, Ivan dan Asya masuk dengan wajah cemas. Kenapa?
Kenapa Anna bisa nangis? Lo ngomong apa ke dia? Kata Ryan masih kesal. Sedangkan
teman-temannya yang lain berusaha menenangkan Ryan.
Sabar, Yan. Farel itu lagi sakit, kita bisa-bisa diusir dokter tau nggak. Kata Odi.
Dia ngadu sama kalian? Kalau lo datang kesini hanya mau ngebahas ini, mendingan lo
semua pulang deh. Gue nggak perlu kalian dating. Bilang sama Anna, nggak usah sok kasian
sama gue. Muak tau nggak. Bohong. Itu sangat berlawanan dengan apa yang di hatinya.
Tadinya gue nggak mau marah, ya. Tapi ngeliat sikap lo yang childish gini bikin gue
tambah muak. Anna itu nggak harus datang kesini hanya buat liat keadaan lo. Dia nggak harus
bolos sekolah hanya demi lo. Pantes Anna butuh waktu yang lama buat suka sama cowok kayak
lo. Kata Asya dengan marah. Ivan dan Odi hanya bisa pasrah.
Anna bolos sekolah? Tanya Farel tak percaya. Tiba-tiba matanya tertuju pada jam
dinding yang baru menunjuk pukul 11.00 WIB.
Iya, dia harus bolos demi ngejenguk orang kayak lo. Dasar nggak tau terima kasih.
Lalu Asya pun pulang.
Dia peduli sama lo. Kita bisa liat kok gimana cemasnya dia pas tau lo kecelakaan. Gue
rasa dia itu suka sama lo. Kata Ivan. Odi juga mengangguk pelan memandang Farel.
Rel, lo nggak bisa bersikap kayak gini. Kita emang nggak ngalamin apa yang terjadi
sama lo, tapi kita tahu gimana perasaan lo sekarang. Kita semua sahabat lo dan selalu ada buat
lo. Kata Ryan lalu memeluk sahabatnya itu.
***

Anna sesekali melirik jam tangannya. Sudah hampir satu jam dia menunggu Issandra di
taman ini. Sebenarnya dia masih tidak enak badan, perihal kejadian kmarin lusa namun karena
Issandra yang memohon padanya untuk ketemu di taman akhirnya dia pun mau. Namun baru
saja dia akan melangkah pergi, tiba-tiba langkahnya terhenti melihat Farel sudah di depannya.
Kamu? Kata Anna kaget lalu melihat sekeliling. Ada apaan sih? Pikir Anna
Ini semua rencana aku. Hmmh, anggap aja permintaan maaf aku. Kata Farel masih
duduk tenang di kursi rodanya.
Tapi bukannya kamu nggak mau ketemu sama aku? Tanya Anna pelan.
Aku masih mau ketemu sama kamu sebelum aku pergi besok. Jawab Farel. Merasakan
suasana Jakarta, bersama kamu dan yang lainnya.
Pergi? Kemana? Pasti lama ya? Dada Anna lagi-lagi sesak. Akankah dia harus
kehilangan untuk kedua kalinya? Dia benar-benar nggak sanggup.
Singapura. Mungkin dua atau tiga tahun. Aku harus berobat kesana. Anna bukannya
memandang Farel dia malah memandang ke atas menahan air matanya. Na?
Hmmh? Iya? Kata Anna memaksakan senyumnya.
Mau nemenin aku jalan-jalan di taman ini? Anna kemudian mengangguk pelan lalu
mendorong kursi roda Farel.
Hari sudah hampir sore. Anna dan Farel masih menikmati es krimnya masing-masing.
Tanpa mereka sadari, Ryan dan yang lainnya memandang mereka berdua dengan bahagia.
Walaupun besok Farel akan berangka ke Singapur, paling tidak itu menjadi perpisahan yang
indah buat mereka berdua.
Anna, Kata Farel lalu Anna menoleh ke arahnya. Andai Anna tahu kalau saat ini, Farel
sangat sedih sekaligus bahagia. Kamu mau nungguin aku balik? Tanyanya ragu. Jujur dia
masih belum siap mendengar kata tidak dari mulut Anna. Anna hanya diam memandangnya.
Iya. Insya Allah aku mau. Aku mau kok nungguin kamu buat balik kesini. Kamu akan
selalu ada di hati aku. Just you no other. Sahut Anna mantap.

Termasuk Adam? Tanya Farel ragu. Apalagi Anna terlihat ragu.


Termasuk Kak Adam. Dia masa lalu aku. Kamu harus certain semuanya kalau balik
nanti. Sahut Anna mantap. Lalu tersenyum bahagia, begitu pula Farel yang kini dapat tersenyum
bahagia.

Anda mungkin juga menyukai